Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN DIAGNOSA ISPA ( INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT) DI


PUSKESMAS BULELENG 1

OLEH :
NI LUH PUTU SUSANTHI ASIH (16089014106)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2018
A. Konsep dasar penyakit
1. Definisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat
melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas
dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi
dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA
meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian
sebagai berikut (Indah, 2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah
(termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan
ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
2. Epidemiologi
Epidemiologi adalah suatu rangkaian proses yang terus menerus dan
sistematik dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi serta
disiminasi informasi untuk aksi atau perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program
kesehatan masyarakat berdasarkan eridens base.
Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila
dapat dukungan oleh sistem yang handal karena fungsi utamanya adalah
menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan yang terdapat
dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas
pembangunan.
Salah satu penyakit yang di derita oleh masyarakat terutama adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Atas), yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan
bagian atas dan akut saluran pernafasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit
yang terbanyak di derita oleh anak; baik di negara berkembang maupun di negara
maju dan sudah mampu banyak diantara mereka perlu masuk rumah sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan
anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dan 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA setiap tahunnya.
Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh
penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi,
kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan
berat dan sering disertai penyulit-penyulit kurang gizi. Data morbiditas penyakit
pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 – 20 % dan populasi balita. Hal
ini didukung oleh data penelitian di lapangan (kecamatan Kediri, NTB adalah
17,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, berarti setiap tahun
jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984,
dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian khususnya pada
bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka
kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan
berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
3. Etiologi
ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab
ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain
adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain. Factor Pencetus ISPA :

1. Usia : Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih
tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi : Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan
tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak
lengkap.
3. Lingkungan : Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di
kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada
anak.
Faktor Pendukung Penyebab ISPA
1. Kondisi Ekonomi : Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi
yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan
kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong
peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular
termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan
Pneumonia pada Balita.
2. Kependudukan : Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah
populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat
yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit
ISPA.
3. Geografi : Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis
beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus
maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam
pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) : PHBS merupakan modal utama bagi
pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi
oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat
pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap
pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit
ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5. Lingkungan dan Iklim Global : Pencemaran lingkungan seperti asap karena
kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah
merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan
iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam
pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan
penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus,
haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air
susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh
didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit
maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan
nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi
antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung
mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim,
tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

4. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan
alveolus paru-paru.

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga
golongan yaitu (Suyudi, 2002) :

1. ISPA Ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai
berikut:

a. Batuk.
b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
pada waktu berbicara atau menangis).
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.
2. Gejala ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :

a. Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 390C.
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

3. Gejala ISPA Berat


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau
sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
d. Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
e. Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
f. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
h. Tenggorokan berwarna merah
6. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang
paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan
Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan
penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell,
1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia.
7. WOC

8. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi

1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

2) Tonsil tampak kemerahan dan edema

3) Tampak batuk tidak produktif

4) Tidak ada jaringan parut pada leher

5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan


cuping hidung.

b. Palpasi

1) Adanya demam

2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan


pada nodus limfe servikalis

3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi : Suara paru normal (resonance)


d. d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi
pada kedua sisi paru
9. Pemeriksaan diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha
serta irama dari pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan
adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa
juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan
produksi dari sputum.

10. Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan
adanya thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny, 2010).
11. Penatalaksanaan
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan
obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup
pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
- Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
- Immunisasi.
- Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
- Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
- Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
- Meningkatkan makanan bergizi
- Bila demam beri kompres dan banyak minum
- Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
- Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
- Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek
Penatalaksanaan Medis
- Medikasi : gunakan semprot hidung atau tetes hidung dua atau tiga kali
sehari atau sesuai yang diharuskan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat.
- Diberikan antibiotik apabila penyebabnya adalah bakteri.

12. Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease
yangsembuh sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain,
tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang
baik dapat menimbulkan penyakitseperti : semusitis paranosal, penutuban
tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco pneumonia dan
berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas (Whaley and Wong,
2000 ).
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian

a. Identitas Pasien : Meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat,


Pendidikan, Tanggal masuk RS, Tanggal pengkajian, No RM,
Diagnosa Medis, Nama orang tua, Pekerjaan, Agama, dll
b. Riwayat Kesehatan : Riwayat penyakit sekarang biasanya klien
mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot
dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu biasanya klien sebelumnya sudah pernah
mengalami penyakit ini
d. Riwayat penyakit keluarga. Menurut anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
e. Riwayat social. Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan
yang berdebu dan padat penduduknya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum. Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau
sakit berat.
b. Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah
klien
c. Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk
kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
d. Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e. Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak,
sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan
dalam penglihatan
f. Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada
hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan
dalam penciuman
g. Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab,
lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada
gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
h. Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah
ditemukan distensi vena jugularis
i. Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola
pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam
pernafasan.
3. Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
1). Inspeksi
a). Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
b). Tonsil tampak kemerahan dan edema
c). Tampak batuk tidak produktif
d). Tidak ada jaringan parut dan leher
e). Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
2). Palpasi
a). Adanya demam
b). Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
tekan pada nodus limfe servikalis
c). Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3). Perkusi : Suara paru normal (resonance)
4). Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua
sisi paru.
j. Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak,
apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung,
lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising
usus/tidak.
k. Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut
kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis,
apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora,
biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
l. Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas
m. Ekstremitas atas : Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik,
nyeri otot serta kelainan bentuk.
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, aadanya sekret
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi
sekret
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami
oleh anak, hospitalisasi pada anak
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, aadanya sekret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria: Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki ventilasi
c. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi
d. Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
e. Kolaborasi Pemberian oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
Nebulizer
Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret
Pemberian obat bronchodilator
Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik
dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan :Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran
sekret, suara napas bersih
Intervensi:
a. Kaji bersihan jalan napas klien
Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas
c. Berikan posisi yang nyaman
Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).
d. Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional: membantu mengeluarkan sekret
e. Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikelurkan
f. Kolaborasi
· Pemberian ekspectorant
Rasional : Untuk mengencerkan dahak
· Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi sekret
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan :Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil :Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri
menghilang, ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
Intervensi :
a. Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan nonverbal
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya
b. Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat
Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
d. Kolaborasi
· Pemberian antibiotik
Rasional: Mengobati infeksi
· Pemberian ekspectoran
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa sakit saat batuk
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak
Tujuan :Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping
Kriteria Hasil :Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan
perawatan anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak
Intervensi:
a. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dukungan
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi
Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh keluarga. Dapat
mengurangi kecemasan
c. Berikan dukungan sesuai kebutuhan
Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping yang efektif
d. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan
anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau langsung perkembangan
anaknya
e. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif dan mengurangi
kecemasan
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Intervensi :
a. Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya.
c. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah
dahi dan ketiak

Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses konduksi / perpindahan
panas dengan bahan perantara .
d. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui rute oral
sesuai indikasi
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
e. Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak
akan menyerap keringat.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
Rasional: Untuk mengontrol panas
Evaluasi
1. Pola nafas kembali efektif ditandai dengan usaha nafas kembali normal dan
meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
2. Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret ditandai dengan jalan nafas yang bersih
dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih
3. Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi
wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
4. Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping
ditandai dengan orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi
dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak
5. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh ditandai dengan suhu tubuh dalam batan
norma, keluarga melaporkan anaknya tidak demam
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta.
Price A, Sylvia, dkk, 2012. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit, Edisi
6. EGC: Jakarta.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,


intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Di akses pada tanggal 24 oktober 2018 jam 14.00

Anda mungkin juga menyukai