Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MITIGASI BENCANA

TANAH LONGSOR

DISUSUN OLEH:

MUNA WARAH : 2019310020

JOTI ASRI : 2019310019

NYAK LAILA : 2019310021

MUHAMMAD RISKI : 2016310007

M. FAHMI ALAM : 2016310010

FALKUTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISKANDAR MUDA

BANDA ACEH

2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kata panjatkan atas kehadirat Allah SWT kerena atas berkat
rahmat dan hidayat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul’’ Tanah Longsor” dan alhamdulillah tepat pada waktunya.

Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dosen untuk
menunjang mahasiswa agar dapat lebih memahami mengenai mitigasi bencana,
serta mangukur kemampuan mahasiswa dalam membuat makalah dan melatih
kemampuan berbahasa.

Namun, kami menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi yang di bahas, mengingat pengetahuan
dan kemampuan yang kami miliki masih terbatas, untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
selanjutnya.

Kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak


yang membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini dan memberikan
kepercayaan kepada kami untuk menyusun makah ini, beserta teman-teman
seperjuangan.

Kami berharap Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal pada


semua pihak yang telah memberikan bantuan, dan menjadikan bantuan ini
sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal’ Alamiin

Banda Aceh, 4 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. . Tujuan ........................................................................................................2
BAB II .....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................................3
A. Gambaran Umum Epidemiologi Tanah Longsor ..........................................3
1. Epidemiologi Tanah Longsor ....................................................................3
2. Penyebab Epidemiologi Tanah Longsor ....................................................6
B. Dampak Epidemiologi Tanah Longsor Terhadap Kesehatan Masyarakat.. 10
1. Peningkatan Morbiditas .......................................................................... 10
2. Tingginya Angka Kematian .................................................................... 11
3. Masalah Kesehatan Lingkungan ............................................................. 11
4. Suplai Bahan Makanan dan Obat-Obatan .............................................. 12
BAB III ................................................................................................................. 13
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN BENCANA.............................................. 13
DAN KEGAWATDARURATAN .......................................................................... 13
A. Mapping Bencana ....................................................................................... 13
1. Peta Rawan Bencana............................................................................... 13
2. Besaran Masalah..................................................................................... 15
B. Tahap Pengungsian .................................................................................... 18
1. Peringatan Bahaya .................................................................................. 18
2. Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat ............................ 18
3. Transportasi ........................................................................................... 19
4. Saat Dilokasi Pengungsian ...................................................................... 19
C. Upaya Pencegahan ...................................................................................... 19
1. Pencegahan Tingkat Pertama ................................................................. 19

iii
2. Pencegahan Tingkat Kedua .................................................................... 20
3. Pencegahan Tingkat Ketiga .................................................................... 20
D. Prinsip Penanggulangan ............................................................................. 21
1. Cepat dan Tepat...................................................................................... 21
2. Prioritas .................................................................................................. 21
3. Koordinasi dan Keterpaduan .................................................................. 21
4. Berdaya Guna da Berhasil Guna ............................................................ 22
5. Transparansi dan Akuntabilitas.............................................................. 22
6. Kemitraan ............................................................................................... 22
7. Pemberdayaan ........................................................................................ 22
8. Nondiskriminatif ..................................................................................... 23
9. Nonproletisi ............................................................................................ 23
BAB IV .................................................................................................................. 24
PENUTUP ............................................................................................................. 24
A. Kesimpulan................................................................................................. 24
B. Saran .......................................................................................................... 25

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh
karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam memang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan manusia, akan tetapi selain menguntungkan alam
juga dapat nya di Indonesia. Melihat fenomena tersebut sehausnya manusia dapat
berpikir bagmerugikan bagi manusia, contohnya akhir-akhir ini banyak sekali
bencana alam khusuaimana untuk dapat hidup selaras dengan alam.Karena alam
tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana.

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia,
lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat
tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di
sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan
Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara
Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera,
lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan
sebaran sumber gempa bumi.

Gunung api yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13%
dari jumlah gunung api aktif dunia. Dengan demikian Indonesia rawan terhadap
bencana letusan gunung api dan gempa bumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk
pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempa bumi dengan sumber berada di
dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami.

Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan
gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan
sedikit pasir dan bersifat subur.Tanah pelapukan yang berada di atas batuan
kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal

1
berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan
berkuantitas tinggi.Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat
dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.( Nandi. 2007 )

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas, maka rumuskan masalahnya adalah


sebagai berikut :

Apa sajakah dampak terhadap kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh


terjadinya bencana tanaah longsor ?

a. Bagaimanakah besaran masalah bencana tanah longsor ?


b. Bagaimanakah tahapan pengungsian korban bencana tanah longsor ?
c. Bagaimanakah upaya pencegahan untuk menghindari terjadinya bencana
tanah longsor ?
d. Bagaimanakah prinsip penanggulangan bencana tanah longsor ?

C. . Tujuan
1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran umum dan penanggulangan serta kegawatdaruratan


epidemiologi bencana tanah longsor.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dampak bencana tanah longsor terhadap kesehatan
masyarakat.
b. Untuk mengetahui besaran masalah bencana tanah longsor.
c. Untuk mengetahui tahapan pengungsian korban bencana tanah
longsor.
d. Untuk mengetahui upaya pencegahan terjadinya tanah longsor.
e. Untuk mengetahui prinsip penanggulangan epidemiologi tanah
longsor.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Epidemiologi Tanah Longsor


1.Epidemiologi Tanah Longsor

Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah


perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah,
atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses
terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke
dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai
tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin
dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng
(Wikipedia, 2007).

Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan


kota yang rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan yang hanya
memiliki dua kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung Raya di
Kalimantan Tengah dan Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur. Daerah yang
memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng yang terjal secara umum
lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah.Di samping itu, kondisi batuan yang
tidak kompak dan mudah mengalami degradasi umumnya lebih mudah untuk
terjadi gerakan tanah.Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di
Indonesia.Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah
longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta.

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi,


pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis
longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia.Sedangkan
longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan
rombakan (Nandi, 2007 & Gatot M Sudrajat, 2008).

3
a. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

b. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung.

c. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang


gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

4
d. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang
terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai.Batu-batu besar yang jatuh
dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

e. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat.Jenis


tanahnya berupa butiran kasar dan halus.Jenis tanah longsor ini hampir tidak
dapat dikenali.Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

5
f. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan
jenis materialnya.Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai
ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di
daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban
cukup banyak.

Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah


longsor adalah :

1) Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.


2) Biasanya terjadi setelah hujan.
3) Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
4) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

2.Penyebab Epidemiologi Tanah Longsor

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh
kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi
oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan (Moch
Bachri, 2006 & Nandi, 2007)

6
a. Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena


meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan
menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar.
Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi
retakan dan merekahnya tanah permukaan.

Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan
cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi
biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam
waktu singkat.

Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui
tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng,
sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya,
tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar
tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.

b.Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng
yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan
angin.Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila
ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

c. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini
memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan.Selain
itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek
terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

7
d.Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan
campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan
tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan
umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

e. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan,


dan adanya genangan air di lereng yang terjal.Pada lahan persawahan akarnya
kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan
jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.Sedangkan untuk daerah
perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus
bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

f. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran


mesin, dan getaran lalulintas kendaraan.Akibat yang ditimbulkannya adalah
tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

g.Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng
menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran
dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

h.Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan
akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar
tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya
penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

8
i. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

j. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya


dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah.Tanah timbunan pada
lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di
bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian
diikuti dengan retakan tanah.

k.Bekas longsoran lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan


material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah
terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri :

1) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.


2) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya
gembur dan subur.
3) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
4) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
5) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil
pada longsoran lama.
6) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran
kecil.
7) Longsoran lama ini cukup luas.

9
l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

1) Bidang perlapisan batuan


2) Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
3) Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
4) Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan
yang tidak melewatkan air (kedap air).
5) Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
6) Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi
sebagai bidang luncuran tanah longsor.

m. Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana
pengikatan air tanah sangat kurang.

n.Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam


jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan
guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Leuwigajah di Cimahi.Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih
meninggal.

B. Dampak Epidemiologi Tanah Longsor Terhadap Kesehatan Masyarakat

Dampak terhadap masyarakat yang terjadi akibat bencana tanah longsor, yaitu
sebagai berikut (Pan American Health Organization, 2006) :

1.Peningkatan Morbiditas

Tingginya angka kesakitan dalam keadaan terjadinya bencana dibagi dalam

Dua katagori, yaitu:

10
a. Kesakitan primer, adalah kesakitan yang terjadi sebagai akibat langsung
dari kejadian bencana tersebut, kesakitan ini dapat disebabkan karena
trauma fisik, termis, kimiawi, psikis dan sebagainya.
b. Kesakitan sekunder, kesakitan sekunder terjadi sebagai akibat sampingan
usaha penyelamatan terhadap korban bencana, yang dapat disebabkan
karena sanitasi lingkungan yang buruk, kekurangan makanan dan
sebagainya.

2.Tingginya Angka Kematian

Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu:

a. Kematian primer, adalah kematian langsung akibat terjadi bencana,


misalnya tertimbun tanah longsor.
b. Kematian Sekunder, adalah kematian yang tidak langsung disebabkan
oleh bencana, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyelamatan
terhadap penderita cedera berat, seperti. kurangnya persediaan darah,
obat-obatan, tenaga medis dan para medis yang dapat bertindak cepat
untuk mengurangi kematian tersebut.

3.Masalah Kesehatan Lingkungan

Mencakup masalah-masalah yang berkaitan erat dengan sanitasi


lingkungan, tempat penampungan yang tidak memenuhi syarat, seperti
penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja dan air bekas, tempat
pembuangan sampah, tenda penampungan dan kelengkapannya, kepadatan dari
tempat penampungan, dan sebagainya.

11
4.Suplai Bahan Makanan dan Obat-Obatan

Apabila kekurangan suplai bahan makanan dan obat-obatan untuk


membantu korban bencana, maka kemungkinannya akan menimbulkan berbagai
masalah, diantaranya:

a. Kekurangan gizi dari berbagai lapisan umur


b. Penyakit infeksi dan wabah, diantaranya infeksi pencernaan (GED),
infeksi pernapasan akut seperti influensa, penyakit kulit.
c. Kerusakan Infrastruktur Kesehatan, Keterbatasan Tenaga Medik dan
Paramedis serta Transportasi ke Pusat Rujukan.

12
BAB III

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN BENCANA

DAN KEGAWATDARURATAN
A. Mapping Bencana
1. Peta Rawan Bencana

Secara geologis Indonesia juga menghadapi ancaman gerakan tanah, atau


yang pada umumnya dikenal sebagai tanah longsor.Hampir setiap tahun
Indonesia mengalami kejadian gerakan tanah yang mengakibatkan bencana.
Korban dan kerugian besar pada umumnya terjadi pada gerakan tanah jenis aliran
bahan rombakan atau banjir bandang, seperti terjadi di Nias (2001) dan Bohorok
Sumatra Utara (2005), Sulawesi Tengah (2007), Sumatra Barat (2008) dan
terakhir di Situ Gintung, Banten (2009), yang mengakibatkan 82 orang tewas,
103 orang hilang, 179 orang luka-luka dan 250 buah rumah hancur/rusak. Hampir
semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan kota yang
rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan yang hanya memiliki dua
kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung Raya di Kalimantan Tengah
dan Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur (Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana 2010-2014).

Daerah yang memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng yang terjal
secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah.Di samping itu, kondisi
batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami degradasi umumnya lebih
mudah untuk terjadi gerakan tanah.Hal ini diperburuk lagi oleh curah hujan yang
tinggi dan gempa yang sering terjadi di Indonesia.Secara umum tingkat risiko
bencana gerakan tanah di Kabupatan/Kota di Indonesia ditentukan oleh
keberadaan lajur pegunungan.Tingkat risiko dipengaruhi pula oleh kondisi
kerentanan berbagai unsur lainnya seperti kepadatan dan kerentanan penduduk,
kondisi kerentanan bangunan dan infrastruktur, tingkat ekonomi, dan kapasitas
daerah secara umum.

13
Gambar 1.menyajikan zona kerentanan gerakan tanah di Indonesia
(Gatot M Soedradjat, 2008).

Keterangan :

 Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah


 Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terkena
gerakan tanah. Pada zona ini jarang atau hampir tidak pernah terjadi
gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru,
kecuali pada daerah tidak luas pada tebing sungai.
 Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
 Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terkena
gerakan tanah. Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika
tidak mengalami ganggunan pada lereng, dan jika terdapat gerakan tanah
lama, lereng telah mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi kecil
mungkin dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai.

14
 Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
 Zone of Moderate susceptibility to landslide Daerah yang mempunyai
tingkat kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini
dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan
lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.
Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi
dan erosi kuat.
 Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
 Daerah yang mempunyai tingkat keremanan tinggi untuk terkena gerakan
tanah. Pada zona sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah
lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak, akibat curah hujan
yang tinggi dan erosi yang kuat.

2. Besaran Masalah

Bencana tanah longsor di Indonesia banyak terjadi di daerah yang


memiliki derajat kemiringan lereng tinggi.Bencana ini umumnya terjadi pada saat
curah hujan tinggi.Berdasarkan catatan kejadian bencana, daerah yang sangat
rawan terjadi bencana longsor adalah sepanjang pegunungan Bukit Barisan di
Sumatera dan pegunungan di Jawa dan Sulawesi dan di Nusa Tenggara.Longsor
yang menimbulkan korban juga terkadang terjadi di terowongan atau sumur
pengeboran di areal pertambangan.Tanah longsor juga terjadi setiap tahun
terutama di daerah-daerah yang tanahnya tidak stabil seperti di Jawa Barat dan
Jawa Tengah (Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009).

Hampir sebagian besar tanah di daerah tropis bersifat mudah longsor karena
tingkat pelapukan batuan di daerah ini sangat tinggi dan komposisi tanah secara
fisik didominasi oleh material lepas dan berlapis serta potensial
longsor.Kestabilan tanah ini sangat dipengaruhi oleh kerusakan hutan penyangga
yang ada di Indonesia.Karena banyaknya penebangan di hutan penyangga,
wilayah rawan bencana longsor di Indonesia semakin bertambah. Sebagai contoh,
Jawa Barat pada tahun 1990 masih memiliki hutan seluas 791.519 hektar (sekitar

15
22 persen dari seluruh luas provinsi ini), tetapi pada tahun 2002 tercatat tinggal
323.802 hektar (sekitar 9 persen dari luas seluruh Jawa Barat). Tidak
mengherankan bila di provinsi ini banyak terjadi bencana longsor (Rencana Aksi
Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009).

Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia.Setiap tahunnya


kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar,
sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta (Nandi, 2007).

Daerah yang memiliki rawan longsor :

a. Jawa Tengah 327 Lokasi


b. Jawa Barat 276 Lokasi
c. Sumatera Barat 100 Lokasi
d. Sumatera Utara 53 Lokasi
e. Yogyakarta 30 Lokasi
f. Kalimantan Barat 23 Lokasi
g. Sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur.

16
Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor 2003-2005

Korban Jiwa
Jumlah LPR JL
No. Propinsi RH RR RT
Kejadian (ha) (m)
MD LL

1. Jawa Barat 77 166 108 198 1751 2290 140 705

2. Jawa Tenah 15 17 9 31 22 200 1 75

3. Jawa Timur 1 3 - - 27 - 70 -

Sumatera
4. 5 63 25 16 14 - 540 60
Barat

Sumatera
5. 3 126 - 1 40 8 - 80
Utara

Sulawesi
6. 1 33 2 10 - - - -
Selatan

7. Papua 1 3 5 - - - - -

Jumlah 103 411 149 256 1854 2498 751 920

Keterangan :

MD : Meninggal dunia

ML : Luka - luka

RR : Rumah rusak

RH : Rumah hancur

17
RT : Rumah terancam

BLR : Bangunan lainnya rusak

BLH : Bangunan lainnya hancur

LPR : Lahan petanian rusak (dalam hektar)

JL : Jalan terputus

Tampak bahwa kejadian bencana dan jumlah korban bencana tanah longsor di
Propinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan dengan propinsi lainnya. Hal
demikian disebabkan oleh faktor geologi, morfologi, curah hujan, dan jumlah
penduduk serta kegiatannya (Nandi, 2007)

B. Tahap Pengungsian

Tahap pengungsian yang dapat dilakukan dalam menghadapi bencana


tanah longsor adalah (Yayasan IDEP, 2004).

1. Peringatan Bahaya

Peringatan bahaya merupakan hal pertama yang bisa dilakukan oleh siapa
saja yang mengetahui terjadinya bencana.Peringatan ini bisa menggunakan alat
atau model komunikasi yang sudah biasa dikenal oleh masyarakat setempat. Alat
komunikasi seperti: kentongan, bedug dan lainnya merupakan alat yang sangat
membantu.

2. Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat


a. Tentang bencana (jenis bencana)
b. Besarnya bencana
c. Kapan kemungkinan terjadi

18
3. Transportasi

Menyediakan transportasi yang ada dan pendukungnya seperti : supir,


bahan bakar. Urutan pengungsian adalah : anak-anak, orang tua, korban terluka,
orang cacat, wanita dan pria.

4. Saat Dilokasi Pengungsian

Yang perlu dipertimbangkan adalah:

a. Perawatan dan pertolongan bagi yang terluka


b. Mendirikan tempat perlindungan dan dapur umum
c. Membentuk pos-pos bantuan kemanusiaan
d. Mencatat semua data korban, yang selamat, terluka dan meninggal
e. Mengatur bantuan yang diterima
f. Menghubungi pihak-pihak bantuan dari luar

C. Upaya Pencegahan

Upaya pencegahan yang dilakukan untuk bencana tanah longsor (Iwan


Setiawan, 2008).

1. Pencegahan Tingkat Pertama


a. Melarang pembangunan rumah pada lokasi yang rawan longsor,
terutama pada lereng dan kaki bukit
b. Memperkuat kestabilan tanah dengan pohon-pohon yang akarnya dapat
mengikat tanah secara kuat
c. Tidak menebang atau merusak hutan
d. Melakukan penanaman pada daerah-daerah yang gundul
e. Pembangunan tembok-tembok penahan untuk memperkuat lereng pada
lokasi rawan longsor
f. Memberikan penyuluhan pada masyarakat yang tinggal di wilayah
longsor tentang cara menghindari bencana longsor.

19
2. Pencegahan Tingkat Kedua

Yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah penyelamatan dan


pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Secara
operasional, pada tahap ini diarahkan pada kegiatan :

a. Penanganan korban bencana termasuk mengubur koban meninggal dan


menangani korban yang luka-luka.
b. Penanganan pengungsian
c. Pemberian bantuan darurat
d. Pelayanan kesehatan, sanitasi, dan air bersih
e. Penyiapan penampungan sementara
f. Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta
memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan
pelayanan yang memadai untuk para korban.

3. Pencegahan Tingkat Ketiga


A. Rehabilitasi

Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial,


ekonomi, dan sarana transportasi.Selain itu dikaji juga perkembangan tanah
longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan
penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.

B. Rekonstruksi

Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor


tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan
oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun
pada jalur tanah longsor hampir 100%. Ada beberapa tindakan, perlindungan dan
perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian antara lain :

20
1) Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa
menyerap)
2) Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan)
3) Vegetasi kembali lereng-lereng dan beton-beton yang menahan tembok
mungkin bisa menstabilkan hunian.

D. Prinsip Penanggulangan

Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat


dari bencana alam dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam
penanggulangan harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana
alam(Iwan Setiawan, 2008).

Dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu :

1. Cepat dan Tepat

Yang dimaksudkan dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan benacana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai
dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan
bnerdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa.

2. Prioritas

Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi


bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan
pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

3. Koordinasi dan Keterpaduan

Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa


penaggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling
mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa

21
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang
didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

4. Berdaya Guna da Berhasil Guna

Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam


mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan
biaya yang berlebiahn.Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah
bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam
mengatasi kesulitan masyarakat denga tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya
yang berlebihan.

5. Transparansi dan Akuntabilitas

Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa


penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan.Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah
bahwa penanggulangan bencana dilakukan secar terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.

6. Kemitraan

Penanggulangan bancana tidak bisa hanya mengandalkan


pemerintah.Keemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara
pemerintah dengan masyarakat secra luas, termasuk lembaga swadaya
masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan
lainnya.Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di luar
negeri termasuk dengan pemerintahnya.

7. Pemberdayaan

Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk


mengetahui, memahami, dan melakukan langkah-langkah antisipasi,
penyelamatan, dan pemulihan bencana.Negara memiliki kewajiban untuk
memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.

22
8. Nondiskriminatif

Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminatif” adalah bahwa negara


dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda
terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.

9. Nonproletisi

Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah bahwa dilarang


menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama
melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

23
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

• Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah


perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah,
atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Penyebab
epidemiologi tanah longsor yaitu; hujan, lereng terjal, tanah yang kurang padat
dan tebal, batuan yang kurang kuat , jenis tata lahan, getaran, susut muka air
danau atau bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan/erosi, adanya
material timbunan pada tebing, bekas longsoran lama, adanya bidang
diskontinuitas (bidang tidak sinambung), penggundulan hutan, dan daerah
pembuangan sampah. Adapun dampak epidemiologi tanah longsor terhadap
kesehatan masyarakat yaitu; peningkatan morbiditas, tingginya angka kematian,
masalah kesehatan lingkungan, masalah suplai bahan makanan dan obat-obatan,
serta keterbatasan tenaga medik dan paramedis serta transportasi ke pusat
rujukan.

1. Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa kabupaten


dan kota yang rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan yang
hanya memiliki dua kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung
Raya di Kalimantan Tengah dan Kabupaten Malinau di Kalimantan
Timur. Daerah yang memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng
yang terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di
samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami
degradasi umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah. Setidaknya
terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian
yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar,
sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta.

24
2. Adapun tahap pengungsian bencana tanah longsor yaitu; Peringatan
Bahaya, Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat,
Transportasi, Saat Dilokasi Pengungsian
3. Upaya pencegahan terjadinya bencana tanah lonsor yaitu; pencegahan
tingkat pertama (sebelum terjadinya tanah longsor), pencegahan tingkat
kedua (saat terjadinya tanah longsor), dan pencegahan tingkat ketiga
(setelah terjadinya tanah longsor).
4. Prinsip penanggulangan bencana tanah longsor yaitu; Koordinasi dan
Keterpaduan, Prioritas, Cepat dan Tepat, Berdaya Guna dan Berhasil
Guna, Transparansi dan Akuntabilitas, Kemitraan, Pemberdayaan,
Nondiskriminatif, Nonproletisi

B. Saran

Adapun saran yang diberikan untuk menghindari bencana tanah longsor


adalah :

1. Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di
dekat pemukiman
2. Buatlah terasering (sengkedan)
3. Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke
dalam tanah melalui retakan
4. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal
5. Jangan menebang pohon di lereng
6. Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal
7. Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal
8. Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak
9. Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi

25

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen7 halaman
    Bab Iv
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • Contoh Jurnal Teknik Sipil
    Contoh Jurnal Teknik Sipil
    Dokumen4 halaman
    Contoh Jurnal Teknik Sipil
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • 2817 6595 1 SM
    2817 6595 1 SM
    Dokumen11 halaman
    2817 6595 1 SM
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen17 halaman
    Bab Ii
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • Makalah Isi Pisces
    Makalah Isi Pisces
    Dokumen54 halaman
    Makalah Isi Pisces
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Dayat
    Jurnal Dayat
    Dokumen7 halaman
    Jurnal Dayat
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • BAB III Ok
    BAB III Ok
    Dokumen14 halaman
    BAB III Ok
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • Laporan KKM
    Laporan KKM
    Dokumen17 halaman
    Laporan KKM
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen10 halaman
    Bab Iv
    Muhammad Risky
    Belum ada peringkat