Pancasila Pancasila Dalam Sistem Politik
Pancasila Pancasila Dalam Sistem Politik
1
KATA PENGANTAR
Terimahkasih kepada Dra. Nina Nurhasanah M.Pd sebagai dosen pembimbing dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’ pancasila dalam sitem politik Indonesia ‘’ sebagai
Tugas Akhir semester.
Didalam makalah ini, saya akan membahas tentang Pancasila dalam Sistem Politik di
Indonesia yang mencakup: system, politik, sejarah dan pemerintahan yang sedang berjalan di
Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua teman-teman khususnya dari
Dosen pembimbing Dra. Nina Nurhasanah M.Pd yang bersifat membangun sangat saya
harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kiranya pembahasan dalam topik ini menambah khasana ilmu pengetahuan
secara khusus mata kulia pancasila.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………...……………………………………………………....1
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………...………1
BAB II ............................................................................................................................................ 5
PERMASALAHAN ...................................................................................................................... 5
BAB III........................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
A. PENGERTIAN TENTANG SISTEM DAN POLITIK ............................................................ 6
1. PENGERTIAN SISTEM ................................................................................................ 6
2. PENGERTIAN TENTANG POLITIK ......................................................................... 7
B. PENGERTIAN SISTEM POLITIK ....................................................................................... 10
1. SISTEM POLITIK ......................................................................................................... 10
2. PENGERTIAN SISTEM POLITIK INDONESIA ..................................................... 11
C. PROSES POLITIK DI INDONESIA .................................................................................... 12
1. RISET OPERASIONAL ............................................................................................. 13
2. ILMU-ILMU SOSIAL ................................................................................................. 13
D. PROSES PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA .................................................. 14
1. MASA PRAKOLONIAL (KERAJAAN) .................................................................... 14
2. MASA KOLONIAL (PENJAJAHAN) ....................................................................... 15
3. MASA DEMOKRASI LIBERAL ................................................................................ 15
4. MASA DEMOKRASI TERPIMPIN ........................................................................... 16
5. MASA DEMOKRASI PANCASILA ........................................................................... 16
6. MASA REFORMASI .................................................................................................... 17
BAB IV ......................................................................................................................................... 18
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 18
3
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN
4
1. LATAR BELAKANG
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif. Hal ini dipengaruhi oleh
elemen-elemen dan faktor sejarah dalam perpolitikan yang membentuk sistem tersebut. Pengaruh
sistem politik Negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik di
suatu Negara. Seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia selalu mengalami perubahan.
Perkembangan politik di Indonesia dewasa ini mengalami kemajuan yang siknifikan ditandai
dengan perubahan sistem politik yang semakin stabil.
Indonesia sendiri menganut sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan
setiap warga Negaranya. Tetapi pada kenyataannya dalam praktek pemerintahan Indonesia tidak
sungguh-sungguh menerapakan system demokrasi seperti negara lain yang juga menganut sistem
demokrasi. System demokrasi Indonesia disebut demokrasi pancasila. Pada perkembangan
terkini Sistem Politik Indonesia mengalami kemajuan yang pesat ditandai adanya reformasi di
berbagai bidang pemerintahan.
BAB II
PERMASALAHAN
Di dalam Bab ini akan membahas beberapa pengertian dari istilah-istilah : "sistem", dan
"politik". Disamping itu akan membahas pengertian tentang sistem politik itu sendiri serta asal-
usul pendekatan sistem dalam memahami fenomena-fenomena politik.
5
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
Menurut "Webster's New Collegiate Dictionary" seperti dikutip oleh Sukarna dalam bukunya
yang berjudul Sistem Politik (1990)
kata 'system' berasal dari kata syn' dan 'histanai' yang artinya "to place together"
(menempatkan bersama-sama). Sistem diartikan sebagai "a complex of ideas, principles,
etc., forming a coherent whole, as the American system of government" (suatu kompleks
gagasan, prinsip dan lain sebagainya, yang membentuk suatu keseluruhan yang berhubung-
hubungan, seperti misalnya sistem pemerintahan Amerika). Lebih lanjut sukarna
mengatakan sistem sebagai "a group of facts, ideas, beliefs, etc. arranged in an orderly
way, as a system ofphilosophy" (sekelompok fakta, gagasan, kepercayaan dan lain
sebagainya yang ditata dengan secara rapi, seperti suatu sistem filsafat) 2
Dari dua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sesuatu yang
berhubung-hubungan satu sama lain sehingga membentuk suatu kesatuan. Dengan demikian,
system pasti mempunyai struktur yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang satu sama lain
saling berjalinan, dan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain sehingga membentuk suatu
kesatuan yang bulat.
Dalam kaitannya dengan pengertian ini maka Almond dan Powell, sebagaimana dikutip oleh
Rusadi Kantaprawira,mengatakan bahwa:
2
Seperti yang di kutip oleh sukarna dalam bukunya, Advanced Learners Dictionary, Sukarna, 1990: 13
3
Rusadi Kata Prawira, Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar, 1988.hal.4
6
Jadi dapat di simpulkan bahwa system memiliki keterkaitan dengan keteraturan dimana satu
dengan yang lain memiliki keterkaitan sehingga membutuh satu kesatuan.
Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” yang artinya Negara/kota. Pada awalnya
politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam negara/kehidupan negara. Istilah
politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan,
ataupun dalam hal kekuasaan negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan
masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara
dan organisasi kemasyarakatan.
Politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses
pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang
tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Politik sering diartikan sama dengan pemerintahan
(government), pemerintahan atas dasar hukum (legal government), atau negara (state).Selain itu
politik juga sering diartikan sama dengan kekuasaan power), kewenangan (authority) dan atau
perselisihan (conflict)4.
Bagi mereka yang mengartikan politik sama dengan pemerintahan akan melihat politik
sebagai apa yang terjadi di dalam badan pembuat undang-undang negara, atau kantor Walikota.
Alfred de Grazia menyatakan bahwa politik (politics atau political) "meliputi peristiwa-peristiwa
yang terjadi di sekitar pusat-pusat pembuatan keputusan pemerintah". 5 Charles Hyneman
sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak mengartikan politik sebagai "pemerintahan atas dasar
hukum". ‘’Titik pusat perhatian ilmu politik Amerika adalah bagian dari masalah-masalah
kenegaraan yang berpusat di pemerintahan, dan macam atau bagian pemerintahan yang berbicara
melalui undang-undang’’.
Dengan demikian ada dua versi yang mendefinisikan politik sama dengan pemerintahan:
versi pertama hanya membicarakan tentang pemerintahan, sedangkan versi kedua yang
dibicarakan tidak hanya pemerintahan akan tetapi juga undang-undang.
4
Alan C. Isaak, Scope and Methods of Political Science (1975), hal.15
5
Ibid, hal.16
7
Sekarang apa yang dimaksud dengan pemerintahan (government) itu? Alan C. Isaak
mengartikan pemerintahan sebagai "lembaga dari suatu masyarakat yang didasarkan pada hukum
atau undang-undang yang bertugas untuk membuat keputusan yamg mengikat secara hukum"
(the legally based institutions of a society which make legally binding decisions)6. Apakah politik
diartikan sebagai “pemerintahan” atau “pemerintahan yang berdasar hukum” yang jelas.
Keduanya memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga formal.
Ilmuwan politik yang mengritik definisi politik sebagai sama dengan pemerintahan
memformulasikan suatu definisi alternatif yang mempersamakan politik dengan "kekuasaan"
(power), "kewenangan" (authority) atau "perselisihan/pertikaian" (conflict). William Bluhm
sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak menyatakan bahwa "politik merupakan proses sosial
yang diikuti oleh kegiatan yang melibatkan permusuhan dan kerjasama dalam menjalankan
kekuasaan, dan mencapai puncaknya pada pembuatan keputusan bagi suatu kelompok"7.
Politik dijumpai dimanapun hubungan kekuasaan ataupun situasi konflik terjadi. Ini
artinya ilmuwan politik dapat juga dengan secara sah mempelajari politik dari serikat buruh,
perusahaan atau suku-suku di Afrika, dan juga apa saja yang terjadi di dalam badan pembuat
undang-undang atau administrasi. Definisi ini lebih menekankan pada jenis kegiatan (action)
atau perilaku (behaviour) daripada jenis kelembagaan (institution) tertentu.
6
Ibid, hal, 16
7
Ibid, hal, 18
8
sebagai "usaha untuk membagi kekuasaan atau usaha untuk mempengaruhi distribusi kekuasaan,
baik di antara negara-negara ataupun di antara kelompok-kelompok yang ada di dalam negara"8.
Definisi berikutnya mempersamakan politik atau sistem politik sebagai" penjatahan nilai-
nilai bagi suatu masyarakat dengan secara sah" (the authoritative allocation of societal values).
Defenisi ini dikemukakan oleh David Easton dan lebih menekankan pada aktivitas atau kegiatan
daripada lembaga. Menurut Easton
"penjatahan nilai-nilai secara sah" merupakan jenis kegiatan yang menarik bagi kita
dengan alasan karena setiap nilai masyarakat dibutuhkan oleh setiap orang, bahwa orang-
orang memiliki kepentingan atau tujuan yang berbeda-beda dan kepentingan atau tujuan
yang berbeda-beda ini harus dialokasikan, dibagi-bagikan oleh seseorang atau oleh
sesuatu, dan inilah yang disebut situasi power atau konflik".9
Setiap masyarakat, kata Easton, memiliki sistem politik yang didefenisikan sebagai suatu
system yang secara sah menjatahkan atau mengalokasikan nilai-nilai, tetapi sistem-sistem ini
memiliki bentuk yang berbeda-beda.
Dengan demikian, defenisi ini tidaklah membatasi kita hanya pada mempelajari
pemerintahan yang sah (atau atas dasar hukum), akan tetapi kita juga dapat mempelajari sistem
politik atau kebudayaan lainnya secara obyektif tanpa pandangan-pandangan tentang struktur dan
perilaku politik yang dipertimbangkan sebelumnya. Selain itu, ketika kita mempelajari sistem
politik pada lembaga formal pemerintahan, seperti kongres atau parlemen, kita dapat
memasukkan juga kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, dan pengaruh-pengaruh
lainnya yang kurang begitu jelas terhadap keputusan-keputusan yang sah.
Meskipun demikian defenisi Easton tidaklah meliputi semua situasi kekuasaan atau
pemilihan keputusan, akan tetapi hanya keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat saja
yang relevan bagi ilmuwan politik. Menurut Easton "suatu kebijakan itu sah (authoritative)
apabila rakyat yang dikenai kebijakan itu atau mereka yang dipengaruhi oleh kebijakan itu
menganggap bahwa mereka harus atau seharusnya mematuhinya" atau dengan kata lain
kebijakan itu dianggap mengikat mereka. Perbedaan antara Harold Laswell yang mendefinisikan
politik sebagai "Who Gets What When How?" dengan Easton adalah bahwa apabila Laswell
menekankan pada peranan power dalam proses distribusi, maka Easton menekankan pada
8
Ibid, hal, 18
9
Ibid, hal, 20
9
hubungan antara apa yang masih ada di dalam sistem dan apa yang keluar dari sistem
(keputusan). Atau dengan kata lain Easton memusatkan perhatiannya pada keseluruhan sistem
politik, sementara Laswell memusatkan perhatiannya hanya pada individu yang memiliki
pengaruh paling besar pada proses distribusi, yaitu mereka yang memiliki power.
1. Sistem Politik
Menurut Ir. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok
individu satu sama lain atau dengan negara dan hubungan negara dengan negara.
Sistem Politik menurut Rusadi Karta prawira adalah Mekanisme atau cara kerja
seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langggeng.
Mohtar mas’oed mengatakan bahwa Sistem politik adalah
"sistem pengambilan keputusan yang mengikat masyarakat" atau "sistem pengalokasian
nilai-nilai kemasyarakatan dengan secara sah kepada masyarakat". Kehidupan politik dapat
dilibatkan dengan melihat segi-seginya satu persatu, seperti menyelidiki berfungsinya
lembaga-lembaga politik (partai politik, kelompok kepentingan, pemerintahan, dan voting),
juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari praktek-praktek politik (propaganda,
manipulasi, kekerasan), atau juga meneliti struktur tempat terjadinya praktek-praktek
seperti tersebut di atas.10
10
Mohtar Mas'oed, 1985, hal,4
10
keputusan-keputusan otoritatif itu dalam masyarakat’’. 11 Ide utama tentang suatu sistem,
menurut Easton, adalah bahwa kita dapat memisahkan kehidupan politik dari kegiatan
sosial lainnya, paling tidak dari analisa, dan melihatnya seolah-olah sebagai suatu
kumpulan tersendiri yang dikelilingi oleh, tetapi dapat dibedakan dengan mudah dari
lingkungan di mana sistem itu bekerja.
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara
(termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan
kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik
antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan
tujuan-tujuan masyarakat/negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah
lembaga-lembaga negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni
MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti parpol, ormas, media massa, kelompok
kepentingan (Interest Group), kelompok penekan (Presure Group), alat/media komunikasi
politik, tokoh politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan
infrastruktur politik. Melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya.
Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya
partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan
kehendak rakyat.
11
Ibid, hal, 4
11
C. Proses Politik Di Indonesia
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah bangsa Indonesia tapi
diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Konsepsi sistem untuk memahami kehidupan politik
telah lama digunakan.Weber, misalnya, telah mencari kualitas dari stabilitas dalam suatu
masyarakat modern yang produktif. Ia melihat perubahan sejarah sebagai seorang gradualis dan
mencatat bahwa kemajuan evolusionernya tergantung pada kondisi mendasar dari setiap
masyarakat. Weber kemudian mengklafisikasikan masyarakat ke dalam sistem kekuasaan
tradisional, kharismatik dan legal rasional. Karl Marx, sebaliknya, menganggap bahwa tertib dan
stabilitas dalam masyarakat dirusak oleh adanya kontradiksi yang ada dalam masyarakat. Marx
mengklasifikasikan masyarakat ke dalam sistem ekonomi yang berdasarkan pada "mode of
productions" (cara berproduksi) dan "relations of production" (hubungan produksi) yang
dimanifestasikan melalui kelas-kelas sosial, seperti kelas feodal, kelas borjuis dan kelas proletar.
Perubahan dalam basis ekonomi, itensifikasi kontradiktif dan perjuangan kelas yang tidak
pernah berhenti akan akhirnya membawa perubahan dalam masyarakat (Chilcotte, 1981: 139).
Terminologi sistem digunakan untuk memahami ”gejala politik dalam suatu masyarakat
dengan keyakinan bahwa masyarakat itu merupakan kesatuan yang paling inklusif dimana
sistem-sistem yang ada bisa dievaluasi. Sistem merupakan abstraksi dari masyarakat nyata.
Setiap gejala masyarakat dapat dipandang sebagai suatu sistem atau sistem-sistem. Di
dalam kenyataannya semua gejala kemasyarakatan itu berhubung-hubungan satu dengan
yang lain, walaupun secara teoritis garis batas bisa dibuat untuk memisah-misahkan sistem
yang berbeda-beda, seperti sistem politik ekonomi, sosial dan psikologi kebudayaan. Dari
suatu masyarakat keseluruhan bisa diperoleh abstraksi yang berupa elemen-elemen yang
nampak ke pentas dengan terasa dekat kepada yang lain, dan elemen-elemen yang
demikian ini yang kemudian disebut sebagai sistem12.
Biasanya elemen-elemen ini ada dalam jumlah yang secara konseptual dapat diukur dan
disebut sebagai variabel-variabel. Elemen-elemen dari variabel yang bersifat konstan karena
mereka dipisahkan dari perubahan di dalam masyarakat disebut sebagai parameter.
Lebih lanjut Chilcotte mengatakan bahwa ‘’bila kita berbicara tentang sistem politik,
sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem psikologi kebudayaan, yang kita maksudkan di sini
12
Chilcotte, 146, hal, 141
12
adalah semua variabel yang disekutukan atau berkaitan dengan kehidupan politik, kehidupan
ekonomi, kehidupan sosial atau kehidupan psikologi kebudayaan. Variabel-variabel dari suatu
sistem bisa meliputi struktur, fungsi, aktor, nilai-nilai, norma-norma tujuan, input (masukan),
output (keluaran), response (tanggapan), dan feedback (umpan balik)’’13.
1. Riset operasional
Riset operasi merupakan perkembangan dari usaha untuk menerapkan pendekatan sistem
bagi penggunaan korelasi radar semasa Perang Dunia II. Riset operasi dimanfaatkan untuk
meramalkan hasil-hasil militer atas dasar rancangan persenjataan dan pelaksanaan taktik dan
strategi. ”Riset operasi mencari suatu sistem penghambur-hamburan sumber daya yang
minimal. Teknik statistik dan kuantitatif masa perang, kemudian menjadi bermanfaat dalam
industri seperti perminyakan, kimia, dan elektronika.Pendirian suatu profesi baru ini
ditandai oleh berdirinya federasi masyarakat riset operasi instruksional (1957).Segera
sesudah itu riset operasi diterapkan untuk pemecahan persoalan-persoalan sosial, terutama
pendidikan, daerah perkotaan, dan jasa-jasa kesehatan.Dengan perubahan dari pemusatan
militer ke sipil, riset operasi akhirnya menjadi terkenal sebagai analisis sistem.
2. Ilmu-ilmu Sosial
Di antara ilmu-ilmu sosial, ilmu ekonomilah yang pertama kali memberikan sumbangan
pada teori sistem. Walaupun pada pemecahan masalah ekonomi sekarang ini masih
didominasi oleh skema-skema yang sifatnya satu demi satu (piecemeal) dan inkrementalis,
teknik-teknik ekonomi telah lama digunakan untuk menentukan hubungan sebab dan akibat
yang linier.Teknik-teknik ini bagaimanapun cenderung terbatas pada sistem yang
mekanistis yang tidak memperhatikan proses-proses perubahan dan kehilangan sentuhan
dengan realitas sosial.
13
Ibid, hal, 141
13
kekurangan pandangan pengembangan dan sejarah.Ia menyukai penggunaan general system dan
studi keajegan-keajegan dalam berbagai macam sistem.
Sistem politik di Indonesia mengalami pasang surut sejak berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa
dilihat dari masa-masa berikut ini:
1. Masa prakolonial
2. Masa kolonial (penjajahan)
3. Masa Demokrasi Liberal
4. Masa Demokrasi terpimpin
5. Masa Demokrasi Pancasila
6. Masa Reformasi
- Penyaluran tuntutan
- Pemeliharaan nilai
- Kapabilitas
- Integrasi vertikal
- Integrasi horizontal
- Gaya politik
- Kepemimpinan
- Partisipasi massa
- Keterlibatan militer
- Aparat negara
- Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut:
14
- Kapabilitas – SDA melimpah
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
- Gaya politik – kerajaan
- Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
- Partisipasi massa – sangat rendah
- Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
- Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
- Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
15
- Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
- Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
- Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
- Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
- Stabilitas – instabilitas
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
- Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
- Gaya politik – ideolog, nasakom
- Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
- Partisipasi massa – dibatasi
- Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
- Aparat negara – loyal kepada negara
- Stabilitas – stabil
16
- Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
17
BAB IV
KESIMPULAN
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya.
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai system demokrasi, di
mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensil, dimana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Para Bapak Bangsa yang meletakkan dasar pembentukan Negara Indonesia,
setelah tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 menetapkan bahwa pancasila
merupakan dasar Negara Indonesia dan sekaligus menjadi patokan dalam system politik
Indonesia. Oleh karena itu nilai-nilai pancasila harus dijiwai setiap keputusan dalam
menjalankan roda pemerintahan Negara Indonesia. Setiap kebijakan pemerintah akan dikontrol
langsung oleh rakyat melalui perwakilan di DPR dan MPR.
18
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
19
yudikatif. Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka
mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah
perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka
mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan
utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan
memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu
Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang
berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan;
Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan
Yudiskatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang.
Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu
didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem
pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
20
Berdasarkan ketetapan MPR nomor III / MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan tata kerja
lembaga tertinggi Negara dengan atau antara Lembaga – lembaga Tinggi Negara ialah sebagai
berikut.
BAB III
KESIMPULAN
Sistem pemerintahan adalah suatu cara mengatur bekerjanya komponen-komponen
utama dalam suatu negara, yang meliputi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sehingga,
sistem pemerintahan lebih menekankan pada sistem yang digunakan dalam melaksanakan
kekuasaan negara.
Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan
ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan
pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, badan
eksekutif mendapat pengwasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif
berada diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam sistem pemerintahan negara republik, lembaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan
21
mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara monarki, lembaga itu
bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.
Indonesia menganut budaya demokrasi setelah masa reformasi, setelah turunya rezim Soeharto.
Indonesia menganut demokrasi namun demokrasi pancasila
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas XII. Jakarta: Erlangga
Sistem Politik Indonesia I Oleh: Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, Ph.D.
22
Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003
23