Anda di halaman 1dari 11

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gurita (Octopus sp.)


Gurita (Octopus sp.) termasuk kelas Cephalopoda (kepala berkaki) suku
Octopodidae marga Octopus dari filum Molusca yang merupakan marga yang
paling terkenal diantara marga-marga dari kelas Cephalopoda. Marga ini terdiri
atas lebih kurang 150 jenis yang hidup hampir di seluruh laut di dunia, dari laut
tropis sampai kutub utara dan kutub selatan (LANE, 1957). Gurita merupakan
hewan laut yang hidup di laut zona bentik. Tiap filum biasaya dapat ditemukan di
seluruh dunia dari pesisir hinga mencapai kedalaman 100 meter. Banyak spesies
yang suka hidup di celah-celah batu karang, cangkang moluska yang sudah
kosong, dan rumput laut pada siang hari dan berburu makanan pada malam hari.
Menurut LANE (1957), klasifikasi gurta (Octopus sp.) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Cephalopoda
SubKelas : Coleoidea
Ordo : Octopoda
Subordo : Incirrina
Famili : Octopodidae
Subfamili : Octopodinae
Spesies : Octopus sp.
Gurita yang sering dijumpai mempunyai ukuran tubuh berkirsar antara 1,5 cm
sampai 3 meter. Biasanya hewan ini diukur mulai dari bagian ujung lengan sampai
bagian ujung belakang (posterior) dari tubuh dan yang diambil sebagai ukuran
panjang dari bagian tubuhnya adalah sisi yang terpanjang. Bagian tubuh gurita
dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu, badan, mata, selaput renang, kantong
penghisap dan tangan. Umumnya bentuk gurita agak bulat atau bulat pendek,
tidak mempunyai sirip. Pada tubuh bulat itu terdaoat tonjolan-tonjolan seperti
kutil. Bagian utama dari tubuh gurita menyerupai gelembung dan diliputi oleh
selubung, kemudian mengecil, membentuk semacam “leher” pada bagin pertemua
kepala.
Bentuk kepadanya sangat jelas dengan sepasan mata yang sangat kompleks
sehingga gurita mempunyai penglihatan yang sempurna dan dikelilingi pada
bagian depannya (anterior) oleh bagian lengan-lengan. Lengan gurita berjumlah
delapan dan dilengkapi dengan selaput renang (membrane) yang terletak dicelah-
celah pangkal lengan. Pada masing-masing lengan dijumpai dua baris kantung
penghisap yang tersusun memanjang mulai dari pangkal lengan sampai ke ujung
lengan dan tidak memiliki tepian yang menyerupai tanduk. Mulut terletak di
bagian kepala yang dikelilingi oleh lengan-lengan. Di bagian bawah dari tubuhnya
terdapat lubang-lubang seperti corong yang dinamakan siphon. Siphon ini berguna
untuk mengeluarkan air dari dalam tubuhnya. Secara umum, bentuk gurita dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gurita (Octopus sp.)


Gurita adalah salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan protein yang
sangat tinggi. Informasi gizi dari gurita dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi gurita


Komposisi Jumlah (/100g)
Energi 343 kj
Lemak 1,04 g
Kolestrol 48 mg
Protein 14,91 g
Karbohidrat 2,2 g
Sodium 230 mg
Sumber : deMan JM (1989)
Persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat dinyatakan memenuhi
ketentuan persyaratan standarnya adalah sebagai berikut :
Tabel 2. STANDAR NASIONAL INDONESI (SNI) GURITA BEKU SNI
6941:2017
Parameter Uji Satuan Persyaratan
a. Sensori - Min. 7*
b. Cemaran n C m M
mikroba
- ALT Koloni/g 5 2 105 106
- Escherechia coli APM/g 5 1 <3 3,6
- Salmonella Per 25 g 5 0 Negatif Td
- Vibrio cholera** Per 25 g 5 0 Negatif Td
- Vibrio APM/g 5 0 <3 Td
parahaemolyticus
**
c. Cemaran logam
- Kadium (Cd) mg/Kg Maks. 1,0
- Timbal (Pb) mg/Kg Maks. 1,0
- Merkuri (Hg) mg/Kg Maks. 0,5
d. Fisik
- Suhu pusat ℃ Maks. -18
e. Cemaran Fisik
- Filth - 0
CATATAN * Untuk setiap parameter sensori
** Jika diperlukan
n Jumlah contoh uji
c 2 kelas pengambilan contoh : jumlah
maksimum contoh uji yang
diperbolehkan melebihi batas
persyaratan maksimum yang
tercantum pada m

3 kelas pengambilan contoh : jumlah


maksimum contoh uji yang
persyaratannya berda antara m dan M
dan tidak boleh satupun sampel
melebihi batas persyaratan maksimum
yang tercantum pada M serta sampel
yang lain harus kurang dari m
2 kelas pengambilan contoh : batas
m persyaratan maksimum
3 kelas pengambilan contoh : batas
M persyatan maksimum
Tidak diberlakukan
Td Maksimum
Maks. Minimum
Min,

2.1.1 Pembekuan Gurita


Pembekuan adalah proses penurunan suhu dari suatu bahan sampai
mencapai suhu di bawah titik bekunya. Proses pembekuan ditandai dengan
terjadinya perubahan fase air menjadi padat (kristal-kristal es). Prosesnya terjadi
secara bertingkat dari permukaan sampai ke pusat termal bahan. Pusat termal
bahan adalah titik yang terletak paling jauh dari media pembeku.
Gurita merupakan komoditas yang cepat mengalami kerusakan fisik yang
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Salah satu metode yang umum
digunakan untuk mencegah kerusakan dan menambah umur simpan adalah
dengan metode pembekuan. Pembekuan adalah metode yang sangat baik untuk
mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak seperti daging gurita, karena
proses pembekuan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap warna, rasa
dan kadar jus daging setelah pemasakan, tetapi penyimpanan beku dapat
mengakibatkan penurunan daya terima dari bau dan rasa.
2.2 Escherechia Coli
Bakteri escherechia coli atau yang biasa disebut e-coli merupakan baketeri
gram negatif, berbentuk batang, memiliki ukuran 2,4 mikro hingga 0,7 mikro,
bergerak, tidak bersepora, positif pada tes indol, glukosa, laktosa dan sukrosa
(Greenwood, dkk., 2007). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas
membrane luar, peptidoglikan dan membrane dalam. Peptidoglikan yang
terkandung dalam bakteri gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks
dibandingkan gram positif. Membran luarnya terdiri dari lipid, liposakarida dan
protein. Peptidoglikan berfungsi mencegah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan
bentuk kepada sel (Purwoko, 2007).
Bakteri E-coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di seluruh
dunia. Bakteri ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap
golongan menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara lain:
a. Enterotoksigenik E-coli (ETEC)
Enterotoksigenik merupakan penyebab paling umum dari diare pada
wisatawan (Travellers Diarrhea) dan diare pada bayi di negara
berkembang. Ada dua macam eksotoksin yang dihasilkan dari E-coli
yaitu: (1) Limfotoksin dikeluarkan bawah kendali genetic plasmid. (2)
Sitotoksin yang berada di bawah kendali kelompok plasmid
heterogen.Strain yang menghasilkan kedua toksin tersebut menyebabkan
diare yang lebih berat (Brooks, dkk., 2005).
b. Enteroinvasif E-coli (EIEC)
Menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Sering terjadi pada
anak-anak di negera berkembang dan wisatawan yang menuju negara
tersebut. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel
mukosa usus (Brooks, dkk., 2005).
c. Enteropatogenik E-coli (EPEC)
Enteropatogenik mengacu pad serotipe E-coli tertentu yang pertama
dicurgai dalam studi epidemiologi pada 1940-an dan 1950-an sebagai
penyebab epidemic dan sporadic diare pada anak-anak (Frankel G, 2002).
d. Enterohemoragik E-coli (EHEC)
Sedangkan EHEC dianggap sebagai patogen zoonis baru yang dapat
menyebabkan gastroenteritis akut dan hemoragik kolitis dengan
komplikasi ginjal dan neurologis sebagai akibat dari translokasi Shiga
toksin (Stx 1 dan Stx 2) di usus. Merupakan penyebab utama kematian
bayi dalam Negara berkembang (Jawetz, dkk., 2008).
e. Enteroagregatif E-coli (EAEC)
Akibat infeksinya menyebabkan diare akut dan kronik pada negara
berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas perlekatannya pada sel
manusia. EAED memproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama
dengan ETEC (Brooks, dkk., 2005).
Bakteri e-coli merupakan bakteri anaerobic fakultatif yang dapat tumbuh pada
keadaan aerob maupun anaerob, bakteri yang tergolong dalam anaerob fakultatif
meripakan bakteri patogen yang sering dijumpai. Escherechia coli memiliki
bentuk batang pendek (cocobasil) dengan ukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm, bersifat
motil (dapat bergerak), tidak memiliki nucleus, organel eksternal maupun
sitoskeleton tetapi memiliki organel eksternal yakni vili yang merupakan filamen
tipis dan lebih panjang. Bakteri ini adalah bakteri gram negatif yang memiliki 150
tipe antigen O, 50 tipe antigen H, dan 90 tipe antigen K beberapa antigen O dapat
dibawa oleh mikroorganisme sehingga sama seperti yang dimiliki Shigella.
Terkadang penyakit spesifik berhubungan dengan antigen O, yang dapat
ditempukan pada penyakit infeksi saluran kemih dan diare.
Gambar 2.2 Struktur dan Antigen Bakteri Escherechia coli
Sumber: Ryan K, Ray G, 2014
2.3 Keamanan Pangan
Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, cemaran kimia dan beda
lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia
(UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Beberapa kondisi yang menyebabkan
pangan tidak aman adalah cemaran mikroba, hal ini diakibatkan karena rendahnya
kondisi hiegene dan sanitasi, cemaran kimia karena bahan baku yang sudah
tercemar, Penyalahgunaan Bahan Berbahaya pada Pangan dan Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas maksimal yang diijinkan.
Bahan Tambahan Pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RO
No.772/Menkes/Per/IX/1998 dan NO 1168/ Menkes/Per/IX/1999 secara umum
adalah bahan yang biasaya tidak digunakan sebagai makanan dan bisanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi
yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan
penyimpanan. Tujuan dari penggunaan BTP adalah untuk meningkatkan nilai gizi,
membuat bahan pangan lebih mudah dibandingkan, mempermudah preparasi dan
memperpanjang masa simpan (Cahyadi, 2012).
Produk perikanan umumnya memiliki masa simpan yang pendek sehingga
diperlukan beberapa upaya untuk memperpanjang masa simpannya. Pengetahuan
mengenai penggunaan bahan-bahan pengawet dan teknik pengolahan yang
dimiliki oleh pelaku industri perikanan menjadi ujung tombak keberhasilan upaya
keamanan pangan disektor perikanan. Prinsip pengolahan hasil perikanan pada
dasarnya bertujuan untuk melindungi ikan dari pembusukan atau kerusakan.
Pembusukan terjadi akibat dari perubahan yang disebabkan oleh mikroba dan
adanya aktivitas enzim pada organisme hasil perikanan. Cara pengolahan yang
umum dilakukan adalah secara fisik, secara kimia menggunakan bahan pengawet,
kombinasi fisik kimia dan fermentasi (Adawyah, 2011).
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keamanan Pangan
Menurut Anwar (2004), pangan yang tidak aman dapat menyebabkan
penyakit yang disebut dengan foodborne diseases yaitu gejala penyakit yang timul
akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau
organisme patogen. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu infeksi dan intoksikasi. Istilah
infeksi digunakan bila setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang
mengandung bakteri patogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksikasi adalah
keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung
senyawa beracun. Beberapa faktor yang menyebabkan makanan menjadi tidak
aman adalah :
1. Kontaminasi
Kontaminasi adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak
dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan ke dalam empat
macam, yaitu:
a. Kontaminasi mikroba seperti bakteri, jamur dan cendawan.
b. Kontaminasi fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga dan kotoran
lainnya.
c. Kontaminasi kimia seperti pupuk, pestisida, merkuri, arsen, cyianida
dan sebagainya.
d. Kontaminasi radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma, radio
aktif, sinar cosmis dan sebagainya.
Terjadinta kontaminasi dapat dibagi dalam tiga cara, yaitu :
a. Kontaminasi langsung yaitu adanya bahan pencemar yang masuk ke
dalam makanan secara langsung karena ketidaktahuan atau kelalaian
baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh, potongan rambut yang
masuk ke dalam nasi, penggunaan zat perwarna kain dan sebagainya.
b. Kontaminasi silang yaitu kontaminasi yang terjadi secara tidak
langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan.
Contohnya makanan mentah bersentuhan dengan makanan masak,
makanan bersentuhan dengan pakiana atau peralatan kotor, misalnya
piring, mangkok, pisau atau talenan.
c. Kontaminasi ulang ( recontamination) yaitu kontaminasi yang terjadi
terhadap makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh, nasi yang
tercemar dengan debu atau lalat karena tidak ditutup.
2. Keracunan
Menurut Jafar (2012), Keracunan adalah timbulnya gejala klinis suaatu
penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan
yang tidak hygienis. Makanan yang terjadi penyebab keracunan umumnya
telah tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba atau kimia dalam dosis
yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan
yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dana tau tidak memperhatikan
kaidah-kaidah hygienis dan sanitasi makanan. Keracunan makanan dapat
terjadi karena :
a. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah
mengandung racun seperti jamur beracun, ikan buntel, ketela hujai,
umbi gadung atau umbi racun lainnya.
b. Infeksi mikroba, yaitu bakteri pada makanan yang masuk ke dalam
tubuh dalam jumlah besar (infektif) dan menimbulkan penyakit seperti
cholera, diare, disentri.
c. Racun/toksin, mikroba yaitu racun atau toksin yang dihasilkan oleh
mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
membahayakan (lethal dose).
d. Zat kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke
dalam tubuh dalam jumlah membahayakan.
e. Alergi, yaitu bahan allergen di dalam makanan yang dapat
menimbulkan reaksi sensitif kepada orang-orang yang rentan.
2.5 Teknik Pembekuan Individual Quick Frozen (IQF)
Individual Quick Frozen adalah cara membekukan banyak produk dalam area
yang sama dan tiap satuan produk diatur jaraknya. Makanan yang dibekukan
dengan pembekuan IQF tidak saling menempel dan terpisah satu sama lain.
Misalnya pada sekantong produk kacang polong beku secara terpisah di dalam
kantong. Karena makannya terpisah saat dimasukkan ke dalam mesin pembeku,
mereka tetap terpisah setelah selesai dibekukan. Cara membekukan seperti ini
sudah digunakan bertahun-tahun. Dengan adanya kemajuan teknologi mesin
freezer, teknik pembekuan IQF juga diterapkan pada penggunaan mesin pembeku
cepat untuk memastikan tekstur, rasa dan kelembaban bahan makanan yang
dibekukan tetap terjaga (Syarief dan Halid, 1993).
Keuntungan dari metode ini yaitu metode ini banyak ditemukan di berbagai
mesin freezer komersil. Salah satunya adalah pada mesin pembeku cepat atau
flash freezer yang focus membekukan dengan cepat sambil menjaga kualitas
bahan makanan. Cara pembekuan IQF ini paling baik dilakukan dengan Air Blast
Freezer atau mesin freezer berbasis udara. Sedangkan, kelemahannya adalah
butiran es mudah menempel pada produk dan terjadinya efek freeze burn. Freeze
burn adalah kerusakan pada bahan makanan yang disebabkan oleh berkurangnya
kandungan air dan juga oksidasi lemak. Akibatnya terjadi perubahan rasa pada
bahan makanan. Namun, dengan menggunakan mesin pembeku cepat atau flash
freezer, kedua permasalahan di atas bisa diatasi sehingga kualitas makanan tetap
terjaga (Syarief dan Halid, 1993).
Prinsip dasar mesin IQF yaitu membekukan produk dengan bantuan cairan
pendingin dalam waktu yang singkat dan hasil dari pembekuannya terpisaj-pisah.
Di dalam mesin terdapat conveyor belt yang berisi produk yang nantinya akan
diberi hembusan udara dingin. Gas masuk ke dalam blower yang akan diubah
menjadi gas pendingin dengan suhu -24℃. Jika bahan pendingin dimasukkan ke
dalam ruang tertutup yang titik didihnya sudah diatur dengan cara menurunkan
tekanan, maka refrigerant akan menguap sambil menyerap sangat banyak panas
dari bahan yang didinginkan dalam ruangan tersebut, sehingga suhu ruangan itu
akan menurun dan dingin (Syarief dan Halid, 1993).
Mesin IQF ini dapat bekerja dengan menyerap panas dari produk yang
didinginkan dan memindahkan panas ke tempat lain dengan perantara bahan
pendingin (refrigerant) yaitu ammonia. Bahan pendingin cair dari tangka
penampung dimasukkan ke dalam evaporator melalui sebuah katup ekspansi.
Bahan pendingin cair di evaporator menguap dengan jalan menurunkan
tekanannya dengan kompresor. Uap bahan pendingin yang terhisap oleh
kompresor kemudian dimampatkan dan dimasukkan ke dalam kondesor untuk
diembunkan (didinginkan dengan udara atau air). Bahan pendingin yang telah
menjadi cairan kembali ditampung di dalam sebuah tangka penampung untuk
kemudian diuapkan kembali di dalam evaporator (Syarief dan Halid, 1993).

Anda mungkin juga menyukai