Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kusta atau Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang


disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit kusta awalnya
menyerang saraf perifer, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa
mulut, kecuali susunan saraf pusat. Kusta termasuk dalam salah satu
penyakit menular yang angka kejadiannya masih tinggi, misalnya di India,
Brazil, dan Indonesia. Pada tahun 2004-2014 Indonesia menempati
peringkat ketiga dalam jumlah kasus kusta di dunia setelah India dan
Brazil. (Fauzia dan Efrida, 2016)

Penyakit kusta merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat,


dimana beberapa daerah di Indonesia, prevalens rate-nya masih tinggi.
Data dari Pusat Data dan Informasi mengenai Profil Kesehatan Indonesia
menunjukkan prevalensi penyakit kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96
per 10.000 penduduk. Minimnya pengetahuan tentang penyakit kusta
menyebabkan pengidap terlambat berobat, sehingga menimbulkan cacat
dan berpotensi menularkan kuman. (Fauzia dan Efrida, 2016)

Progresivitas penyakit ini berjalanlambat dan bersifat kronis


dengan masa inkubasi rata-rata selama 3 tahun. Morbus hansen dapat
terjadi pada semua usia, baik laki-laki maupun perempuan memiliki
kemungkinan yang sama besar untuk menderita penyakit ini. Sumber
penularan adalah kuman kusta solid yang berasal dari pasien Morbus
Hansen tipe MB (Multibasiler) yang belum diobati atau tidak teratur
berobat. Penularan terjadi melalui kontak langsung dalam jangka waktu
yang lama dan melalui inhalasi. Berdasarkan penelitian terdapat tiga
kemungkinan pintu keluar kuman M. leprae dari tubuh, yaitu melalui kulit,
traktus gastrointestinal, dan traktus respiratorius. (Fauzia dan Efrida, 2016)

1
Berdasarkan umur penderita yang didiagnosis MH, paling banyak
ditemukan pada kelompok umur 25-44 tahun, yaitu sebesar 46,4% dari
total pasien yang terdiagnosis morbus hansen. Sebesar 5,4% pada pasien
yang berusia 5-14 tahun, 18,8% pada pasien yang berusia 15-24 tahun,
46,4% pada pasien yang berusia 25-44 tahun, dan 21,4% pada pasien yang
berusia 45-64 tahun. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang tinggi angka insidensi penyakit morbus hansen, dengan
presentase tertinggi di Tanggamus sebesar 16,7% dan Bandar Lampung
sebesar 8%. (Fauzia dan Efrida, 2016)

Tujuan utama pengobatan kusta yaitu memutuskan mata rantai


penularan untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan
menyembuhkan penderita, serta mencegah timbulnya komplikasi.
Regimen pengobatan yang dapat diberikan sebagai antikusta MDT tipe
multibasilar yaitu Dapson 100 mg/hari, Rifampisin 600 mg/bulan,
Lampren (Klofazimin) 50 mg/hari. Lama pengobatan 12 dosis ini bisa
diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis obat ini
pasien dinyatakan Release From Treatment (RFT), yaitu berhenti minum
obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk kusta
yaitu selama 5 tahun. (Fauzia dan Efrida, 2016)

Selain itu, masih tingginya stigma negatif akan penyakit kusta


membuat penderita enggan untuk berobat dan bahkan menyembunyikan
penyakitnya, sehingga transmisi infeksi kusta terus berlangsung dalam
masyarakat. Jumlah kasus semakin meningkat tetapi laporan mengenai
kasus kusta masih jarang dilaporkan. Oleh karena kami ingin membahas
lebih dalam lagi mengenai Penyakit Morbus Hansen (Kusta/Lepra) agar
dapat menambah pengetahuan baik bagi pembaca maupun penyusun
makalah. (Fauzia dan Efrida, 2016)

2
1.2 Tujuan

1.1.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan morbus
hansen.
1.1.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui definisi dari morbus hansen
2) Untuk mengetahui etiologi dari morbus hansen
3) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari morbus hansen
4) Untuk mengetahui klasifikasi dari morbus hansen
5) Untuk mengetahui patofisiologi dari morbus hansen
6) Untuk mengetahui komplikasi dari morbus hansen
7) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari morbus hansen
8) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari morbus hansen
9) Untuk mengetahui prognosis dari morbus hansen
10) Untuk mengetahui pengkajian dari morbus hansen
11) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan morbus Hansen
12) Untuk mengetahui intervensi keperawatan morbus Hansen

3
BAB II

KONSEP MEDIS

2.1 Definisi

Penyakit kusta (Morbus hansen) adalah suatu penyakit infeksi


menahun akibat bakteri tahan asam yaitu Mycobacterium leprae yang secara
primer menyerang saraf tepi dan secara sekunder menyerang kulit serta
organ lainnya (WHO, 2010; Noto & Schreuder, 2010).

WHO mengklasifikasikan kusta ke dalam 2 kelompok, yaitu:

 Pausibasiler: 1-5 lesi, kusta jenis ini menyebabkan rasa baal yang jelas
dan menyerang satu cabang saraf.

 Multibasiler: lesi >5, kusta multibasiler tak seperti pausibasiler, rasa


baalnya tidak jelas, dan menyerang banyak cabang saraf.

2.2 Klasifikasi :

a. Tuberkuloid
Jenis kusta yang paling ringan. Orang dengan tipe ini hanya
memiliki satu atau beberapa bercak datar berwarna
pucat (kusta paucibacillary) disingkat PB. Daerah kulit yang terkena
bisa mati rasa karena kerusakan saraf di bawahnya. Kusta tuberkuloid
kurang menular dari jenis-jenis lainnya.
b. Lepromatosa
Jenis kusta yang lebih parah. Pengidap kusta jenis ini akan
memiliki benjolan luas di kulit dan ruam (kusta multibasiler),
mengalami mati rasa, dan kelemahan otot. Selain itu, hidung, ginjal,
dan organ reproduksi laki-laki juga dapat terpengaruh. Kusta
lepromatosa lebih menular dari kusta tuberkuloid.

4
c. Borderline
Pada tipe ini, seseorang memiliki gejala gabungan dari kusta
jenis tuberkuloid dan jenis lepromatosa.
Penyembuhan dari gangguan neurologis jarang terjadi, namun
lesi kulit bisa hilang dalam 1 tahun pertama tatalaksana.
Hipopigmentasi dan luka pada kulit biasanya akan tetap meninggalkan
bekas.
Prognosis lepra cukup baik jika dilakukan penatalaksanaan
adekuat dan jarang menimbulkan mortalitas. Gangguan saraf dan
kecacatan umumnya tidak kembali normal walaupun mengkonsumsi
obat, tetapi lesi kulit umumnya hilang dalam waktu 1 tahun terapi.
Semakin cepat pasien mengkonsumsi obat maka kemungkinan
terjadinya deformitas semakin kecil.(sofianti,2013)

2.3 Etiologi

Penyebab munculnya penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium


leprae yang ditemukan pertama kalioleh G. H. Armauer Hansen pada tahun
1873. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka pada
permukaan kulit atau bisa juga melalui droplet yangdihembuskan dari
saluran pernafasan.

Sehgal (dalam Putra, 2012) mengatakan bahwa Mycobacterium leprae


memiliki ciri-ciri yaitu tahan asam,bersifat gram positif, berbentuk batang,
lebar 0,3-0,4 mikrometer, panjang 2-7mikometer, dan hidup di dalam sel
yang banyak mengandung lemak dan lapisanlilin. Mycobacterium leprae
membelah dalam kurun waktu 21 hari, sehingga menyebabkan masa tunas
yang sangat lama yaitu 4 tahun. Munculnya penyakit kusta tersebut
ditunjang oleh cara penularan.

5
2.4 Manifestasi klinis
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), diagnosis penyakit kusta
ditetapkan dengan cara mengenali cardinal sign atau tanda utama
penyakit kusta yaitu:
a. bercak pada kulit yang mengalami mati rasa; bercak dapat berwarna
putih
(hypopigmentasi) atau berwarna merah (erithematous), penebalan kulit
(plak infiltrate) atau berupa nodul-nodul. Mati rasa dapat terjadi terhadap rasa
raba,suhu, dan sakit yang terjadi secara total atau sebagian;
b. penebalan pada saraf tepi yang disertai dengan rasa nyeri dan gangguan
padafungsi saraf yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati rasa,
saraf motorik mengalami kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan
(paralisis), dan gangguan pada saraf otonom berupa kulit kering dan
retak-retak.
Gejala pada penderita kusta yang dapat ditemukan biasanya
penderitamengalami demam dari derajat rendah hingga menggigil,
nafsu makan menurun, mual dan kadang-kadang diikuti dengan muntah.
Penderita kusta juga mengalami sakit kepala, kemerahan pada testis,
radang pada pleura,radang pada ginjal, terkadang disertai penurunan
fungsi ginjal, pembesaran hati dan empedu, serta radang pada serabut
saraf (Zulkifli, 2003).
1. Adanya kelainan di kulit
2. Adanya bercak putih seperti panu
3. Adanya bintil-bintil kemerahan di kulit
4. Muka benjol-benjol dan tegang yang di sebut facies leomina (muka
singa)
Gejala lanjutan :
1. gangguan pada fungsi saraf
2. Saraf sensorik mengalami mati rasa
3. saraf motorik mengalami kelemahan otot (parese)
4. kelumpuhan (paralisis)
2.5 Patofisiologi

6
Patofisiologi Mekanisme penularan kusta yang tepat belum
diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak
dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang
yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim
(cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik
Juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada
kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula
mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor
ketidak cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab (13,37)
Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak
antara orang yang terinfeksi dengan orang sehat. Dalam penelitian terhadap
insiden, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepramatosa beragam dari 6.2 per
21 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55.8 per 1000 per tahun di
India Selatan. Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh
manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan
bahwa kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme di dermis
kulit. Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut
dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun telah ditemukan bakteri
tahan asam di epidermis. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukan
bakteri tahan asam di epitel Deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan
bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam
penelitian terbaru Job etal menemukan adanya sejumlah Mycobacterium
leprae yang besar dilapisan keratin superficial kulit di penderita kusta
lepromatosa. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme
tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat. Pentingnya mukosa hidung
dalam penularan Mycobacterium leprae telah ditemukan oleh Schaffer pada
tahun 1898. Jumlah bakteri dari lesi mukosa hidung pada kusta lepromatosa,
menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley
melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan
adanya bakteri di secret hidung penderita. Devey dan Rees mengindikasi
bahwa secret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi

7
10.000.000 organisme per hari. 22 Pintu masuk dari Mycobacterium leprae
ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan
pernafasan atas menjadi gerbang masuknya bakteri. Masa inkubasi kusta
belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti berusaha mengukur masa
inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum dilaporkan beberapa minggu,
berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi. Masa inkubasi maksimum
dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporkan berdasarkan pengamatan
pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian
berpindah ke daerah non endemik. Secara umum telah ditetapkan masa
inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

2.6 Komplikasi Kusta


Risiko komplikasi kusta dapat terjadi tergantung dari seberapa cepat
penyakit tersebut didiagnosis dan diobati secara efektif. Beberapa komplikasi
yang mungkin terjadi jika kusta terlambat diobati adalah:
1. Mati rasa.
2. Kebutaan atau glaukoma.

3. Gagal ginjal.

4. Disfungsi ereksi dan kemandulan pada pria.

5. Perubahan bentuk wajah.

6. Kerusakan permanen pada bagian dalam hidung.

7. Kerusakan saraf permanen di luar otak dan saraf tulang belakang,


termasuk pada lengan, tungkai kaki, dan telapak kaki.

8. Kelemahan otot.

9. Cacat progresif, seperti kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan, dan
hidung.

8
Selain itu, diskriminasi yang dialami penderita dapat mengakibatkan
gangguan mental seperti depresi dan dapat berujung pada percobaan bunuh
diri.(amiruddin m, 2014).

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta
sehingga tidak merusak jaringan tubuh. Bila penderita kusta tidak minum
23 obat secara teratur, maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali
(Regan dan Keja, 2012).
a. Farmakologi :
1. DDS (Diamino Diphenyl Sulfone) atau Dapson Obat ini bersifat
bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase, anti
metabolit PABA. Resistensi terhadap Dapsone timbul sebagai akibat
kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta.
2. Rifampisin 16 Bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim, Rifampisin
bekerja dengan menghambat enzim polymerase RNA yang berikatan
irreversibel.
3. Lamprene atau Klofazimin Memiliki efek bakteriostatik, bekerja
melalui gangguan metabolisme gangguan metabolisme radikal
oksigen, memiliki efek antiinflamasi sehingga berguna untuk
pengobatan reaksi kusta.
4. Obat – Obat Penunjang (Vitamin) Sulfat ferrosus : untuk penderita
kusta yang memiliki anemia.
5. Rutin minum obat antilepra seperti dapson dan rifampicin. Pada tahun
1982, WHO menetapkan regimen terapi yang digunakan adalah MDT
(Multi Drug Therapy).
6. MDT adalah kombinasi dua atau lebih obat antilepra dimana salah
satunya adalah rifampicin yang merupakan obat bakterisidal kuat. Obat
antilepra selain rifampicin bersifat bakteriostatik yaitu menghambat
pertumbuhan bakteri.

9
7. Pengobatan MDT bertujuan untuk memutuskan rantai penularan,
mencegah terjadinya cacat atau mencegah kecacatan bertambah parah,
memperpendek masa pengobatan, mencegah terjadinya resistensi
kuman serta meningkatkan keteraturan berobat.

2.8 Prognosis
Prognosis kusta cukup baik jika dilakukan penatalaksanaan adekuat dan
jarang menimbulkan mortalitas. Gangguan saraf dan kecacatan umumnya
tidak kembali normal walaupun mengkonsumsi obat, tetapi lesi kulit
umumnya hilang dalam waktu 1 tahun terapi. Semakin cepat pasien
mengkonsumsi obat maka kemungkinan terjadinya deformitas semakin kecil.
Penyembuhan dari gangguan neurologis jarang terjadi, namun lesi kulit bisa
hilang dalam 1 tahun pertama tatalaksana. Hipopigmentasi dan luka pada
kulit biasanya akan tetap meninggalkan bekas.

10
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Penyakit kusta (MH) dapat menyerang semua umur, anak-anak
lebih rentan dari pada orang dewasa frekuensi tertinggi pada kelompok
dewasa (umur 25 – 35 tahun), sedangkan pada kelompok anak umur 10 –
12 tahun, dan biasanya pada keluarga yang sosial ekonomi rendah dan
berpendidikan rendah.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan penyakit kusta mengeluh ada bercak-
bercah merah pada kulit di tangan, kaki, atau diseluruh badan dan wajah
kadang disertai dengan tangan (jari-jari) dan kaki kaku dan bengkak
kadang-kadang disertai nyeri atau mati rasa, kadang juga disertai suhu
tubuh meningkat.
c. Riwayat kesehatan
1.) Riwayat kesehatan sekarang
Adanya keluhan kaku pada jari-jari tangan dan kaki, nyeri pada
pergelangantangan, tangan dan kaki bengkak disertai dengan suhu
tubuh meningkat. Ada juga Kx kusta dengan ulkus yang sudah
membesar dan dalam baru. Biasanya klien dengan penyakit kusta tidak
dapat mengeluarkan keringat dan mati rasa.
2.) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada pasien kusta sudah menjalankan pengobatan tetapi
berhenti dengan sendirinya maka dari banyak penderita kusta yang
mengalami pengobatan ulang.
3.) Riwayat kesehatan Keluarga
Kusta merupakan penyakit menular maka dari itu kemungkinan
ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan
penderita.

d. Pemeriksaan kesehatan
Kategori Subkategori Data subjektif Data objektif

11
Fisiologis Respirasi Pasein kusta biasanya tidak -
mengalami gangguan pada
respirasinya
Sirkulasi Pasein kusta biasanya tidak -
mengalami gangguan pada
sirkulasi

Nutrisi dan Pada umumnya pasien dengan -


Cairan kusta (MH) tidak mengalami
gangguan kebutuhan nutrisi
dan metabolisme.

Eliminasi Pada pola ini biasanya tidak -


terjadi perubahan karena
biasanya pasien dapat
Eliminasi Alvi dan urin secara
normal seperti sehari-harinya.

12
Aktivitas dan a. Pasien dengan kusta (MH) a. Biasanya pasien
Istirahat biasanya mengatakan kusta Pasien
kadang-kadang terlihat gelisah
mengalami ada rasa nyeri dan sulit tidur
b. Biasanya Pasien
dan kaku pada jari-jari
memiliki suhu
tangan dan kaki, kadang-
tubuh yang
kadang pasien apabila
tinggi
pada waktu sore atau
malam hari pasien panas
sampai menggigil dan
istarahat dan tidurnya jadi
terganggu
b. Pada umumnya pasien
dengan kusta megalami
perubahan pada pola
altivitas dan latihan
karena pasien mengalami
kaku dan bengkak pada
kaki dan tangannya.
Kadang-kadang ada
pasien sampai terjadi ulks
dan metilasi.

13
Neuro sensori a. pasien kusta biasanya a. Pasien terlihat
mengeluhkan gatal- menggaruk-
gatal /pruritus pada daerah garuk daerah
kulit yang mengalami yang kulit yang
gangguan mengalami
b. pasien kusta biasanya
gangguan
mengalami kerusakan
pada saraf sehingga pada
daerah yang mengalami
gangguan pasien kusta
tidak bisa merasakan atau
hilangnya sensasi dan
mengalami kelemahan
otot
c. Pasien kusta biasanya
mengeluhkan mengalami
kekakuan pada daerah
yang mengalami
gangguan
d. Pasien kusta biasanya
kadang-kadang
mengeluhkan merasakan
nyeri ,dan pada kondisi
lainnya tidak merasakan
nyeri
Reproduksi - -
dan
Seksualitas

Psikologis Nyeri dan a. pasien mengatakan a. Raut


Kenyamanan ketidaknyamanan yang muka/wajah
dirasakan klien terlihat
gelisah

14
Integritas Ego a. pasien mengatakan malu a. pasien tampak
dengan kondisi kesehatan tegang
b. pasien terlihat
kulitnya saat ini adanya
gelisah dan
macula
b. pasien mengeluh cemas cemas
dan gelisah dengan
kondisinya
c. Adanya kecemasan,
menyangkal, perasaan
tidak berdaya dan tidak
punya harapan sehingga
terjadi perubahan
mekanisme dap perubahan
dini yang terpenting.
Perilaku Pertumbuhan a. Biasanya pasien dengan a. Lingkungan
dan kusta mengatakan terlihat kotor
Perkembanga memiliki kebiasaan yang dan tidak
n Kebersihan buruk dan kurang menjaga terawat
b. Terlihat kurang
Diri kebersihan diri
terawat
kebersihan
dirinya
Penyuluhan a. Biasanya pasien dengan
dan kusta dengan pendidikan
Pembelajaran yang rendah jadi terjadi
kurang pengetahuan
tentang penyakit yang
diderita oleh pasien tidak
tahu tentang cara hidup
dan pengetahuan
perawatan dini

15
Relasional Interaksi b. pasien mengatkan malu a. Pasien terihat
Sosial dan penyakitnya ini sagat menyendiri dan
menganggu hubungan malu dengan
interpersonal karena kusta kondisinya
(MH) di kenal sebagai
penyakit yang menular
atau ada juga yang
menyebut dengan
penyakit kutukan.
Lingkungan Keamanan a. pasien mengatakan a. kondisi
dan Proteksi lingkungan tempat lingkungan
tinggalnya atau tempat yang kurang
bermainnya kumuh / sehat dan
kotor menjadi faktor
penyebab
berkembangnya
bakteri

e. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan integument
Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas, lesi kulit
dapat tinggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang
lesi kemerahan atau berwarna tembaga, lesi dapat bervariasi tetapi
umumnya berupa makula, papul atau nodul.
Dicari adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu, nyeri dan rasa raba
pada lesi yang dicurigai :

- Pemeriksaan sensibilitas suhu (terpenting) dilakukan dengan cara tes


panas dingin
- Pemeriksaan terhadap nyeri digunakan jarum pentul
- Terhadap rasa raba digunakan kapas

16
- Gangguan autonomik pada kelenjar keringat dilakukan guratan tes
(lesi digores dengan tinta) penderita exercise, bila tinta masih jelas
berarti tes (+) (Gunawan test)
Pada pemeriksaan inspeksi dilihat kulit yang keriput, penebalan kulit,
dan kehilangan rambut tubuh, terjadi mati rasa pada Kx, kadang-kadang
terjadi ulkus dan biasanya Kx datang sudah terjadi mutilasi tetapi ada juga
yang belum terjadi mutilasi.

Dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan syaraf tepi yang berjalan didekat


permukaan kulit didapat (biasanya) terjadi gangguan pada N. Ausikularis
Magnus, N. Ulnaris, N. Pareneus lateralis hamunis dan N. Tibialis
posterior.

a. Pemeriksaan bakteriologi
BTA positif

b. Pemeriksaan tanda-tanda vital


Pada pemeriksaan tanda-tanda vital terjadi peningkatan suhu tubuh

3.2 Diagnosa keperawatan

1. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh di atas nilai normal
2. Gangguan integritas kulit b.d neuropati perifer ditandai dengan
kemerahan, nyeri, kerusakan kulit,
3. Ketidakpatuhan b.d kecemasan, tingkungan tidak terapeutik d.d
perilaku tidak mengikuti program, terjadi peningkatan masalah
kesehatan
4. Gangguan citra tubuh b.d adanya lesi, perubahan fungsi tubuh d.d
struktur tubuh berubah, menyembunyikan bagian tubuh,
mengungkapkan perasaan negative tentang perubahan tubu

17
Pathway morbus hansen

Mycobacterium Leprae

Menyerang sel saraf tepi


dan kulit

Morbus Hansen

Kerusakan saraf-saraf tepi, Stigma negative dari Kerusakan saraf, dan


Pirogen dihasilkan
peradangan pada sendi masywarakat kerusakan kulit

Masalah kesehatan Bercak merah, bengkak,


Clow hand, jari bengkak Respon radang
meingkat berkilat, hangat (tipe
PB) / nodul merah, lunak,
Dx: Gangguan Citra nyeri tekan (tipe MB)
Dx: Ketidakpatuhan Dx: Hipertermia
Tubuh
Dx: Gangguan Integritas
Kulit

Fauzia dan Efrida, 2016

18

Fauzia dan Efrida, 2016


3.3 Interveni keperawatan

LUARAN INTERVENSI
NO. DIAGNOSIS KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN KEPERAWATAN

1. Hipertermia (D.0130) Termoregulasi 1. Manajemen Hipertermia 1. Manajemen


Hipertermia
Kategori: Lingkungan Setelah dilakukan intervensi
Observasi
selama 3X24 jam, maka Observasi
Subkategori: Keamanan dan 1) Monitor suhu tubuh
termoregulasi membaik, dengan 1) Untuk mengetahui suhu
Proteksi
kriteria hasil : tubuh pasien
1. Kulit merah menurun Terapeutik Terapeutik
Defiinisi: Suhu tubuh meningkat di
2. Suhu tubuh membaik
atas rentang normal tubuh. 3. Suhu kulit membaik 2) Sediakan lingkungan yang 2) Untuk membantu
dingin menurunkan suhu tubuh
Penyebab:
pasien dan agar pasien
1. Proses penyakit (mis., infeksi) nyaman
Tanda dan Gejala Mayor 3) Longgarkan atau lepaskan 3) Agar pasien tidak gerah
dan untuk membantu
pakaian
Subjektif agar pasien tetap

19
- nyaman
4) Untuk menurunkan
4) Lakukan pendinginan
Objektif suhu tubuh pasien
eksternal (mis., kompres
1. Suhu tubuh di atas nilai dingin pada dahi, leher, dada,
normal abdomen, aksila)
Edukasi
Gejala dan Tanda Minor Edukasi
5) Agar pasien dapat
Subjrktif 5) Anjurkan tirah baring beristirahat dan nyaman

- Kolaborasi
Kolaborasi
Objektif 6) Untuk mengganti cairan
6) Kolaborasi pemberian cairan
yang menguap dari
1. Kulit merah dan elektrolit intravena, jika
2. Kulit terasa hangat tubuh pasien sehingga
perlu
dapat menurunkan suhu
tubuh pasien

Observasi
2. Regulasi Temperatur 1) Untuk mengetahui
Observasi sirkulasi dari pasien
2) Untuk mengetahui
1) Monitor warna dan suhu kulit

20
tanda dan gejala dari
2) Monitor dan catat tanda dan
peningkatan dan
gejala hipotermia atau
penurunan suhu tubuh
hipertermia
pasien
Terapeutik
3) Untuk membantu
Terapeutik
menurunkan suhu
3) Gunakan kasur pendingin,
badan pasien
water circulating blankets, ice
pack atau gel pad dan
intravascular cooling
catheterization untuk
4) Agar pasien tetap
menurunkan suhu tubuh
dalam kondisi nyaman
4) Sesuaikan suhu lingkungan
Edukasi
dengan kebutuhan pasien
5) Agar pasien
Edukasi
mengetahui cara
5) Jelaskan cara pencegahan mencegah terjadinya
hipotermi karena terpapar peningkatan atau pun
udara dingin penurunan suhu tubuh

21
2. Gangguan Integritas Integritas Kulit dan jaringan 1. Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan D.0129 L.14125 I.11353
Observasi Observasi
Kategori: Lingkungan Setelah dilakukan intervensi
1) Identifikasi penyebab 1) Agar dapat mengetahui
selama 3x24 jam, maka
Subkategori: Keamanan dan gangguan integritas kulit (mis, penyebab dan
Integritas Kulit dan jaringan
Proteksi perubahan sirkulasi, perubahan bagaimana cara
meningkat dengan kriteria hasil :
status nutrisi, penurunan mengatasinya
Definisi:
1. Kemerahan menurun kelembaban suhu
2. Jaringan parut menurun
Kerusakan kulit (dermis dan/atau ekstrem,penurunan mobilitas).
3. Nekrosis menurun
epidermis) atau jaringan Terapeutik Terapeutik
(membrane mukosa, kornea, fasia, 1) Gunakan produk berbahan 1) Agar kulit pasien tidak
oto, lendon, tulang, kartigo, kapsul Penyembuhan Luka L.14130 ringan/alami dan hipoalergik akan mengalami
sendi dan/atau ligamen). pada kulit sensitive. kerusakan
Setelah dilakukan intervensi
Penyebab: selama 3x24 jam, maka Edukasi Edukasi

Penyembuhan Luka meningkat 1) Anjurkan menghindari 1) Mencegah agar tidak


1. Perubahan sirkulasi terpapar suhu ekstrem terjadinya keparahan
dengan kriteria hasil :
2. Perubahan status nutrisi
pada kulit
(kelebihan atau kekurangan) 1. Penyatuan kulit meningkat
3. Kekurangan/kelebihan volume 2. Penyatuan tepi luka 2. Pemberian Obat Kulit

cairan I.14532
meningkat

22
4. Bahan kimia iritatif 3. Pembentukan jaringan parut Observasi Observasi
5. Suhu lingkungan yang ekstrem
menurun 1) Identifikasi kemungkinan 1) Agar mengetahui
6. Kelembababan.
alergi, interaksi, dan adanya perubahan yang
Gejala dan Tanda Mayor: kontraindikasi obat. terjadi pada kulit
2) Periksa tanggal kadaluarsa 2) Agar pasien tidak
Subjektif
obat. menggunakan obat
- yang sudah kadaluarsa
3) Monitor efek terapeutik obat.
3) Untuk mengetahui efek
Objektif Terapeutik
dari obat
1) Lakukan prinsip enam benar
Terapeutik
1. Kerusakan jaringan dan/atau
(pasien, obat, dosis,
1) Agar tidak terjadi
lapisan kulit.
waktu,rute, dokumentasi)
keesalahan yang dapat
Gejala dan Tanda Minor:
mengakibatkan
2) Bersihkan kulit dan hilangkan
Subjektif kerugian pada pasien
obat sebelumnya. 2) Agar kulit tetap bersih
- sehingga obat yang
akan diberikan tidak
Objektif
3) Oleskan agen topical pada tercampur dengan obat
1. Nyeri kulit yang tidak mengalami sebelumnya
2. Perdarahan 3) Agar kulit tidak kering
luka, iritasi atau sensitive.

23
3. Kemerahan dan mengeras
4. Hematoma
Edukasi
Kondisi Klinis Terkait 1) Jelaskan jenis obat, alas an
pemberian, tindakan yang Edukasi
1. Imobilisasi
diharapkan, dan efek 1) Agar pasien
samping sebelum mengetahui
pemberian mengenai obat yang
2) Ajarkan teknik pemberian
akan diberikan
obat secara mandiri.

2) Agar pasien dapat


melakukannya
sendiri dengan
benar
3. Ketidakpatuhan (D.0114) Tingakat Kepatuhan 1. Dukungan Kepatuhan 1. Dukungan Kepatuhan
Program Pengobatan Program Pengobatan
Kategori: Perilaku Setelah dilakukan intervensi
selama 3X24 jam, maka tingkat Observasi Observasi
Subkategori: Penyulihan dan
kepatuhan meningkat, dengan
Pembelajaran 1) Identifikasi kepatuhan 1) Agar pengobatan dapat
kriteria hasil :
1. Verbilisasi kemauan menjalani program dilakukan dengan baik
Definisi: Perilaku individu

24
dan/atau pemberian asuhan tidak mematuhi program pengobatan
mengikuti rencana perawatan atau pengobatan Terapeutik Terapeutik
perawatan/pengobatan yang meningkat
2. Verbalisasi mengikuti 1) Buat komitmen menjalani 1) Agar pasien mau
disepakati dengan tenaga
anjuran meningkat program pengobatan dengan menjalani program
kesehatan, sehungga menyebabkan
3. Perilaku mengikuti program baik pengobatan secara
hasil perawatan/pengobatan tidak
perawatan/pengobatan teratur
efektif. 2) Karena pendampingan
membaik
4. Perilaku menjalankan 2) Buat jadwal pendampingan keluarga sangat
Penyebab:
anjuran membaik keluarga untuk bergantian dibutuhkan pasien agar
5. Tanda dan gejala penyakit
1. Efek samping program menemani pasien selama pasien termotivasi
membaik
perawatan/pengobatan menjalani program untuk menjalani
2. Beban pembiayaan program
pengobatan, jika perlu program pengobatan
perawatan/pengobatan 3) Libatkan keluarga untuk 3) Agar pasien
3. Lingkungan tidak terapeutik
mendukung program mempunyai semngat
4. Program terapi kompleks
pengobatan yang dijalani dalam melukukan
dan/atau lama
5. Hambatan mengakses program pengobatan
pelayanan kesehatan (mis., yang akan dijalani
gangguan mobilisasi, masalah Edukasi
transportasi)
6. Program terapi tidak 1) Agar penyakit yang

25
ditanggung asuransi Edukasi diderita akan cepat
7. Ketidakedekuatan pemahaman
sembuh jika
(sekunder akibat deficit 1) Informasikan manfaat yang
melakukan pengobatan
kognitif, kecemasan, akan diperoleh jika teratur
secara teratur
kelelahan, kurang motivasi) menjalani program

Gejala dan Tanda Mayor pengobatan

Subjektif

1. Menolak menjalani
perawatan/pengobatan
2. Menolak mengikuti anjuran
Objektif

1. Perilaku tidak mengikuti


program
perawatan/pengobatan
2. Perilaku tidak mengikuti
anjuran
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

26
-

Objektif

1. Tampak tanda/gejala
penyakit/masalah kesehatan
masih ada atau meningka

4. Ganggguan Citra Tubuh 1. Citra Tubuh 1. Promosi Citra Tubuh 1. Promosi Citra Tubuh
Setelah dilakukan intervensi
(D.0083)
selama 3X24 jam, maka citra Observasi Observasi
Kategori: Psikologis tubuh meningkat, dengan kriteria 1) Identifiksi perubahan citra 1) Agar perubahan citra
hasil: tubuh yang mengakibatkan tubuh bisa di tangani
Subkategori: Integritas Ego
1) Melihat bagian tubuh
isolasi social dan tidak sampai
Definisi: Perubahan persepsi meningkat
2) Menyentuh bagian tubuh merujuk ke isplasi
tentang penampilan, struktur dan
meningkat social
fungsi fisik individu. 3) Verbalisasi kecacatan bagian Terapeutik
Terapeutik
Penyebeb: tubuh meningkat
4) Verbalisasi kehilangan 1) Karena kondisi stres
1) Diskusikan kondisi stres yang
1. Perubahan struktur/bentuk bagian tubuh meningkat yang mempengaruhi
5) Verbalisasi perasaan mempengaruhi citra tubuh
tubuh (mis., amputasi, trauma, citra tubuh dapat

27
luka bakar, obesitas, jerawat) negative tentang perubahan (mis., luka, penyakit) memperlambat proses
2. Perubahan fungsi tubuh (mis.,
tubuh menurun penyembuhan luka
proses penyakit, kelumpuhan) 6) Verbalisasi kekhawatiran 2) Karena persepsi pasien
Gejala dan Tanda Mayor pada penolakan/reaksi orang 2) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga yang
lain dengan keluarga tentang tidak sesuai bisa
Subjektif 7) Verbalisasi perubahan gaya perubahan citra tubuh menpengaruhi
hidup
1. Mengungkapkan penyembuhan citra
8) Menyembunyikan bagian
kecacatan/kehilangan bagian tubuh
tubuh berlebihan menurun
tubuh 9) Fokus pada bagian tubuh Edukasi
Objektif menurun
10) Fokus pada penampilan Edukasi 1) Agar keluarga bisa
1. Struktur tubuh berubah masa lalu menurun mendukung perawatan
Gejala dan Tanda Minor 11) Fokus pada kekuatan masa 1) Jelaskan kepada keluarga perubahan citra tubuh
lalu menurun tentang perawatan perubahan 2. Promosi Koping
Subjektif 12) Hubungan sosial membaik
citra tubuh Observasi
2. Promosi Koping
1. Mengungkapkan perasaan 1) Agar pasien
Observasi
negatif tentang perubahan mengatahui proses
tubuh 1) Identifikasi pemahaman terjadi penyakit
2. Mengungkapkan
proses penyakit tersebut
kekhawatiran pada 2) Agar tidak terjadi

28
penolakan/reaksi orang lain dampak/situasi yang
3. Mengungkapkan perubahan
buruk terhadap peran
gaya hidup 2) Identifikasi dampak situasi
dan hubungah keluarga
Objektif terhadap peran dan hubungan 3) Agar pasien
memdapatkan
1. Menyembunyikan bagian
kebutuhan dan
tubuh secara berlebihan 3) Identifikasi kebutuhan dan
2. Menghindari melihat keinginan dari
keinginan terhadap dukungan
dan/atau menyentuh bagian lingkungan social
sosial
tubuh Terapeutik
3. Fokus berlebihan pada
1) Agar bisa menangani
bagian tubuh
4. Fokus pada penampilan dan perubahan peran yang
kekuatan masa lalu Terapeutik dialami pasein
5. Hubungan sosial berubah
1) Diskusikan perubahan peran Edukasi
yang dialami 1) Agar perawat
mengetahui perasaan
dan persepsi yang
Edukasi dialami pasien
2) Untuk memotivasi
1) Anjurkan mengungkapkan
pasien
perasaan dan persepsi

29
3) Agar pasien tidak
2) Anjurkan keluarga terlibat
gegabah dalam
mengambil keputusan
3) Ajarkan cara memecahkan untuk menyelesaikan
masalah secara konstruktif

30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kusta atau lepra atau morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi
menular yang disebabkan oleh bakteri M. leprae yang menyerang kulit dan
saraf. Reaksi kusta adalah episode akut pada perjalanan kronis penyakit kusta,
salah satu bentuk reaksi kusta adalah reaksi kusta tipe 1. Tujuan utama
pengobatan kusta, yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan
insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, serta mencegah
timbulnya komplikasi. Kecacatan dapat timbul apabila penyakit kusta tidak
ditangani secara cepat dan tepat.

4.2 Saran

Sebagai calon tenaga kesehatan, kita memiliki tantang besar dalam


menghadapi kenyataan bahwa Indonesia masih di golongkan sebagai Negara
endemic penyakit Morbus Hansen urutan ketiga di dunia. Oleh karena itu,
sudah sepatutnya ini menjadi tanggung jawab kita untuk menurunkan angka
kejadian kasus morbus Hansen di Indonesia. Peran perawat sebagai pendidik
dan pemberi informasi sangat diperlukan dalam mengatasi masalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin M. Penyakit kusta dalam: djuanda A, editor. Ilmu penyakit dan


kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: badan penerbit FKUI; 2013
Fauzia dan Efrida. 2016. Morbus Hansen Tipe Multibasiler dengan Reaksi Kusta
Tipe 1 dan Kecacatan Tingkat 2. J Medula Unila Vol.6 No. 1 Desember
2016 Hal. 47
Gomes, N., Santos, L., Perez, K., Ramos, P., Shanmugam, S., Carvalho, F. O. De,
… Araújo, D. S. (2019). New therapeutic patents used for the treatment of
leprosy : a review, 46, 8–11.
Kementrian kesehatan RI Direktorat Jendral pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan 2012. Pedoman nasional program pengendalian
kusta.
Metode, M., Help, S., & Shg, G. (2017). PENINGKATAN KUALITAS HIDUP
PENDERITA KUSTA DENGAN MENGGUNAKAN
MENGGUANAKAN METODE SELF HELP GROUP (SHG), 6(1), 82–
89.

Random, P. R., Treatment, R. F., & Therapy, M. D. (2018). Determinan


Keberhasilan Pengobatan Multi Drug Therapy Pada Penderita Kusta Tipe
Multibaciler Determinan of Success Multy Drug Therapy Treatment in the
Patien Leprosy Type Multibaciler Muh . Zul Azhri Rustam Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya. JURNAL MANJEMEN
KESEHATAN, 4, 61–70.

Richardus, R., Alam, K., Kundu, K., Chandra, J., Zafar, T., Su, A., … Hendrik, J.
(2019). International Journal of Infectious Diseases Effectiveness of
single-dose rifampicin after BCG vaccination to prevent leprosy in close
contacts of patients with newly diagnosed leprosy : A cluster randomized
controlled trial, 88, 65–72. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2019.08.035

Taufan Arif*, Joni Haryanto*, E. Y. *. (2017). Empowerment Education, Peer


Support Terhadap Perilaku Pencegahan Cacat Di Rs Kusta Sumberglagah
Taufan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10, 256–262.

32
33

Anda mungkin juga menyukai