Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah alrabbi al‘alamin kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmatnya kepada kami dan seijin-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak guru dan teman-teman yang telah memberikan
saran dan bantuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) .
Kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangan-
kekurangannya, dan kami sangat berbesar hati dan berlapang dada sekali apabili Bapak Guru,
teman-teman serta para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya.

Ngantang, 8 Agustus 2017


Daftar Isi

Kata Pengantar ………………………………………………………………………… 1


Daftar isi ………………………………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 3


1. Latar belakang …………………………………………………………………… 3
2. Permasalahan …………………………………………………………………..... 3
3. Tujuan …………………………………………………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………….. 4


1. Awal Masuknya Islam di Indonesia …………………………………………….. 4
2. Cara Masuknya Islam di Indonesia ……………………………………………… 4
3. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara …………………………. 6
4. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah …………………………………. 8
5. Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan Meletakkan Dasar-dasar
Indonesia Merdeka ………………………………………………………………. 12
6. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik Islam ……………. 13

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………….. 17


1. Kesimpulan ……………………………………………………………………… 17
2. Saran dan kritik ………………………………………………………………….. 17

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………... 18


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan kepercayaan seperti
Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Budha telah dianut oleh masyarakat Indoesia. Bahkan pada
abad 7-12 M di beberapa wilayah Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha.

2. Permasalahan
- Menjelaskan tentang begaimana Islam datang ke Indonesia.
- Menjelaskan tentang bagaimana caranya Islam bisa berkembang di Indonesia.
- Menjelaskan tentang apa saja hikmah bagi Indonesia setelah Islam datang.

3. Tujuan
- Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Indonesia.
- Supaya kita bisa mencontoh bagaimana cara berdakwah yang baik
- Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu
BAB II
PEMBAHASAN

1. Awal Masuknya Islam di Indonesia

Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa
wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha.
Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan
Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat
diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian,
persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting
juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan
tidak ada paksaan.

Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di
Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad
pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam
sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu
Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung
dari Madinah.
2. Cara Masuknya Islam di Indonesia

Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang
dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama.
Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :

‫ك ةباِرلععررووةة‬ ‫لوإةركوراهو ةفي اليديةنِ وقد تطبويطونِ الرررشعد ةمونِ ارلوغيي فوومنِ يوركفعرر ةباِل ط‬
‫طاِعغوُ ة‬
‫ت وويعرؤةمنِ ةباِلة فوقوةد ارستورموس و‬
‫صاِوم لووهاِ وواع وسةميمع وعةليمم‬ ‫ارلعوُرثوقىَ لو ارنفة و‬

“Tidakadapaksaanuntuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnyatelahjelasjalan yang


benardaripadajalan yang sesat.Karenaitubarangsiapa yang ingkarkepadaThaghutdanberimankepada
Allah, makasesungguhnyadiatelahberpegangkepadabuhultali yang amatkuat yang tidakakanputus.
Dan Allah MahaMendengarlagiMahaMengetahui.”(Al-Baqarah: 256).
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ;

1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan
orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan
Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara
(Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu
dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.

2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan,
sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan
pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema
Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian
tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang.
Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir
dan cublak suweng dan lain-lain.

3. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan
Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara
adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan
Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke
pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan
sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di
seluruh Indonesia.

4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan.
Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung
perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di
Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan
para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong
dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara
nasional Indonesia dimasa mendatang.

3. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara


1. Di Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang
mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di
Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang
pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.
2. Di Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama
Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah
Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi
Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi
Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para da’i
yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan
antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.

Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali
Sanga, yaitu sbb :
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di
Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan
pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik
b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai
mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya
Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa
Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Jasa-jasa Sunan Ampel :
1) Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig
kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden
Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus
untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
2) Berperan aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M.
3) Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai Sultan
c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak.
Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah
naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah
Jawa.
d. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden
Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.

e. Sunan Kalijaga (Raden Syahid)


Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit
dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber
kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga
mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di
bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.

f. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau
terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai
daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.

g. Syarif Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang
menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten.
Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan
Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan
Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan
pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.
h. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M.
(960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid
menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.
i. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan
Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau
dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :
a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b. Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam
menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.
c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
e. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

4. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah.


Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan saat
itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh
sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya
adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh bendera Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan
putih. Rasulullah saw pernah bersabda :” Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan barat.
Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl, merah dan putih “.
Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia kecuali
ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa
jurnalistik.
Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan membasmi
kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat melawan penjajah. Bisa
dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk yang berlabel nasionalis radikal
sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam. Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara
(Suwardi Suryaningrat) tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI); Soekarno sendiri pernah jadi guru
Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M Kartosuwiryo
yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang
hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia seorang pejuang Islam yang sedang dalam perjalanan
menuju Islam yang kaaffah. Ketika sedang mencetuskan ide-idenya, ia sedang beralih dari
kegelapan (jahiliyah) kepada cahaya terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis gelap
terbitlah terang). Patimura seorang pahlawan yang diklaim sebagai seorang Nasrani sebenarnya dia
adalah seorang Islam yang taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh
Thomas Mattulessy yang ada adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang muslim yang
memimpin perjuangan rakyat Maluku melawan penjajah.
Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut fakta sejarah adalah seorang muslim.
Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para penjajah
berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas sudah beragama
Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh
mereka, bahwa Islam tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat
jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan wali sanga menyebarkannya lewat seni dan
budaya. Para da’i Islam sangat paham dan menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam kepada
orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan. Hal ini
sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17 :”Tidak ada kewajiban bagi
Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat Islam Indonesia
dalam mengusir penjajah.

1. Penjajah Portugis
Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan semboyan Gold
(tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel (penyebaran agama Nasrani).
Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat
itu mereka masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib.
2. Penjajah Belanda
Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten dibawah pimpinan
Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta pada tanggal 30
Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah
Portugis, yaitu untuk memonopoli perdagangan dan menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-
kerajaan di wilayah Nusantara. Jika Portugis menyebarkan agama Katolik maka Belanda
menyebarkan agama Protestan. Betapa berat penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan
Belanda selama kurang lebih 3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan
kekayaan alam sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan miskin dan
terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah jika seluruh umat Islam Indonesia
bangkit dibawah pimpinan para ulama dan santri di berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan
yang sederhana: bambu runjing, tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan
melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu
pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-
1952) mengungkapkan dalam salah satu ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain
mengatakan : “Jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa
Indonesia tidak akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan oleh sejarahnya sampai
kemerdekaannya”.
Sejarah telah mencatat sederetan pahlawan Islam Indonesia dalam melawan Belanda yang sebagian
besar adalah para Ulama atau para kyai antara lain :
Di Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan
Banten, Sultan Agung dari Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Jogjakarta memimpin perang
Diponegoro dari tahun 1825-1830 bersama panglima lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai
Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden Mas Juned, dan Raden Mas Rajab. Konon dalam perang
Diponegoro ini sekitar 200 ribu rakyat dan prajurit Diponegoro yang syahid, dari pihak musuh
tewas sekitar 8000 orang serdadu bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi. Dari Jawa
Barat misalnya Apan Ba Sa’amah dan Muhammad Idris (memimpin perlawanan terhadap Belanda
sekitar tahun 1886 di daerah Ciomas)
Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusi
(Memimpin perang Padri tahun 1833-1837), Dari kesultanan Aceh misalnya Teuku Syeikh
Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku Cik Ditiro, Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku
Umar dan istrinya Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, Sultan Alaudin
Muhammad Daud Syah, dan lain-la
3. Penjajahan Jepang
Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10 januari 1942.
Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota
Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret 1942.
Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia, diganti oleh penjajah Jepang.
Ibarat pepatah “Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya”, yang ternyata penjajah Jepang
lebih kejam dari penjajah manapun yang pernah menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam
dikuras habis dibawa ke negerinya. Bangsa Indonesia dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman
siksaan yang mengerikan seperti dicambuk, dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan kedalam
sumur, para wanita diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha).
Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim dirinya sebagai
saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia
dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka juga paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama
Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942 mereka mencoba menghidupkan kembali Majlis Islam
A’la Indonesia (MIAI) yang telah terbentuk pada pemerintahan Belanda (September 1937). Tapi
upaya Jepang tidak banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak
mau kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan bawah tanah
misalnya dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin.
4. Sekutu dan NICA
Tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia baru saja diproklamirkan, tanggal 15
september 1945 datang lagi persoalan baru, yaitu datangnya tentara sekutu yang diboncengi NICA
(Nederland Indies Civil Administration). Mereka datang dengan penuh kecongkakan seolah-olah
paling berhak atas tanah Indonesia sebagai bekas jajahannya. Kedatangan mereka tentu saja
mendapat reaksi dari seluruh bangsa Indonesia. Seluruh umat Islam bergerak kembali dengan
kekuatan senjata seadanya melawan tentara sekutu dan NICA yang bersenjatakan lengkap dan
modern. Perlawanan terhadap sekutu dan NICA antara lain: Dengan taktik perang gerilya,
pertempuran arek-arek Surabaya, Bandung lautan Api, pertempuran
di Ambarawa dan lain-lain.
5. Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan Meletakkan Dasar-dasar
Indonesia Merdeka.
Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak disangsikan lagi peran kaum
muslimin terutama para ulama. Mereka berkiprah dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret 1945. Lebih jelas lagi ketika
Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas merumuskan tujuan dan maksud didirikannya
negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9 orang yang semuanya adalah muslim atau para ulama kecuali
satu orang beragama Kristen. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.Moh.Hatta, Mr.Moh.Yamin,
Mr.Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim, Abi Kusno Tjokrosuyono
dan A.A. Maramis (Kristen)
Meski dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara Indonesia terjadi banyak
pertentangan antar (mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam bukunya Piagam Jakarta)
kelompok nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis sekuler. Kelompok Nasionalis Islamis antara
lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno
menginginkan agar Islam dijadikan dasar negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler
dibawah pimpinan Soekarno menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari
agama. Namun Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok sehingga melahirkan
sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari Mukaddimah
UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17 Agustus 1945 adalah
republik yang berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18 Agustus 1945 tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu
dihilangkan diganti dengan kalimat “Yang Maha Esa”. Ini sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat
Islam dan para ulama. Muh. Hatta dan Kibagus Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan” Yang Maha Esa” tersebut tidak lain adalah tauhid.
Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan tangal
19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas desakan-desakan para ulama kepada Bung
Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani. Saat itu Bung Karno keliling menemui para ulama
misalnya para ulama di Cianjur Selatan, Abdul Mukti dari Muhammadiyah, termasuk Wahid
Hasyim dari NU. Mereka mendesak agar Indonesia segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus
1945.
6. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik Islam
Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat Islam
mendirikan berbagai organisasi dan partai politik dengan corak dan warna yang berbeda-beda. Ada
yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun
semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memajukan bangsa Indonesia khususnya umat Islam
dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tercatat dalam sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga
tersebut telah lahir para tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa perjuangan mengusir
penjajah, maupun pada masa pembangunan.

1. Sarekat Islam (SI)


Sarekat Islam (SI) pada awalnya adalah perkumpulan bagi para pedagang muslim yang didirikan
pada akhir tahun 1911 di Solo oleh H. Samanhudi. Nama semula adalah Sarekat Dagang Islam
(SDI). Kemudian tanggal 10 Nopember 1912 berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI). H.Umar
Said Cokroaminoto diangkat sebagai ketua, sedangkan H.Samanhudi sebagai ketua kehormatan.
Latar belakang didirikannya organisasi ini pada awalnya untuk menghimpun dan memajukan para
pedagang Islam dalam rangka bersaing dengan para pedagang asing, dan juga membentengi kaum
muslimin dari gerakan penyebaran agama Kristen yang semakin merajalela. Dengan nama Sarekat
Islam dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto organisasi ini semakin berkembang karena
mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Daya tarik utamanya adalah asas
keislamannya. Dengan SI mereka (umat Islam) yakin akan dibela kepentingannya.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang beragama Islam. Berbeda
dengan Budi Utomo yang membatasi keanggotaannya pada suku bangsa tertentu (Jawa). Sehingga
banyak sejarawan mengatakan bahwa tanggal berdirinya SI ini lebih tepat disebut sebagai Hari
Kebangkitan Nasional, dan bukan tahun 1908 dengan patokan berdirinya Budi Utomo.
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah secara etimologi artinya pengikut Nabi Muhammad. Adalah sebuah organisasi
non-politis yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan al-Quran dan Sunnah Nabi
Muhammad saw; memberantas kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama (bid’ah) dan
memajukan ilmu agama Islam di kalangan anggotanya. Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad
Dahlan di Yogyakarta pada 18 Nopember 1912. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang baru,
telah disesuaikan dengan UU no.8 tahun 1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di
Surakarta pada tanggal 7-11 Desember 1985, Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa Muhammadiyah
adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah Islam dan bersumber
pada al-Quran dan Sunnah. Sifat gerakannya adalah non-politik, tapi tidak melarang anggotanya
memasuki partai politik. Hal ini dicontohkan oleh pendirinya sendiri, KH Ahmad Dahlan, dimana
beliau juga adalah termasuk anggota Sarekat Islam.
Banyak anggota Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa penjajahan Belanda, Jepang,
masa mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru dan Masa Reformasi. Mereka
tersebar di berbagai organisasi pergerakan, organisasi partai politik dan lembaga-lembaga negara.
Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal seperti KH. Mas Mansur, Prof. Kahar Muzakir, Dr.
Sukirman Wirjosanjoyo adalah para pejuang yang tidak asing lagi. Demikian pula seperti Buya
Hamka, KH AR. Fakhruddin, Dr. Amin Rais, Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Din Syamsudin adalah
tokoh–tokoh Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional Indonesia.
Bidang-bidang yang ditangani Muhammadiyah antara lain :
a. Sosial
Dalam bidang sosial Muhammadiyah mendirikan :
1) Panti asuhan untuk anak yatim piatu
2) Bank Syari’ah untuk membantu pengusaha lemah
3) Organisasi wanita yang bernama Aisiyah dan organisassi kepanduan Hizbul wathan, Pemuda
Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan ikatan Pelajar Muhammadiyah
b. Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari TK
sampai perguruan tinggi. Data tahun 1985 Muhammadiyah sudah memiliki 12400 lembaga
pendidikan yang terdiri dari 37 perguruan tinggi dan sisanya adalah TK sampai SLTA. Tahun 1990
jumlah perguruan tinggi Muhammadiyah bertambah menjadi 78 buah.
c. Kesehatan
Dalam bidang kesehatan Muhammadiyah mendirikan Poliklinik, Rumah Sakit dan Rumah Bersalin.
Data tahun 1990 telah memiliki 215 Rumah Sakit, Poliklinik dan Rumah Bersalin.
3. Al Irsyad
Organisasi ini berdiri tanggal 6 September 1914 di Jakarta, dua tahun setelah Muhammadiyah
berdiri, dan bisa dibilang sebagai sempalan dari Jami’atul Khair. Diantara tokoh al-Irsyad yang
terkenal adalah syeikh Ahmad Surkati, berasal dari Sudan yang semula adalah pengajar di Jami’atul
Khair. Al Irsyad ini mengkhususkan diri dalam perbaikan (pembaharuan) agama kaum muslimin
khususnya keturunan Arab Sebagian tokoh Muhammadiyah pada awal berdirinya juga adalah kader-
kader yang dibina dalam lembaga pendidikan AlIrsyad. Saat itu al-Irsyad sudah memiliki Madrasah
Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4 tahun), Madrasah Tajhiziyah (2tahun), dan Madrasah
Mu’allimin yang dikhususkan untuk mencetak guru.
Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi juga bidang-bidang lain seperti
rumah sakit, panti asuhan dan rumah yatim piatu.
4. Nahdlatul Ulama
( NU) artinya kebangkitan para ulama. Adalah sebuah Organisasi sosial keagamaan yang
dipelopori oleh para ulama atau kiyai. Mereka itu ialah K.H.Hasyim Asy’ari, K.H.Wahab
Hasbullah, K.H.Bisri Syamsuri, K.H.Mas Alwi , dan K.H.Ridwan. Lahir di Surabaya pada tanggal
31 Januari 1926 dan kini menjadi salah satu organisai dan gerakan Islam terbesar di tanah air.
Bertujuan mengupayakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Waljama’ah dan
penganut salah satu dari empat mazhab fiqih (Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Hambali dan
Imam Maliki).
Pada mulanya NU ini tidak mencampuri urusan politik. Ia lebih memfokuskan diri pada
pengembangan dan pemantapan paham keagamaannya dalam masyarakat yang saat itu sedang
gencar-gencarnya penyebaran faham Wahabiyah yang dianggap membahayakan paham ahli Sunnah
Waljama’ah. Hal ini tersirat dalam salah satu hasil keputusan kongresnya di Surabaya pada bulan
Oktober 1928.
NU semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1935 telah memiliki 68 cabang dengan anggota
6700 orang. Pada kongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya organisasi wanita NU atau
Muslimat dan Pemuda Anshar.
5. Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI)
MIAI ini sebenarnya berdiri pada masa pemerintahan Belanda, yaitu tanggal 21 September 1937
di Surabaya sebagai organisasi federasi yang diprakarsai oleh K.H. Mas Mansur, K.H. Ahmad
Dahlan (Muhammadiyah), K.H. Wahab Hasbullah (NU) dan Wondoamiseno (PSII).
Tujuan didirikan MIAI ini adalah agar semua umat Islam mempunyai wadah tempat
membicarakan dan memutuskan semua soal yang dianggap penting bagi kemaslahatan umat dan
agama Islam. Keputusan yang diambil MIAI harus dilaksanakan oleh semua organisasi yang
menjadi anggotanya.
Pembentukan MIAI mendapat sambutan dari berbagai organisasi Islam di Indonesia seperti PSII,
Muhammadiyah, NU, Persis, dan organisasi-organisasi yang lebih kecil lainnya. Pada waktu
dibentuk anggotanya hanya 7 organisasi, tapi empat tahun kemudian jumlahnya sudah mencapai
duapuluh.
Pada akhir pemerintahan Hindia Belanda MIAI memberikan dukungan terhadap aksi Indonesia
berparlemen yang dicanangkan oleh GAPI (Gabungan Politik Indonesia).
MIAI berkembang menjadi organisasi yang cukup penting pada masa pendudukan Jepang. Para
tokoh Islam dan para Ulama memanfaatkannya sebagai tempat bermusyawarah membahas masalah-
masalah yang penting yang dihadapi umat Islam. Semboyannya terkenal Berpegang teguhlah
kepada tali Allah dan janganlah bercerai berai.
Diantara tugas MIAI ialah:
a. Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat Indonesia
b. Mengharmoniskan Islam dengan kebutuhan perkembangan zaman

6. Masyumi
Masyumi kepanjangan dari Majlis Syura Muslimin Indonesia berdiri tahun 1943. Dalam
Muktamar Islam Indonesia tanggal 7 Nopember 1945 disepakati bahwa Masyumi adalah sebagai
satu-satunya partai Islam untuk rakyat Indonesia. Saat itu juga Masyumi mengeluarkan maklumat
yang berbunyi :” 60 Milyoen kaum muslimin Indonesia siap berjihad fi sabilillah “, Pernyataan ini
direkam dengan baik oleh harian Kedaulatan Rakyat pada tanggal 8 Nopember 1945. Organisasi ini
dipimpin oleh K.H. Mas Mansur dan didampingi K.H.Hasyim Asy’ari. Tergabung dalam organisasi
ini adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, dan Sarekat Islam. Tokoh-tokoh lain yang
penting misalnya Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Wahab dan tokoh-tokoh muda lainnya misalnya
Moh. Natsir, Harsono Cokrominoto, dan Prawoto Mangunsasmito.
Visi Masyumi bahwa setiap umat Islam diwajibkan jihad Fi sabilillah dalam berbagai bidang,
termasuk dalam bidang politik. Para pemuda Islam, khususnya para santri dipersiapkan untuk
berjuang secara fisik maupun politis. Masyumi dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960.
Sementara organisasi-organisasi yang semula bergabung dalam Masyumi sudah mengundurkan diri
sebelumnya, seolah-olah mereka tahu bahwa Masyumi akan dibubarkan.

7. Mathla’ul Anwar
Organisasi ini berdiri tahun 1905 di Marus, Menes Banten. Bergerak dalam bidang sosial
keagamaan dan pendidikan. Pendirinya adalah KH. M. Yasin. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan pendidikan Islam khususnya di kalangan masyarakat sekitar Menes Banten.
Aspirasi politik organisasi ini pernah disalurkan melalui Sarekat Islam (SI), tapi perkembangan
selanjutnya organisasi ini menjadi netral, artinya tidak ikut dalam kegiatan politik, tapi hanya
mengkhususkan diri pada kegiatan sosial dan pengembangan pendidikan Agama. Berkat
memfokuskan diri pada pendidikan, organisasi ini sekarang sudah menjadi organisasi berskup
nasional. Lembaga-lembaga pendidikannya berupa madrasah-madrasah dari mulai TK sampai
Madrasah Aliyah (setingkat SMA) tersebar di seluruh Nusantara.

8. Persatuan Islam (Persis)


Persis adalah organisasi sosial pendidikan dan keagamaan. Didirikan pada tanggal 17 September
1923 di Bandung atas prakarsa KH. Zamzam dan Muhammad Yunus, dua saudagar dari kota
Palembang. Organisasi ini diketuai pertama kali oleh A. Hassan, seorang ulama yang terkenal
sebagai teman dialog Bung Karno ketika ia dipenjara. Bung Karno banyak berdialog dengan
A.Hassan lewat surat-suratnya. Pemikiran-pemikiran keagamaan Bung Karno selain dari HOS
Cokroaminoto, juga banyak berasal dari A.Hassan ini.

Diantara tujuan Persis ini adalah :


a. Mengembalikan kaum Muslimin kepada Al-Quran dan Sunnah (hadis nabi)
b. Menghidupkan ruh jihad dan ijtihad dalam kalangan umat Islam
c. Membasmi bid’ah, khurafat dan takhayul, taklid dan syirik dalam kalangan umat Islam
d. Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah Islam kepada segenap lapisan masyarakart.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Sesungguhnya allah swt menciptakan manusai untuk barpasang- pasangan menjadikan umat
bersuku-suku untuk adanya persatuan bangsa, dan perlu di ingat untuk menyebarkan perkembangan
umat islam di indonesia perlu waktu berangsur-angsur lamanya dan adanya perlakuan suwenang-
wenang antar sesama manusia.

2. Kritik Dan Saran


Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada
saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan hubungi saya.

Daftar Pustaka

http:/www.saufudin.info/2008/12/perkembangan-islam-di-indonesia.html?m=1
Haludi, Khuslan dan abdirrohim. 2007. Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan
Agama Islam. Solo: Tiga Serangkai.

Anda mungkin juga menyukai