Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KEBUTUHAN ELIMINASI AKIBAT

PATOLOGIS SYSTEM PENCERNAAN DAN PERSYARAFAN


CEREBROVASKULER ACCIDENT

Disusun Oleh :

Narotama Ginting Aji Samudro (172303101008)


Faridhatul Hasanah (172303101016)
Mustafajar Syamsudy (172303101025)
Grey Shinta Khoiri (172303101042)

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS 3 LUMAJANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih-Nya,
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul Asuhan
Keperawatan Dengan Kebutuhan Eliminasi Akibat Patologis System Pencernaan Dan
Persyarafan Cerebrovaskuler Accident.

Makalah ini tidak akan dapat selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Achlish Abdillah, S.ST, M.Kes. Selaku Dosen Pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi inspirasi.
3. Rekan-rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyelasaian makalah ini.

Penyusunan makalah ini pasti masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan,
bahasa, maupun segi lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya
sehingga bisa memberikan inspirasi kepada pembaca.

Lumajang, 18 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena berkurangnya atau
terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami hal ini akan mati
dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang pula stroke disebut dengan CVA (cerebrovaskular
accident). Orang awam cederung menganggap stroke sebagai penyakit. Sebaliknya, para
dokter justru menyebutnya sebagai gejala klinis yang muncul akibat pembuluh darah
jantung yang bermasalah, penyakit jantung atau secara bersamaan (Auryn, Virzara 2009,
h 38). Menurut WHO stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang
diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
Organisasi stroke dunia mencatat hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat
terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini.
Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat
seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada
tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Nabyl R.A. 2012).
Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Umumnya sekitar 50%
kasus stroke hemoragik akan berujung kematian, sedangkan stroke iskemik hanya 20%
yang berakibat kematian. Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
arteri ke otak sehingga terhalangnya suplai darah menuju otak. Penyebab arteri pecah
tersebut misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat
(Junaidi, 2011). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdes) indonesia tahun 2007 menunjukan
bahwa angka kejadian stroke di Indonesia sebesar 6% atau 8,3 per 1000 peduduk yang
telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukan
sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah di diagnosis oleh tenaga kesehatan. Data
tersebut menujukan bahwa di Indonesia, jumlah rata-rata dalam setiap penduduk, terdapat
8 orang yang menderita stroke. Hal ini merupakan angka yang cukup besar dan
mengkhawatirkan. (Widyanto. 2013).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi CVA?
2. Bagaimana etiologi dari CVA?
3. Apa klasifikasi dari CVA?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari CVA?
5. Bagaimana patofisiologi dari CVA?
6. Apa sajakah pemeriksaan penunjang dari CVA?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari CVA?
8. Apa sajakah komplikasi dari CVA?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit CVA?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan definisi dari CVA.
2. Menjelaskan etiologi dari CVA.
3. Menjelaskan klasifikasi dari CVA.
4. Menjelaskan tanda dan gejala dari CVA.
5. Menjelaskan patofisiologi dari CVA.
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari CVA.
7. Menjelaskan penatalaksanaan dari CVA.
8. Menjelaskan komplikasi dari CVA.
9. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit CVA.

1.4 MANFAAT PENULISAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi dari cva.


2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi tentang CVA.
3. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi tentang CVA.
4. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala dari CVA.
5. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari CVA.
6. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang tentang CVA.
7. Mahasiswa dapat mengetahui pelaksanaan tentang CVA.
8. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari CVA.
9. Mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit CVA.
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI CEREBROVASKULAR ACCIDENT

Cerebrovaskular accident atau stroke adalah kerusakan jaringan otak yang


disebabkan karena berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba.
(Meikhana Dwi Handika. 2016).

Cerebrovaskular accident atau stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal, dan global, yang berlangsung
24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic. (M. Clevo Rendi. 2012).

2.2 ETIOLOGI CEREBROVASKULAR ACCIDENT

1. Infark otak (80%).

a. Emboli.

1. Emboli kardiogenik.
2. Fibrilasi atrium dan aritmia lain.
3. Thrombus mural dan ventrikel kiri.
4. Penyakit katub mitral atau aorta.
5. Endokarditis (infeksi atau non infeksi).

b. Emboli paradoksal (foramen ovalepaten).

1. Emboli arkus aorta.


2. Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang – besar).
3. Penyakit eksrakanial.
4. Arteri karotis interna.
5. Arteri vertebralis.

c. Penyakit intracranial.

1. Arteri karotis interna.


2. Arteri serebri interna.
3. Arteri basilaris.
4. Lakuner (oklusi arteri perforans kecil).

2. perdarahan intraserebral (15%).

a. Hipertensi.

b. Malformasi arteri – vena ( AVM dan Aneurysm)

c. Angipati amiloid.

3. Perdarahan subaraknoid (5%)

4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).

a. Trobus sinus dura.

b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis.

c. Vaskulitis system saraf pusat.

d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progresif).

e. Migren.

f. Kondisi hiperkoagulasi.

g. Penyalahgunaan obat.

h. Kelainan hematologist (anemia, sel sabit, polisistemia, atau leukemia).

i. Miksoma atrium.

(M. Clevo Rendi. 2012)

2.3 KLASIFIKASI CEREBROVASKULAR ACCIDENT

A. Klasifikasi stroke berdasarkan keadaan patologis.

a. Stroke iskemik

Iskemik terjadi akibat suplay darah ke jaringan otak berkurang, disebabkan karena
obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak. Mekanisme terjadinya iskemik
secara umum dibagi menjadi 5 kategori yaitu:
1. Trombosis
Merupakan pembentukan bekuan atau gumpalan di arteri yang menyebabkan
penyumbatan sehingga mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otak. Faktor
lain terjadinya thrombosis adalah adanya lipohialinosis, invasi vaskuler oleh
tumor, penyakit gangguan pembekuan darah seperti Diseminated Intravasculer
Coagulasi (DIC) dan Trombotic Trombositopenia Purpura (TTP).
2. Emboli
Merupakan benda asing yang berada pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan konklusi atau penyumbatan pada pembuluh darah otak. Sumber
emboli diantaranya adalah udara, tumor, lemak, dan bakteri.
3. Hipoperfusi sistemik
Disebabkan menurunnya tekanan arteri misalnya karena cardiac arrest, emboli
pulmonal, miokardiak infark, aritmia, syok hipovolemik.
4. Penyempitan lumen arteri, dapat terjadi karena infeksi atau proses peradangan,
spasme atau karena kompresi massa dari luar.

b. Stroke Hemorogik

Angka kejadian stroke hemorogik sekitar 15% dari stroke secara keseluruhan.
Stroke ini terjadi karena perdarahan atau pecahnya pembuluh darah otak baik di
subarachnoid, intraserebral maupun karena aneurisma. Angka kematian pasien
dengan stroke hemoragik sekitar 25 – 60% (Black, 2009).

1. Perdarahan intraserebral
Terjadi karena pecahnya arteri-arteri serebral. Kira kira 2/3 pasien dengan
perdarahan serebral terjadi akibat tidak terkontrolnya tekanan darah yang tinggi
atau adanya riwayat hipertensi, penyakit diabetes melitus dan arterisklerosis.
Pasien dengan stroke hemorogik karena perdarahan intraserebral kejadiannya
akut, dengan nyeri kepala berat dan penurunan kesadaran.
2. Perdarahan subarachnoid
Akibat aneurisma atau malformasi vaskuler. Kerusakan otak terjadi karena
adanya darah yang keluar dan mengumpal sehingga mendorong ke area otak dan
pembuluh darah. Gejala klinik yang terjadi adalah perubahan kesadaran, mual,
muntah kerusakan intelektual dan kejang.
3. Aneurima
Merupakan dilatasi pada pembuluh darah arteri otak yang kemudian menjadi
kelemahan pada dinding pembuluh darahnya. Penyebab aneurima belum
diketahui namun diduga karena arterioskelosis, keturunan, hipertensi, trauma
kepala maupun karena bertambahnya umur.

B. Klasifikasi stroke berdasarkan perjalanan penyakit.

a. Transient iskemik attack (TIA).

Merupakan gangguan neurologi fokal yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang
dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang muncul akan hilang
secara spontan dalam waktu kurang dari 24 jam. Penyebab terjadinya TIA adalah
aliran darah keotak karena stenosis arteri karotis dan embolus.

b. Progresif (stroke in evolution).

Perkembangan stroke terjadi berlahan-lahan sampai akut, munculnya gejala makin


memburuk.proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.

c. Stroke lengkap (stroke complete).

Gangguan neurologik yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal sejak
awal serangan dan sedikit memperlihatkan perbaikan.

(Tarwoto. 2013).

2.4 TANDA DAN GEJALA CEREBROVASKULAR ACCIDENT

Tanda dan gejala klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-
trata serangan ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke akut gejala klinis
meliputi :

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau hemiplegia


(paralisis)yang timbul secara mendadak.
Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks
bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada
hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan
kontrol otot velunter dan sensorik sehinggapasien tidak dapatmelakukan ekstensi
maupun fleksi.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan
gangguan syaraf sensorik.
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)
Terjadi akibat pendarahan, kerusakan otak kemudian menekan batangotak atau
terjadinya gangguanmetabolik otak akibat hipoksia.
4. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam
membaca, menulis, memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada
area ousat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada
stroke dengan gangguan pada arteri middle serebral kiri. Afasia dibagi menjadi 3
yaitu afasia motorik, afasia sensorik dan afasia global.
5. Disatria (bicara cadel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya
menjadi tidak jelas. Namun demikian pasien dapat memahami pembicaraan, menulis,
mendengarkan maupun membaca.
6. Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan pengliahatan atau juga pandangan menjadi ganda,
gangguan lapang pandang pada salah satu sisi.
7. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus kranial IX.
Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian makanan
masuk ke esofagus.
8. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering tejadi. Hal ini terjadi karena
terganggunya syaraf yang mensarafi bladder dan bowel.
9. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala
Terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri.
Secara spesifik tanda dan gejala stroke tergantung pada lokasi kerusakan, ukuran dan
banyakya pendarahan.

Lokasi Syndrom
Arteri karotis intena (ICA) a. Kelumpuhan pada tangan, kaki, dan
wajah yang berlawanan dengan
kerusakan otak
b. Gangguan sensorispada kaki, wajah
dan tangan yang berlawanan denga
keusakan otak
c. Afasia, apraksia, agnosia

Middle cerebral arteri (MCA) a. Hemiplegia kontralateral


b. Gangguan sensori kontralateral
c. Afasia

Anterior cerebral arteri (ACA) a. Paralisis kontralateral


b. Gangguan berjalan
c. Kehilangan sensoris
d. Kerusakan kognitif
e. Inkontinensia urine

Arteri vertebra a. Pusing


b. Nistagmus
c. Dispagia
d. Disatia
e. Nyeri pada muka, hidung atau mata
f. Kelemahan pada wajah
g. Gangguan pergerakan

Arteri basiler a. Quadriplegia


b. Kelemahan otot wajah, lidah dan
faringeal
Secara klinis ada perbedaan antara stroke iskemik dengan stroke hemoragik seperti berikut :

Gejala Hemoragik Iskemik


Onset Sangat akut Subakut/akut
Saat terjadinya Aktivitas Istirahat
Nyeri kepala Hebat Ringan/tidak ada
Muntah pada awal Sering Tak ada
Kaku kuduk Jarang/biasa ada Tak ada
Kejang Bisa ada Tak ada
Kesadaran Biasanya hilang Dapat hilang
(Tarwoto. 2013).

2.5 PATOFISIOLOGI CEREBROVASKULAR ACCIDENT

1. Stoke non Hemoragik

THROMBUS / EMBOLI

PEREDARAN DARAH OTAK TERGANGGU

SUPLAI DARAH KE JARINGAN TIDAK ADEKUAT

ISKEMIK / INFARK JARINGAN

DEFISIT NEUROLOGI REVERSIBEL / IRREVELSIBEL


2. Stroke Hemoragik

PENINGKATAN TEKANAN SISTEMIK/DIASTOLIK

RUPTUR PEMBULUH DARAH SEREBRAL

PENDARAHAN

HEMATOM SEREBRAL

PTIK

KESADARAN MENURUN

VASOSPASME ARTERI SEREBRAL SARAF SENTRAL

ASKEMIK/INFARK JARINGAN OTAK, KELUHAN NYERI TEKAN

DEFISIT NEUROLOGI REVERSIBEL / IRREVELSIBEL

(M. Clevo Rendi. 2012).


2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG CEREBROVASKULAR ACCIDENT

1. Pemeriksaan radiologi sistem saraf


a. Miografi
b. CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
c. Angiografi
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif,
stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis
dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
d. MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya
daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
e. EEG
Merekam aktivitas elektrik di sepanjang kulit kepala
f. EMG
Pemeriksaan untuk mengevaluasi kondisi dari syaraf tepi (motoris maupun
sensoris) dari otak
2. Laboratorium
a. Darah
b. Urine
c. Cairan Serebrospinal.
(M. Clevo Rendi. 2012).

2.7 PENATALAKSANAAN CEREBROVASKULAR ACCIDENT

A. Pada fase akut


1. Terapi cairan , pada fase akut stroke beresiko terjadi nya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah . The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml / jam selama jam –jam
pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah hemodinamik stabil , terapi
cairan rumatan bisa di berikan sebagai KAEN 3B / KAEN 3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidras hipertoni serta memenuhi kebutuhan homeostasis kalium
dan natrium. Setelah fase akut stroke , larutan rumatan bisa di berikan untuk
memelihara homeostasis elektrolit , khusus nya kalium dan natrium.
2. Terapi Oksigen , pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami ganggguan aliran
darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi
hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolisme otak. Pertahankan jalan
napas , pemberian oksigen , penggunaan ventilator merupakan tindakan yang
dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri.
3. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intracranial
Peningkatan tekanan intracranial biasa nya disebabkan Karen edema serebri , oleh
Karena itu pengurangan edema penting dilakukan misal nya dengan pemberian
manitol , control atau pengendalian tekanan darah.
4. Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas darah.
5. Monitor Jantung dan tanda –tanda vital , pemeriksaan EKG.
6. Evaluasi status cairan dan elektrolit.
7. Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan dan cegah resiko injury.
8. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan pemberian
makanan.
9. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
10. Monitor tanda –tanda neurologi seperti tingkat kesadaran , keadaan pupil , fungsi
sensorik , dan motorik , nervus cranial dan refleks.
B. Fase Rehabilitasi
1. Pertahankan nutrisi yang adekuat.
2. Program managemen bladder dan bowel.
3. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi ( ROM ).
4. Pertahankan integritas kulit.
5. Pertahankan komunikasi yang efektif.
6. Pemenuhan kebutuhan sehari –hari.
7. Persiapan pasien pulang.
C. Pembedahan
Dilakukan jika perdarah serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih adri 50
ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruksi akut.
D. Terapi Obat – obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.
1. Stroke iskemia
a. Pemberian trombolisis dengan rt-PA ( recombinant tissue plasminogen )
b. Pemberian obat – obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau alfa
beta , kaptropil , antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
2. Stroke haemoragik
a. Antihipertensi : Katropil , antagonis kalsium
b. Diuretik : Manitol 20 % , furosemide
c. Antikonvulsan : Fenitoin.
(Tarwoto. 2013).
2.8 KOMPLIKASI CEREBROVASKULAR ACCIDENT
A. Fase Akut
1. Hipoksia serebral dan menurun nya aliaran darah otak

Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena perdarahan maka terjadi
gangguan perfusi jaringan akibat terhambat nya aliran darah otak. Tidak adekuat
nya aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi dari
otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasi nya. Aliran darah ke
otak sangat tergantung pada tekanan darah , sehingga pada pasien dengan stroke
keadekuatan aliran darah sangat di butuhkan untuk menjamin perfusi jaringan yang
baik untuk menghindari terjadi nya hipoksia serebral.

2. Edema serebri

Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan. Edema terjadi jika
pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik maka tubuh akan meningkatkan
aliran darah pada lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan
meingkatkan tekanan sehingga cairan interestial akan berpindah ke ekstraseluler
sehingga terjadi edema jaringan otak.

3. Peningkatan Tekanan Intrakranial ( TIK )

Bertambah nya masa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema otak akan
meningkatkan tekanan intracranial yang ditandai adanya deficit neurologi seperti
adanya gangguan motorik , sensorik , nyeri kepala , gangguan kesadaran.
Peningkatan tekanan intracranial yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi
serebral yang dapat mengancam kehidupan.

4. Aspirasi

Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentang terhadap
adanya aspirasi karena tidak adanya reflleks batuk dan menelan.

B. Komplikasi Pada masa pemulihan atau lanjut :


1. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan biasa nya terjadi
akibat immobilisasi sperti pneumonia , dekusbitus , kontraktur , thrombosis vena
dalam , atropi , inkontinensia urin dan bowel.
2. Kejang , terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktivitas listrik otak.
3. Nyeri kepala kronis seperti migraine , nyeri kepala tension , nyeri kepala cluster.
4. Malnutrisi , karena intake yang adekuat.
(Tarwoto. 2013).

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN CEREBROVASKULAR ACCIDENT

A. Pengkajian
Menurut (M. Clevo Rendi. 2012) pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien
agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan
keperawatan pasien dengan baik mental, sosial dan lingkungan.
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan
tingkat kesadaran.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes milletus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Pemeriksaan persistem:
1. Sistem persepsi dan sensori
2. Sistem persarafan
3. Sistem pernafasan
Batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas,
serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat
penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak
didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
4. Sistem kardiovaskuler
Dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya
murmur
5. Sistem gastrointestial
Adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada
fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X
yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
6. Sistem intergumen
(nilai warna, tugor kulit, tekstur dari kulit pasien).
7. Sistem reproduksi
8. Sistem perkemihan
terjadi inkontinensia urine
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola aktivitas dan latihan:
Tanda: lemas, pusing, kelelahan otot, dan kesadaran menurun.
Gejala: umumnya mengelami penurunan kesadaran.
b. Pola nutrisi dan metabolisme:
Tanda: mual, muntah pada fase akut.
Gejala: adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun.
c. Pola eliminasi:
Tanda: pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguria.
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya inkontinentia
urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
Gejala: Gangguan eliminasi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat, urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.

d. Pola tidur dan istirahat.


Tanda: Mudah lelah, dan susah tidur
g. Persepsi diri dan konsep diri.
Tanda: Tidak mampu mengambil keputusan, merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan penyakit stroke
adalah (M. Clevo Rendi. 2012).
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran arteri,
peningkatan TIK.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
kelemahan anggota gerak.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan ketidakmampuan
untuk merasakan bagian tubuh.
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik, kerusakan
neuromuskuler.
e. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan imobilisasi.
f. Konstipasi berhubungan dengan aktifitas fisik tidak adekuat.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.
h. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada
neuron motor atas yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam eliminasi
urine, ketidakmampuan miksi.
i. Gangguan eliminasi alvi(kontispasi) berhubungan dengan defek stimulasi
saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat stroke yang
ditandai dengan pasien belum BAB / konstipasi, teraba distensi abdomen.
C. Interverensi Keperawatan/Nic
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah keperawatan
pada klien dengan Stroke (M. Clevo Rendi. 2012).
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran arteri,
peningkatan TIK.
Kriteria hasil:
1. Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima.
2. Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing.
3. Nilai laboratorium dalam batas-batas normal.
Intervensi:
1. Monitori tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologi tiap 10 menit.
Rasional: untuk mengevaluasi perkembangan peyakit dan keberhasilan terapi.
2. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah
dipertahankan pada tingkat yang normal.
Rasional: tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen, posisi duduk
meningkatkan aliran darah arteri.
3. Pantau data laboratorium.
Rasional: indicator perfusi atau fungsi organ.
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan anthipertensi.
Rasional: golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah melalui
efek kombinasi penurunan tahanan perifer, menurunya curah jantung.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
kelemahan anggota gerak.
Kriteria hasil:
1. Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontarktur.
2. Klien mencapai keseimbangan saat duduk.
3. Klien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi
hilangnya fungsi pada sisi hemiplegi.
Intervensi:
1. Berikan posisi yang benar.
Rasional: pemberian posisi yang benar penting untuk mencegah kontrkatur,
merendakan tekanan, mencegah neuropati.
2. Berika posisi tidur yang tepat.
Rasional: mempertahankan posisi tegak ditempat tidur dalam periode yang lama
akan memperberat deformitas fleksi panggul dan pembentukan dekubitus
disakrum.
3. Cegah aduksi bahu.
Rasional: membantu mencegah edema dan fibrosis yang akan mencegah rentang
gerakan normal bila pasien telah dapat melakukan kontrol lengan.
4. Ubah posisi pasien tiap 2 jam.
Rasional: pemberian posisi ini penting untuk mengurangi tekanan dan mengubah
posisi dengan sering untuk mencegah pembentukan dekubitus.
5. Latihan ROM (range of motion) 2 s/d 5 kali sehari.
Rasional: latihan bermanfaat untuk mempertahankan mobilitas sendi,
mengembalikan control motorik, mencegah terjadinya kontaktur pada ekstremitas
yang mengalami paralysis, mencegah bertambah buruknya system neurovaskuler
dan meningkatnya sirkulasi. Latihan juga menolong dalam mencegah terjadinya
statis vena yang dapat mengakibatkan adanya trombus dan emboli paru.
6. Siapkan pasien ambulasi.
Rasional: untuk mempertahankan keseimbangan saat duduk dan saat berdiri.
c. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, toileting, berhubungan dengan
kelemahan dan ketidakmampuan untuk merasakan bagian tubuh.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat merawat diri berpakaian.
2. Pasien dapat merawat diri mandi dan toileting.
3. Pasien dapat merawat diri makan.

Intervensi:
1. Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri.
2. Pantau kebutuhan klien untuk alat bantu dalam mandi, berpakaian, makan dan
toileting.
3. Berikan bantuan hingga klien sepenuhnya dapat mandiri.
4. Dukung klien untuk menunjukan aktivitas normal sesuai kemampuan.
5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik, kerusakan
neuromuskuler.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat berkomunikasi.
2. Lisan, tulisan, dan non verbal meningkat.
3. Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara): ekspresi pesan verbal atau non verbal
yang bermakna.
4. Gerakan terkoordinasi: mampu mengkoordinasi gerakan dalam menggunakan
isyarat.
Intervensi:
1. Kaji dan dokumentasi kemampuan untuk berbicara.
2. Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan alat bantu bicara.
3. Konsultasi dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara.
4. Dorong atau ajari pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.
5. Berikan penguatan positif dengan sering.
D.Evaluasi/ Noc

1. Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing.


2. Klien mencapai keseimbangan saat duduk.
3. Pasien dapat merawat diri berpakaian.
4. Pasien dapat berkomunikasi.
5. Lisan, tulisan, dan non verbal meningkat.
(M. Clevo Rendi. 2012).

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Cerebrovaskular accident atau stroke adalah kerusakan jaringan otak yang
disebabkan karena berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. Etiologi
cerebrovaskular accident terdiri: Infark otak (80%), perdarahan intraserebral (15%),
Perdarahan subaraknoid (5%), perdarahan subaraknoid (5%), penyebab lain (dapat
menimbulkan infark atau perdarahan). Klasifikasi stroke berdasarkan keadaan patologis
terdiri: stroke iskemik dan stroke hemorogik. Klasifikasi stroke berdasarkan perjalanan
penyakit terdiri: transient iskemik attack (tia), progresif (stroke in evolution), stroke
lengkap (stroke complete).

3.2 SARAN

Semoga materi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Semoga dengan adanya
materi konsep dan asuhan keperawatan tentang CVA ini bisa menunjang pembelajaran
dan diskusi di dalam kelas. Bagi masyarakat agar menanyakan tentang penyakit CVA
dan pengobatannya serta konsultasi langsung pada dokter di rumah sakit atau puskesmas
terdekat serta tidak takut dalam mengkonsumsi obat karena itu semua untuk kesehatan
masyarakat itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Handika, M. D. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Ny. R dengan stroke non hemorogik
diruang matahari RSUD kajen kabupaten pekalongan . Stikes Muhammadiyah Pekajangan .
Rendi, M. C. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai