Anda di halaman 1dari 10

SOSIOLOGI AGAMA

(SEKULARISME)

DI SUSUN OLEH

MUH YUSUF AFRIZAL

M ADITYA PARANRANG

MUSTAN

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR

LATAR BELAKANG…………………………………………………………………………………………………..

BAB 1 PEMBAHASAN

1. AGAMA DAN SEKULARISME……………………………………………………………………….

2. SEKULARISME MENURUT PARA AHLI SOSIOLOGI……………………………………….

3. BEBERAPA NEGARA ISLAM YANG BERSIFAT SEKULER………………………………...

BAB 2

PENUTUP.

KESIMPULAN.

DAFTAR PUSTAKA.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga
kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Sosiologi agama
dengan judul memahami Sekularisme. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran
sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.

Makassar, April 2019


LATAR BELAKANG

Secara etimologi sekularisme berasal dari kata saeculum (bahasa latin) yang memiliki arti waktu
tertentu atau tempat tertentu. Atau lebih tepatnya menunjukkan kepada waktu sekarang dan di sini,
dunia ini. Sehingga, sungguh tepat jika saeculum disinonimkan dengan kata wordly dalam bahasa
inggrisnya. Maka sekularisme secara bahasa bisa diartikan sebagai faham yang hanya melihat kepada
kehidupan saat ini saja dan di dunia ini (keduniaan an sich). Tanpa ada perhatian sama sekali kepada hal-
hal yang bersifat spiritual seperti adanya kehidupan setelah kematian yang notabene adalah inti dari
ajaran agama.
Oleh karena itu, sekularisme secara terminologi sering didefinisikan sebagai sebuah konsep yang
memisahkan antara negara dan agama (state and religion). Yaitu, bahwa negara merupakan lembaga
yang mengurusi tatatanan hidup yang bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan yang berbau
akhirat, sedangkan agama adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan manusia dengan hal-hal
yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual, seperti hubungan manusia dengan tuhan. Maka, menurut
para sekular, negara dan agama yang dianggap masing-masing mempunyai kutub yang berbeda tidak
bisa disatukan. Masing-masing haruslah berada pada jalurnya sendiri-sendiri. Namun sebelum lebih jauh
mengenal sekularisme secara terminologi dan epistemologinya, ada hal penting yang harus diketahui
dan difahami terlebih dahulu sebagai “pintu masuk” untuk bisa menjawab pertanyaan yang mendasar,
mengapa sekularisme itu “terlahir” ke dunia ini. Pintu masuk tersebut tiada lain adalah sejarah dan latar
belakang lahirnya sekularisme.

SEJARAH SEKULARISME

Sejarah munculnya sekularisme sebenarnya merupakan bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya)
masyarakat Eropa kepada agama kristen saat itu (abad 15 an). Di mana kristen beberapa abad lamanya
menenggelamkan dunia barat ke dalam periode yang kita kenal sebagai the dark age. Padahal pada saat
yang sama peradaban Islam saat itu sedang berada di puncak kejayaannya. Sehingga ketika perang salib
berakhir dengan kekalahan di pihak Eropa, walau mereka mengalami kerugian di satu sisi, tetapi,
sebenarnya mereka mendapatkan sesuatu yang berharga, yaitu inspirasi pengetahuan. Karena justru
setelah mereka “bergesekan” dengan umat Islam di perang salib hal tersebut ternyata menjadi kawah
candradimuka lahirnya renaissancebeberapa abad setelahnya di Eropa. Setelah mereka menerjemahkan
buku-buku filsafat yunani berbahasa arab dan karya-karya filosof Islam lainnya ke dalam bahasa latin.
Pada saat Eropa mengalami the dark age, kristen yang sudah melembaga (baca: Gereja) saat itu
menguasai semua ranah kehidupan masyarakat Eropa. Politik, ekonomi, pendidikan dan semuanya
tanpa terkecuali yang dikenal denga istilah ecclesiastical jurisdiction (hukum Gereja). Semua hal yang
berasal dari luar kitab suci Injil dianggap salah. Filsafat yang notabene sebagai al-umm dari ilmu
pengetahuan dengan ruang lingkupnya yang sangat luas, mereka sempitkan dan dikungkung hanya
untuk menguatkan keyakinan mereka tentang ketuhanan yang trinitas itu. Mereka menggunakan filsafat
hanya sekedar untuk menjadikan trinitas yang irasional menjadi kelihatan rasional. Dengan demikian
secara otomatis filsafat yang seharusnya menjadi induk semang dari seluruh ilmu pengetahuan yang ada
menjadi mandul dan tidak berfungsi.
Padahal sebenarnya apa yang dilakukan kristen saat itu sudah bertentangan dengan falsafah kristen itu
sendiri. Di mana dalam falsafah kristen mengenal adanya dua kerajaan. Kerajaan dunia dan kerajaan
langit (baca: kerajaan tuhan). Manusia hidup di dunia ini hanya sekedar menjalani hukuman atas dosa
warisan nenek moyang manusia, Adam. Sehingga kerajaan langit adalah satu-satunya tujuan manusia
dengan cara membebaskan diri dari segala dosa. Sampai akhirnya tuhan sendiri yang turun/menurunkan
anaknya dan mengorbankannya sebagai penebus dosa seluruh manusia. Maka sesuai dengan sabda
Yesus sendiri yang dikisahkan Injil, “Berikan kepada kaisar apa yang menjadi haknya, dan berikan juga
kepada tuhan apa yang menjadi haknya”. Sabda ini secara gamblang menyatakan bahwa urusan
kehidupan dunia diatur oleh penguasa negara.
Tetapi pada tatanan praktis selanjutnya teori “two swords” yang menjadi bagian dari falsafah agama
kristen itu dilanggar, dengan menjadikannya “one sword” (satu kekuasaan saja, kekuasaan
kristen, ecclesiastical jurisdiction). Dua sisi ruh (spiritual) dan materi (keduniaan) yang dimiliki manusia
yang mana ruh dikuasai/diperintah oleh kekuasaan kristen (baca: Gereja) dan materi diatur oleh
kekuasaan raja/penguasa negara, dijadikan satu yaitu sisi ruh dan materi manusia diatur oleh kekuasaan
kristen saja. Padahal kristen itu sendiri adalah ajaran ruhi an sich dan tidak memiliki ajaran materi
(bagaimana mengatur urusan manusia dalam sisi materinya seperti syari’ah di dalam Islam). Tentu hal
tersebut mengakibatkan “kekacauan” pada tatanan kehidupan manusia selanjutnya. Bagaimana tidak,
sisi manusia yang bersifat materi yang identik dengan rasionalitas, immanent, profan harus diatur dan
diperintah oleh kekuasaan yang bersifat ruhi an sich yang identik dengan irasionalitas, permanent,
sakral. Yang pada akhirnya kekacauan falsafah inilah yang menenggelamkan masyarakat Eropa ke dalam
jurang the dark age berabad-abad lamanya.
Ilmu pengetahuan yang menopang majunya sebuah peradaban malah dimusuhi. Ketika ada penemuan
baru yang dianggap bertentangan dengan isi injil dianggap sebagai sebuah pelanggaran yang harus
ditebus dengan nyawa. Sebagaimana yaang dialami Copernicus yang menyatakan teori heliosentrisnya
yang notabene bertentangan dengan injil yang mengemukan teori geosentris.
Sesuai dengan teori arus air, jika ia ditahan maka lama kelamaan akan menjadi tenaga yang begitu
dahsyat untuk mengahancurkan penahannya. Begitu juga yang terjadi di Eropa pada abad 15 dengan
apa yang disebut renaissance sebagai lambang dari pembebasan masyarakat Eropa dari kungkungan
kristen. Gerakan renaissanceini mulai digerakkan di berbagai lini, seni, gerakan pembaruan keagamaan
yang melahirkan kristen protestan, humanisme dan penemuan sains. Yang selanjutnya diteruskan
dengan masa enlightenment pada abad ke-18 satu abad setelah lahirnya aliran Filsafat Moderen pada
abad ke-17.

Tirani Gereja

Kristen—sebagaimana yang kita ketahui—merupakan agama yang cinta damai, welas asih dan agama
cinta kasih. Ini bisa dilihat dari perkataan Yesus yang memerintahkan murid-muridnya untuk
memberikan pipi kanan jika dipukul pipi yang kiri. Namun, pada kenyataannya Gereja sebagai kristen
yang melembaga justru menjadi tirani bagi bangsa Eropa pada abad pertengahan, yang membuat Eropa
terpuruk selama berabad-abad dalam masa yang disebut the dark age. Maka timbulah pertanyaan, apa
sebenarnya yang membuat Gereja menjadi tirani di Eropa saat itu.
Hal tersebut sebenarnya kembali kepada masa-masa ketika kristen baru lahir atau semenjak wafatnya
Yesus di tiang salib—yang setelah tiga hari bangkit kembali, menurut keyakinan mereka. Pada masa-
masa awal lahirnya kristen, umat kristen harus terus bersembunyi (baca: menyembunyikan iman
mereka) dari pemerintahan Romawi. Terutama para murid Yesus yang terus menyebarkan ajaran guru
mereka dengan sembunyi-sembunyi. Dan pada periode yang penuh tekanan inilah injil ditulis dengan
gaya bahasa mereka (baca: murid-murid Yesus, baik yang langsung ataupun tidak) masing-masing.
Sehingga bercampurlah di sana antara firman tuhan dan persepsi mereka sendiri tentang ajaran Yesus.
Kristen terus menyebar dengan cara seperti itu, di mana injil hanya dikuasai oleh para murid Yesus
saja dan terus turun temurun kepada murid-murid mereka. Sehingga akhirnya injil hanya boleh dibaca
oleh para pemuka agama kristen saja. Orang biasa tidak diperbolehkan untuk langsung membaca injil
dan memahaminya sendiri. Karena, di samping bahasa asli injil itu sendiri yang tidak bisa dipahami oleh
orang biasa, ditambah lagi dengan kondisi saat itu yang masih di bawah tekanan Romawi, sehingga para
penyebar kristen harus berhati-hati dalam mengajarkan ajaran Yesus tersebut.
Monopoli pemahaman dan penafsiran injil itu oleh para pemuka kristen (rijâlu ad-dîn) terus berlaku
sampai akhirnya kristen mejadi agama resmi Romawi. Justru semenjak itu pula kristen melembaga
menjadi institusi Gereja. Monopoli kitab suci semakin menjadi. Yang mana monopoli kitab suci tersebut
berbuah kepada monopoli keberagamaan kristen. Monopoli itu pula menjadikan umat kristen sangat
bergantung kepada institusi Gereja. Dan justru ketergantungan itu malah menambah keangkuhan para
pemuka kristen sehingga menjadi tirani di Eropa.
Kekuasaan Gereja saat itu tidak hanya terbatas dalam bidang agama saja, lebih dari itu seluruh aspek
kehidupan dikuasai seluruhnya oleh Gereja.
BAB 1 PEMBAHASAN

 AGAMA DAN SEKULARISME

Menurut kamus bahasa Indonesia “Sekular” artinya bersifat duniawi kebendaan. bagaimanakah
sekularisme itu dalam pandangan agama islam? Ketika itu agama menjadi macet disebabkan etnis,
nasionalisme atau modernisasi dan beberapa kesalahpahaman umum sekitar paradigma sekularisasi
yang menduganya dengan penyebaran ateisme

Para ahli sosiologi mengkaji hubungan antara agama dan perubahan sosial. Sehingga terkesan
bahwa agama menghambat perubahan sosial. Pandangan ini tercermin dalam sebuah ungkapan “bahwa
agama adalah candu masyarakat”, bahwa karena ajaran agamalah maka rakyat menerima begitu saja
nasib buruk mereka dan tidak tergerak untuk berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Pandangan
ini ditentang oleh sosiolog yang lain yang menunjukkan bahwa dalam masyarakat kaum agama
merupakan kaum revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah masyarakat.

Kata-kata “Sekuler” dan “sekularisasi” berasal dari bahasa Barat (Inggris, Belanda, dan lain-
lain).Menurut kamus bahasa Indonesia “Sekular” artinya bersifat duniawi kebendaan (bukan bersifat
keagamaan atau kerohanian). Kata sekuler yang di adopsi dari kata latin “Seaculum, pada mulanya
berarti “masa atau “ generasi” dan juga memiliki arti konotasi rangkap ditandai dengan waktu yang
tepat. Dalam bahasa Prancis, laïcité, yang juga berarti sekularisme, tetapi makna aslinya menunjuk pada
pengertian “masyarakat biasa“, mereka yang bukan kelompok pendeta.[3] Waktu menunjukkan
pengertian sekarang atau pada masa kini, dan waktu menunjukkan pada pengertian dunia atau duniawi.
Tekanan maknanya terletak pada suatu waktu tertentu atau periode tertentu di dunia yang dipandang
sebagai suatu proses sejarah.

Sekulerisasi, menurut Harun Nasution adalah proses penduniawian, yaitu proses melepaskan hidup
duniawi dari kontrol agama, dengan demikian sekulerisasi adalah proses melepaskan diri dari agama dan
bisa berakibat/mengarah kepada ateisme.
Harvey Cox menerangkan perbedaan antara Sekularisasi dengan Sekularisme sebagai berikut:

Bagaimanapun, sekularisasi sebagai istilah deskriptif mempunyai arti yang luas dan mencakup. Ia
muncul dalam samaran-samaran yang berbeda-beda, tergantung kepada sejarah keagamaan dan politik
suatu daerah yang dimaksudkan. Namun, di mana pun ia timbul, ia harus dibedadkan dari sekularisme.
Sekularisasi menunjukkan adanya proses sejarah, hampir pasti tidak mungkin diputar kembali, di mana
masyarakat dan kebudayaan dibebaskan dari kungkungan atau asuhan pengawasan keagamaan dan
pandangan dunia metafisis yang tertutup. Sekularisasi pada dasarnya perkembangan pembebasan.
Sedangkan Sekularisme adalah nama untuk suatu idiologi, suatu pandangan dunia baru yang tertutup
yang berfungsi sangat mirip sebagai “agama baru”(Sekularism is the name for an ideology, a new closed
world view which fungtion very much like a new religion).
 SEKULARISME MENURUT PARA AHLI SOSIOLOGI

1. Auguste Comte (1798-1857), seorang sosiolog dari perancis mengemukakan konsep yang dikenal
dengan hukum tiga tahap (the law of three stages) yang berisikan tahap-tahap perkembangan pikiran
manusia : (a) tahap teologis ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini
mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia (b) tahap
metafisis, pada tahap ini manusia percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabkan. Manusia belum
berusaha untuk mencari sebab dan akibat gejala-gejala tersebut (c) tahap positif, merupakan tahap
dimana manusia telah sanggup untuk berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu
pengetahuan.[

2. Karl Marx (1818-83), menyatakan agama sebagai candu masyarakat.

3. Emile Durkheim (1858-1917), menyatakan agama sebagai fungsi social. Ia percaya agama sebagai
sistem kognitif adalah salah dan bahwa manusia

mendapatkan kebenaran melalui alam dan ilmu-ilmu social.

4. Max Weber (1864-1920) bahwa kemoderenan berlandaskan rasio bukan agama karena agama telah
mengecewakan dunia.
Bryan Wilson, seorang sosiolog modern menyatakan bahwa kemoderenan berdasarkan kepada rasional
dan sosial.

Para ahli sosiologi mengkaji hubungan antara agama dan perubahan sosial. Ada yang berpendapat
bahwa agama menghambat perubahan sosial. Pandangan ini tercermin dalam ucapan marx “bahwa
agama adalah candu masyarakat”, menurutnya karena ajaran agamalah maka rakyat menerima begitu
saja nasib buruk mereka dan tidak tergerak untuk berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan.
Pandangan ini ditentang oeh sosiolog yang lain yang menunjukkan bahwa dalam masyarakat kaum
agama merupakan kaum revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah masyarakat.
Contoh yang dapat diajukan untuk mendukung pendapat demikian ialah antara lain ; berbagai gerakan
perlawanan kaum ulama di tanah air terhadap penjajahan Belanda, kepeloporan para rohaniawan
Katolik di Polandia terhadap rezim komunis dan gerakan para Ayatullah yang berhasil menjatuhkan
rezim Shah di Iran.

 BEBERAPA NEGARA ISLAM YANG BERSIFAT SEKULARISME

1. Kesultanan Turki Usmaniyah

Turki Usmaniyah sebagai kekuasaan birokrasi telah melembagakan otoritas sipil maupun
agama dalam administrari negara dan dalam pribadi penguasa, sultan atau khalifah. Selama
abad kesembilan belas, gerakan modernisari di seponsori oleh negara menciptakan institusi
sekular yang bertujuan memperkenalkan metode belajar, sistem hukum, dan teknik-teknik
militer Barat. Institusi-institusi ini, dan para elit yang menjalankannya, tidak merusak organisasi-
organisasi Muslim serupa sebagai penggati mereka; yang terakhir ini tetap hidup untuk
memenuhi kkebutuhan-kebutuhan penduduk Muslim. Proses reformasi ini di sebut Tanzimat
atau proses reorganisasi- mendapat perlawanan sepanjang abad. Jika Turki tidak menerima
peradaban Eropa secara utuh, Turki tidak akan pernah memerdekakan dirinya dari intervensi
dan pengawasan eropa serta akan kehilangan harga dirinya, hak-haknya dan bahkan
kemerdekaannya.

2. Dunia Arab

Berbagai bentuk pemerintahan berlangsung di Dunia Muslim Arab, berkisar dari Negara Arab
Saudi yang beridiologi Wahhabiyah hingga rezim sosialis sekular di Irak dan Suriah. Arab Saudi-
karena hubungan yang sudah berlangsung dua abad antara keluarga Sa’ad dan gerakan reformis
Wahhabiyah, memproklamasikan dirinya sebagai negara Islam. Secara teknis, penguasa-
penguasanya merupakan pejabat-pejabat sekular yang memerintah sesuai dengan syariat
sebagaimana ditafsirkan oleh para ulama.

3. Asia Selatan dan Tenggara

Mayoritas penduduk Muslim dunia tinggal di Asia Selatan dan Tenggara, terbentang dari
Pakistan hingga Indonesia. Wilayah ini mempunyai kondisi giografis dan politik yang sangat
beragam serta adanya kelompok-kelompok agama dan etnis yang harus diakomodasi oleh
ummat Islam itu sendiri. Hal khususnya terjadi di India dan Malaysia yang telah memilih untuk
mengintensifkan identitas-identitas nasional keagamaan sebagai lawan terhadap idiologi
sekular, terutama di India, tempat gerakan sempalan Hindu telah meningkatkan tekanan pada
tahun-tahun terakhir ini. Setelah kemerdekaannya, India memproklamirkan diri sebagai negara
demokrasi sekular dengan identitas keagamaan tersembunyi dalam ikatan bersama
nasionalisme India.

4. Iran

Satu-satunya masyarakat Muslim yang kini di perintah oleh petugas-petugas agama dan hukum
Islam adalah Iran; Sudan secara prinsip adalah negara Islam,dan banyak oposisi terhadap
pelaksanaan syariat. Pengalama Iran menunjukkan kelemahan konsep negara-nasional Sekular
dalam suatu masyarakat yang penguasa-penguasa tradisional telah melaksanakan kontrol
langsung terhadap seluruh negara. Bagi kebanyakan rakyat Iran, nasionalisme Iran mempunyai
nuansa keagamaan. Kegagalan revolusi 1906 karena intrik Inggris -Rusia dan Syah, tidak
menghapuskan ingatan ide-ide tersebut. Kemunculan Dinasti Pahlavi pada 1925 dibentuk oleh
Kolone Reza Syah yang berusaha menyamai Mustafa Kemal Atururk dan menciptakan negara
Sekular dari atas tidak juga dapat menghapuskan ide-ide itu.periode Pahlevi (1925-1979)
merupakan periode Sekular ketika upaya-upaya untk memaksakan tatanan modernisasi negara
pada akhirnya menyulut perlawanan massa yang dimotori oleh tokoh-tokoh agama syiah yang
otoritasnya belum pernah secara penuh ditumpas. Sekularisme sebagai suatu yang diimpor dari
asing dihubungkan degan Amerika yang berlangsuung secara gradual terhadap Iran dan
terhadap penguasa kedua Pahlavi, Muhammad Reza Syah.
BAB 2 PENUTUP

 KESIMPULAN

Sebagai cabang dari pemikiran filsafat, sekulerisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar
adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah
dari agama atau kepercayaan. Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan
penentuan manusia, terutama yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti
konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.
Sekularisme menginginkan adanya pembebasan tajam antara agama dan ilmu pengetahuan dan
memandang ilmu pengetahuan otonom pada dirinya. Manusia mempunyai otonomi untuk berbuat
bebas sesuai dengan apa yang ia kehendaki berdasarkan rasio. Dalam perkembangannya selanjutnya
sekularisme yang terkristalkan dalam paham filsafat, menjadi paham ideologi politik dan sosial, dimana
negara dan kehidupan sosial terlepas dari interpensi agama.
Islam memandang sekularisme sebagai paham yang kontradiktif dengan ajaran Islam. Dalam
sekularisme pendiokotomian seluruh aspek kehidupan dengan agama sangat kontras, karena ia
meyakini tidak terdapat hubungan yang signifikan diantara keduanya. Sedangkan Islam merupakan
sistem sempurna yang merangkum urusan kehidupan manusia semuanya. Ia merangkum negara,
kerajaan, rakyat, akidah, syariat, akhlak, ekonomi, keadilan, undang-undang, ilmu, jihad, dakwah,
kemiliteran dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

http://sosiologi.agama.blogspot.com/2012/05/agama-dan-sekularisme.html
http://.blogspot.com/2016/09/sekularisme.html

Anda mungkin juga menyukai