Disusun oleh :
i
KATA PENGANTAR
Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Gizi Daur
Hidup. Segala sesuatu tidak ada yang sempurna, begitupula dengan makalah yang telah
kami susun, Semoga dengan adanya makalah ini, dapat menambah pengetahuan yang
selama ini kami pelajari di kelas. Serta dapat menambah pengalaman untuk bekal
kami sebagai ahli gizi di masa mendatang.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Gizi Daur Hidup, Ibu Mardiana, S.km, M.si. yang senantiasa membimbing kami
dalam menyusun makalah ini. Semoga apa yang kita lakukan dapat menjadi berkah dan
amal shaleh karena telah mengembangkan ilmu pengetahuan. Aamiin.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tidak ada pantangan makanan (kecuali ibu memang alergi bahan makanan
tertentu), mudah cerna dan tidak terlalu merangsang pencernaan.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui perubahan anatomi fisiologi yang terjadi
pada ibu menyusui dan kaitannya ASI perah
2. Mahasiswa dapat mengetahui penentuan status gizi pada ibu menyusui
dan kaitannya ASI perah
3. Mahasiswa dapat mengetahui diet yang dilakukan pada ibu menyusui dan
kaitannya ASI perah
4. Mahasiswa dapat mengetahui masalah-masalah terkait diet pada ibu
menyusui dan kaitannya ASI perah
5. Mahasiswa dapat mengetahui mitos terkait ibu hamil dan ibu menyusui
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
juga biasanya dilakukan oleh ibu yang mengalami kesulitan untuk
mengeluarkan ASInya pada 72 jam pertama setelah melahirkan. Dari salah
satu studi klinis disebutkan bahwa ibu yang melakukan pemerahan ASI
menggunakan mesin pada masa awal postpartumnya memiliki resiko tinggi
akan pemendekan durasi pemberian ASInya. Walaupun kurang akan bukti,
dalam studi tersebut juga disebutkan bahwa dengan menurunnya pemberian
ASI secara langsunng den peningkatan pemberian ASI secara tidak langsung
dapat menurunkan beberapa potensi keuntungan dari ASI.
source : http://3.bp.blogspot.com/-
afBZe3hGbJg/TXeR1WZaOGI/AAAAAAAACC8/hcrBmfnsU
4
menyusui, kelenjar susu memiliki otonomi metabolik tertentu yang dapat
menjamin komposisi susu. Status gizi seorang ibu menyusi sangat
mempengaruhi kualitas dan jumlah ASI yang dihasilkan. Walaupun seorang ibu
menyusui memiliki status gizi yang kurang, namun ASI yang dihasilkan akan
tetap memiliki nutrisi yang memadai walaupun tidak sebaik ASI yang
dihasilkan oleh ibu menyusui dengan status gizi baik. Hal tersebut karena, tubuh
seorang ibu menyusui akan memprioritaskan kebutuhan nutrisi bayinya
sehingga sebagian besar nutrisi yang dimiliki oleh ibu menyusui akan
disekresikan dalam ASI dengan jumlah yang memadai.
1. Kalori
Rekomendasi mengenai gizi pada ibu menyusui didasarkan pada
jumlah ASI yang diproduksinya. Pada 6 bulan pertama setelah melahirkan
biasanya akan diproduksi 750ml ASI perhari, dan diperkiraka dibutuhkan
sekita 700kkal untuk memproduksi satu liter ASI. Namun perkiraan jumlah
kebutuhan kalori ibu menyusui tidak hanya dijumlahkan dengan kebutuha
kalori wanita dewasa pada kondisi biasa, hal tersebut dikarenakan terdapat
banyak simpanan nutrisi yang telah disimpan pada tubuh ibu ketika masa
kehamilan untuk mendukung produksi ASI. Diet untuk menurunkan berat
badan dengan konsumsi kalori 1.800kkal perhari tidak disarankan karena jika
asupan kalorinya tidak akurat maka akan mempengaruhi cadangan
5
nutrisi dari ibu menyusui. Sedangkan asupan dari 1.500kkal akan dapat
menyebabkan kelelahan pada ibu menyusui serta menurunnya produksi
ASI yang dihasilkan. Asupan kalori yang dianjurkan pada ibu menyusui
adalah 2.300-2.500kkal per hari dan 2.600-3.000kkal untuk menyusui bayi
kembar.
2. Protein
Peningkatan kebutuhan protein pada ibu mennyusui dibandingkan
dengan kebutuhan kalori dari ibu menyusui tersebut. Tetapi, ketika konsumsi
energi seorang ibu menyusui tergolong rendah, maka cadangan proteinnya
akan digunakan untuk pemenuhan energi. Tambahan protein pada masa
menyusui dapat didapatkan dari konsumsi makanan kaya protein. Jika
kandungan protein seorang ibu yang menyusui tidak cukup, maka akan
mempengaruhi produksi kasei dalam ASInya. Asupan protein dari ikan
pada saat menyusui sangatlah penting, karena dapat mempengaruhi
regulasi dan sensitifitas insulin dalam jangka panjang.
3. Karbohidrat
Karbohidrat utama yang terdapat dalam ASI adalah laktosa. Meskipun
keberadaanya kurang bervariasi dibandingkan dengan kandungan nutrisi
lainnya dalam ASI, produksi laktosa akan sangat terpengaruh dengan status
gizi. Jika status gizi seorang ibu menyusui buruk maka produksi laktosa akan
berkurang.
4. Lipid
Lemak/ lipid merupakan komponen yang paling bervariasi dalam ASI.
Kurangnya gizi seorang ibu menyusui dipengaruhi oleh kadar lemak yang
terdapat dalam susu. Asupan lemak selama masa menyusui haruslah
sebanding dengan asupan enegi total yang dibutuhkan.
5. Air
Air mewakili 80-95% volume total ASI. Berdasarkan beberapa
penelitian yang ada, diketahui pemaksaan konsumsi air yang berlebihan
6
diatas kebutuhan air karena rasa haus tidak memberikan keuntungan dalam
produksi ASI.
6. Garam
Dari beberapa penelitian yang ada diketahui bahwa tidak ada
hubungan antara konsumsi garam dengan kandungan natrium dalam ASI.
Sangat disarankan kepada ibu menyusui untuk mengkonsumsi garam
dalam jumlah sedikit/ secukupnya saja, dan garam yang dikonsumsi haruslah
yang diperkaya yodium.
7. Vitamin
Konsumsi vitamin pada ibu mneyusui terdapat beberapa level. Yang
pertama adalah sangat dianjurkan bagi ibu untuk mengkonsumsi 200.000
IU vitamin A pada ibu segera setelah melahirkan. Sedangkan kandungan
Vitamin D baik pada ibu melahirkan dan ibu menyusui cukup rendah, dan
hal tersebut merupakan hal umum selama masih pada batasnya. Sedangkan
konsentrasi Vitamin E dalam tubuh ibu dipengaruhi oleh konsumsi
makanan ibu. Vitamin K diproduksi melalui bakteri dari saluran
pencernaan, maka jika makanan yang dikonsumsi oleh ibu menyusui
memadai dan dapat mencukupi kebutuhan Vitamin K maka tidak diperkukan
tambahan suplemen.
Kemudian, pada vitamin larut air jika ibu mengalami defisiensi dalam
konsentrasi suatu vitamin maka bayinya juga akan mengalami defisiensi
konsentrasi vitamin tersebut.
8. Mineral
Sebagian besar mineral tidak berkolerasi dengan asupan gizi ibu
menyusui. Yodium, besi, tembaga, magnesium dan seng memiliki
biovabilitas yang tinggi dalam ASI.
a. Zat besi
Proses menyusui dapat memiliki efek perlindungan dari defisiensi zat
besi. Hal tersebut terjadi karena pada 6 bulan pertama setelah
melahirkan, biasanya seorang wanita akan mengalami periode amenore
7
(tidak mengalami menstruasi) sehingga pada periode tersebut seorang
wanita akan terhindar dari defisiensi zat besi yang biasanya terjadi
diakibatkan oleh menstruasi.
b. Kalsium
Untuk memenuhi kecukupan kalsium pada ibu menyusui, American
Academy of Pediatrics merekomendasikan agar ibu menyusui
mengkonsumsi 5 porsi makanan kaya kalsium setiap harinya.
c. Seng
Kandungan seng dalam ASI tidak begitu tinggi, tetapi cukup untuk
memenuhi kebutuhan bayi karena biovailabilitasnya tinggi. Sehingga
dianjurkan pada ibu menyusui unntuk meningkatkan 50% asupan seng
selama menyusui.
d. Yodium
Kebutuhan yodium pada wanita menyusui hampir dua kali lipat wanita
dewasa pada kondisi sehat. Karena, selain memenuhi kebutuhan yodium
mereka sendiri ibu menyusui juga harus memenuhi kebutuha yodium pada
ASI untuk pemenuhan nutrisi bayinya.
8
2.3 Diet
Kebutuhan nutrisi ibu meningkat selama menyusui. Beberapa nutrisi
termasuk vitamin A, D, B1, B2, B6, dan B12, asam lemak, dan yodium
diperlukan dalam diet ibu untuk memastikan tingkat optimal dalam ASI dan,
dengan demikian, tujuan untuk asupan makanan bayi. Makanan pelengkap
harus dimulai pada usia 6 bulan pada bayi yang disusui secara
eksklusif dengan fokus pada sumber makanan kaya seng dan kaya zat besi.
Manajemen nutrisi dari angka dua menyusui dimulai dengan fokus
pada diet yang bervariasi dan seimbang untuk ibu. Menyusui eksklusif
direkomendasikan untuk 6 bulan pertama kehidupan, dan memberikan nutrisi
yang disukai untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
pada masa bayi.. Perhatian khusus harus diberikan pada sumber makanan ibu
yang mengandung vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, C, dan D, asam lemak,
dan yodium, karena konsentrasi nutrisi ini dalam ASI setidaknya tergantung
sebagian. tentang diet ibu. Sebaliknya kalori, protein, folat, mineral, dan elemen
dalam ASI tidak tergantung pada diet ibu. Namun demikian, untuk menghindari
menipisnya cadangan nutrisi ibu, asupan makanan yang direkomendasikan dari
nutrisi ini lebih besar untuk wanita menyusui daripada rata-rata orang dewasa.
Source : https://dyreportents.com/makanan-ibu-menyusui/
9
Suplementasi vitamin pada bayi yang disusui direkomendasikan hanya
untuk vitamin D dan K. Bahkan di antara ibu yang mengonsumsi suplemen
makanan yang direkomendasikan, vitamin D biasanya ditemukan pada
konsentrasi rendah dalam ASI, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan harian
sebesar 400 IU / d untuk bayi yang menyusui secara eksklusif. .Oleh karena
itu, 400 IU / d vitamin D direkomendasikan oleh American Academy of
Pediatrics (AAP).
Studi eksperimental menunjukkan bahwa vitamin A, B1 (riboflavin), B2
(thiamin), B3 (niacin) atau prekursor tryptophan, B6 (pyridoxine), B12
(cobalamin), dan D diperlukan di dalam diet ibu untuk memastikan
konsentrasi yang cukup dalam ASI. Nutrisi ini tidak mempengaruhi
laktogenesis per se tetapi ditransfer ke dalam susu dengan transportasi dari
darah perifer ibu melintasi epitel susu.
Vitamin A, Kolostrum sangat kaya akan vitamin A. Kandungan
vitamin A dalam ASI tergantung pada persediaan ibu dan diangkut dalam fraksi
lipid ASI terutama sebagai retinyl ester. Diperkirakan bahwa selama 6 bulan
pertama menyusui, bayi menerima 60 kali jumlah vitamin A yang mereka
terima selama 9 bulan kehamilan. Namun, wanita yang kekurangan sumber
makanan vitamin A menunjukkan konsentrasi rendah dalam plasma dan
susu.Konsentrasi susu berkorelasi dengan konsentrasi plasma dan dapat
bermanfaat sebagai biomarker status vitamin A ibu. Pada populasi dengan kadar
vitamin A rendah, menyusui dikaitkan dengan perlindungan signifikan bayi
terhadap xerophthalmia. Suplementasi ibu setelah melahirkan dapat
meningkatkan status gizi ibu dan bayi menyimpan vitamin A.
Vitamin B kecuali folat, Vitamin B1, B2, B3, B6, dan B12 tidak
disimpan dan oleh karena itu diperlukan dalam makanan. Vitamin-vitamin ini
mudah diangkut melintasi kelenjar susu, tetapi diet biji-bijian yang tidak
diperkaya dengan vitamin B, diet rendah produk hewani dan dengan demikian
dalam asupan B12,vitamin B atau kondisi penyakit yang memengaruhi status
B12 ibu dapat mengakibatkan konsentrasi rendah vitamin B dalam ASI.
10
Demikian juga, penggunaan kontrasepsi oral sebelum kehamilan dan
menyusui dapat mempengaruhi konsentrasi vitamin B6 dalam ASI.
Perempuan yang tinggal di wilayah dunia yang tidak memiliki strategi
fortifikasi makanan sangat rentan. Di negara maju, ibu yang mengonsumsi
diet khusus atau diet, ibu yang mengalami cedera usus atau bypass lambung,
atau ibu yang mengonsumsi diet bebas gluten yang tidak menggantikan
vitamin B yang biasanya diperoleh dari produk gandum juga bisa berisiko.
Source : https://www.kingloger.com/2017/08/makanan-ibu-menyusui-agar-
bayi-gemuk.html
11
Hanya sebagian kecil dari kebutuhan harian yang berasal dari makanan,
terutama dari ikan berlemak, daging organ seperti hati, telur (dalam bentuk
vitamin D3 atau cholecalciferol), dan jamur (dalam bentuk vitamin D2 atau
ergocalciferol) . Dalam percobaan suplementasi vitamin D baru-baru ini yang
dilakukan selama kehamilan (disponsori oleh Institut Nasional Kesehatan
Anak dan Pembangunan Manusia [NICHD]), asupan harian rata-rata wanita
adalah sekitar 200 IU / d dibandingkan dengan 10.000 hingga 20.000 IU yang
dihasilkan dalam 24 jam dari paparan sinar matahari seluruh tubuh (tanpa
tabir surya). Diperkirakan selama puluhan tahun bahwa tujuan tunggal vitamin
D adalah untuk homeostasis kalsium dan mencegah rakhitis pada anak-anak.
Namun, kemajuan yang dibuat dalam dekade terakhir menggunakan teknik
molekuler menunjukkan peran yang signifikan bahwa vitamin D memainkan
fungsi kekebalan tubuh, baik bawaan dan adaptif.
Mengingat pandangan yang diperluas baru-baru ini tentang vitamin D,
jelas bahwa perannya dalam modulasi kekebalan selama menyusui dan pada
bayi menyusui baru mulai dipahami. Kandungan vitamin D dalam ASI itu
sendiri juga telah menjadi sumber kontroversi. Studi tentang vitamin D atau
kandungan antirachitic dari ASI menunjukkan bahwa rata-rata ada sekitar 70
IU / L dan jumlah ini hampir tidak mampu menyediakan untuk bayi yang
menyusui yang tidak memiliki paparan sinar matahari. AAP merevisi
rekomendasinya pada 2008 untuk memasukkan suplementasi vitamin D 400
IU / d dalam beberapa hari pertama setelah melahirkan pada semua bayi yang
menyusui dan pada setiap bayi yang mengonsumsi kurang dari 1 L susu
formula per hari (yang mengandung w400 IU / L). Rekomendasi semacam itu
menyediakan vitamin D yang cukup untuk bayi yang menyusui tetapi tidak
menjawab kebutuhan ibu, juga tidak membahas masalah mengapa ASI memiliki
kecukupan vitamin D yang marjinal.
12
Laktasi cukup berkelanjutan hampir terlepas dari nutrisi ibu, tetapi
perhatian terhadap nutrisi ibu selama menyusui dapat meningkatkan
komposisi ASI dalam kaitannya dengan beberapa vitamin, konstituen asam
lemak, dan yodium. Diet yang bervariasi dan sehat dapat memenuhi sebagian
besar kebutuhan nutrisi ibu menyusui, dan memberikan ASI yang cukup
untuk bayinya. Namun, karena diet ibu mungkin tidak selalu mencukupi,
penggunaan multivitamin yang berkelanjutan dianjurkan. Vitamin K diperlukan
untuk bayi yang disusui segera setelah melahirkan dan suplemen vitamin D
dianjurkan untuk bayi yang disusui dalam beberapa hari pertama kehidupan.
Bayi yang berisiko dapat memperoleh manfaat dari zat besi
Source: http://sehatoke.com/coba-4-cara-ini-untuk-
menambah-berat-badan/
13
Masalah yang pertama adalah, kurangnya apresiasi terhadap peran diet
dalam produksi ASI. Masalah ini timbul akibat rendahnya pemahaman
mengenai diet ibu menyusui. Banyak orang tidak memahami arti pasti dari
diet maupun bagaimana diet berjalan. Maka dari itu sangat sedikit apresiasi
yang didapat akan pelaksanaan diet dalam produksi ASI. Dengan sedikitnya
apresiasi yang didapat, menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan kelanjutan
dietnya maupun kesulitan dalam pelaksanannya pada orang lain.
Masih berhubungan dengan masalah pertama, masalah kedua adalah
kurangnya bukti akan manfaat diet dalam produksi ASI. Dikarenakan
kurangnnya apresiasi yang didapat, seseorang menjadi merasa ragu ketika
ingin mengakui bahwa hasil yang didapatkan merupakan peran diet. Hal
tersebut menyebabkan kurangnya bukti nyata yang ada pada lapangan.
Masalah selanjutnya terdapat pada ibu menyusui yang merupakan
vegetarian. Menurut salah satu studi dikatakan bahawa meskipun seorang
vegetarian, seorang ibu akan tetap dapat memberikan nutrisi yang mencukupi
kebutuhan bayinya. Pendapat tersebut juga telah disetujui dan didukung oleh
Worldwide Nutrition Specialist, meski demikian tetap ada resiko dan
konsekuensi tinggi terhadap kekurangan zat gizi yang sangat ditekankan. Hal
tersebut karena, kecukupan gizi dinilai secara individual bukan atas dasar apa
nama penyebutannya, tetapi pada jenis, jumlah, varietas dan bioavaliabilitas
nutrisi yang dikonsumsi.
14
Seorang ahli berpendapat bahwa mitos mengandung nilai negatif, sehingga
pada akhirnya harus diganti dengan ilmu pengetahuan.
Beberapa mitos yang ada salah satunya adalah berfikiran bahwa jika
sang ibu meminum banyak air dapat meningkatkan produksi ASI, tetapi
kenyataannya minum banyak air tidak mempengaruhi banyaknya produksi ASI.
15
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulann
Menyusui merupakan proses fisiologis, tidak ada hal yang lebih bernilai
dalam kehidupan seorang anak selain memperoleh nutrisi yang berkualitas sejak
awal kehidupan. Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah dan makanan
utama yang sempurna untuk bayi. Dalam pengaturan pola makan Ibu menyusui
sebetulnya tidak terlalu ketat, yang terpenting adalah makanan yang menjamin
pembentukan air susu yang berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan bayinya. Banyak bahan pangan yang bisa diberikan sebagai nutrisi
untuk ibu menyusui baik dari yang disekitar kita maupun yang beredar luas
dipasaran sehingga mudah didapat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Bream, E., Li, H., & Furman L., 2017, ‘The Effect of Breast Pump Use on
Exclusive Breastfeedingat 2 Months Postpartum in an Inner-City
Population’, Clinical Research, Vo.12, No.3, hh. 1-6.
Ares Segura, S., Arena Ansótegui, J., Díaz-Gómez, N.M., 2015, ‘The
importance of maternal nutrition during breastfeeding: Do
breastfeeding mothers need nutritional supplements?’, Anales de
Pediatria, Vol.3, No.2, hh. 1-7.
Kent, Jacqueline C., Greddes, Donna T., Hepworth, Anna R., Hartman, Peter
E., 2011, ‘Effect of Warm Breastshields on Breast Milk Pumping’,
Journal of Human Lactation, Vol.4, No.27, hh.331-338.
Valentine, Christina J., Wagner, Carol L., 2013, ‘Nutritional Management of
Breastfeeding Dyad’, Vol.1, No.6, hh. 261-274.
Lee, Sooyeon., Kelleher, Shannon L., 2016, ‘Biological underpinnings of
breastfeeding challenges: the role of genetics, diet, and environment
on lactation physiology’, Journal of Physiology, Vol. 2, No. 311, hh.
405-422.
Karcz, K., Królak-Olejnik, B., Paluszyńska, D., 2019, ‘Vegetarian diet in
pregnancy and lactation - safety and rules of balancing meal plan in
the aspect of optimal fetal and infant development’, Polish Medical
Journal, Vol. 46, No. 271, hh. 45-50.
17