Anda di halaman 1dari 4

Tinjauan Pustaka

Untuk melakukan sebuah penelitian diperlukan beberapa data – data yang valid dan dapat diuji
kebenarannya. Data dapat diperoleh dari peneliti – peneliti yang telah melakukan penelitian
sebelumnya, di mana penelitian tersebut akan menjadi sebuah landasan dasar dari Problem
Based Learning yang akan dipelajari selanjutnya. Dari database yang ada, kemudian akan
dikembangkan menjadi sebuah bahan pembelajaran sesuai dengan topik yang ditentukan.

Menurut penelitian strategi pembelajaran Soedjadi (dalam Amri 2013 : 4) dijelaskan bahwa
strategi pembelajaran yaitu suatu siasat untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan
mengubah keadaan pembelajaran menjadi pembelajaran sesuai yang diharapkan. Untuk
mengubah keadaan pembelajaran menjadi sesuai yang diharapkan, dapat ditempuh dengan
berbagai pendekatan pembelajaran. Soedjadi menjelaskan salah satu ilmu dasar yang mempunyai
peranan penting dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah matematika.

Pendidikan tidak hanya untuk menyiapkan masa depan, tetapi juga harus bisa menciptakan masa
depan. Menurut penelitian Tan dalam Rusman (2010), salah satu alternatif dalam pembelajaran
yaitu Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Model ini menuntut
pengajar untuk mengarahkan siswanya agar lebih semangat dan berperan aktif dalam proses
belajarnya. Problem Based Learning dapat menjadi sebuah inovasi dalam pembelajaran karena
pada model ini kemampuan berpikir siswa betul – betul dioptimalisasikan dan dikembangkan
melalui proses kerja kelompok atau tim, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah,
menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Selain itu
juga, siswa dapat mengutarakan pendapat dan apa yang dipikirkannya secara kritis melalui
Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Manfaat lainnya yaitu dapat merangsang pola berpikir
tingkat tinggi siswa dalam orientasi dunia nyata dan mampu mengetahui cara belajar dalam
belajar. Prinsip dari Problem Based Learning ini mengacu pada berbagai masalah yang dapat
digunakan sebagai titik awal untuk dapat memperoleh pengetahuan yang baru. Sehingga
diharapkan kemampuan berpikir siswa benar – benar terlatih.

Pendidik harus bisa memberi keterampilan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai melalui
model pembelajaran ini. Seorang guru dalam model PBL diharapkan mengerti apa yang menjadi
peranannya dan dapat membimbing siswanya agar dapat mengevaluasi secara kritis dan berpikir
maju. Jika tidak, proses pembelajaran ini tidak akan sesuai seperti yang diharapkan. Akan tetapi,
pada kenyataanya tidak semua pendidik (guru) dapat memahami konsep dari Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) ini. Kurangnya waktu dapat menjadi
salah satu penghambat dalam proses pembelajaran ini. Tidak adanya keinginan untuk
melangkah maju dan motivasi untuk meningkatkan kualitas keilmuan maupun karena kurangnya
dukungan sistem untuk meningkatkan kualitas keilmuan tenaga pendidik.

Berdasarkan penjelasan dari paparan tersebut, maka perlu adanya sebuah bahan kajian yang
meneliti secara mendalam tentang apa dan bagaimana Model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) ini dapat bermanfaat dan selanjutnya diterapkan dalam proses
pembelajaran siswa. Solusi sangat dibutuhkan sehingga dapat memberi masukan, khusunya
kepada guru tentang model pembelajaran ini. Dimana, menurut Tan dalam Rusman (2010),
model pembelajaran ini sesuai dan relevan dengan tuntutan abad ke-21 yang semakin maju dan
menuntut siswa untuk berpikir lebih kritis dan mandiri. Dan umumnya kepada para ahli dan
praktisi pendidikan yang memusatkan perhatiannya pada pengembangan dan inovasi sistem
pembelajaran yang semakin maju.

Menurut Tse & Chan (2003), murid tidak diajarkan oleh pendidik perkuliahan secara langsung
seperti cara konvensional yang mengajarkan teknik atau ilmu pengetahuan tetapi mengajarkan
supaya murid memperoleh pengetahuan dengan menjadi pelajar yang mandiri dalam
memperoleh pengetahuan. Berbeda dengan pembelajaran konvensional yang menempatkan
siswa sebagai mahasiswa pasif yang hanya menerima materi dari pengajar, penelitian Tse &
Chan (2003) ini mengajak para mahasiswa untuk aktif memecahkan suatu kasus. Lain hal dengan
pembelajaran pasif yang tidak terjalin relasi antara guru atau pengajar dengan siswa saat
pembelajaran berlangsung. Mereka akan cenderung lupa karena tidak ada interaksi aktif di dalam
penerimaan materi.

Lain kasus dengan pembelajaran aktif yang melibatkan siswa dalam menganalisa dan
memecahkan suatu kasus dalam sebuah materi. Mereka akan diajak berkomunikasi sehingga
penyampaian materi menjadi baik. Dengan pembelajaran aktif mereka juga dituntut untuk belajar
berpikir kritis sehingga mereka akan memiliki kebiasaan belajar seumur hidup dengan
menganalisa segala hal di sekitar mereka. Lewat pembelajaran ini juga, kemampuan memori
siswa akan berkembang karena mereka mampu memahami sesuatu lebih dalam karena dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi dan mecari solusinya. Peranan struktur bukan lagi
menjadi satu-satunya sumber pembelajaran tetapi mereka dilatih untuk mendapatkan
pengetahuan secara mandiri dan tidak bergantung pada tenaga pengajar. Dengan metode ini
diharapkan mampu menghasilkan murid yang mampu menyelesaikan masalah dengan mandiri
dan kritis.

Menurut McLoone, Lawlor& Meehan (2016), penelitian menunjukkan bahwa Problem Based
Learning sebagai model pembelajaran mempunyai banyak manfaat penting, termasuk
meningkatkan pembelajaran aktif siswa, meyakinkan diri dengan pendekatan pembelajaran,
meningkatkan pembelajaran secara mandiri, meningkatkan pengetahuan kedisiplinan,
mengembangkan identitas yang profesional dan bertanggungjawab. Sebagai tambahan,
mahasiswa diharapkan meningkatkan proses kompetensi seperti manajemen projek, kerjasama,
pemecahan masalah, dan kemampuan berkomunikasi. Problem Based Learning tidak hanya
mengandung metode pembelajaran aktif, mandiri, dan kritis tetapi juga meningkatkan
kedisiplinan. Ketepatan waktu dalam pembelajaran sangat mempengaruhi kegiatan lainnya.

Menurut Tecnosicienza Vo.12 No.1 2017, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hambatan
guru terhadap penerapan Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran matematika
menggunakan penelitian kualitatif menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan
observasi. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan yang dialami guru pada
tahap perencanaan adalah sulitnya menentukan masalah yang tepat sehingga mampu
menstimulus suasana diskusi yang baik dan mampu menstimulus perkembangan intelektual
siswa. Akibatnya Metode Problem Based Learning (PBL) ini susah untuk dilakukan karena
kurangnya wawasan untuk menyampaikan masalah yang sesuai dengan topik yang akan
dibicarakan.

Hambatan waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran disebabkan
karena guru belum terbiasa dengan pembelajaran PBL. Guru kurang memahami peranannya
dalam model pembelajaran ini, sehingga hasilnya menjadi tidak efektif dan kurang maksimal
dalam mencapai tujuan. Secara khusus pada pelaksanaan, hambatan yang dialami guru dalam
implementasi setiap tahap PBL terletak pada tahap ketiga, ketika membantu investigasi mandiri
dan kelompok. Guru tidak mudah dalam memposisikan diri sebagai fasilitator, membimbing,
menggali pemahaman yang lebih dalam, mendukung inisiatif siswa. Faktor kemampuan awal
siswa, tingkat dan kecepatan berpikir dan aspek-aspek lain yang majemuk membuat guru perlu
terus melatih kepekaan agar mampu menempatkan dirinya pada posisi yang tepat agar proses
berjalan dengan baik. Diperlukan sosialisasi kepada para tenaga pendidik dalam model
pembelajaran ini sehingga guru dapat membimbing siswa dalam menjalani dinamika
pembelajaran ini dan mendorong siswa agar dapat berpikir lebih kritis dan mampu memecahkan
masalah.

Anda mungkin juga menyukai