Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya
masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi
/pengobatan sendiri dapat menjadi masalah terkait obat (Drug Related
Problem) akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya
(Nur Aini, 2017). Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri
Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Menurut Pratiwi, et al (2014)
swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh
seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya
tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter. Swamedikasi yang
tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari informasi umum dengan
melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti dokter atau petugas
apoteker. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur.
Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola
apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar
obat wajib apotek (Depkes RI., 2006; =Zeenot, 2013). Hasil Survey Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014 menunjukkan bahwa presentase
penduduk yang melakukan swamedikasi / pengobatan diri sendiri akibat
keluhan kesehatan yang dialami sebesar 61,05%. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku swamedikasi di Indonesia masih cukup besar (BPS, 2016). Alasan
masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau peresepan sendiri karena
penyakit dianggap ringan (46%), harga obat yang lebih murah (16%) dan obat
mudah diperoleh (9%) (Kartajaya et al., 2011). Swamedikasi biasanya
dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag,
cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI, 2010). Kriteria yang
dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah pengetahuan tentang sakit
dan pengobatannya, keyakinan terhadap obat/ pengobatan, keparahan sakit,

1
dan keterjangkauan biaya, dan jarak ke sumber pengobatan. Keparahan sakit
merupakan faktor yang dominan diantara keempat faktor diatas (Supardi,
2005). Perilaku swamedikasi dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung
dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua yakni faktor
intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi,
emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan
dari luar (Yusrizal, 2015). Menurut Notoatmodjo (2003) faktor ekstern
meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia,
sosial-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Swamedikasi menjadi tidak
tepat apabila terjadi kesalahan mengenali gejala yang muncul, memilih obat,
dosis dan keterlambatan dalam mencari nasihat / saran tenaga kesehatan jika
keluhan berlanjut. Selainitu, resiko potensial yang dapat muncul dari
swamedikasi antara lain adalah efek samping yang jarang muncul namun
parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis tidak tepat, dan pilihan terapi yang
salah (BPOM, 2014). Penelitian tentang swamedikasi di kalangan mahasiswa
pernah dilakukan sebelumnya di beberapa negara selain Indonesia. Penelitian
di Uni Emirat Arab yang dilakukan di sebuah Universitas, namun dilakukan
pada mahasiswa non kesehatan menunjukkan prevalensi swamedikasi sebesar
59% (Sharifdan Sharif, 2014). Penelitian lain yang terbaru di Saudi Arabia
menunjukkan bahwa prevalensi swamedikasi di kalangan mahasiswa cukup
tinggi yaitu 64,8%. Hasil tersebut menunjukkan prevalensi swamedikas
imahasiswa medis (66%) lebih tinggi daripada mahasiswa non medis (60%)
(Aljaouni et al., 2015). Menurut Pratiwi, et al (2014) alasan swamedikasi atau
pengobatan sendiri yang dilakukan didasarkan pada hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor kepraktisan dalam pengobatan serta anggapan
bahwa penyakit yang diderita masih tergolong ringan dan mudah diobati.
Selain faktor kepraktisan terdapat faktor yang mempengaruhi mahasiswa
dalam melakukan swamedikasi seperti jauhnya dengan orang tua bagi
mahasiswa pendatang dan lingkungan yang membentuk seorang mahasiswa
dalam menentukan tingkat kesehatan untuk dirinya sendiri. Hasil penelitian di

2
atas menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan swamedikasi karena
menganggap penyakit yang diderita ringan. Swamedikasi juga dilakukan
karena faktor jauhnya dengan keluarga, atau kebiasaan yang sudah turun
temurun dari keluarga dan bahkan kepraktisan. Swamedikasi juga dipengaruhi
oleh biaya yang ringan karena hanya terbebani pembelian obat tanpa harus
mengeluarkan biaya tambahan lain.

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa saja keuntungan swamedikasi?
2. Apa saja kerugian swamedikasi?
3. Apa saja peran Tenaga Teknik Kefarmasian dalam penggunaan obat bebas
dan bebas terbatas dalam swamedikasi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Agar dapat mengetahui apa saja keuntungan swamedikasi
2. Agar dapat mengetahui apa saja kerugian swamedikasi
3. Agar dapat mengetahui apa saja peran Tenaga Teknik Kefarmasian dalam
penggunaan obat bebas dan bebas terbatas dalam swamedikas

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apa saja Keuntungan Swamedikasi


Manfaat optimal dari swamedikasi dapat diperoleh apabila
penatalaksanaannya rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggung
jawab akan memberikan beberapa kentungan yaitu : membantu mencegah dan
mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak memerlukan dokter,
memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif,
menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang biasanya lebih mahal,
meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif
dan peduli terhadap kesehatan diri ( WHO, 2000 ). Bagi paramedis kesehatan,
hal ini amat membantu, terutama di pelayanan kesehatan primer seperti
puskesmas yang jumlah dokternya terbatas. Selain itu, praktik swamedikasi
meningkatkan kemampuan masyarakat luas mengenai pengobatan dari
penyakit yang diderita hingga pada akhirnya, masyarakat diharapkan mampu
memanajemen sakit sampai dengan keadaan kronisnya (WSMI, 2010).
B. Apa saja kerugian swamedikasi
Apabila penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi dapat
menimbulkan kerugian seperti: kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan
diagnosis sendiri; penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena
informasi biasa dari iklan obat di media; pemborosan waktu dan biaya apabila
swamedikasi tidak rasional; dapat menimbulkan reaksi obat yang tidak
diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi (Holt et al,
1986).
C. Peran tenaga teknik kefarmasian dalam penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas dalam swamedikasi
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri (
swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu
penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung
jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan

4
kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan
indikasi penyakit dan kondisi pasien. Sebagai seorang professional kesehatan
dalam bidang kefarmasian, tenaga teknik kefarmasian mempunyai peran yang
sangat penting dalam memberikan bantuan, nasihat dan petunjuk kepada
masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat melakukannya
secara bertanggung jawab. Tenaga teknik kefarmasian harus dapat menekankan
kepada paisen, bahwa walaupun obat dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun
penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dapat menimbulkan bahaya dan
efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak
semestinya.
Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, tenaga teknik
kefarmasian memiliki dua peran yang sangat penting yaitu menyediakan produk
obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan
informasi yang dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien dan
keluarganya agar obat yang digunakan secara aman, tepat dan rasional.
Konseling terutama dalam mepertimbangkan :
1. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
2. Ketepatan pemilihan obat ( efektif, aman, ekonomis ), serta
3. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat
Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi adalah
meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negative dengan
produk-produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu
tenaga teknik kefarmasian juga diharapakan dapat memberikan petunjuk
kepada pasien bagaiman memonitor penyakitnya, serta kapan harus
menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter.
Informasi tentang obat dan penggunaannya perlu diberikan pada pasien saat
konseling untuk swamedikasi pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi
farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan pertanyaan pasien.
Informasi yang perlu disampaikn oleh tenaga teknik kefarmasian pada
masyarakat dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas Antara lain:

5
1. Khasiat obat : apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat
yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan
kesehatan yang dialami pasien.
2. Kontraindikasi : pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra
indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika
memiliki kontra indikasi dimaksud
3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada) : pasien juga perlu diberi
informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang
harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
4. Cara pemakaian : cara pemakaian harus disampaikan secara jelas
kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan,
dihirup, dioleskan, dimasukan melalui anus, atau cara lain
5. Dosis : sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (
sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket ) atau dapat
menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
6. Waktu pemakaian ; waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan
jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat
akan tidur
7. Lama penggnaan : lama penggunaan obat juga harus diinformasikan
kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara
berkepanjangan karena peyakitnya belum hilang, padahal sudah
memerlukan pertolongan dokter
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya
pantangan makanan atau tidak boleh minum oabt tertentu dalam waktu
bersamaan
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat
10. Cara penyimpanan obat yang baik
11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak

6
Di samping itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien
tentang obat generic yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan serta
keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generic. Hal ini
penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek
farmakoekonomi dan hak pasien.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
keuntungan dari swamedikasi adalah jika swamedikasi yang dilakukan
dengan tanggung jawab akan memberikan beberapa keuntungan yaitu :
membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak
memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan
tetap produktif, menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang
biasanya lebih mahal, meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan
sehingga menjadi lebih aktif dan peduli terhadap kesehatan diri. Apabila
penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi dapat menimbulkan
kerugian seperti: kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis
sendiri; penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi
biasa dari iklan obat di media; pemborosan waktu dan biaya apabila
swamedikasi tidak rasional; dapat menimbulkan reaksi obat yang tidak
diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi. Serta
peran seorang tenaga teknis kefarmasian dalam swamedikasi obat bebas dan
bebas terbatas antara lain : menyampaikan informasi khasiat obat,
kontraindikasi, efek samping, cara pemakaian, dosis, waktu pemakaian,
lama penggunaan, hal yang harus diperahatikan sewaktu minum obat
tertentu, hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat, cara
penyimpanan obat yang baik, cara memperlaukan obat yang masih tersisa,
cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak. Dan juga
seorang tenaga teknik kefarmasian perlu memberi informasi kepada pasien
tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan,
serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik.
Hal ini penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu
memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien.

8
B. Saran
Sebagai seorang tenaga teknik kefarmasian harus benar-benar
menguasai perannya dalam pelayanan masyarakat dalam hal ini yang
bersangkutan dengan swamedikasi obat bebas dan bebas terbatas agar
masyarakat yang ingin melakukan pengobatan sendiri tidak melakukan
kesalahan selama proses pengobatan.

9
Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/11687862/manajemen_farmasi

http://aespesoft.com/peran-apoteker-dalam-penggunaan-obat/

10

Anda mungkin juga menyukai