Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah di arteri meningkat peningkatan ini

menyebabkan jantung harus bekerja lebih dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui

pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, yaitu sistolik dan diastolik. Sistolik

merupakan bunyi aliran darah arteri ketika otot jantung berelaksai (Guyton dan Hall, 2006).

Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik 100-140 mmHg dan

diastolik 60-90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila tekanan darah terus-menerus berada

pada 140/90 mmHg atau lebih (Sidartawan, 2009).

Hipertensi merupakan penyakit yang sampai sekarang menjadi penyakit yang banyak

dijumpai di negara berkembang seperti Indonesia dan juga negara-negara maju . Hipertensi tidak

hanya menyerang orang lanjut usia namun juga usia produktif (Dhianingtias dan Hendarti,

2006). Hipertensi juga disebut the silent killer. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya suatu

gejala apapun, sehingga pasien tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi. Hipertensi jelas

merusak organ tubuh, hingga penderita akan mengalami komplikasi kerusakan jantung, ginjal

otak, mata, organ lain hingga kematian (Park L, Ong, K, L et al, 2007).

Menurut WHO (2015) tercatat ada satu miliar orang di dunia menderita hipertensi

dan dua pertiga di antaranya berada dinegara berkembang yang berpenghasilan rendah -

sedang, bila tidak di lakukan tindakan yang tepat, jumlah ini akan terus meningkat.

Diprediksi angka hipertensi pada tahun 2025 sebanyak 29% atau 1,6 miliar orang diseluruh

dunia menderita hipertensi. Berdasarkan data Kemenkes RI (2011), penyakit hipertensi

termasuk penyakit dengan jumlah kasus terbanyak pada pasien rawat jalan yaitu 80.615

kasus, hipertensi merupakan penyakit penyebab kematian peringkat ketiga di Indonesia

dangan CFR (Case Fatality Rate ) sebesar 4,81% atau dengan kata lain sebagian besar

hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis (63,2%), prevalensi hipertensi di indonesia

adalah sebesar 26,5% dan cukupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan

1
Saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta diantaranya

meninggal dunia setiap tahunnya (JNC, 2003). Pada tahun 2020, diperkirakan penderita

hipertensi akan mencapai 1.5 milyar orang (Johnson, 2004). Adanya triangle transisi paralel

yaitu epidemiologi, demografi dan teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan

terjadinya perubahan pola penyakit yakni dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular

(PTM) (Depkes RI, 2006 dan Bonita, 2001).

Data Riset Kesehatan Dasar 2018 (Riskesdas 2018) menyebutkan prevalensi

hipertensi di Indonesia berkisar 34.1 persen dengan insiden komplikasi penyakit

kardiovaskuler lebih banyak pada perempuan yaitu sekitar 52 persen dibanding laki-laki

yaitu 48 persen (Dhianingtyas, 2006). Prevalensi hipertensi di Sulawesi Utara (Sulut)

berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2018 sebesar 28%, meskipun secara angka terlihat

adanya penurunan prevalensi hipertensi di Sulut bila dibandingkan pada tahun 2007 sebesar

31%, tetapi tetap saja hipertensi menjadi masalah kesehatan yang sangat serius yang

berdampak pada morbiditas dan mortalitas.

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data

WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008,

sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular.

Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat perubahan

gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan populasi

dan peningkatan usia harapan hidup (Buletin Penyakit Tidak Menular, Kemenkes, 2012).

Sedangkan menurut laporan WHO tahun 2014, PTM menyebabkan kematian pada 40 juta

orang setiap tahunnya, setara dengan 70% dari seluruh jumlah kematian secara global

(WHO, 2014).

Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius adalah

hipertensi. Hipertensi merupakan “silent killer” sehingga menyebabkan fenomena gunung

es. Prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Kondisi patologis ini jika

tidak mendapatkan penanganan secara cepat dan secara dini maka akan memperberat risiko

(Wahyuningsih dan Astuti, 2013).

2
Berdasarkan laporan WHO tahun 2018, hipertensi bertanggung jawab atas sekitar

45% kematian akibat jantung iskemik dan 51% kematian akibat stroke. Pada tahun 2015,

kematian yang disebabkan oleh jantung iskemik dan stroke meningkat menjadi 54% (dari

56.4 juta kematian di dunia). Berdasarkan data WHO pada tahun 2017 terdapat sekitar 600

juta penderita hipertensi di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi terjadi di wilayah Afrika yaitu

sebesar 30%. Prevalensi terendah terdapat di wilayah Amerika sebesar 18%.

Hipertensi merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi

merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan

(Infodatin Hipertensi, 2014). Riskesdas pada tahun 2013 mencatat prevalensi hipertensi di

Indonesia sebesar 25,8 %, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Bangka Belitung (30,9%),

diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%).

Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol.

Faktor yang tidak dapat dikontrol meliputi umur, jenis kelamin, suku, stres, dan faktor

genetik sedangkan faktor yang dapat dikontrol antara lain konsumsi garam, kebiasaan

olahraga, kebiasaan merokok dan obesitas (Susalit, 2007), Faktor dapat dikontrol seperti

mengurangi konsumsi garam dapat menurunkan kejadian hipertensi karena konsumsi garam

kurang dari 3 gram/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik 3,5 mmHg dan diastolik

2,1 mmHg (Denio, 2007).

Merokok merusak lapisan endotel pembuluh darah karena kandungan nikotin dan

karbondioksida dapat mengakibatkan elastisitas pembuluh darah berkurang dan

menimbulkan efek tekanan darah meningkat. Hal ini menjalaskan kebiasaan merokok dapat

mengakibatkan hipertensi (Depkes, 2007). Olahraga dapat mengurangi risiko terkena

hipertesi, hal ini dikarenakan saat olah raga detak jantung serta pernafasan meningkat, tubuh

akan menghasilkan senyawa beta endorphin yang menyebabkan rasa tenang, sehingga

tekanan darah juga menjadi terkendali (Mahan,2004). Obesitas dapat diminimalkan dengan

olah raga yang teratur, Seseorang obesitas mempunyai daya pompa jantung dan sirkulasi

volume darah lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat badan normal,

3
sehingga mereka mempunyai risiko terkena hipertensi dua hingga enam kali lebih tinggi

(Martuti, 2009, Muniroh, Lailahtul, Wirjatmadi, Bambang dan Kuntoro, 2007).

Berdasarkan laporan data pasien hipertensi di rawat jalan RS. Prof. Dr. Tabrani pada

tahun 2019 didapati pasien sebanyak pasien hipertensi sebanyak 900 pasien pada bulan Juni

– Agustus dengan rata-rata perbulan 300 orang perbulan. Berdasarkan uraian latar belakang

di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor resiko terjadinya hipertensi di rawat

jalan RS. Pof. Dr. Tabrani.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Hipertensi merupakan penyakit yang sampai sekarang menjadi penyakit yang banyak

dijumpai di negara berkembang seperti Indonesia dan juga negara-negara maju . Hipertensi

tidak hanya menyerang orang lanjut usia namun juga usia produktif (Dhianingtias dan

Hendarti, 2006). Hipertensi juga disebut the silent killer. Hal tersebut disebabkan oleh tidak

adanya suatu gejala apapun, sehingga pasien tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi.

Hipertensi jelas merusak organ tubuh, hingga penderita akan mengalami komplikasi

kerusakan jantung, ginjal otak, mata, organ lain hingga kematian (Park L, Ong, K, L et al,

2007).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini

adalah “Belum diketahui faktor resiko terjadinya hipertensi rawat jalan di RS Pof Dr

Tabrani.”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk faktor resiko terjadinya hipertensi rawat jalan di RS

Pof Dr Tabrani.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, jenis kelamin,

pekerjaan, dan pendidikan.

b. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor genetik, kebiasaan

4
olahraga, kebiasaan merokok, dan status gizi di RS.Pof.Dr.Tabrani.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperdalam

ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai referensi bagi pembaca yang ingin

melakukan penelitian selanjutnya.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi rawat jalan RS.Prof.Dr.Tabrani tentang penyakit

hipertensi, agar dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi faktor

resiko terjadinya hipertensi.

3. Bagi responden

Memberikan informasi bagi pasien yang menderita hipertensi tentang upaya yang

dapat dilakukan dalam mencegah ataupun menanggulangi hipertensi, sehingga dampak

hipertensi tidak semakin berat bagi penderita.

4. Bagi penulis

Memberikan wawasan mengenai hipertensi dan sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi di STIKES PMC.

5. Bagi Ilmu Keperawatan

Perawat perlu meningkatkan pengetahuan dan perannya sebagai educator dalam

rangka meningkatkan pengetahuan responden tentang .faktor resiko terjadinya hipertensi.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lingkup waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019.

2. Lingkup tempat.

Penelitian ini dilaksanakan di rawat jalan RS Prof DR Tabrani

5
F. Penelitian Terkait

1. Lyalomhe & Lyalomhe (2010) meneliti tentang “Hypertention-related Knowledge, attitudes

and life-style practices among hypertensive patiensts in a sub-urban Nigerian Community”

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan rancangan kohort. Teknik

mengumpulkan data pada penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dan

memberikan kuesioner. Teknik pengambilan sampling menggunakan teknik random

sampling pada 108 sampling pasien yang menderita hipertensi. Persamaan dengan

penelitian Lyalomhe (2010) adalah pengumpulan data dengan mengunakan kuesioner dan

sama-sama mengunakan deskriptif kuantitatif. Perbedaan penelitian Lyalomhe (2010)

adalah tempat penelitian, pengumpulan data dengan wawancara mendalam dengan hasil

penelitian menunjukan bahwa 66 (61%) responden mengetahui tentang penyakit hipertensi,

22(20%) responden lebih banyak berfikir dan khawatir saat 57 (53%) mengklaim bahwa

hipertensi disebabkan karena semangat yang buruk, 32 (30%) meyakin bahwa hipertensi

disebabkan karena makanan yang buruk atau beracun.

2. Malara, Bidjuni & South (2014) judul penelitian Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian

Hipertensi dipuskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui hubungan gaya hidup dengan hipertensi. Metode penelitian

dengan cross sectional, teknik sempling dengan purposive sampling. Hasil penelitian ada

hubungan dengan aktifitas fifik stres dangan kejadin hipertensi. Persamaan penelitian sama-

sama meneliti gaya hidup pasien hipertensi. Perbedaan penelitian Malara (2014) adalah

penelitian ini menggunakan desain korelasi, teknik sampling, waktu, responden.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Telaah Pustaka

1. Definisi Hipertensi

Menurut Masriadi (2016) yang mengutip pendapat Sheps, S.G (2005)

menyatakan bahwa hipertensi adalah penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan

darah sistolik maupun diastolik yang naik di atas tekanan darah normal. Tekanan darah

sistolik (angka atas) adalah tekanan puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi

dan memompakan darah keluar melalui arteri.

Tekanan darah sistolik dicatat apabila terdengar bunyi pertama pada alat

pengukur tekanan darah. Tekanan darah diastolik (angka bawah) diambil ketika tekanan

jatuh ke titik terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali. Tekanan darah

diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

tekanan darah yang akan memberi gejala lanjut ke suatu organ target seperti stroke

(untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertropi

ventrikel kiri / left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di

otak yang berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa

kematian yang tinggi ( Bustan, M.N, 2015).

Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua

kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang

( Infodatin Hipertensi, 2014). Hipertensi berarti terjadi peningkatan secara abnormal

dan terus menerus tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak

berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal

(Hayens, R.B dkk, 2000).

Sedangkan menurut Jain (2011), yang dikutip Masriadi (2016), hipertensi

merupakan salah satu penyakit degeneratif yang banyak terjadi dan mempunyai tingkat

mortalitas yang cukup tinggi serta mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas

seseorang. Hipertensi (tekanan darah tinggi) berarti meningkatnya tekanan darah secara

7
tidak wajar dan terus menerus karena rusaknya salah satu atau beberapa faktor yang

berperan mempertahankan tekanan darah tetap normal.

Sedangkan menurut Agoes, Azwar dkk, (2009) hipertensi atau penyakit “darah

tinggi”, merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik

secara lambat atau mendadak (akut). Tekanan darah tinggi adalah salah satu penyebab

utama terjadinya cacat fisik atau kematian akibat stroke, serangan jantung, kegagalan

fungsi jantung, dan gagal ginjal (Sheps, S.G, 2005). Hipertensi atau tekanan darah

tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri

secara terus menerus lebih dari suatu periode. Hipertensi menambah beban kerja

jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan

pembuluh darah (Udjianti,W.J, 2011).

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah

meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan,

penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital

seperti jantung dan ginjal (Riskesdas, 2013).

2. Jenis hipertensi

a. Hipertensi Primer (Esensial)

Budiyanto (2002) dalam Masriadi (2016) mengatakan bahwa hipertensi

esensial merupakan salah satu faktor risiko penting untuk terjadinya penyakit

cerebrovasculer dan penyakit jantung koroner. Hipertensi esensial merupakan

etiologi kesakitan dan kematian yang cukup banyak dalam masyarakat. Bila dilihat

presentase kasus hipertensi secara keseluruhan, maka hipertensi esensial meliputi

kurang lebih 90-95% dan lainnya adalah kasus hipertensi sekunder. Menurut

Rinawang (2011) yang dikutip Masriadi (2016), hipertensi esensial adalah penyakit

multifaktoral yang timbul terutama karena interaksi antara faktor risiko tertentu.

Faktor utama yang berperan dalam patofisiologi hipertensi adalah interaksi faktor

8
gentik dan faktor lingkungan. Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi

dapat dikontrol.

b. Hipertensi Non Esensial (Sekunder)

Aris Sugiarto (2007) dalam Masriadi (2016) menyatakan bahwa hipertensi

sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan

dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes, dan kelainan

sistem saraf pusat. Menurut Masriadi (2016) yang mengutip pendapat Sunardi

(2000) menyatakan bahwa hipertensi yang disebabkan kelainan organ tubuh lain

kejadiannya mencapai 10%, misalnya penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit

pembuluh darah dan sebagainya, yang memerlukan pemeriksaan khusus agar dapat

ditentukan penyebabnya.

3. Gejala Hipertensi

Hipertensi biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin.

Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah. Biasanya penyakit ini

tidak memperlihatkan gejala, meskipun beberapa pasien melaporkan nyeri kepala,

lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang terasa panas atau telinga mendenging

(Agoes, A dkk, 2009).

Hipertensi sering terjadi bersamaan dengan ketegangan mental, stress, dan

gelisah. Gelisah berkepanjangan atau kronis, atau mudah tersinggung sering

ditemukan pada pengidap hipertensi. Di pihak lain, enselopati hipertensi sering

menimbulkan gejala mengantuk, kebingungan, gangguan penglihatan, mual, dan

muntah (Agoes, A dkk, 2009).

Pada hipertensi sekunder, akibat penyakit lain, seperti tumor (freomositoma)

terdapat keringat berlebihan. Peningkatan frekuensi denyut jantung, rasa cemas yang

hebat, dan penurunan berat badan. Sebaliknya pada sindrom Cushing, terjadi

pertambahan berat badan, lesu, pertumbuhan rambut abnormal di tubuh, dan pada

wanita menstruasi dapat terhenti dan terbentuk garisgaris pigmentasi di dinding

perut. Hiperparatiroidisme dengan peningkatan kadar kalsium akan menimbulkan

9
gejala berupa lesu, peningkatan berkemih, konstipasi atau pembentukan batu ginjal

(Agoes, A dkk, 2009).

Sedangkan menurut Sidabutar, R.P (1990) dalam Roslina (2008) yang

menyebutkan bahwa hasil survey hipertensi di Indonesia dengan keluhan di

antaranya: Pusing, mudah marah, sukar tidur, telinga berdengung, sesak nafas, rasa

berat di tengkuk, rasa mudah lelah, mata berkunang - kunang. Gejala lain akibat

komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gejala

payah jantung dan gejala akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa

kelumpuhan, gangguan penglihatan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma.

Menurut Palmer (2007), bila tekananan darah tidak terkontrol dan menjadi sangat

tinggi, (keadaan ini disebut hipertensi berat atau hiertensi maligna), maka mungkin

akan timbul gejala seperti pusing, pandangan kabur, sakit kepala kebingungan,

mengantuk, sulit bernapas.

4. Komplikasi Hipetensi

Tekanan darah tinggi perlu dikendalikan karena bersama berlalunya waktu,

kekuatan berlebihan pada dinding arteri dapat sangat membahayakan banyak organ-

organ vital pada tubuh. Umumnya, semakin tinggi tekanan darah atau semakin tak

terkontrol, semakin parah kerusakan yang terjadi (Sheps, S.G, 2005).

Menurut Susalit (2001) yang dikutip Masriadi (2016) tekanan darah tinggi

dalam jangka panjang waktu lama akan merusak endhotel arteri dan mempercepat

arterioklorosis. Bila penderita memiliki faktor risiko kardiovaskuler lain, maka akan

meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskulernya

tersebut. Menurut studi Farmingham, pasien dengan hipertensi mempunyai

peningkatan risiko bermakna untuk penyakit jantung koroner, stroke, penyakit arteri

perifer dan gagal jantung. Sedangkan Suhardjono (2006) dalam Masriadi (2016)

menyatakan hipertensi yang tidak dapat diobati akan mempengaruhi semua sistim

organ dan akhirnya akan memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.

10
a. Gagal jantung.

Gagal jantung adalah istilah untuk suatu keadaan di mana secara progresif

jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh secara efisien. Jika

fungsinya semakin buruk, maka akan timbul tekanan balik dalam sistem sirkulasi

yang menyebabkan kebocoran cairan dari kapiler terkecil paru. Hal ini akan

menimbulkan sesak napas dan pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki

(Palmer, A dkk, 2007).

Penyakit jantung adalah kausa tersering kematian pada pasien hipertensi.

Penyakit jantung hipertensif terjadi karena adaptasi struktural dan fungsional

yang menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik, GJK, kelainan

alirandarah karena penyakit aterosklerotik arteri koronaria dan penyakit

mikrovaskular, serta aritmia jantung (Jameson, J. Larry dan Loscalzo, Joseph,

2010).

b. Ginjal

Ginjal bertugas menyaring zat sisa dari darah dan menjaga keseimbangan

cairan dan kadar garam dalam tubuh. Gagal ginjal timbul bila kemampuan ginjal

dalam membuang zat sisa dan kelebihan air berkurang. Kondisi ini cenderung

bertambah buruk setiap tahunnya. Penyakit gagal ginjal kronik biasanya berakhir

pada keadaan yang disebut gagal ginjal stadium terminal. Keadaan ini bersifat

fatal kecuali bila penderitanya menjalani dialisis (fungsi ginjal dalam menyaring

darah digantikan oleh mesin) atau transplantasi ginjal. Ginjal secara intrinsik

berperan dalam pengaturan tekanan darah, dan inilah sebabnya mengapa tekanan

darah tinggi dapat menyebabkan penyaakit ginjal dan demikian pula sebaliknya

(Palmer, A dkk, 2007).

c. Otak

Komplikasinya berupa stroke dan serangan iskhemik. Stroke dapat timbul

akibat pendarahan tekanan darah tinggi di otak, akibat emboli yang terlepas dari

pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada

hipertensi kronik apabila arteri yang mempengaruhi otak mengalami hipertrofi

11
dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri

otak yang mengalami arterosklorosis dapat melemah sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya anurisma (Rinawang, 2011 dalam Masriadi 2016).

Hipertensi adalah suatu faktor risiko penting untuk infark dan perdarahan

otak. Sekitar 85% stroke disebabkan oleh infark dan sisanya disebabkan

olehperdarahan, baik perdarahan intraserebral maupun perdarahan subaraknoid.

Pada orang berusia >65 tahun, insiden stroke meningat progresif seiring dengan

peningkatan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik (Jameson, J.Larry dan

Loscalzo, Joseph, 2010).

d. Mata

Tekanan darah tinggi mempercepat penuaan normal dari pembuluh darah

halus di dalam mata. Di dalam kasus-kasus yang berat, hal ini bahkan dapat

menyebabkan hilangnya penglihatan. Tekanan darah tinggi juga dapat

menyebabkan pembuluh darah halus di dalam retina robek dan membocorkan

darah serta cairan (lain) ke jaringan disekitarnya. Pada kasus-kasus berat, syaraf

yang membawa sinyal-sinyal penglihatan dari retina ke otak (syaraf optik)

mungkin mengalami pembengkakkan. Ini dapat mengarah pada kebutaan (S.G,

Sheldon 2005).

Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata

sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang sensitif

terhadap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vaskular retina. Penyakit ini

dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator awal penyakit jantung

(Palmer, A dkk, 2007).

12
5. Faktor resiko terjadinya hipertensi

a. Usia

Tekanan darah tinggi sangat sering terjadi pada orang berusia lebih dari

60 tahun karena tekanan darah secara alami cenderung meningkat seiring

bertambahnya usia. (Palmer dkk, 2007). Akibat pertambahan umur dan proses

penuaan, serabut kolagen di pembuluh darah dan dinding arteriol bertambah

sehingga dinding pembuuh tersebut mengeras.

Dengan berkurangnya elastisitas ini, daerah yang dipengaruhi tekanan

sistolik akan menyempit sehingga tekanan darah rata-rata meningkat (Agus, A

dkk, 2010). Lima puluh enam persen pria dan 52% wanita yang berusia lebih dari

65 tahun menderita tekanan darah tinggi (S.G, Sheldon 2005).

b. Jenis kelamin

Di kalangan orang dewasa muda dan setengah baya, para pria lebih

cenderung terkena tekanan darah tinggi daripada wanita. Belakangan, hal

sebaliknya-lah yang terjadi setelah berusia kira-kira 50 tahun, ketika kebanyakan

wanita telah mencapai menopause, tekanan darah tinggi menjadi lebih umum

ditemukan pada wanita daripada pria (S.G, Sheldon 2005).

c. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang menunjukkan adanya tekanan darah yang

meninggi merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap

hipertensi di masa datang. (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001). Penelitian

menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan

darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah (Palmer dkk, 2007).

Tekanan darah tinggi cenderung diwariskan di dalam keluarga. Jika salah

seorang dari orangtua mengidap tekakan darah tinggi, maka akan seseorang akan

mempunyai peluang sebesar kira-kira 25% untuk mewarisinya. Jika ibu maupun

ayah mempunyai tekanan darah tinggi, maka peluang untuk tekena penyakit ini

meningkat menjadii kira - kira 60% (S.G, Sheldon 2005).

13
d. Kebiasaan olahraga

Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih

cepat dan otot jantung juga harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.

Semakin keras dan sering jantung memompa, semakin besar pula kekuatan yang

mendesak arteri (S.G, Sheldon 2005). Orang yang bergaya hidup tidak aktif akan

lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur

tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan , tetapi juga dapat menurunan

tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan darah adalah berjalan

kaki, bersepeda, berenang, aerobik (Palmer dkk, 2007).

e. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap

melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan

darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok

dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga

meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot

jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan

risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes, 2006). Derajat berat

merokok dapat dinilai menggunakan indeks Brinkman. Nilai indeks Brinkman

didapat dari hasil perkalian antara jumlah batang rokok rata-rata yang dihisap

dalam sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Klasifikasi berat merokok

dengan indeks Brinkman adalah : (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)

Ringan : 0-199

Sedang : 200-599

Berat : 600

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah secara temporer, yakni

tekanan darah sistolik yang naik sekitar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik

naik sekitar 8 mmHg. Kenaikan tekanan darah itu terjadi saat sedang merokok

14
dan sesaat setelah merokok selesai. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian

inisampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin

perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan.

Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi

sepanjang hari (Hayens, 2006).

Menurut penelitian Leffondre dkk mengenai model-model riwayat

merokok, status merokok dapat dibagi menjadi never smoker dan ever smoker.

Never smoker adalah orang yang selama hidupnya tidak pernah merokok (Indeks

Brinkman 0). Ever smoker adalah seseorang yang mempunyai riwayat merokok

sedikitnya satu batang tiap hari selama sekurang-kurangnya satu tahun baik yang

masih merokok ataupun yang sudah berhenti (Leffondre dkk, 2002).

f. Status gizi

Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan

lemak tubuh yang berlebih, sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal dan

dapat membahayakan kesehatan (Irwan, 2016). Obesitas berisiko terhadap

munculnya berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut obesitas apabila

melebihi Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT).

BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI ini menggambarkan jumlah

lemak dalam tubuh. BMI memberikan gambaran tentang risiko kesehatan yang

berhubungan dengan berat badan. Body Mass Indeks (BMI) dapat diketahui dengan

membagi berat badan dengan tinggi badan (Marliani, L dkk, 2007).

Rumus BMI: Berat badan


(tinggi badan)² dalam meter

Secara umum, populasi kita cenderung semakin kelebihan berat badan. Hal

ini merupakan hal yang tidak sehat karena berbagai macam alasan. Berkaitan dengan

tekanan darah, secara umum semakin tinggi berat badan, semakin tinggi pula tekanan

darah (Palmer dkk, 2007). Semakin besar massa tubuh yang dimiliki, semakin

15
banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi kepada jaringan

tubuh. Itu bearti bahwa volume darah yang diedarkan melalui pembuluh darah

meningkat, menciptakan kekuatan tambahan pada dinding-dinding arteri (S.G,

Sheldon 2005).

B. Kerangka Teori

Dari tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas, menyatakan bahwa faktor resiko

terjadinya hipertensi adalah sebagai berikut:

Skema 2.1 Kerangka Teori

Faktor resiko terjadinya


hipertensi:
1. Usia
2. Jenis kelamin Faktor resiko
3. Pendidikan terjadinya
4. Pekerjaan hipertensi:
5. Genetik
6. Aktivitas olahraga
7. Kebiasaan merokok
8. Status gizi

Sumber: Basha (2004), Palmer (2005)

C. Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana

seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa factor yang

dianggap penting untuk masalah yang akan diteliti (Hidayat, 2011) Kerangka konsep

pada penelitian ini adalah

16
Skema 2.2
Kerangka Konsep

Faktor resiko terjadinya


hipertensi:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Aktivitas

1. Genetik
2. Kebiasaan
olahraga
3. Kebiasaan
merokok
4. Status gizi

Faktor resiko
terjadinya
hipertensi:

Keterangan :------------Yang tidak di teliti

: Yang di teliti

17
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Ditinjau dari tujuan yang akan dicapai, penelitian ini menggunakan penelitian

deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk

menyelidiki keadaan, tempat, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang

hasilnya dipaparkan dalam laporan penelitian (Arikunto, 2007) kuantiatif adalah data

yang berbentuk angkaatau data kualitatif yang di angkakan (Sugiono,2007). Penelitian

ini mendeskripsikan tentang faktor resiko terjadinya hipertensi rawat jalan di RS Pof Dr

Tabrani.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Menurut Hidayat (2010). Lokasi Penelitian adalah rancangan tentang tempat

yang akan dilakukan oleh Peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Lokasi

penelitian ini di rawat jalan RS. Pof. Dr. Tabrani.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian merupakan rancangan tentang waktu yang akan dilakukan oleh

peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitiannya (Hidayat, 2007). Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan November 2019.

C. Populasi dan Subjek Penelitian

Populasi penelitian adalah keseluruhan subyek penelitian atau wilayah

generalisasi yang terdiri dari subyek maupun obyek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulan (Hasdianah, dkk, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien

hipertensi yang berada di rawat jalan RS. Pof. Dr. Tabrani yaitu periode bulan Juni -

Agustus 2019 adalah 916 orang.

18
D. Besar Sampel Penelitian

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi

(Notoatmodjo, 2012). Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian. Sampel adalah objek yang diteliti dan

dianggap mewakili populasi (Notoatmodjo, 2012). Sampel pada penelitian ini adalah

pasien hipertensi di RS Prof Dr Tabrani. Metode pengambilan sampel yang digunakan

dengan teknik accidental sampling yaitu pengambilan berdasarkan sampel yang

kebetulan ada (Sugiyono, 2011).

E. Teknik Sampling

Teknik samplig merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel,

agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian

(Nursalam, 2013). Sampling dalam penelitian ini menggunakan Non Probability

Sampling yaitu setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau

tidak terpilih menjadi sampel (Nursalam, 2013), Metode pengambilan sampel yang

digunakan dengan teknik accidental sampling yaitu pengambilan berdasarkan sampel

yang kebetulan ada (Sugiyono, 2011). Supaya hasil penelitian sesuai dengan tujuan,

maka penentuan sampel yang dikehendaki harus sesuai dengan kriteria tertentu yang

ditetapkan. Dengan penentuan kriteria sampel sebagai berikut:

Kriteria inklusi

Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau

yang akan diteliti (Nursalam, 2013). Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a) Pasien lama yang mengalami hipertensi dan tercatat dalam catatan medik di RS. Pof.

Dr. Tabrani pada saat pengambilan sampel

b) Responden yang bisa baca dan tulis

c) Bersedia menjadi responden

Adapun besar sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus slovin

(Notoatmodjo, 2012), sebagai berikut :

19
N
n=
1 1 + N (d²)
916
=175 (0,1)2

=239 916
1+9,16
n = 90,2
n = 90

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,1)

F. Variabel penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan

merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau

ditemukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah

faktor resiko terjadinya hipertensi di rawat jalan RS Prof DR Tabrani yaitu faktor

genetik, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, dan status gizi.

2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah penjelasan semua variabel atau istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013)

20
Tabel 2 Definisi Operasional

Variabel Defenisi Alat Skala Hasil penelitian


Operasional Ukur

Faktor genetik Riwayat keluarga - Riwayat keluarga


adalah adanya Kuesioner Ordinal 1. Ada
riwayat penyakit 2. Tidak ada
hipertensi pada
keluarga

Faktor kebiasaan Melakukan olahraga


olahraga secara teratur yang Kuesioner Ordinal - Kebiasaan olahraga
dapat mengontrol 1. Teratur
tekanan darah 2. Tidak teratur
adalah berjalan kaki,
bersepeda,
berenang,
aerobik

Faktor kebiasaan Kebiasaan merokok Kuesioner Ordinal - Kebiasaan merokok


merokok adalah kebiasaan 1. Tidak merokok
terkait menghisap 2. Pernah merokok (masih
rokok atau merokok ataupun sudah
riwayat merokok, berhenti)
jumlah batang rokok
yang dihisap dan
lama merokok
sebelum
terdiagnosa
menderita hipertensi
oleh tenaga
kesehatan.

Faktor status gizi Status gizi adalah


keadaan gizi pada - Status gizi
lansia yang diukur Kuesioner Ordinal 1. Normal
dengan Indeks 2. obesitas
Massa Tubuh (IMT)
dengan
membandingkan
berat badan (kg)
dengan kuadrat
tinggi badan (m2)

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

a. Jenis data

1) Data Primer

Data Primer adalah data yang dihimpun langsung oleh peneliti. Data primer

pada peneliti ini adalah semua data yang diperoleh langsung oleh responden.

21
2) Data sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak kedua, pada

penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekam

medis.

H. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing (Pengeditan data)

Yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah di dapat periksa daftar pertanyaan

yang telah selesai dialkukan yaitu:

a) Kelengkapan jawaban, apakah tiap pertanyaan sudah lengkap jawabannya.

b) Keterbatasan tulisan, apakah tulisan terbaca jelas

c) Relevansi jawaban, apakah ada jawaban yang tidak relevan

2. Kode tertentu (berupa angka) sehingga mudah dilakukan pengolahan dengan

komputer

3. Entry Data ( Pemindahan data Komputer )

4. Cleaning ( Pembersihan data )

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah

ada kesalahan atau tidak ( Setiadi, 2013)

I. Analisa Data

Setelah data terkumpul, dilakukan analisa data yang dimulai dari tahap persiapan

yaitu mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa

setiap pertanyaan pada kuesioner telah dijawab oleh responden. Selanjutnya data diolah

dengan menggunakan teknik komputerisasi.

1. Analisa univariat

Analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis

ini menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang meliputi distribusi

22
frekuensi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, genetik, kebiasaan olahraga,

kebiasaan merokok, dan status gizi yang ditampilkan dalam bentuk nilai distribusi

dan frekuensi. Untuk menganalisa faktor resiko terjadinya hipertensi di rawat jalan

digunakan rumus di bawah ini:

P = x/n x 100%

Keterangan :

P = Presentase

x = jumlah skor jawaban

N = jumlah semua pertanyaan

J. Etika Penelitian

Sebelum peneliti melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin

kepada pihak rumah sakit untuk mendapatkan persetujuan, setelah mendapatkan

persetujuan, barulah peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan etika penelitian

sebagai berikut:

1. Tanpa nama (Anonymity )

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak mencantumkan

nama responden, peneliti hanya memberikan kode tertentu dalam lembar

pengumpulan data (Setiadi, 2007).

2. Kerahasiaan

Kerahasiaan responden akan dijamin oleh peneliti, hanya beberapa informasi atau

kelompok data yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (Setiadi, 2007).

3. Prinsip Manfaat

Prinsip ini bertujuan bahwa semua bentuk penelitian yang dilakukan dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Prinsip ini ditegakkan dengan

menggunakan kebebasan, tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan pada

manusia dan tidak menjadikan manusia untuk dieksploitasi. Selain itu, Penelitian

yang dihasilkan dapat bermanfaat dan dapat mempertimbangkan antara resiko dan

manfaat yang diberikan (Hidayat, 2009).

23
4. Prinsip Menghormati Manusia

Prinsip ini bertujuan untuk menghormati setiap hak manusia, karena manusia

merupakan makhluk yang mulia dan berhak menentukan pilihan antara mau atau

tidak diikutsertakan menjadi subjek penelitian (Hidayat, 2009).

24

Anda mungkin juga menyukai