Gurita (Octopus sp.) termasuk kelas Cephalopoda (kepala berkaki) suku Octopodidae marga Octopus dari filum Molusca yang merupakan marga yang paling terkenal diantara marga-marga dari kelas Cephalopoda. Marga ini terdiri atas lebih kurang 150 jenis yang hidup hampir di seluruh laut di dunia, dari laut tropis sampai kutub utara dan kutub selatan (LANE, 1957). Gurita merupakan hewan laut yang hidup di laut zona bentik. Tiap filum biasaya dapat ditemukan di seluruh dunia dari pesisir hinga mencapai kedalaman 100 meter. Banyak spesies yang suka hidup di celah-celah batu karang, cangkang moluska yang sudah kosong, dan rumput laut pada siang hari dan berburu makanan pada malam hari. Menurut LANE (1957), klasifikasi gurta (Octopus sp.) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Cephalopoda SubKelas : Coleoidea Ordo : Octopoda Subordo : Incirrina Famili : Octopodidae Subfamili : Octopodinae Spesies : Octopus sp. Gurita yang sering dijumpai mempunyai ukuran tubuh berkirsar antara 1,5 cm sampai 3 meter. Biasanya hewan ini diukur mulai dari bagian ujung lengan sampai bagian ujung belakang (posterior) dari tubuh dan yang diambil sebagai ukuran panjang dari bagian tubuhnya adalah sisi yang terpanjang. Bagian tubuh gurita dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu, badan, mata, selaput renang, kantong penghisap dan tangan. Umumnya bentuk gurita agak bulat atau bulat pendek, tidak mempunyai sirip. Pada tubuh bulat itu terdaoat tonjolan-tonjolan seperti kutil. Bagian utama dari tubuh gurita menyerupai gelembung dan diliputi oleh selubung, kemudian mengecil, membentuk semacam “leher” pada bagin pertemua kepala. Bentuk kepadanya sangat jelas dengan sepasan mata yang sangat kompleks sehingga gurita mempunyai penglihatan yang sempurna dan dikelilingi pada bagian depannya (anterior) oleh bagian lengan-lengan. Lengan gurita berjumlah delapan dan dilengkapi dengan selaput renang (membrane) yang terletak dicelah- celah pangkal lengan. Pada masing-masing lengan dijumpai dua baris kantung penghisap yang tersusun memanjang mulai dari pangkal lengan sampai ke ujung lengan dan tidak memiliki tepian yang menyerupai tanduk. Mulut terletak di bagian kepala yang dikelilingi oleh lengan-lengan. Di bagian bawah dari tubuhnya terdapat lubang-lubang seperti corong yang dinamakan siphon. Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air dari dalam tubuhnya. Secara umum, bentuk gurita dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Gurita (Octopus sp.)
Gurita adalah salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Informasi gizi dari gurita dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi gurita
Komposisi Jumlah (/100g) Energi 343 kj Lemak 1,04 g Kolestrol 48 mg Protein 14,91 g Karbohidrat 2,2 g Sodium 230 mg Sumber : deMan JM (1989) Persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat dinyatakan memenuhi ketentuan persyaratan standarnya adalah sebagai berikut : Tabel 2. STANDAR NASIONAL INDONESI (SNI) GURITA BEKU SNI 6941:2017 Parameter Uji Satuan Persyaratan a. Sensori - Min. 7* b. Cemaran n C m M mikroba - ALT Koloni/g 5 2 105 106 - Escherechia coli APM/g 5 1 <3 3,6 - Salmonella Per 25 g 5 0 Negatif Td - Vibrio cholera** Per 25 g 5 0 Negatif Td - Vibrio APM/g 5 0 <3 Td parahaemolyticus ** c. Cemaran logam - Kadium (Cd) mg/Kg Maks. 1,0 - Timbal (Pb) mg/Kg Maks. 1,0 - Merkuri (Hg) mg/Kg Maks. 0,5 d. Fisik - Suhu pusat ℃ Maks. -18 e. Cemaran Fisik - Filth - 0 CATATAN * Untuk setiap parameter sensori ** Jika diperlukan n Jumlah contoh uji c 2 kelas pengambilan contoh : jumlah maksimum contoh uji yang diperbolehkan melebihi batas persyaratan maksimum yang tercantum pada m
3 kelas pengambilan contoh : jumlah
maksimum contoh uji yang persyaratannya berda antara m dan M dan tidak boleh satupun sampel melebihi batas persyaratan maksimum yang tercantum pada M serta sampel yang lain harus kurang dari m 2 kelas pengambilan contoh : batas m persyaratan maksimum 3 kelas pengambilan contoh : batas M persyatan maksimum Tidak diberlakukan Td Maksimum Maks. Minimum Min,
2.1.1 Pembekuan Gurita
Pembekuan adalah proses penurunan suhu dari suatu bahan sampai mencapai suhu di bawah titik bekunya. Proses pembekuan ditandai dengan terjadinya perubahan fase air menjadi padat (kristal-kristal es). Prosesnya terjadi secara bertingkat dari permukaan sampai ke pusat termal bahan. Pusat termal bahan adalah titik yang terletak paling jauh dari media pembeku. Gurita merupakan komoditas yang cepat mengalami kerusakan fisik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Salah satu metode yang umum digunakan untuk mencegah kerusakan dan menambah umur simpan adalah dengan metode pembekuan. Pembekuan adalah metode yang sangat baik untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak seperti daging gurita, karena proses pembekuan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap warna, rasa dan kadar jus daging setelah pemasakan, tetapi penyimpanan beku dapat mengakibatkan penurunan daya terima dari bau dan rasa. 2.2 Escherechia Coli Bakteri escherechia coli atau yang biasa disebut e-coli merupakan baketeri gram negatif, berbentuk batang, memiliki ukuran 2,4 mikro hingga 0,7 mikro, bergerak, tidak bersepora, positif pada tes indol, glukosa, laktosa dan sukrosa (Greenwood, dkk., 2007). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas membrane luar, peptidoglikan dan membrane dalam. Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan gram positif. Membran luarnya terdiri dari lipid, liposakarida dan protein. Peptidoglikan berfungsi mencegah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan bentuk kepada sel (Purwoko, 2007). Bakteri E-coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di seluruh dunia. Bakteri ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap golongan menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara lain: a. Enterotoksigenik E-coli (ETEC) Enterotoksigenik merupakan penyebab paling umum dari diare pada wisatawan (Travellers Diarrhea) dan diare pada bayi di negara berkembang. Ada dua macam eksotoksin yang dihasilkan dari E-coli yaitu: (1) Limfotoksin dikeluarkan bawah kendali genetic plasmid. (2) Sitotoksin yang berada di bawah kendali kelompok plasmid heterogen.Strain yang menghasilkan kedua toksin tersebut menyebabkan diare yang lebih berat (Brooks, dkk., 2005). b. Enteroinvasif E-coli (EIEC) Menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Sering terjadi pada anak-anak di negera berkembang dan wisatawan yang menuju negara tersebut. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus (Brooks, dkk., 2005). c. Enteropatogenik E-coli (EPEC) Enteropatogenik mengacu pad serotipe E-coli tertentu yang pertama dicurgai dalam studi epidemiologi pada 1940-an dan 1950-an sebagai penyebab epidemic dan sporadic diare pada anak-anak (Frankel G, 2002). d. Enterohemoragik E-coli (EHEC) Sedangkan EHEC dianggap sebagai patogen zoonis baru yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut dan hemoragik kolitis dengan komplikasi ginjal dan neurologis sebagai akibat dari translokasi Shiga toksin (Stx 1 dan Stx 2) di usus. Merupakan penyebab utama kematian bayi dalam Negara berkembang (Jawetz, dkk., 2008). e. Enteroagregatif E-coli (EAEC) Akibat infeksinya menyebabkan diare akut dan kronik pada negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas perlekatannya pada sel manusia. EAED memproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC (Brooks, dkk., 2005). Bakteri e-coli merupakan bakteri anaerobic fakultatif yang dapat tumbuh pada keadaan aerob maupun anaerob, bakteri yang tergolong dalam anaerob fakultatif meripakan bakteri patogen yang sering dijumpai. Escherechia coli memiliki bentuk batang pendek (cocobasil) dengan ukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm, bersifat motil (dapat bergerak), tidak memiliki nucleus, organel eksternal maupun sitoskeleton tetapi memiliki organel eksternal yakni vili yang merupakan filamen tipis dan lebih panjang. Bakteri ini adalah bakteri gram negatif yang memiliki 150 tipe antigen O, 50 tipe antigen H, dan 90 tipe antigen K beberapa antigen O dapat dibawa oleh mikroorganisme sehingga sama seperti yang dimiliki Shigella. Terkadang penyakit spesifik berhubungan dengan antigen O, yang dapat ditempukan pada penyakit infeksi saluran kemih dan diare. Gambar 2.2 Struktur dan Antigen Bakteri Escherechia coli Sumber: Ryan K, Ray G, 2014 2.3 Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, cemaran kimia dan beda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Beberapa kondisi yang menyebabkan pangan tidak aman adalah cemaran mikroba, hal ini diakibatkan karena rendahnya kondisi hiegene dan sanitasi, cemaran kimia karena bahan baku yang sudah tercemar, Penyalahgunaan Bahan Berbahaya pada Pangan dan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas maksimal yang diijinkan. Bahan Tambahan Pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RO No.772/Menkes/Per/IX/1998 dan NO 1168/ Menkes/Per/IX/1999 secara umum adalah bahan yang biasaya tidak digunakan sebagai makanan dan bisanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan dari penggunaan BTP adalah untuk meningkatkan nilai gizi, membuat bahan pangan lebih mudah dibandingkan, mempermudah preparasi dan memperpanjang masa simpan (Cahyadi, 2012). Produk perikanan umumnya memiliki masa simpan yang pendek sehingga diperlukan beberapa upaya untuk memperpanjang masa simpannya. Pengetahuan mengenai penggunaan bahan-bahan pengawet dan teknik pengolahan yang dimiliki oleh pelaku industri perikanan menjadi ujung tombak keberhasilan upaya keamanan pangan disektor perikanan. Prinsip pengolahan hasil perikanan pada dasarnya bertujuan untuk melindungi ikan dari pembusukan atau kerusakan. Pembusukan terjadi akibat dari perubahan yang disebabkan oleh mikroba dan adanya aktivitas enzim pada organisme hasil perikanan. Cara pengolahan yang umum dilakukan adalah secara fisik, secara kimia menggunakan bahan pengawet, kombinasi fisik kimia dan fermentasi (Adawyah, 2011). 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keamanan Pangan Menurut Anwar (2004), pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan foodborne diseases yaitu gejala penyakit yang timul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu infeksi dan intoksikasi. Istilah infeksi digunakan bila setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri patogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun. Beberapa faktor yang menyebabkan makanan menjadi tidak aman adalah : 1. Kontaminasi Kontaminasi adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan ke dalam empat macam, yaitu: a. Kontaminasi mikroba seperti bakteri, jamur dan cendawan. b. Kontaminasi fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga dan kotoran lainnya. c. Kontaminasi kimia seperti pupuk, pestisida, merkuri, arsen, cyianida dan sebagainya. d. Kontaminasi radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma, radio aktif, sinar cosmis dan sebagainya. Terjadinta kontaminasi dapat dibagi dalam tiga cara, yaitu : a. Kontaminasi langsung yaitu adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam makanan secara langsung karena ketidaktahuan atau kelalaian baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh, potongan rambut yang masuk ke dalam nasi, penggunaan zat perwarna kain dan sebagainya. b. Kontaminasi silang yaitu kontaminasi yang terjadi secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contohnya makanan mentah bersentuhan dengan makanan masak, makanan bersentuhan dengan pakiana atau peralatan kotor, misalnya piring, mangkok, pisau atau talenan. c. Kontaminasi ulang ( recontamination) yaitu kontaminasi yang terjadi terhadap makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh, nasi yang tercemar dengan debu atau lalat karena tidak ditutup. 2. Keracunan Menurut Jafar (2012), Keracunan adalah timbulnya gejala klinis suaatu penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak hygienis. Makanan yang terjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dana tau tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygienis dan sanitasi makanan. Keracunan makanan dapat terjadi karena : a. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun seperti jamur beracun, ikan buntel, ketela hujai, umbi gadung atau umbi racun lainnya. b. Infeksi mikroba, yaitu bakteri pada makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah besar (infektif) dan menimbulkan penyakit seperti cholera, diare, disentri. c. Racun/toksin, mikroba yaitu racun atau toksin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah membahayakan (lethal dose). d. Zat kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah membahayakan. e. Alergi, yaitu bahan allergen di dalam makanan yang dapat menimbulkan reaksi sensitif kepada orang-orang yang rentan. 2.5 Teknik Pembekuan Individual Quick Frozen (IQF) Individual Quick Frozen adalah cara membekukan banyak produk dalam area yang sama dan tiap satuan produk diatur jaraknya. Makanan yang dibekukan dengan pembekuan IQF tidak saling menempel dan terpisah satu sama lain. Misalnya pada sekantong produk kacang polong beku secara terpisah di dalam kantong. Karena makannya terpisah saat dimasukkan ke dalam mesin pembeku, mereka tetap terpisah setelah selesai dibekukan. Cara membekukan seperti ini sudah digunakan bertahun-tahun. Dengan adanya kemajuan teknologi mesin freezer, teknik pembekuan IQF juga diterapkan pada penggunaan mesin pembeku cepat untuk memastikan tekstur, rasa dan kelembaban bahan makanan yang dibekukan tetap terjaga (Syarief dan Halid, 1993). Keuntungan dari metode ini yaitu metode ini banyak ditemukan di berbagai mesin freezer komersil. Salah satunya adalah pada mesin pembeku cepat atau flash freezer yang focus membekukan dengan cepat sambil menjaga kualitas bahan makanan. Cara pembekuan IQF ini paling baik dilakukan dengan Air Blast Freezer atau mesin freezer berbasis udara. Sedangkan, kelemahannya adalah butiran es mudah menempel pada produk dan terjadinya efek freeze burn. Freeze burn adalah kerusakan pada bahan makanan yang disebabkan oleh berkurangnya kandungan air dan juga oksidasi lemak. Akibatnya terjadi perubahan rasa pada bahan makanan. Namun, dengan menggunakan mesin pembeku cepat atau flash freezer, kedua permasalahan di atas bisa diatasi sehingga kualitas makanan tetap terjaga (Syarief dan Halid, 1993). Prinsip dasar mesin IQF yaitu membekukan produk dengan bantuan cairan pendingin dalam waktu yang singkat dan hasil dari pembekuannya terpisaj-pisah. Di dalam mesin terdapat conveyor belt yang berisi produk yang nantinya akan diberi hembusan udara dingin. Gas masuk ke dalam blower yang akan diubah menjadi gas pendingin dengan suhu -24℃. Jika bahan pendingin dimasukkan ke dalam ruang tertutup yang titik didihnya sudah diatur dengan cara menurunkan tekanan, maka refrigerant akan menguap sambil menyerap sangat banyak panas dari bahan yang didinginkan dalam ruangan tersebut, sehingga suhu ruangan itu akan menurun dan dingin (Syarief dan Halid, 1993). Mesin IQF ini dapat bekerja dengan menyerap panas dari produk yang didinginkan dan memindahkan panas ke tempat lain dengan perantara bahan pendingin (refrigerant) yaitu ammonia. Bahan pendingin cair dari tangka penampung dimasukkan ke dalam evaporator melalui sebuah katup ekspansi. Bahan pendingin cair di evaporator menguap dengan jalan menurunkan tekanannya dengan kompresor. Uap bahan pendingin yang terhisap oleh kompresor kemudian dimampatkan dan dimasukkan ke dalam kondesor untuk diembunkan (didinginkan dengan udara atau air). Bahan pendingin yang telah menjadi cairan kembali ditampung di dalam sebuah tangka penampung untuk kemudian diuapkan kembali di dalam evaporator (Syarief dan Halid, 1993).