Anda di halaman 1dari 19

POLA KLINIS PNEUMONIA KOMUNITAS DEWASA

DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna mencapai derajat sarjana strata – 1 kedokteran umum

NUR MUHAMAD ARJANARDI


22010110120067

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014
Pola Klinis Pneumonia Komunitas Dewasa di RSUP Dr. Kariadi Semarang
Nur Muhamad Arjanardi1, Banteng Hanang Wibisono2
Latar Belakang : Pneumonia komunitas (PK) merupakan penyakit infeksi saluran
napas bagian bawah yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi,
terutama pada pasien lanjut usia dan pasien dengan komorbiditas tertentu. Dengan
memahami pola klinis penyakit PK diharapkan dapat sebagai evaluasi dan acuan
dalam peningkatan pelayanan kesehatan.

Tujuan : Mendapat informasi mengenai pola klinis pneumonia komunitas di bagian


rawat inap RSUP Dr.Kariadi Semarang

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan data


sekunder berupa catatan rekam medik pasien rawat inap RSUP Dr. Kariadi Semarang
periode Juli 2013 – Juli 2013

Hasil : Dari 561 pasien didiagnosis pneumonia periode Juli 2012 – Juli 2013
didapatkan sebanyak 215 sampel yang terpilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
Pasien dengan usia ≥ 65 tahun dan jenis kelamin perempuan banyak ditemukan.
Penyakit komorbid terbanyak adalah penyakit jantung. Demam, batuk, sesak napas,
ronki basah, dan suara dasar paru bronkial adalah gejala dan tanda klinis yang sering
muncul. Leukositosis ditemukan paling banyak. Letak infiltrat terbanyak pada
gambaran radiologis adalah di paru kanan sisi bawah dan paru kiri sisi bawah. bakteri
golongan gram negatif merupakan isolat mikroorganisme terbanyak dari kultur
sputum. Terapi yang sering dipakai adalah Cephalosporin. Komplikasi terbanyak
adalah sepsis. Pasien pulang sembuh atau perbaikan lebih banyak dibandingkan
pasien meninggal.

Kesimpulan : Seluruh variabel penelitian, kecuali pemeriksaan mikrobiologi, hasilnya


tidak jauh berbeda dengan penelitian - penelitian sebelumnya.

Kata kunci : pola klinis, pneumonia komunitas, infeksi saluran napas bawah akut
1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

2 Staf Pengajar Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas


Diponegoro Semarang
Clinical Pattern of Community Acquired Pneumonia in Adult Patients in Dr. Kariadi
Hospital Semarang

Abstract

Background : Community Acquired Pneumonia (CAP) is a lower respiratory tract


infection disease which have high levels of morbidity and mortality, particularly in
elderly patients and patients with certain comorbidities. By understanding the
clinical pattern of CAP is expected as a reference in evaluation and improvement of
health service

Aim : To obtain the data related to the clinical pattern of CAP in patient who
administred to Dr. Kariadi Semarang Hospital from July 2012 – July 2013

Methods : This study is a descriptive research using secondary data from a medical
record inpatient Dr. Kariadi Semarang Hospital from July 2012 – July 2013

Result : During study period, there were 561 patients administred to inpatient care
unit. Out of 561, 215 sample were selected according to the inclusive and exclusive
criteria. Patients with age ≥65 years and female gender were the most prevalent
patients. The most comorbid disease in sample is heart disease. Fever, cough,
shortness of breath, wet crackles, and bronchial lung sounds are clinical signs and
symptoms that often arise. Leukocytosis was the most prevalent. The location of
infiltrates the most found in the radiological picture was on the lower side of the right
lung and left lung. Gram – negative class bacteria were the most common
microorganisms isolated from sputum culture. Therapy that was often used is
Cephalosporin. Sepsis was the common occurred complication. Patients cured or
improved is higher than patients dead at treatment.

Conclusions : Throughout the study variables, except for microbiological


examination, the results are not much different from several researchs beforehand

Keyword : clinical pattern, community acquired pneumonia, lower respiratory tract


infection disease
PENDAHULUAN

Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama dan


menimbulkan angka kesakitan yang cukup serius pada kelompok penyakit yang
berhubungan dengan infeksi, terutama pada pasien lanjut usia dan dengan
1-3
komorbiditas tertentu di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Munculnya resistensi antibiotik, seperti Drug-resistant Streptococcus pneumonia
(DRSP) dan Community Acquired-Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (CA-
MRSA), yang dapat menyebabkan kegagalan terapi, berakibat pada lama rawat inap
4-7
yang lebih lama dan biaya perawatan yang lebih tinggi.

Pola klinis pasien pneumonia komunitas telah banyak diteliti di berbagai negara, baik
dalam lingkup komunitas maupun rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan informasi mengenai pola klinis pneumonia komunitas di bagian rawat
inap RSUP Dr.Kariadi Semarang periode Juli 2012 – Juli 2013.

METODE

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif. Pengambilan data


menggunakan data rekam medik sebagai data sekunder. Data dalam penelitian
diambil dari semua pasien yang didiagnosis pneumonia komunitas periode Juli 2012
– Juli 2013. Sampel penelitian ini didapatkan berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi.
HASIL PENELITIAN

Karakteristik Sampel Penelitian


Pemilihan sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dapat dilihat
pada gambar 1.

Pasien rawat inap diagnosis


Pneumonia n= 561

Usia <15 tahun n=96=66 Tanpa tercatat hasil radiologi n


= 143

Pneumonia nosokomial n Tanpa tercatat hasil


=66 laboratorium n = 41

Sampel Penelitian n = 215

Gambar 1 Karakteristik Sampel Penelitian

Tabel 1 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Presentase (%)


Laki – laki 105 48.8 48.8
Perempuan 110 51.2 51.2

Tabel 2 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan usia

Usia (Tahun) Jumlah (n) Presentase (%)


15 – 24 8 3.72
25 – 34 11 5.11
35 – 44 12 5.58
45 – 54 18 8.37
55 – 64 59 27.46
≥65 107 49.76
Presentase pasien pneumonia komunitas dengan jenis kelamin perempuan didapatkan
sebesar 51.20%, dan pasien pneumonia komunitas dengan jenis kelamin laki – laki
didapatkan sebesar 48.80%, seperti terlihat pada tabel 1. Pneumonia komunitas
terbanyak terjadi pada usia ≥ 65 tahun dengan presentase sebesar 49.76 %, seperti
terlihat pada tabel 2.

Deskripsi Penyakit Komorbid


Tabel 3 Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan jumlah komorbid
Jumlah Komorbid Jumlah (n) Presentase (%)
0 60 27.91
1 89 41.40
2 54 25.12
≥3 12 5.58

Pasien pneumonia komunitas sebagian besar memiliki minimal 1 penyakit komorbid,


dengan presentase pasien yang memiliki 1 penyakit komorbid sebesar 41.40%, diikuti
dengan pasien yang memiliki 2 dan ≥3 penyakit komorbid, seperti terlihat pada tabel
3.
Tabel 4 Distribusi frekuensi penyakit komorbid pada sampel penelitian
Jenis Kelamin
Jenis Komorbid Laki – laki Perempuan
Jumlah (n) Presentase (%) Jumlah (n) Presentase (%)
Penyakit Jantung 30 13.95 34 15.81
Diabetes Mellitus (DM) 21 9.77 17 7.91
PPOK 21 9.77 4 1.86
Gangguan Ginjal 14 6.51 11 5.12
Penyakit Infeksi 9 4.19 16 7.44
Neoplasma / Keganasan 9 4.19 4 1.86
Lainnya 9 4.19 27 5.58

Pasien pneumonia komunitas sebagian besar juga menderita penyakit jantung, diikuti
penyakit diabetes mellitus dengan presentase sebesar 29.30% dan 17.21%. Pasien
pneumonia komunitas disertai penyakit jantung didominasi oleh pasien jenis kelamin
perempuan dengan presentase sebesar 15.81%. Pasien pneumonia komunitas disertai
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan penyakit Diabetes Mellitus didominasi
oleh pasien jenis kelamin laki-laki dengan presentase sebesar 9.77% untuk kedua
penyakit komorbid tersebut.
Deskripsi Gejala dan Tanda Klinis
Tabel 5 Distribusi frekuensi gejala dan tanda klinis pada sampel penelitian
Gejala Klinis Jumlah (n) Presentase (%)
Sesak napas 131 60.93
Batuk 118 54.88
Demam 104 48.37
Sputum purulen 31 14.42
Nyeri dada 16 7.45
Tanda Klinis Jumlah (n) Presentase (%)
Ronki basah 145 67.44
Suara paru bronkial 98 45.58
Gejala klinis yang paling banyak ditemukan pada sampel penelitian adalah demam,
batuk, dan sesak napas. Tanda klinis yang paling banyak ditemukan pada sampel
penelitian adalah ronki basah dan suara paru bronkial, seperti terlihat pada tabel 5.

Tabel 6 Distribusi frekuensi hasil pemeriksaan radiologi dada pada sampel penelitian
Letak Infiltrat Jumlah (n) Presentase (%)
Paru Kanan atas 27 12.56
Paru Kanan bawah 37 17.21
Paru Kanan tengah 24 11.16
Paru Kiri atas 26 12.09
Paru Kiri bawah 34 15.81
Multilobus 80 37.21
Gambaran radiologi dada yang paling banyak sering terjadi adalah letak infiltrat pada
paru kanan sisi bawah diikuti paru kiri sisi bawah, dengan presentase letak bercak
lebih dari satu lokasi ditemukan sebesar 37.21%, seperti terlihat pada tabel 6.

Tabel 7 Distribusi frekuensi hasil pemeriksaan jumlah leukosit pada sampel


penelitian
Hasil Pemeriksaan Jumlah Leukosit Jumlah (n) Presentase (%)
Leukositosis 106 49.30
Normal 101 46.98
Leukopeni 8 3.72

Pemeriksaan laboratorium jumlah leukosit merupakan salah satu pemeriksaan


penunjang dalam mendiagnosis pasien pneumonia. Leukositosis paling banyak
ditemukan pada sampel penelitian dengan presentase sebesar 49.30%. Leukopeni
ditemukan pada sampel penelitian dengan presentase sebesar 3.72%, seperti terlihat
pada tabel 7.
Tabel 8 Distribusi frekuensi hasil pemeriksaan kultur sputum pada sampel penelitian
Hasil Pemeriksaan Kultur Sputum Jumlah (n)
Positif 35
Negatif 3

Tabel 9 Hasil isolat kultur sputum pada sampel penelitian


Hasil Kultur Sputum Jumlah (n) Presentase (%)
Bakteri golongan gram negatif 18 39.13
Bakteri golongan gram positif 15 32.61
Candida sp. 12 26.09
Aspergillus sp. 1 2.17
Keterangan : Satu sampel dapat ditemukan lebih dari satu mikroorganisme
Hasil kultur sputum pada penelitian ini ditemukan sebanyak 38 pasien berdasarkan
data pada catatan rekam medik. Hasil negatif kultur sputum ditemukan pada 3 pasien,
sedangkan hasil positif kultur sputum didapatkan sebanyak 35 pasien. Hasil kultur
sputum terbanyak ditemukan adalah bakteri dari golongan gram negatif dengan
jumlah sebanyak 18 (39.13%) isolat, diikuti dengan bakteri golongan gram positif
sebanyak 15 isolat (32.61%), seperti terlihat pada tabel 9. Deskripsi Pemberian
Antibiotik Empirik
Tabel 10 Distribusi frekuensi pemberian antibiotik empirik pada sampel penelitian
Jenis obat dan kombinasi Jumlah (n) Persen (%)
Cephalosporin 143 66.51
Fluoroquinolon 40 18.61
Fluoroquinolon + Carbapenem 5 2.33
Carbapenem 3 1.40
Cephalosporin + Fluoroquinolon + Carbapenem 3 1.39
Cephalosporin + Carbapenem 2 0.93
Lainnya 19 8.84

Terapi antibiotik terbanyak dipakai adalah antibiotik dari golongan cephalosporin


dengan angka penggunaan sebanyak 143 (66.51%) pasien, diikuti dengan antibiotik
golongan fluroquinolon sebanyak 40 (18.61%) pasien, seperti terlihat pada tabel 10.
Deskripsi Length of Stay (LOS)
Tabel 11 Deskkripsi LOS pada sampel penelitian
Length of Stay (Hari) Jumlah (n) Presentase (%)
1–3 30 13.95
4–6 59 27.45
≥7 126 58.60

Length of Stay (LOS) pada pasien pneumonia komunitas terbanyak didapatkan ≥7


hari dengan presentase sebesar 58.60%, seperti terlihat pada tabel 11. Deskripsi
Komplikasi dan Hasil Perawatan
Tabel 12 Distribusi frekuensi terjadinya komplikasi pada sampel penelitian
Komplikasi Jumlah (n) Presentase (%)
Ada 70 32.56
Tidak ada 142 66.05

Tabel 13. Komplikasi yang terjadi pada sampel penelitian


Jenis Komplikasi Jumlah (n) Presentase (%)
Sepsis 34 15.81
Efusi Pleura 26 12.09
Syok Septik 9 4.19
Gagal Napas 8 3.72
Lainnya 6 2.81

Pasien pneumonia komunitas tanpa komplikasi selama perawatan ditemukan lebih


banyak daripada pasien dengan komplikasi selama perawatan. Komplikasi pada
pasien pneumonia komunitas terbanyak ditemukan adalah sepsis yaitu sebanyak 34
(15.81%) pasien, diikuti efusi pleura sebanyak 26 (12.09%) pasien. Tabel 14 Hasil
perawatan pneumonia komunitas pada sampel penelitian
Hasil Perawatan Jumlah (n) Presentase (%)
Pulang (sembuh / perbaikan) 169 78.6
Meninggal 46 21.4

Hasil perawatan pasien pneumonia komunitas didapatkan pasien pulang lebih banyak
daripada pasien yang meninggal, dengan presentase sebesar 78.60% untuk pasien
yang pulang dan 21.40% untuk pasien yang meninggal saat perawatan, seperti terlihat
pada tabel 14

PEMBAHASAN

Pasien rawat inap usia dewasa dengan diagnosis pneumonia komunitas didapatkan
sebanyak 399 pasien, kemudian dinilai berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi,
sehingga didapatkan sampel penelitian sebanyak 215 pasien.
Pasien pneumonia komunitas berdasarkan usia terbanyak adalah pada kategori usia
≥65 tahun. Kikuchi dkk., menyatakan bahwa aspirasi yang tidak teridentifikasi pada
pasien lansia memiliki peran yang penting dalam perkembangan penyakit pneumonia
9
komunitas. Kondisi penyakit komorbid, status nutrisi dan fungsional tubuh yang
memburuk, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya pneumonia komunitas.10

Pasien pneumonia komunitas lebih banyak ditemukan dengan jenis kelamin


perempuan dibandingkan laki – laki. Tidak jauh berbeda dengan penelitian oleh
Kaplan dkk., akan tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tsai –

Ling,dkk di Taiwan.11,12 Hal ini mungkin dipengaruhi oleh karena adanya perbedaan
seperti kondisi ekonomi dan sosial, faktor demografis, dan gaya hidup yang berbeda
antar daerah satu dengan lainnya.

Pasien pneumonia komunitas sebagian besar memiliki penyakit komorbiditas minimal


1. Penyakit jantung serta DM merupakan komorbid terbanyak yang ditemukan. Fry A
M dkk., menyatakan bahwa lebih dari separuh pasien lanjut usia didiagnosis
pneumonia komunitas dan juga penyakit jantung. 13 Aspek imunitas, seperti fungsi
leukosit polimorfonuklear dan aktivitas bakterisidal dari serum, mengalami
14
penurunan pada pasien DM. Hiperglikemik kronik pada DM juga dapat
mempengaruhi fungsi dari kapiler endothelium, rigiditas sel darah merah, dan kurva
dissosiasi oksigen, yang dapat mempengaruhi kemampuan pasien dalam melawan
infeksi, dan memungkinkan adanya infeksi spesifik, seperti pneumonia komunitas 15

Gejala klinis paling banyak ditemukan adalah sesak napas, batuk – batuk, dan
demam. Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruiz M, dkk.
yaitu sesak napas, batuk, dan demam adalah gejala klinis yang sering muncul. 16
Tanda klinis yang sering muncul pada sampel penelitian adalah suara ronki basah,
diikuti dengan suara paru bronkial. Tidak jauh berbeda dengan penelitian Ruiz M,dkk
dan penelitian yang dilakukan oleh Bansal S dkk., yang mendapatkan suara ronki
16,17
basah dan paru bronkial merupakan tanda klinis yang sering muncul.

Pasien pneumonia komunitas sebagian besar leukositosis dan normal, sedangkan


sebagian kecul leukopenia. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tsai – Ling dkk., yang menemukan pasien dengan leukositosis lebih
banyak dibandingkan leukopeni.12Furer dkk., menyatakan bahwa ditemukan
sebanyak 25.6% pasien pneumonia komunitas dewasa memiliki jumlah leukosit
18
dalam batas normal. Pada pasien dengan dugaan diagnosis pneumonia komunitas
juga tetap perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain, walaupun jumlah
leukosit masih dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan mikrobiologi kultur sputum dapat ditemukan pada 38 pasien.


Mikroorganisme terbanyak yang ditemukan pada kultur sputum terbanyak yang
ditemukan adalah dari bakteri golongan gram negatif, diikuti dengan bakteri golongan
gram positif sebanyak. Hasil penelitian ini berbeda jauh dengan penelitian yang
dilakukan oleh Magdy dkk,. yang menyatakan bahwa mikroorganisme penyebab
19
pneumonia komunitas terbanyak adalah bakteri dari golongan gram positif.

Mikroorganisme penyebab pneumonia komunitas secara umum adalah bakteri dari


golongan gram positif. Faktor komorbid, seperti riwayat alkoholisme, dan merokok
serta lokasi perawatan dapat mempengaruhi mikroorganisme penyebab pneumonia
20
komunitas. Pengamatan pada pemeriksaan mikrobiologi kultur sputum
menunjukkan hasil bahwa bakteri golongan gram negatif ditemukan paling banyak
dibandingkan bakteri gram positif. Hal ini dapat disebabkan oleh karena berbagai
faktor, akan tetapi hasil ini juga dimungkinkan kurang dapat menggambarkan pola
mikroorganisme penyebab pneumonia komunitas di RSUP Dr. Kariadi Semarang,
dikarenakan lebih dari separuh sampel penelitian tidak ditemukan hasil kultur sputum
pada catatan rekam medik.
Pemeriksaan radiologi dada pada penelitian ini ditemukan lobus yang banyak terdapat
bercak infiltrat terletak pada paru kanan dan paru kiri lobus bawah Hasil pemeriksaan
radiologis yang menunjukkan keterlibatan lobus lebih dari satu ditemukan sebanyak
37.21%. Tidak jauh berbeda dengan Tsai Ling dkk., yang mendapatkan hasil letak
infiltrat terbanyak adalah pada lobus kanan bawah, lobus kiri bawah dan didapatkan
12
infiltrat yang muncul di lebih dari satu lobus 39.7%.

Derajat keparahan penyakit dan pertimbangan jenis patogen yang menyebabkan


pneumonia dapat diketahui melalui pemeriksaan radiologi dada. Boersma dkk.,
didapatkan pola persebaran infiltrat dengan bakteri tertentu, seperti Streptococcus
pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Legionella pneumophila yang
memiliki letak infiltrat terbanyak yaitu pada lobus kanan bawah dan kiri bawah,
21
disertai dengan multilobus.

Monoterapi Cephalosporin dan monoterapi Fluoroquinolon merupakan terapi yang


sering dipakai pada pasien pneumonia komunitas. Pemberian terapi antibiotik dengan
satu golongan obat atau kombinasi belum dapat ditentukan secara jelas
signifikansinya. Tessmer dkk., menunjukkan hasil penurunan tingkat mortalitas pada
kombinasi terapi beta lactam ditambah dengan makrolida. Kolditz M. dkk.,
menyatakan bahwa terapi kombinasi perlu diberikan pada pasien pneumonia berat,
dan terapi dengan satu golongan obat saja dapat diberikan pada pasien pneumonia

ringan.22

Length of Stay (LOS) pada pasien pneumonia komunitas ditemukan banyak yang
menjalani perawatan selama lebih dari 7 hari. Gutierrez K,dkk. mengungkapkan
bahwa penyakit pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab tingginya
19
rawat inap di rumah sakit. Rata - rata lama rawat inap pada pasien pneumonia
komunitas adalah sebesar 8,3 hari dengan nilai tengah yaitu 7 hari. Tidak jauh
berbeda oleh Kaplan dkk., yang menunjukkan rata – rata LOS pada pasien pneumonia
11
komunitas adalah sebesar 7.6 hari.
Hasil perawatan pneumonia komunitas pada penelitian ini menunjukkan hasil yaitu
pasien pulang dalam keadaan sembuh atau perbaikan lebih banyak dibandingkan
pasien meninggal saat perawatan. Komplikasi terbanyak adalah sepsis dan merupakan
komplikasi terbanyak penyebab kematian, tidak jauh berbeda dengan penelitian

sebelumnya 6,7

Hasil perawatan pasien pneumonia komunitas berdasarkan angka kematian dan


terjadinya komplikasi dapat dikatakan cukup baik, walaupun belum dapat dinilai
apakah kriteria perawatan pneumonia komunitas sudah sesuai dengan stratifikasi
derajat keparahan penyakit dan risiko kematian pasien pneumonia komunitas.
Stratifikasi yang banyak digunakan oleh klinisi adalah dengan sistem skoring
Pneumonia Severity Index (PSI) dan CURB-65 untuk menentukan apakah pasien
24
akan menjalani perawatan jalan atau perawatan inap.

Penggunaan sistem skoring PSI atau CURB-65 memiliki banyak manfaat, antara lain
dapat menekan biaya perawatan yang dikeluarkan oleh rumah sakit dan pasien,
menekan angka LOS yang harus dijalani oleh pasien, meningkatkan keefektifan dan
efisiensi perawatan di rumah sakit, dan meminimalkan risiko terjadinya penyakit
yang didapat dari rumah sakit, seperti infeksi nosokomial.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif tentang pola klinis pneumonia


komunitas dewasa yang pertama di RSUP Dr Kariadi Semarang dan mencakup cukup
banyak variabel penelitian. Keterbatasan penelitian ini antara lain tidak lengkapnya
catatan rekam medik, kesulitan membaca catatan rekam medik, serta keterbatasan
dalam hal prosedural penelitian dan waktu penelitian.

KESIMPULAN

Hasil pengamatan sampel pada variabel usia, jenis kelamin, penyakit komorbid,
gejala dan tanda klinis, pemeriksaan jumlah leukosit, pemeriksaan radiologi dada,
manajemen terapi antibiotik, komplikasi, dan hasil perawatan didapatkan hasil yang
tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya, sedangkan pada variabel
pemeriksaan mikrobiologi ditemukan hasil yang cukup berbeda dibandingkan
penelitian sebelumnya

SARAN

Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan metode dan variabel yang berbeda
terutama dari sisi pemeriksaan penunjang, dengan disertai peningkatan kelengkapan
catatan rekam medik, sehingga memudahkan dalam pengambilan data dan melakukan
penelitian..

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr.Banteng Hanang Wibisono Sp.PD-KP
yang telah memberikan saran – saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Peneliti
juga mengucapkan terima kasih kepada dr.Fathur Nur Kholis Sp.PD selaku ketua
penguji dan Dr.dr.Hery Djagat Purnomo Sp.PD-KGEH selaku penguji, serta pihak –
pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mongardon N, Max A, Bougle A, Pene F, Lemiale V, Charpentier J, et al.
Epidemiology and outcome of severe pneumococcal pneumonia admitted to
intensive care unit: a multicenter study. Critical care. 2012;16(4):R155.
2. File TM. Community-acquired pneumonia. Lancet. 2003; 362:1991
3. Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pneumonia Komunitas :
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia.2003
4. Ho P-L, Cheng VC-C, Chu C-M. Antibiotic resistance in community-acquired
pneumonia caused by Streptococcus pneumoniae, methicillin-resistant
Staphylococcus aureus, and Acinetobacter baumannii. CHEST Journal.
2009;136(4):1119-27.
5. Ramirez JA, Anzueto AR. Changing needs of community-acquired
pneumonia. Journal of antimicrobial chemotherapy. 2011;66(suppl 3):iii3-iii9.
6. Fine MJ, Pratt HM, Obrosky DS, Lave JR, McIntosh LJ, Singer DE, et al.
Relation between length of hospital stay and costs of care for patients with
community-acquired pneumonia. The American journal of medicine.
2000;109(5):378-85.
7. Bartolome M, Almirall J, Morera J, Pera G, Ortun V, Bassa J, et al. A
population-based study of the costs of care for community-acquired
pneumonia. European Respiratory Journal. 2004;23(4):610-6.
8. Sato R, Rey GG, Nelson S, Pinsky B. Community-acquired pneumonia
episode costs by age and risk in commercially insured US adults aged≥ 50
years. Applied health economics and health policy. 2013;11(3):251-8.
9. Kikuchi, Ryo, et al. High incidence of silent aspiration in elderly patients with
community-acquired pneumonia. American Journal of Respiratory and
Critical Care Medicine. 1994; 150(1): 251-253.
10. Fung, Horatio B.; Monteaguda-Chu, Maricelle O. Community-acquired
pneumonia in the elderly. The American journal of geriatric pharmacotherapy.
2010; 8(1): 47-62.
11. Kaplan, V., Angus, D. C., Griffin, M. F., Clermont, G., Scott Watson, R. &
Linde – Zwirble, W.T. Hospitalized community-acquired pneumonia in the
elderly: age-and sex-related patterns of care and outcome in the United States.
American journal of respiratory and critical care medicine. 2002; 165, 766-
772.
12. Tsai-Ling Lauderdale F-YC, Ren-Jy Ben, Hsiao-Chuan Yin, et al. Etiology of
community acquired pneumonia among adult patients requiring
hospitalization in Taiwan. Respiratory Medicine. 2005; 99:1079 - 86.
13. Fry AM, Shay DK, Holman RC, Curns AT, Anderson LJ. Trends in
hospitalizations for pneumonia among persons aged 65 years or older in the
United States 1988–2002. JAMA. 2005; 294: 2712–19.
14. Falguera, Miquel, et al. Etiology and outcome of community-acquired
pneumonia in patients with diabetes mellitus. CHEST Journal, 2005, 128.5:
3233-323
15. Saibal, M. A. A., Rahman, S. H. Z., Nishat, L., Sikder, N. H., Begum, S. A.,
Islam, M. J., & Uddin, K. N. Community acquired pneumonia in diabetic
and non-diabetic hospitalized patients: presentation, causative pathogens and
outcome. Bangladesh Medical Research Council Bulletin. 2013; 38(3), 98-
103.
16. Ruiz M, Ewig S, Marcos MA, Martinez JA, Arancibia F, Mensa J, et al.
Etiology of community-acquired pneumonia: impact of age, comorbidity, and
severity. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.
1999;160(2):397-405.
17. Bansal, S., Kashyap, S., Pal, L. S., & Goel, A.Clinical and bacteriological
profile of community acquired pneumonia in Shimla, Himachal Pradesh.
Indian Journal of Chest Diseases and Allied Sciences.2004; 46(1), 17-22.
18. Furer, V., Raveh, D., Picard, E., Goldberg, S., & Izbicki, G.Absence of
leukocytosis in bacteraemic pneumococcal pneumonia. Prim Care
Respir J.2011; 20(3), 276-281.
19. Khalil, M. M., Abdel Dayem, A. M., Farghaly, A. A. A. H., & Shehata, H. M.
Pattern of community and hospital acquired pneumonia in Egyptian military
hospitals. Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis.2013; 62(1),
9-16.
20. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean
NC, et al. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society
consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia
in adults. Clinical infectious diseases. 2007;44(Supplement 2):S27-S72.
21. Boersma WG, Daniels J, Löwenberg A, Boeve W-J, van de Jagt EJ. Reliability
of radiographic findings and the relation to etiologic agents in community-
acquired pneumonia. Respiratory medicine. 2006;100(5):926-32.
22. Kolditz, M., Halank, M., & Höffken, G.Monotherapy versus combination
therapy in patients hospitalized with community-acquired pneumonia.
Treatments in respiratory medicine. 2006; 5(6), 371-383.
23. Gutierrez F, Masia M, Rodriguez J, Mirete C, Soldan B, Padilla S, et al.
Epidemiology of community‐acquired pneumonia in adult patients at the dawn of the
21st century: a prospective study on the Mediterranean coast of Spain. Clinical
microbiology and infection. 2005;11(10):788-800.
24. Nair, G. B., & Niederman, M. S. Community-acquired pneumonia: an
unfinished battle. Medical Clinics of North America. 2011; 95(6), 1143-1161.

Anda mungkin juga menyukai