Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MEDICAL WARD
RUMAH SAKIT PREMIER SURABAYA

OLEH:
MAHASISWA STIKES HANGTUAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
TA.2019/2020

1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MEDICAL WARD
RUMAH SAKIT PREMIER SURABAYA

OLEH :

1. Elysabeth Oktaviana P. 1930026


2. Kurrotul Aini 1930046
3. Novelda Febriyanti 1930062
4. Sugeng Santoso 1930084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
TA.2019/2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Disusun Oleh:
1. Elysabeth Oktaviana P 1930026
2. Kurrotul Aini 1930046
3. Novelda Febriyanti 1930062
4. Sugeng Santoso 1930084

Judul Seminar: Seminar Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan


Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 di Medical Ward
Rumah Sakit Premier Surabaya.

Telah disetujui untuk dilakukan seminar kasus di Rumah Sakit Premier Surabaya
pada hari _____,____ __________ ________

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas rahmatnya dan karunianya. Penulis dapat menyelesaikan makalah
seminar kasus dengan tepat waktu. Penulisan makalah seminar kasus ini dibuat
sebagai salah satu tugas dari Prodi Profesi di Stikes Hang Tuah Surabaya.
Makalah seminar kasus ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 di Medical Ward Rumah Sakit Premier
Surabaya”.

Dalam penyusunan makalah seminar kasus ini, penulis mendapatkan


bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Hartono Tanto, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Premier Surabaya.
2. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp.,M.Kep selaku Ketua Stikes Hang Tuah
Surabaya
3. Nuh Huda, M.Kep.,Ns.,Sp.KMB selaku Kepala Program Pendidikan
Profesi Ners Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya
4. Dwi Priyantini, S.Kep., Ns., M.Sc. selaku pembimbing institusi yang telah
meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
penyusunan makalah seminar ini.
5. Janny Prihastuti, S.Kep., Ns., MARS. selaku Manajer Keperawatan
Rumah Sakit Premier Surabaya
6. Easter, S.Kep., Ns. selaku Diklat Pendidikan Rumah Sakit Premier
Surabaya
7. Yuliana Wartiningsih, S.Kep., Ns. selaku kepala ruangan dan pembimbing
lahan yang penuh kesabaran dan perhatian memberikan saran, masukan,
kritik dan bimbingan demi kesempurnaan penyusunan makalah seminar
kasus ini.

Penulis menyadari tentang segala keterbatasan kemampuan dan


pemanfaatan literatur, sehingga makalah seminar kasus ini dibuat dengan
sederhana dan isinya jauh dari sempurna. Semoga seluruh budi baik yang telah

iii
diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah Yang Maha Pemurah.
Akhirnya penulis berharap bahwa makalah seminar kasus ini bermanfaat bagi
kita semua.

Surabaya, 18 November 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit endokrin yang telah menjadi
masalah kesehatan cukup serius yang paling banyak dijumpai. Diabetes mellitus
(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Penyakit ini merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur
hidup (Fatimah, 2015). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM di berbagai penjuru
dunia, saat ini DM menjadi epidemik global. Diabetes mellitus sendiri menduduki
peringkat ke-2 di dunia dengan penderita terbanyak. Estimasi terakhir International
Diabetes Federation (IDF), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di
dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan
meningkat menjadi 592 orang. Diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175 juta
diantaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi
komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan (IDF, 2015).
International Diabetes Federation (IDF) juga mengungkapkan bahwa dari 415
juta jiwa penderita DM di dunia diantaranya terdapat 153 juta penderita pada Asia
Tenggara beserta Australia, sebanyak 78,3 juta jiwa pada Asia Selatan beserta Asia
Timur, 35,4 juta jiwa pada Asia Tengah beserta Afrika Utara, 14,2 juta jiwa pada
Afrika, 59,8 juta jiwa pada Eropa, 29,6 juta jiwa pada Amerika tengah beserta
Amerika Selatan dan yang terakhir terdapat 44,3 juta jiwa pada Amerika Utara
beserta Kepulauan Karibia. Pada tahun 2015 Indonesia berdiri pada posisi ketujuh
dengan jumlah penderita sebanyak 10 juta jiwa. Jumlah penderita DM ini
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2040, yaitu sebanyak 16,2 juta jiwa
penderita, dapat diartikan bahwa akan terjadi peningkatan penderita sebanyak
56,2% dari tahun 2015 sampai 2040 (IDF, 2015).
Berdasarkan data di atas hal yang paling menarik dan mengejutkan adalah
penyakit diabetes ini paling banyak dialami oleh penduduk yang berpendidikan
tinggi. Hasil di atas juga sejalan dengan Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi

1
DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan
dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Hal ini bisa diidentikkan dengan
pekerjaan penduduk yang berpendidikan tinggi yang tidak membutuhkan aktivitas
fisik yang lebih banyak (Marewa, 2013). Contohnya pada pekerja atau karyawan
kantoran yang lebih banyak duduk saat bekerja serta dosen atau pengajar yang lebih
banyak bekerja di dalam ruangan.
Diabetes mellitus dapat disebut juga dengan the silent killer sebab penyakit ini
dapat menyerang beberapa organ tubuh dan mengakibatkan berbagai macam
keluhan. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi glukosa darah dapat
dikendalikan melalui empat pilar penatalaksanaan DM seperti edukasi, diet, olah
raga dan obat-obatan Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber
daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar.
Oleh karenanya, semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut
serta secara aktif dalam usaha penanggulangan kejadian DM, khususnya dalam
upaya pencegahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Diabetes Mellitus?
2. Apa saja klasifikasi Diabetes Mellitus?
3. Apa etiologi Diabetes Mellitus?
4. Bagaimana patofisiologi atau web of caution Diabetes Mellitus?
5. Apa saja manifestasi klinis Diabetes Mellitus?
6. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Mellitus?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Diabetes Mellitus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori penyakit Diabetes Mellitus dan asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Mellitus.
1.3.2 Tujuan Khusus
2 Untuk mengetahui definisi Diabetes Mellitus.
3 Untuk mengetahui klasifikasi Diabetes Mellitus.
4 Untuk mengetahui etiologi Diabetes Mellitus.
5 Untuk mengetahui patofisiologi atau web of caution Diabetes Mellitus.

2
6 Untuk mengetahui manifestasi klinis Diabetes Mellitus.
7 Untuk mengetahui penatalaksanaan Diabetes Mellitus.
8 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Diabetes Mellitus
8.1 Manfaat
1 Memperkaya sumber bacaan dibidang keperawatan serta dapat dijadikan
sebagai referensi bagi institusi untuk menambah kelengkapan materi dalam
perkuliahan.
2 Sebagai wacana untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan proses asuhan
keperawatan pada klien dengan hipospadia
3 Sebagai wacana untuk studi kasus berikutnya di bidang kesehatan terutama
dalam asuhan keperawatan pada klien dengan hipospadia

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DIABETES MELITUS


2.1.1 Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. Diantara
sel-sel eksokrin di seluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok atau “pulau” sel
endokrin yang dikenal sebagai pulau (islets) Langerhans. Sel endokrin pankreas
yang terbanyak adalah sel β (beta), tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel α
(alfa) yang menghasilkan glukagon. Sel D (delta), yang lebih jarang adalah tempat
sintesis somatostatin (Sherwood, 2014).

Gambar 2.1 Letak Pankreas

4
Gambar 2.2 Struktur Pankreas
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino darah
serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini
masuk ke darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong penyerapan bahan-
bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing menjadi glikogen,
trigliserida dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan
mempengaruhi transpor nutrien darah spesifik masuk ke dalam sel atau mengubah
aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur metabolik tertentu
(Sherwood, 2014).
1. Efek Insulin pada Karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan
mendorong penyimpanan karbohidrat:
a. Insulin mempermudah trasnpor glukosa ke dalam sebagian besar sel.
b. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa di
otot rangka dan hati.
c. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi
glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen menjadi glukosa
maka insulin cenderung menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan
mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati.
d. Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan
menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa
di hati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam amino
di darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan dengan

5
menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam
amino menjadi glukosa.
Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan
mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan
disimpan, dan secara bersamaan menghambat dua mekanisme pembebasan
glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis dan glukoneogenesis)
(Sherwood, 2014).
2. Efek Insulin pada Lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asam lemak darah dan
mendorong penyimpanan trigliserida (Sherwood, 2014):
a. Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel
jaringan lemak.
b. Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel jaringan lemak
melalui rekriutmen GLUT-4. Glukosa berfungsi sebagai prekursor
untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah
untuk membentuk trigliserida.
c. Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya menggunakan
turunan asam lemak dan glukosa untuk sintesis trigliserida.
d. Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), mengurangi
pembebasan asam lemak dari jaringan lemak ke dalam darah.
Secara kolektif, efek-efek ini cenderung mengeluarkan asam lemak dan
glukosa dari darah dan mendorong penyimpanan keduanya sebagai
trigliserida.
3. Efek Insulin pada Protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis
protein melalui beberapa efek:
a. Insulin mendorong transpor aktif asam amino dari darah ke dalam otot
dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah
dan menyediakan bahan-bahan untuk membentuk protein di dalam sel.
b. Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein
oleh perangkat pembentuk protein yang ada di sel
c. Insulin menghambat penguraian protein.

6
Hasil keseluruhan dari efek-efek ini adalah efek anabolik protein. Karena
itu, insulin esensial bagi pertumbuhan normal (Sherwood, 2014).

2.1.2 Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik yang tidak
dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak
adekuatan penggunaan insulin oleh sel beta pancreas serta gangguan fungsi insulin
(resistensi insulin) (Purwanto, 2016)
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena ketidakmampuan
tubuh untuk bereaksi terhadap insulin atau gangguan sekresi insulin atau keduanya
(Smeltzer, 2013)
Hipoglikemia dan hiperglikemia merupakan resiko mayor yang sering
diderita pasien DM. komplikasi akut dan kronik hipoglikemia bervariasi pada tiap
individu. Gejala akut dapat berupa ringan atau berat, sedangkan yang termasuk
gejala kronik adalah komplikasi pada kardiovaskuler dan saraf (Rusdi & Afriyeni,
2019)

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes dapat dikelompokan dalam dua kategori, yaitu diabetes tipe 1 dan
diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1 artinya dimana pankreas tidak bisa membuat
insulin. Diabetes tipe 2 adalah dimana pankreas bisa membuat insulin, tetapi
kualitasnya tidak baik.
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan diabetes di mana pankreas sebagai pabrik insulin
tidak mampu membuat insulin, sehingga mengakibatkan insulin di dalam
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali, sehingga bergantung terhadap
pemberian insulin setiap hari. Penyakit ini biasanya timbul pada usia anak
atau remaja, dapat terjadi pada pria maupun wanita Penyebab diabetes tipe
1 tidak diketahui dan tidak dapat dicegah dengan pengetahuan terkini.
(Tandra, 2013; Wijaya & Putri, 2013).

7
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang tidak bergantung insulin, dimana
pankreas masih bisa membuat insulin, akan tetapi kualitas insulinnya buruk,
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
memasukkan gula ke dalam sel dan berakibat pada gula dalam darah
meningkat. Demikian biasanya tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam
pengobatannya, tapi perlu obat yang bekerja untuk memperbaiki
pengolahan gula di hati, dan lain-lain. Kemungkinan lain terjadinya diabetes
tipe 2 adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot tidak peka atau sudah resisten
terhadap insulin, dinamakan resistensi insulin atau insulin resistance,
sehingga menolak insulin sebabagi kunci buka pintu masuknya gula,
akhirnya gula tertimbun dalam peredaran darah (Tandra, 2013)

2.1.4 Etiologi Diabetes Melitus


Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun
1995 dalam (Purwanto, 2016):
1. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
a. Faktor Genetik/Herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-
sel beta terhadap penghancuran oleh virus, sehingga mempermudah
perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel. Kecenderungan
diabetik ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
b. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pankreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa infeksi virus Coxakie dan
Gondogen dapat memicu proses autoimun pada individu yang peka
secara genetic.
2. Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui secara pasti, namun menurut

8
Rendi (2012) terdapat faktor resiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Obesitas
Individu yang mengalami obesitas memiliki resiko 2,7 kali lebih besar
untuk terkena diabetes, hal ini disebabkan karena tingginya konsumsi
karbohidrat, lemak dan protein serta kurangnya aktivitas fisik yang
dapat menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma,
sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot
dan adipose (Betteng et al., 2014).
b. Riwayat Keluarga
Hasil penelitian Trisnawati & Setyorogo (2013) menunjukan bahwa
keluarga yang memiliki riwayat DM beresiko 15% apabila salah satu
orang tua menderita DM, jika kedua orang tua menderita DM maka
resiko untuk menderita DM sebesar 75%
c. Pola Makan
Seringnya mengkonsumsi makanan atau minuman manis akan
meningkatkan resiko kejadian DM tipe 2 karena meningkatkan
konsentrasi glukosa dalam darah. Riwayat pola makan yang kurang baik
juga menjadi faktor resiko penyebab terjadinya DM. makanan yang
dikonsumsi diyakini menjadi penyebab meningkatnya gula darah.
Perubahan diet seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak menjadi
penyebab terjadinya diabetes (Betteng et al., 2014)
d. Penyakit Penyerta
Menurut penelitian Rusdi & Afriyeni (2019) menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara hiperglikemia dan hipertensi. Pada
pasien DM tipe 2 dengan hipertensi memiliki resiko 2,2 kali lipat lebih
tinggi terhadap kejadian hiperglikemia dibandingkan dengan pasien
tanpa hipertensi. Resistensi insulin dan hyperinsulinemia menginduksi
hipetertensi dengan peningkatan reabsobsi natrium dan air di ginjal,
sehingga meningkatkan aktivitas sitem saraf simpatis dan mengubah
perpindahan kation transmembrane. Zieve (2010) menyimpulkan
terdapat pengaruh antara hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus

9
disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan
diameter pembuluh darah menjadi sempit. Hal ini menyebabkan proses
pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu.
e. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah
menjadi energi pada saat beraktifitas fisik. Aktifitas fisik mengakibatkan
insulin semakin meningkat sehingga kadar gula darah akan berkurang.
Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam
tubuh tidak dibakar tetpi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula.
Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi
maka akan timbul DM (Betteng et al., 2014)

2.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus


Kondisi patologi dari diabetes melitus, sebagian besar dihubungkan dengan
efek utama kekurangan insulin yaitu penurunan pemakaian glukosa oleh sel-sel
tubuh yang mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Mobilisasi
lemak meningkat dari daerah penyimpanan lemak sehingga terjadi metabolisme
lemak yang abnormal disertai adanya endapan kolesterol pada dinding pembuluh
darah dan kondisi kekurangan protein dalam jaringan tubuh (Wijaya & Putri, 2013).
Proses hiperglikemia dimulai dari berkurangnya transpor glukosa yang
melintasi membran sel karena defisit insulin. Kondisi ini memicu terjadi penurunan
glikogenenesis atau pembentukan glikogen dari glukosa namun tetap terdapat
kelebihan glukosa dalam darah sehingga meningkatkan glikolisis atau pemecahan
glikogen. Cadangan glikogen menjadi berkurang dan glukosa yang tersimpan
dalam hati dikeluarkan terus menerus melebihi kebutuhan. Peningkatan
glukoneogenesis atau pembentukan glukosa dari unsur nonkarbohidrat seperti asam
amino dan lemak juga terjadi sehingga glukosa dalam hati semakin banyak
dikeluarkan. Seseorang dengan kondisi hiperglikemia akan mudah terinfeksi karena
adanya disfungsi fagosit serta merangsang inflamasi akut yang tampak dari
terjadinya peningkatan petanda sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor-
α (TNF-α) dan interleukin-6 (IL-6).

10
Hiperosmolaritas merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan osmotik pada plasma sel akibat peningkatan konsentrasi zat
atau glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa mengakibatkan kemampuan ginjal
untuk melakukan filtrasi dan reabsorpsi glukosa menurun sehingga glukosa
terbuang melalui urine (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan
mengakibatkan peningkatan volume air atau poliuria.
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena
glukosa kesulitan masuk ke dalam sel sehingga menimbulkan proses kompensasi
seluler untuk mempertahankan fungsi sel. Proses-proses kompensasi dimulai dari
sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan glikogen atau bahkan
menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini berdampak pada
penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah. Starvasi seluler
juga meningkatkan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai
substrat untuk glukoneogenesis dalam hati yang mengakibatkan penurunan sintesis
protein. Depresi protein akan mengakibatkan tubuh menjadi kurus, penurunan
resistensi terhadap infeksi dan pengembalian jaringan yang rusak akibat cedera
akan sulit. Dampak starvasi sel juga dapat meningkatkan mobilisasi dan
metabolisme lemak atau lipolisis asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol
bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang
digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel (Aini & Aridiana, 2016)

11
WEB OF CAUTION (WOC)
Pola Makan Obesitas Faktor Genetik Bahan kima dan obat Penyakit dan Infeksi Pola Hidup
meningkat pankreas
peningkatan timbunan Gen Penyebab Iritasi Pankreas Tidak Olah raga
Metabolisme tubuh lemak pada sel Fungsi pancreas
meningkat Mutasi gen pada Inflmasi Pankreas Perkembangan Kalori
adiposa menurun
Kromosom terhambat
Aktivitas menurun Asam lemak bebas Fungsi Pankreas Penghancuran sel-sel
Disfungsi Glund menurun Peingkatan tmbunan
meningkat beta
Gangguan lemak pada sel adiposa
pembentukan energi Resistensi Insulin Hormon Resisten Produksi insulin tidak Defisiensi Insulin
meningkat adekuat Asam lemak bebesa
Produksi insulin tidak Daya kerja insulin meningkat
adekuat menurun Resistensi insulin Transportasi glukosa
dalam sel turun Resistensi insulin
Transportasi gula
dalam sel turun Gula darah meningkat Daya kerja insulin
menurun
Gula darah meningkat

DIABETES MELITUS

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B6 (Bone) Integumen


B5 (Bowel)
gluconeogenesis Penurunan fungsi Diuresis as. laktat Osmotik meningkat Penurunan aktivtitas Pembuluh darah
meningkat pankreas Pemecahan Protein,
Lemak besar tersumbat
Peningkatan badan Peningkatan Kelemahan
lipolysis meningkat Defisit insulin keton permeabilitas kapiler Thrombosis
Asam lemak bebas Kekakuan
As. lemak bebas Transpor glukosa Viskositas darah Poliuria meningkat Otot/Kontraktur Okulasi pada darah
meningkat menurun meningkat
Dehidrasi BUN meningkat MK: Gangguan Gangguan Sirkulasi
as lemak teroksidasi Cadangan glikogen Iskemi jaringan Mobilitas Fisik
MK: Hipovolemia Mual, Muntah MK: Risiko
Ketoasidosis berkurang Kesadaran turun
MK: Defisit Nutrisi Gangguan
Asidosis Metabolik Peningkatan MK: Resiko Jatuh
Integritas Kulit
glukoneogenesis
PH Menurun
MK: Ketidakstabilan 12
Mk: Pola Nafas Tidak Kadar Glukosa
Efektif Darah
2.1.6 Manifestasi Klinis
Kondisi diabetes melitus sering tidak dirasakan dan tidak disadari penderita,
beberapa tanda dan gejala medis yang dapat diketahui dari gejala akut dan
kronis (Wijaya & Putri, 2013), diantaranya :
1. Gejala Akut
a) Poliuria (sering kencing, terutama pada malam hari) akibat peningkatan
kadar glukosa darah.
b) Polidipsia (banyak minum) akibat output meningkat.
c) Polifagia (banyak makan) akibat keseimbangan kalori negatif sehingga
timbul rasa lapar.
d) nafsu makan bertambah namun terjadi penurunan berat badan dan rasa
lemah akibat glukosa dalam darah terhambat masuk ke dalam sel
sehingga sel tidak mampu memproduksi energi. Sumber tenaga untuk
kelangsungan hidup sel diambil dari cadangan sel lemak dan otot
sehingga penderita menjadi kurus.
2. Gejala Kronik
a) Gangguan saraf tepi atau kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk jarum, rasa kebas di kulit, keram
b) Gangguan penglihatan
c) Gatal atau bisul
d) Gangguan ereksi
e) Kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Berbagai pemeriksaan untuk membuktikan seseorang telah terdiagnosa
penyakit DM. Beberapa hasil yang dapat ditunjukkan adalah (Padila, 2012b;
Wijaya & Putri, 2013) :
1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl
2. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
4. Aseton plasma (+) jelas

13
5. Peningkatan lipid dan kolesterol
6. Osmolaritas serum (>330 osm/l)
7. Urinalisis menunjukkan proteinuria, ketonuria, glukosuria

2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabetes melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM.
Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
a. Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Fatimah,
2015).
Terdapat 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus, antara lain:
(Padila, 2012; Tarwoto et al., 2012)
1) Diet
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan
adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-
70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks) (Fatimah, 2015).
2) Latihan Fisik (Exercise)
Latihan dapat dilakukan dengan melawan tahanan untuk menambah laju
metabolisme istirahat, menurunkan berat badan, stres dan menyegarkan tubuh.
Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.

14
3) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.
Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM.
Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada
pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun (Fatimah, 2015).
4) Pemantauan
Pemantauan yang dimaksud adalah pemantauan glukosa darah secara teratur.
5) Terapi Obat
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian
obat hipoglikemik oral (OHO) (Fatimah, 2015).
Obat-Obat Diabetes Melitus
a. Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula
darah dan mencegah komplikasi, lebih khusus lagi dengan menghilangkan
gejala, optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan.
Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM
tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan
asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Pemilihan dan penentuan
regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini
obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid,
inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
b. Insulin
Insulin merupakan hormone yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain
menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan,
menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan
glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen,
menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa. Bagi pasien

15
DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama, namun pada pasien DM
tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan.

2.2 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 Pengkajian
A. Data Umum
a. Jenis Kelamin: kejadian DM tipe 2 lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan lakilaki, dikarenakan secara fisik wanita memiliki peluang
dalam peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar (Fatimah, 2015).
b. Usia: Berdasarkan penelitian, diabetes mellitus meningkat pada usia >45
tahun
c. Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes melitus
B. Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya masuk rumah sakit
dikarenakan kondisi lemah, pusing, nafsu makan menurun atau bahkan
dengan penurunan kesadaran akibat hipoglikemia (Purwanto, 2016).
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diabetes melitus biasanya sering disertai gejala polidipsi, anorexia,
mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,
kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala,
kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria (Purwanto,
2016).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
a) Apakah pasien memiliki riwayat hipertensi/infark miocard akut dan
diabetes gestasional
b) Apakah pasien memiliki riwayat ISK berulang
c) Apakah pasien menggunakan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid),
dilantin dan penoborbital.
d) Apakah pasien memiliki riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat
berlebihan

16
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat DM, atau
penyakit keturunan lain yang dapat menyebabkan defisiensi insulin seperti
hipertensi dan jantung (Purwanto, 2016)..
F. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)
1) B1 (Breath)
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam),
RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
2) B2 (Blood)
Adanya riwayat hipertensi, perfusi jaringan menurun, nadi perifer
melemah, takikardia / brakikardia, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegali
3) B3 (Brain)
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
4) B4 (Bladder)
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine serta panas atau sakit saat
berkemih.
5) B5 (Bowel)
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah
meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
6) B6 (Bone)
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek
tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
7) Muskuloskeletal
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus (Purwanto, 2016).

17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif (SDKI, 2017)
Penyebab
Penurunan energi, obesitas
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Dispnea 1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fase eskpirasi memanjang
3. Pola nafas abnormal (mis. takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Dispnea 1. Pernafasan cuping hidung
2. Sulit Bicara 2. Kapasitas vital menurun
3. Ortopnea 3. Ventilasi semenit menurun
4. Tekanan ekspirasi menurun
5. Tekanan inspirasi menurun

2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (SDKI, 2017).


Penyebab
Hiperglikemia
1. Disfungsi pankreas
2. Resistensi insulin
3. Gangguan toleransi glukosa darah
Hipoglikemia
1. Penggunaan insulin atau obat glikemik oral
2. Hyperinsulinemia
3. Endokrinopati (mis. kerusakan adrenal atau pituitary)
4. Efek agen farmakologis
5. Disfungsi hati
6. Disfungsi ginjal kronis

18
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Mengantuk 1. Gangguan koordinasi
2. Pusing 2. Kadar glukosa dalam darah/urin rendah
Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Lelah atau lesu 1. Kadar glukosa dalam urin/darah tinggi

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Palpitasi 1. Gemetar
2. Mengeluh lapar 2. Kesadaran menurun
Hiperglikemia 3. Sulit bicara
1. Mulut kering 4. Berkeringat
2. Haus meningkat Hiperglikemia
1. Jumlah urin meningkat

3. Resiko Jatuh (SDKI, 2017)


Faktor Resiko
2) Usia >65 tahun (pada dewas) atau  2 tahun pada anak
3) Riwayat jatuh
4) Penurunan tingkat kesadaran
5) Perubahan fungsi kognitif
6) Kondisi pasca operasi
7) kekuatan otot menurun
8) gangguan pendengaran
4. Hipovolemia (SDKI, 2017)
Penyebab
Peningkatan permeabilitas kapiler
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Frekuensi nadi meningkat
2. Nadi teraba lemah

19
3. Tekanan darah menurun
4. Turgor kulit menurun
5. Membran mukosa kering
6. Volume urine menurun
7. Hematokrit meningkat

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Merasa lemah 1. pengisian vena menurun
2. Mengeluh haus 2. suhu tubuh meningkat
3. konsentrasi urine meningkat

5. Defisit Nutrisi (SDKI, 2017)


Penyebab
Ketidakmampuan menelan makanan
Ketidakmampuan mencerna makanan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Berat badan menurun minimal 10% di
bawah rentang ideal

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Cepat kenyang setelah 1. Bising usus hiperaktif
makan 2. Otot pengunyah lemah
2. kram/nyeri abdomen 3. Otot menelan lemah
3. nafsu makan menurun 4. Membran mukosa pucat
5. Serum albumin turun

6. Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI, 2017)


Penyebab
Penurunan kekuatan otot
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif

20
Mengeluh sulit 1. Kekuatan otot menurun
menggerakan ekstrimitas 2. Rentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Nyeri saat bergerak 1. Sendi kaku
2. Enggan melakukan 2. Gerakan tidak terkoordinasi
pergerakan 3. Gerakan terbatas
3. Merasa cemas saat 4. Fisik lemah
bergerak

7. Resiko Gangguan Integritas Kulit (SDKI, 2017)


Faktor Resiko
1) Perubahan sirkulasi
2) Penurunan mobilitas
3) Penekanan pada tonjolan tulang
4) Kekurangan/kelebihan volume cairan
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Penurunan Energi atau
Obesitas (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan ventilasi adekuat
Kriteria Hasil:
a. Frekuensi nafas membaik
b. Kedalaman nafas membaik
c. Dispnea menurun
d. Penggunaan otot bantu nafas menurun
Intervensi:
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
Rasional: mendeteksi adanya kelainan pola nafas
2) Monitor pola nafas dan auskultasi suara nafas
Rasional: mendeteksi pola nafas abnormal serta adanya suara nafas
tambahan

21
3) Monitor bunyi nafas tambahan
Rasional: adanya sumbatan jalan nafas mengakibatkan jalan nafas
tidak paten
4) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman (semi fowler atau fowlwe)
Rasional: memaksimalkan kenyamanan pasien serta membantu
ekspansi paru
5) Berikan terapi oksigen sesuai advice
Rasional: mambantu mensuplai oksigen dan mengurangi dyspnea
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
Rasional: Membantu kepatenan jalan nafas
2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Berhubungan Dengan Disfungsi
Pankreas, Resistensi Insulin (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kadar glukosa darah berada pada rentang normal.
Kriteria Hasil:
a. Kadar glukosa dalam darah membaik
b. Kesadaran meningkat
c. Koordinasi meningkat
d. Pusing menurun
e. Lelah/lesu menurun
Intervensi:
1) Identifikasi tanda gejala hiperglikemi atau hipoglikemi
Rasional: memantau gejala secara dini dalam menentukan tindakan
2) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi atau hipoglikemi
Rasional: mengetahui faktor apasaja yang menyebabkan
ketidakstabilan gula darah
3) Monitor kadar glukosa darah
Rasional:mengetahui keadaan glukosa serum selama program
4) Monitor intake dan output cairan
Rasional:mencegah dehidasi akibat peningkatan osmotik

22
5) Jika pasien hipoglikemi berikan karbohidrat kompleks dan protein
sesuai diet
Rasional:mencegah penurunan kesadaran akibat penurunan energi
6) Pertahankan kepatenan jalan nafas
Rasional:agar tidak terjadi hipoksia
7) Anjurkan kepada keluarga untuk monitor kadar glukosa darah secara
mandiri apabila dirumah
Rasional:untuk memantau kestabilan kadar glukosa darah
8) Ajarkan kepada keluarga pengelolaan diabetes (mis. pemggunaan
insulin, obat oral, monitor asupan pengganti karbohidrat)
Rasional:keluarga mengetahui cara menjaga keseimbangan gula
darah, serta memahami asupan yang baik untuk pasien diabetes melitus
9) Kolaborasi pemberian insulin apabila pasien hiperglikemi
Rasional:untuk mengurangi kadar glukosa darah
10) Kolaborai pemberian dekstrose apabila pasien mengalami hipoglikemi
Rasional:untuk memenuhi sumber dan mencegah komplikasi seperti
penurunan kesadaran
3. Resiko Jatuh (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat resiko jatuh akibat penurunan kondisi menurun.
Kriteria Hasil:
a. Jatuh dari tempat tidur menurun
b. Jatuh saat berdiri menurun
c. Jatuh saat duduk menurun
d. Jatuh saat berjalan menurun
Intervensi:
1) Identifikasi faktor resiko jatuh
Rasional: Memonitor apakah pasien beresiko jatuh
2) Hitung resiko jatuh menggunakan skala morse scale
Rasional: Mengetahui skor serta menentukan tindakan pencegahan
jatuh apabila hasil skor tinggi

23
3) Monitor kemampuan pasien dalam berpindah dari tempat tidur ke kursi
roda atau sebaliknya
Rasional: mengatisipasi pasien jatuh
4) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Rasional: memudahkan pasien menjangkau bel pemanggil saat
membutuhkan bantuan perawat
5) Pasang hand rall tempat tidur saat setelah melakukan tindakan
Rasional: mencegah pasien terjatuh dari tempat tidur
6) Anjurkan pasien atau keluarga memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
Rasional: keluarga mengetahui cara bahwa pasien beresiko jatuh serta
bekerjasama dengan perawat dalam pengendalian resiko jatuh
4. Hipovolemia Berhubungan Dengan Peningkatan Permeabilitas Kapiler
(SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan status cairan membaik.
Kriteria Hasil:
a. Frekuensi nadi membaik
b. Tekanan darah membaik
c. Tekanan nadi membaik
d. Membran mukosa membaik
e. Kadar Hb. Ht membaik
Intervensi:
1) Periksa tanda gejala hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus dan
lemah)
Rasional:mencegah komplikasi yang lebih serius
2) Monitore intake dan output cairan
Rasional :menjaga keseimbangan cairan tubuh yang masuk dan keluar
dalam tubuh pasien
3) Hitung kebutuhan cairan

24
Rasional: mengetahui keadaan hidrasi pasien
4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Rasional: mencegah dehidrasi
5) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCL, RL)
Rasional:mencegah kehilangan cairan yang berlebih
6) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2.5%, NaCl
0.4%)
Rasional:pemberian energi serta kehilangan cairan berlebih
5. Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Ketidakmampuan menelan atau
mencerna makanan (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan ketidakadekuatan asupan nutrisi membaik.
Kriteria Hasil:
a. Pasien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c. Nafsu makan membaik
d. Frekuensi makan membaik
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi:
1) Identifikasi status nutrisi
Rasional: untuk menilai nutrisi yang dibutuhkan pasien
2) Observasi dan catat asupan pasien
Rasional: mengidentifikasi asupan nuutrisi pasien
3) Lakukan oral hygiene sebelum makan
Rasional: untuk membersihkan bahteri serta mengurangi rasa pahit
yang dapat memicu mual
4) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada saat makan
Rasional: lingkungan yang nyaman akan membantu meningkatkan
nafsu makan
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentuan jumlah kalori dan jenis
nutrien pasien
Rasional: untuk memenuhi nutrisi pasien

25
6. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Otot
(SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
maka mobilitas fisik meningkat
Kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Kelemahan fisik menurun
Intervensi:
1) Observasi kemampuan mobilitas pasien
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana kemampuan geaj pasien
setelah dilakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2) Observasi bagian tubuh mana yang mengalami kelemahan
Rasional: memudahkan perawat dalam melakukan latihan gerak
7) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas
yang sakit
Rasional: gerak aktif memberikan dan memperbaiki massa tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
8) Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ektermitas yang tidak sakit
Rasional: mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya
bila tidak dilatih untuk digerakkan
9) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik.
Rasional: peningkatan kemampuan dapat dilakukan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi.
7. Resiko Gangguan Integritas Kulit (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan keutuhan kulit atau jaringan meningkat.
Kriteria Hasil:
a. Kerusakan lapisan kulit menurun
b. Elastisitas meningkat
Intervensi:

26
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, penurunan kelembaban, penurunan mobilisasi
Rasional: mengetahui secara dini resiko gangguan integritas kulit
khususnya pada pasien DM
2) Ubah posisi tiap 2 jam apabila tirah baring
Rasional: mencegah resiko dekubitus
3) Anjurkan menggunakan pelembab
Rasional: Mengurangi pengelupasan kulit dan iritasi
4) Anjurkan minum air yang cukup
Rasional: mencegah dehidrasi

27
BAB 3
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN J DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2

3.1 Pengkajian
1. Data Demografi
Tanggal / Jam Pengkajian : 28 Oktober 2019 / 12.00 WIB
Tanggal MRS : 28 Oktober 2019
Ruangan : Medical Ward
No. Rekam Medis : 375xxx
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus Tipe 2
Nama Pasien : Tn. J
Umur : 71 Tahun
BB : 50 kg
TB : 172 cm
Agama : Katholik
Pendidikan : SMA
Alamat : Kota Surabaya
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku Bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Penanggung Biaya : Ny. L (Istri)
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluarga mengatakan pasien tampak lemas dan semakin susah
dibangunkan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Premier Surabaya tanggal 28 Oktober
2019 pukul 07.10 WIB dengan kondisi lemas, susah dibangunkan GCS
E1V2M2, batuk berdahak, lendir susah keluar, dan sesak. Kondisi tersebut
berlangsung sejak 4 hari yang lalu dan memberat hari ini. Keluarga

28
mengatakan pasien memiliki riwayat DM tipe-2 sudah 5 tahun. GDA di
IGD low (< 50 mg/dl), mendapat terapi D40% 3 flash, 15 menit kemudian
GDA menjadi 142 mg/dl. Pasien. Pasien biasa dirumah mengkonsumsi obat
batuk racikan, Coralan, Trajenta, dan Nebilet. Pasien bed rest total ditempat
tidur sudah 2 bulan ini semenjak jatuh dari tangga tgl 16 Agustus 2019.
GCS di rumah E4V2M2. Pasien masuk di Medical jam 08.15 dengan
diagnosa medis Hipoglikemi (Diabetes Melitus tipe 2). Saat di Medical
Ward pukul 11.35 WIB GCS E2V2M2, di cek GDA 68 mg/dl kemudian
diberikan D40% 2 flash, GDA menjadi 102 mg/dl.
c. Riwayat penyakit dahulu
1) Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu.
2) Cedera Otak Sedang (Subdural Hematom) post Craniotomy tanggal 16
Agustus 2019 karena jatuh dari tangga.
d. Riwayat penyakit keluarga
Ibu Tn. J meninggal dunia karena Diabetes Melitus dan Hipertensi.
e. Riwayat alergi
Tn. J tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat-obatan.
f. Keadaan umum
Pasien tampak lemah.
g. Kesadaran
GCS: E3V2M2
h. Tanda-tanda vital
TD : 157/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Nafas : 25 x/menit
Suhu : 36,4 oC (timpani)
SpO2 : 98% dengan O2 nasal kanul 3 lpm

29
i. Genogram

DM

j. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breath)
- Inspeksi: Pasien tampak sesak, grok-grok, RR 25 x/menit, SpO2 98% dengan
nasal kanul 3 lpm, terpasang NGT no 14 di lubang hidung kanan, terpasang
NPA no 7 di lubang hidung kiri, batuk berdahak dan lendir susah keluar. slem
mucopurulent kental dan banyak. Bentuk dada simetris.
- Perkusi: Suara sonor.
- Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan massa.
- Auskultasi: Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, terdengar suara ronchi
di kuadran kiri bawah, tidak ada wheezing.
2) B2 (Blood)
- Inspeksi: Konjungtiva tidak anemis, tidak sianosis, sclera tidak ikterik,.
- Perkusi: Tidak terkaji
- Palpasi: CRT <2detik, akral hangat kering merah. pulsasi nadi radialis teraba
kuat dan teratur, HR 86 x/menit, TD 157/90 mmHg
- Auskultasi: Bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
3) B3 (Brain)
- Inspeksi: GCS E3V2M2, pupil bulat isokor (3+/3+), tidak ada reflek patologis.
Pasien terpasang NGT dari rumah.
Nervus I : tidak terkaji
Nervus II : tidak terkaji
Nervus III : bisa mengangkat kelopak mata
Nervus IV : bisa menggerakkan mata ke bawah

30
Nervus V : bisa menggerakkan rahang
Nervus VI : bisa menggerakkan abduksi mata
Nervus VII : bisa mengekspresikan wajah
Nervus VIII : pendengaran menurun
Nervus IX : tidak terkaji
Nervus X : tidak terkaji
Nervus XI : bisa mengendalikan gerakan kepala
Nervus XII : bisa mengendalikan gerakan lidah
- Perkusi: tidak terkaji
- Palpasi: tidak terkaji
- Auskultasi: tidak terkaji
4) B4 (Bladder)
Inspeksi: Pasien terpasang folley catheter nomor 16 balon 12 hari ke-5
(terpasang dari rumah). Jumlah urine 60-70cc/jam, warna kuning jernih.
Balance cairan 24 jam -250 ml (total intake 2100, total output 2350).
Perkusi: Tidak terkaji.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan di daerah kandung kemih. Tidak ada
pembesaran atau massa.
Auskultasi: Tidak terkaji.
5) B5 (Bowel)
Inspeksi: Mulut bersih, gigi ompong, tidak memakai gigi palsu, tidak ada
stomatitis, membran mukosa lembab, tidak asites. Pasien terpasang NGT
nomor 14 hari ke-5 (terpasang dari rumah). BAB terakhir tgl 25/10/19
Auskultasi: Peristaltik normal = 18x/menit.
Perkusi: Tympanic
Palpasi: Perut supel, tidak distended, tidak ada nyeri tekan epigastrium,
tidak ada hepatomegali, tidak ada massa.
Diet: Mixer 6 x 250 ml
6) B6 (Bone)
Inspeksi: Pasien mengalami kontraktur pada tangan dan kaki. Tulang
scapula menonjol. Dirumah untuk ROM dan kegiatan sehari-hari dibantu
oleh suster jaga dan keluarganya.

31
Perkusi: Tidak terkaji.
Palpasi: Kekuatan otot tidak dapat dikaji.
Auskultasi: Tidak terkaji.
7) Sistem integument
Inspeksi: Kulit sawo matang, kering, bersisik, rambut dan kulit kepala
bersih, terdapat luka bekas craniotomy di kepala. Tidak ada decubitus.
Perkusi: Tidak terkaji.
Palpasi: Turgor kulit normal. tidak oedem, perfusi hangat
Auskultasi: Tidak terkaji.
8) Pola istirahat tidur
SMRS: Malam 22.00-04.00 WIB, siang 13.00-15.00 WIB. Pasien bisa
tidur nyenyak
MRS: Tidak ada perubahan pola tidur. Kualitas tidur baik. Pasien
cenderung lebih sering tidur.
9) Sistem penginderaan
Mata simetris, pupil bulat isokor (3+/3+), konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pendengaran dan penglihatan menurun, tidak ada alat bantu
dengar, tidak ada kelainan dihidung. Lubang hidung kiri tepasang NPA no
7 dan lubang hidung kanan terpasang NGT no 14.
10) Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan. Pasien
menderta Diabetes Melitus sejak 5 tahun yang lalu, minum trajenta 5mg
1x1 tiap pagi. Tidak ada luka gangrene. Tidak ada moon face. Hormone
reproduksi maskulinisme.
11) Sistem reproduksi / genetalia
Tidak ada riwayat BPH, tidak ada henia inguinalis. Pasien memiliki 4
orang anak. Pasien terpasang folley catheter no 16 balon 12 cc.
12) Personal hygiene
Saat dirumah, activity daily living pasien dibantu oleh suster jaga dan
keluarga seperti mandi, berpakaian, oral hygiene, makan, minum, BAK,
dan BAB. Saat di rumah sakit dibantu oleh perawat dan suster jaga. Pasien

32
di seka sehari 1x tiap pagi, cuci muka 1x tiap sore, oral hygiene 2x pagi
dan sore.
13) Psikososiocultural
Tidak terkaji karena pasien hanya bisa mengerang. Keluarga mengatakan
Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia. Pasien
beragama katholik dan beribadah di gereja. Tidak ada masalah dalam
anggota keluarga.
14) Data penunjang / hasil pemeriksaan dignostik
a. Laboratorium Tanggal 28 oktober 2019
Test item Value Units Reference Range
White blood cell count 10.10 K/Ul 4.00-11.50
Neurotrophils 76.9 % 42.0-74.0
Lymphocytes 15.90 % 19.00-48.00
Monocytes 5.75 % 0.00-9.00
Eosinophils 1.71 % 0.00-7.00
Basophils 0.10 % 0.00-1.00
Red blood cell count 3.75 m/uL 4.00-5.90
Hemoglobin 11.1 g/dL 12.0-17.0
Hematocrit 32.3 % 35.0-51.0
MCV 86.2 fL 78.0-100.0
MCH 29.5 pg 26.0-34.5
MCHC 34.2 g/dL 32.0-37.0
RDW 15.0 % 0.0-17.0
Platelet count 307 K/uL 130-400
MPV 7.54 fL 0.00-99.90
Urea 64.5 mg/dl 10.0-50.0
Blood Urea Nitrogen 30.1 mg/dl 4.6-23.3
Creatine 1.39 mg/dl 0.40-1.10
HbA1c 5.5 % 4.5-6.3
Albumin 4.7 g/dL 3.5-5.0
Sodium 1.36 mmol/l 135-146
Kalium 4.0 mmo/l 3.5-5.0

33
Chloride 98 mmol/l 95-106
Gula darah sewaktu 68 mg/dl 55-140
b. Radiologi Tanggal 28 Oktober 2019
Foto thorax, Pulmo: infiltrate infra clavicula kiri, kesan Pneumonia
Cor: besar bentuk normal
Diaphragma dan sinus: normal
Tulang baik

34
15) Terapi Medis
No. Terapi obat Dosis Indikasi Kontra indikasi Efek samping
1. Cefriaxone 1g (2x1) Obat anti biotik dengan fungsi Hipersensitif, Bengkak, nyeri dan
vial untuk mengobati berbagai hyperbilirubinemia kemerahan di tempat suntikan
macam infeksi bakteri neonatus Reaksi alergi, mual/muntah
2. Pantoprazole 40 mg Obat golongan inhibitor pompa Reaksi Tanda reaksi alergi seperti
2x1 vial proton (PPI) yang bekerja untukhipersensitifitas, syok ruam, gatal, kulit kemerahan,
menurunkan jumlah asam anafilaksis, bengkak, pusing, sakit
lambung angioderma, urtikaria tenggorokan
3. Asering 5 500ml 2x1 - Untuk kehilangan cairan dan Penderita gagal Sakit perut hingga
infusion botol darah dalam jumlah yang jantung kongestive, membengkak, merasakan
banyak penderita kerusakan sensasi mati rasa, kesemutan,
- Hipokalsemia ginjal, edema paru mual muntah
- Menambah jumlah natrium yang disebabkan
dalam darah retensi Na
4. Laxoberon 7,5mg/ml konstipasi Hypersensitive, anak Muntah, ketidaknyamanan
drops 2x1 (15 kurang dari 10 tahun, perut, mual, sakit perut
tetes) obstruksi usus,
trimester pertama
kehamilan
5. Trajenta duo 2,5mg/500 Memperbaiki kontrol glikemik Hipersensitif, gagal Iritasi pada saluran
tab mg 2x1 tab ginjal, syok , gagal pencernaan, kram perut, mual
jantung muntah, perut kembung
6. Epexol tablet 30mg 3x1 Penderita dengan keluhan Hipersensitif atau Reaksi pada obat epexol akan
pernafasan akut dan kronis, alaergi terhadap menimbulkan tanda alergi
penderita batuk produktif ambroksol berupa wajah dan bibir
membengkak, sesek nafas,

35
kronis dan ingin mengurangi pusing, mual muntah, gatal-
viskositas sputum gatal
7. Neurotam 1200mg 3x1 Astenia (lemah/tidak Kerusakan ginjal Wanita hamil, sulit tidur,
caplet tab bertenaga), sindoma sesudah parah, hipersensitifitas gelisah, gemetar, gangguan
trauma atau terbentur pencernaan
8. Protexin 1x1 siang Suplemen untuk memelihara - -
natural care sistem pencernaan
capsule
9. Inlain capsule 100mg 1x1 Membantu meringankan - -
siang diabetes
10 Coralan tablet 5mg 2x1 Gejala nyeri dada, penyakit Denyut jantung Penglihatan kabur,
jantung coroner, dan gagal melambat <60x/mnt, brakikardia, aritmia jantung,
jantung syok kardiogenik, sinkope, hipotensi, asthenia
infark miokard akut
11 Ketosteril 630mg 3x1 Terapi insufilensi ginjal kronik Pasien hiperkalsemia, Hiperkalsemia berat
tablet sampai gejala gagal ginjal gangguan
metabolisme asam
amino, ibu hamil, anak
12 Nebilet tablet 5mg 1x1 Terapi hipertensi esensial, Hipersensitif terhadap Pusing, kepala terasa ringan,
mencegah stroke dan serangan nebivolol, gangguan kelelahan, mual
jantung hati dan jantung
13 Ventolin 2,5mg 3x1 Mengobati penyakit pada Hipersensistif, aborsi Jantung berdebar, demam,
nebules saluran pernafasan seperti asma yang terancam, kram otot
dan penyakit paru obstuktif persalinan prematur
kronik (PPOK)
14 Bisolvon 3 x 15 tetes Batuk berdahak, batuk kering, hipersensitive Reaksi alergi, keringat dingin,
flu insomnia

36
3.2 Analisa Data
Data/Faktor Risiko Etiologi Masalah
DS: Sekresi yang Bersihan jalan napas
Keluarga mengatakan Tn.J tertahan, Proses tidak efektif
mengalami batuk berdahak Infeksi
dan lendir susah keluar sejak 4
hari yang lalu, semakin
memberat hari ini
DO:
- Pasien terpasang NPA
- Batuk lendir susah keluar,
grok-grok, dilakukan
suction slem mucopurulent
kental banyak
- Suara nafas ronchi di
kuadran kiri bawah
- Pasien bed rest total
setelah jatuh dari tangga
tgl 16 agustus 2019.
- Thorax foto tanggal 28
oktober 2019 infiltrate
infra clavicula kiri, kesan
Pneumonia.
- RR = 25xmenit, tampak
sesak
- SpO2 = 96%
- GCS E3V2M2, kekuatan
otot tidak terkaji
- Terpasang O2 nasal kanul
3lpm
- Pasien mendapat terapi
epexol dan Ventolin
nebulizer.
DS: Hipoglikemia Ketidakstabilan kadar
keluhan tidak terkaji (penggunaan glukosa darah
DO: insulin atau obat
- GDA di IGD Jam 07.10 glikemik oral,
low (<50 mg/dl) mendapat resistensi
terapi D40% 3 flash. 15 insulin)
menit kemudian GDA
menjadi 142 mg/dl
- GDA di Medical Jam
11.35 = 68 mg/dl
mendapat terapi D40% 2
flash menjadi 102 mg/dl
- GCS E3V2M2
- Pasien tampak lemah

37
- Pasien menderita DM tipe-
2 sudah 5 tahun yang lalu,
di rumah biasa minum
Trajenta 1x1 tiap pagi.
- Diet di RS dengan mixer
6x250 ml
- BB 50 kg, TB 172 cm,
IMT 16.9 (BB Kurang)
DS: Resiko gangguan
Keluarga mengatakan pasien integritas kulit/jaringan
bed rest total di tempat tidur
setelah jatuh dari tangga tgl 16
agustus 2019, kontraktur, dan
semua activity daily living
dibantu suster jaga dan
keluarga.
DO (faktor risiko):
- Kulit kering bersisik
- Tulang menonjol di
scapula
- GCS E3V2M2
- Umur 71 tahun
- Pasien menderita DM tipe
2 sudah 5 tahun yang lalu.
DS: Resiko jatuh
Keluarga mengatakan pasien
bed rest total di tempat tidur
setelah jatuh dari tangga tgl 16
agustus 2019, kontraktur, dan
semua activity daily living
dibantu suster jaga dan
keluarga.
DO (faktor risiko):
- Pasien berusia 71 tahun
- Mempunyai riwayat jatuh
pada bulan agustus 2019
dan mengalami COS SDH
(sudah dilakukan
craniotomy)
- GCS E3V2M2
- Pasien mengalami
Penurunan pendengaran
dan penglihatan
- Riwayat Hipoglikemi
- Skor resiko jatuh morse
fall scale = 95 (resiko
tinggi).

38
- Kontraktur pada tangan
dan kaki

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Sekresi yang tertahan dan Proses
Infeksi.
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d hipoglikemia (penggunaan insulin
atau obat glikemik oral, resistensi insulin).
3. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan.
4. Resiko jatuh.

39
3.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Mendeteksi adanya
efektif b/s sekresi yang keperawatan 1x24 jam kedalaman dan upaya nafas kelainan pola nafas
tertahan dan Proses Infeksi diharapkan jalan napas 2. Monitor pola nafas dan 2. Mendeteksi pola nafas
menjadi paten dengan auskultasi suara nafas abnormal serta adanya suara
kriteria hasil: 3. Monitor bunyi nafas nafas tambahan
1. Frekuensi nafas membaik tambahan 3. Adanya sumbatan jalan
2. Penggunaan otot bantu 4. Posisikan pasien pada posisi nafas mengakibatkan jalan
nafas menurun yang nyaman (semi fowler) nafas tidak paten
3. Kapasittas vital 5. Berikan terapi oksigen sesuai 4. Memaksimalkan
meningkat advice kenyamanan pasien serta
4. Pasien melaporkan 6. Lakukan penghisapan sekret membantu ekspansi paru
kemampuan bernafas (suction), jika perlu 5. Membantu mensuplai
secara nyaman 7. Kolaborasi dengan dokter oksigen dan mengurangi
dalam pemberian dyspnea
bronkodilator, ekspektoran, 6. Membantu mengeluargan
mukolitik sekret yang berlebihan

38
7. Membantu kepatenan jalan
nafas
2. Ketidakstabilan kadar Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi tanda gejala 1. Memantau gejala secara
glukosa darah b/d keperawatan 1x24 jam hiperglikemi atau dini dalam menentukan
hipoglikemia (penggunaan diharapkan kadar glukosa hipoglikemi tindakan.
insulin atau obat glikemik darah menjadi stabil dengan 2. Identifikasi kemungkinan 2. Mengetahui faktor apasaja
oral, resistensi insulin) kriteria hasil: penyebab hiperglikemi atau yang menyebabkan
1. Kadar glukosa dalam hipoglikemi ketidakstabilan gula darah.
darah membaik 3. Monitor kadar glukosa darah 3. Mengetahui keadaan
2. Kesadaran meningkat 4. Monitor intake dan output glukosa serum selama
3. Koordinasi meningkat cairan program
4. Pusing menurun 5. Jika pasien hipoglikemi 4. Mencegah dehidasi akibat
5. Lelah/lesu menurun berikan karbohidrat kompleks peningkatan osmotik
dan protein sesuai diet 5. Mencegah penurunan
6. Pertahankan kepatenan jalan kesadaran akibat penurunan
nafas energy
7. Pertahankan kepatenan IV 6. Agar tidak terjadi hipoksia.
line 7. Untuk regulasi cepat
glukosa

39
8. Anjurkan kepada keluarga 8. Untuk memantau kestabilan
untuk monitor kadar glukosa kadar glukosa darah.
darah secara mandiri apabila 9. Keluarga mengetahui cara
dirumah menjaga keseimbangan gula
9. Ajarkan kepada keluarga darah, serta memahami
pengelolaan diabetes (mis. asupan yang baik untuk
pemggunaan insulin, obat pasien diabetes mellitus
oral, monitor asupan 10. Untuk mengurangi kadar
pengganti karbohidrat) glukosa darah.
10. Kolaborasi pemberian insulin 11. Untuk memenuhi sumber
apabila pasien hiperglikemi dan mencegah komplikasi
11. Kolaborasi pemberian seperti penurunan
dekstrose apabila pasien kesadaran.
mengalami hipoglikemi
3. Resiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui secara dini
kulit/jaringan asuhan keperawatan selama gangguan integritas kulit resiko gangguan integritas
3x24 jam diharapkan (mis. perubahan sirkulasi, kulit khususnya pada pasien
keutuhan kulit atau jaringan penurunan kelembaban, DM
penurunan mobilisasi 2. Mencegah resiko dekubitus

40
meningkat dengan kriteria 2. Ubah posisi tiap 2 jam apabila 3. Mengurangi pengelupasan
hasil: tirah baring kulit dan iritasi
1. Kerusakan lapisan kulit 3. Anjurkan menggunakan 4. Mencegah dehidrasi
menurun pelembab
2. Elastisitas meningkat 4. Anjurkan minum air yang
cukup
4. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi faktor resiko jatuh 1. Memonitor apakah pasien
asuhan keperawatan selama 2. Hitung resiko jatuh beresiko jatuh
3x24 jam diharapkan tingkat menggunakan skala morse 2. Mengetahui skor serta
resiko jatuh akibat scale menentukan tindakan
penurunan kondisi menurun 3. Monitor kemampuan pasien pencegahan jatuh apabila
dengan kriteria hasil: dalam berpindah dari tempat hasil skor tinggi
1. Jatuh dari tempat tidur tidur ke kursi roda atau 3. Mengantisipasi pasien jatuh
menurun sebaliknya 4. Memudahkan pasien
2. Jatuh saat berdiri 4. Dekatkan bel pemanggil menjangkau bel pemanggil
menurun dalam jangkauan pasien saat membutuhkan bantuan
3. Jatuh saat duduk 5. Pasang hand rall tempat tidur perawat
menurun saat setelah melakukan 5. Mencegah pasien terjatuh
tindakan dari tempat tidur

41
4. Jatuh saat berjalan 6. Anjurkan pasien atau 6. Keluarga mengetahui cara
menurun keluarga memanggil perawat bahwa pasien beresiko jatuh
jika membutuhkan bantuan serta bekerjasama dengan
untuk berpindah perawat dalam
pengendalian resiko jatuh

3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari & Masalah
Waktu Implementasi Keperawatan Paraf Evaluasi Keperawatan
Tanggal keperawatan
Senin 2 12.00 - Mengidentifikasi tanda dan gejala KA Diagnosa 1
28/10/19 hipoglikemi. Pukul 09.35 BS 58 mg/dl. S: tidak terkaji
2 12.05 - Mengidentifikasi penyebab hipoglikemi KA O:
1 (hipoglikemi disebabkan penggunaan obat - RR = 25x/menit
glikemik oral Trajenta di rumah) - SpO2 = 98% dengan nasal
1 12.15 - Memonitor irama, frekuensi, dan upaya KA 3 lpm
napas - Suction slem muco
Irama: vesikuler purulent banyak
Frekuensi: 25x/menit - Suara ronchi di paru
kanan bawah (grok-grok)

42
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot - Pasien tidak mampu
bantu nafas batuk efektif
1 12.20 - Memonitor pola napas (eupnea) SG - Thorax foto
1 12.30 - Memonitor suara napas tambahan (ronchi SG menunjukkan pneumonia
kudaran kanan bawah) - Pasien mendapat terapi
1 12.35 - Memposisikan pasien semi fowler (bed NF epexol 30mg 3x1, nebul
pasien posisi semi fowler 45o) Ventolin 3x1 dan
2 14.00 - Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul NF bisolvon 3x15 tetes
3 lpm A: masalah teratasi sebagian
1, 2 15.00 - Memonitor kadar glukosa darah secara KA P: intervensi 1,2,3,4,5,6,7
berkala sesuai anjuran dokter (BS=51mg/dl) dilanjutkan
1, 2 15.10 - Memonitor intake dan output cairan NF Diagnosa 2
Intake total = 2000 S: keluarga mengatakan
Output total = 2300 paham tentang tanda, gejala,
Total balance = -300 dan faktor resiko
2 15.15 - Mempertahankan akses intavena (IV line NF hipoglikemi.
jalan lancar, VIP score 0) O:
2 15.45 - Mengajarkan ke keluarga pengelolaan NF - BS = 51 mg/dl
hipoglikemia: misalkan tanda dan gejala,

43
16.00 serta faktor resiko dan penanganan - Pasien mendapat terapi
hipoglikemi D40% 1 flash BS menjadi
2 16.10 - Mengkolaborasikan pemberian D40% 1 KA 102 mg/dl
flash - GCS E3V2M2
3 16.15 - Mengidentifikasi penyebab gangguan KA - Pasien mendapat diet
integritas kulit mixer 6x200ml
3 17.00 - Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali SG - Pasien terpasang IV line 2
dengan melibatkan keluarga jalur tetesan lancar, tidak
1, 2, 3, 4 17.15 - Observasi TTV NF bengkak di metacarpal,
TD = 145/78 mmHg VIP score 0
N = 78x/menit - Balance total = -300/24
RR = 20x/menit jam
T = 36.3oC
A: masalah teratasi sebagian
SpO2 = 97% dengan nasal 3 lpm
P: intervensi 3, 4, 6, 9
1 17.30 - Melakukan suctioning secara berkala EOP
dilanjutkan
1 17.30 - Melakukan nebulizer secara berkala SG
Diagnosa 3
1 18.00 - Mengkolaborasikan dengan dokter obat SG
S: keluarga mengatakan
nebulizer yaitu bisolvon 15 tetes dan
pasien bedrest total di tempat
ventolin 1 ampul.

44
1 19.00 - Mengkolaborasikan dengan tim medis untuk SG tidur sejak post op
pemberian expektoran craniotomy tanggal 16
2 19.30 - mengkolaborasikan dengan ahli gizi untuk EOP agustus 2019 dan ADL
pemberian karbohidrat komplek dibantu sepenuhnya.
2 19.35 - Mengajarkan kepada keluarga tentang SG O:
pengelolaan diabetes mellitus: interaksi - Tidak ada decubitus
antara obat insulin, obat oral dan asupan - Pasien mendapat infus
makanan. assering 1000ml/24 jam
3 20.00 - Menggosok punggung, sacrum dan semua EOP dan diet mixer 6x200 ml
kulit yang kering dengan lotion - Kulit tampak kering
3 20.15 - Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit EOP A: masalah teratasi sebagian
pasien P: intervensi 2, 3, 4, 7
4 21.00 - Mengidentifikasi faktor resiko jatuh EOP dilanjtkan
4 21.05 - Menghitung skala resiko jatuh morse fall EOP Diagnosa 4
scale (95 “resiko tinggi”) S: keluarga dan suster jaga
4 21.10 - Memastikan roda tempat tidur selalu SG memahami cara menghindari
terkunci resiko jatuh
4 21.15 - Memasang handrail tempat tidur EOP O:
4 21.20 - Mengatur tempat tidur mekanis terendah EOP - GCS E3V2M2

45
4 21.25 - Mengajurkan untuk memanggil perawat EOP - Pasien menderita DM
dengan bel jika membutuhkan bantuan - Kekuatan otot menurun
- Pasien kontraktur di
ekstremitas atas dan
bawah
- Penerangan ruangan
cukup
- Skala resiko jatuh = 95
- Keluarga dan suster jaga
kooperatif
1 08.30 - Memonitor irama, frekuensi, dan upaya EOP Diagnosa 1
napas S: tidak terkaji
Irama: vesikuler O:
Frekuensi: 25x/menit - RR = 20x/menit
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot - SpO2 = 98% dengan nasal
bantu nafas 3 lpm
1 11.00 - Memonitor suara napas tambahan (ronchi NF dan - Suara ronchi di paru
kudran kanan bawah) KA kanan bawah (grok-grok)

46
1 11.10 - Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul KA - Pasien tidak mampu
3 lpm batuk efektif
1, 2, 3 14.00 - Observasi TTV NF - Pasien mendapat terapi
TD = 123/57 mmHg epexol 30mg 3x1, nebul
N = 67x/menit Ventolin 3x1 dan
RR = 20x/menit bisolvon 3x15 tetes
T = 36.4oC
A: masalah teratasi sebagian
SpO2 = 97% dengan nasal 3 lpm
P: intervensi dilanjutkan
2 16.00 - Memonitor intake dan output cairan NF
Diagnosa 2
Intake total = 2300
S: tidak terkaji
Output total = 2500
O:
Total balance = -200
- BS = 299 mg/dl
2 17.00 - Memonitor kadar glukosa darah secara KA
- GCS E3V2M2
berkala sesuai anjuran dokter. Pukul 13.25
- Pasien mendapat diet
BS 299 mg/dl
mixer 6x200ml
1, 2 17.15 - Mempertahankan akses intavena (IV line SG
- Pasien terpasang IV line 2
lancar hari ke 2, jalan lancar, VIP 0)
jalur tetesan lancar, tidak
3 19.00 - Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali SG
dengan melibatkan keluarga

47
1 - Melakukan nebulizer secara berkala SG bengkak di metacarpal S,
Nebulizer: bisolvon 15 tetes dan ventolin 1 VIP scor 0
ampul (sesuai advis dokter) - Total balance = -200/24
2 - Mengkolaborasikan dengan ahli gizi untuk SG jam
pemberian karbohidrat komplek
A: masalah teratasi sebagian
3 - Menggosok punggung, sacrum dan semua KA
P: intervensi dilanjutkan
kulit yang kering dengan lotion
Diagnosa 3
4 - Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit EOP
S: keluarga mengatakan
pasien
pasien bedrest total di tempat
4 - Memastikan roda tempat tidur selalu EOP
tidur sejak post op
terkunci
craniotomy tanggal 16
4 - Memasang handrail tempat tidur EOP
agustus 2019 dan ADL
4 - Mengatur tempat tidur mekanis terendah EOP
dibantu sepenuhnya.
4 - Mengajurkan untuk memanggil perawat EOP
O:
dengan bel jika membutuhkan bantuan
- Tidak ada decubitus
- Pasien mendapat infus
assering 1000ml/24 jam
dan diet mixer 6x200 ml

48
- Kulit tampak kering

A: masalah teratasi sebagian


P: intervensi dilanjtkan
Diagnosa 4
S: keluarga dan suster jaga
memahami cara menghindari
resiko jatuh
O:
- GCS E3V2M2
- Pasien menderita DM
- Kekuatan otot menurun
- Pasien kontraktur di
ekstremitas atas dan
bawah
- Penerangan ruangan
cukup
- Keluarga dan suster jaga
kooperatif

49
Rabu 2 07.00 - Memonitor kadar glukosa darah secara SG Diagnosa 1
30/10/19 berkala sesuai anjuran dokter. Pukul 05.50 S: tidak terkaji
BS 246 mg/dl O:
1 07.30 - Memonitor irama, frekuensi, dan upaya SG - RR = 20x/menit
napas - SpO2 = 98% dengan nasal
Irama: vesikuler 3 lpm
Frekuensi: 20x/menit - Pasien tidak mampu
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot batuk efektif
bantu nafas - Pasien mendapat terapi
1 07.35 - Memonitor suara napas tambahan (ronchi SG epexol 30mg 3x1, nebul
kuadran kanan bawah) Ventolin 3x1 dan
1 07.40 - Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul SG bisolvon 3x15 tetes
3 lpm
A: masalah teratasi sebagian
1, 2 08.00 - Memberikan makan melalui sonde, residu 0 SG
P: intervensi dihentikan,
1,2 09.00 - Memberikan obat sesuai terapi SG
pasien KRS. Terapi obat
1. Ceftriaxone inj. 1g
dilanjutkan dirumah
2. Pantopazole inj. 40mg
Diagnosa 2
3. Trajenta duo tablet 2,5 mg/500mg
S: tidak terkaji
4. Epexol tablet 30mg

50
5. Neurotam caplet 1200 mg O:
6. Coralan tablet 5mg - BS = 246 mg/dl
7. Nebilet tablet 5mg - GCS E3V2M2
8. Lavemir inj. - Pasien mendapat diet
1, 2, 3, 4 11.30 - Observasi TTV KA mixer 6x200ml
TD = 92/52 mmHg - Pasien terpasang IV line 2
N = 75x/menit jalur tetesan lancar, tidak
RR = 20x/menit bengkak di metacarpal S,
T = 36.4oC VIP scor 0
SpO2 = 98% dengan nasal 3 lpm - Balance total = -250/24
2 11.45 - Memonitor intake dan output cairan KA jam
1, 2 11.55 Intake total = 2250 - Aff folley catheter, pasien
3 13.00 Output total = 2500 BAK spontan dengan
Balance total = -250 pampers
3 13.10 - Mempertahankan akses intavena KA
A: masalah teratasi sebagian
3 13.15 - Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali NF
P: intervensi dihentikan,
dengan melibatkan keluarga
pasien KRS. Edukasi
4 14.00 - Menggosok punggung, sacrum dan semua NF
kulit yang kering dengan lotion

51
4 14.03 - Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit NF keluarga melanjutkan terapi
pasien obat DM dirumah
4 14.10 - Memastikan roda tempat tidur selalu NF Diagnosa 3
terkunci S: keluarga mengatakan
4 15.00 - Memasang handrail tempat tidur NF pasien bedrest total di tempat
- Mengatur tempat tidur mekanis terendah NF tidur ADL dibantu
17.00 - Aff folley catheter secara aseptic, tidak ada EOP sepenuhnya.
hambatan. Pasien sudah BAK spontan di O:
pampers sedikit - Tidak ada decubitus
- Pasien KRS dengan ambulance - Aff infus
- Kulit tampak kering

A: masalah teratasi sebagian


P: intervensi dihentikan,
pasien KRS. Edukasi
keluarga melakukan
perawatan dirumah.
Diagnosa 4

52
S: keluarga dan suster jaga
memahami cara menghindari
resiko jatuh
O:
- GCS E3V2M2
- Pasien menderita DM
- Kekuatan otot menurun
- Pasien kontraktur di
ekstremitas atas dan
bawah
- Penerangan ruangan
cukup
- Keluarga dan suster jaga
kooperatif

A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan,
pasien KRS.

53
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang


terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada
klien Tn.J dengan diagnosa medis Diabetes Mellitus Tipe 2 di Medical Ward
Rumah Sakit Premier Surabaya yang meliputi pengkajian, perencanaan assuhan
keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian pada Tn J dengan melakukan anamnesa
dengan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan mendapatkan data dari
pemeriksaan penunjang medis.
Pembahasan akan dimulai dari:
1. Identitas
Data yang didapatkan Tn J berjenis kelamin laki-laki, berusia 71 tahun.
Faktor resiko penyebab DM Tipe 2 yaitu obesitas, riwayat keluarga, pola makan,
penyakit penyerta dan aktivitas fisik.
2. Riwayat sakit dan kesehatan
Keluarga mengatakan pasien susah dibangunkan, GCS E1V2M2, batuk
lendir susah keluar dan sesak. Pasien menderita DM tipe 2 sudah 5 tahun yang lalu.
Menurut Fatimah (2015) Penurunan kesadaran merupakan tanda dari Hipoglikemia
(ketidakstabilan glukosa darah). Menurut Rusdi (2019) Batuk lendir mucopurulent,
banyak dan susah keluar merupakan tanda Pneumonia akibat pasien bed rest total
di tempat tidur (Penurunan Mobilitas). Foto paru menunjukkan Infiltrate kesan
Pneumonia. Klien juga mengalami sesak nafas (RR 25 x/menit) akibat retensi
sputum karena pasien tidak bisa melakukan batuk efektif.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan beberapa masalah yang bisa dipergunakan
sebagai data dalam menegakkan diagnose keperawatan yang actual maupun yang
masih resiko. Adapun pemeriksaan dilakukan berdasarkan persistem seperti
tersebut di bawah ini:

55
a. Sistem pernapasan
Saat pengkajian didapatkan nafas grok-grok, RR 25 x/menit, SPO2 96%
dengan nasal canul 3lpm. Pasien terpasang NPA no 7 di lubang hidung kiri.
Dilakukan suction slem mucopurulent kental banyak. Salah satu manifestasi klinis
dari Diabetes Melitus adalah penurunan kesadaran (Hipo dan hiperglikemi),
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot, dan gangguan kognitif (Wijaya,
2013). Tn J mengalami retensi sputum akibat penurunan mobilitas dan
ketidakmampuan melakukan batuk efektif. Sehingga lendir tidak bisa keluar, harus
dibantu suction dan dipasang NPA.
b. Sistem kardiovaskuler
Nadi radialis teraba kuat dan teratur. HR 86 x/menit, TD 157/90 mmHg.
Menurut penelitian Rusdi & Afriyeni (2019) menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara hiperglikemia dan hipertensi. Pada pasien DM tipe 2 dengan
hipertensi memiliki resiko 2,2 kali lipat lebih tinggi terhadap kejadian
hiperglikemia dibandingkan dengan pasien tanpa hipertensi. Resistensi insulin dan
hyperinsulinemia menginduksi hipetertensi dengan peningkatan reabsobsi natrium
dan air di ginjal, sehingga meningkatkan aktivitas sitem saraf simpatis dan
mengubah perpindahan kation transmembrane
c. Persarafan
Saat pengkajian didapatkan Nilai GCS E3V2M2. pupil bulat isokor 3+/3+
dan tampak lemah. Pada Diabetes Melitus terjadi peningkatan gluconeogenesis,
akibatnya terjadi peningkatan keton (ketoasidosis). Keton masuk ke sawar otak
menyebabkan koma diabetikum (Fatimah, 2015).
d. Perkemihan
Pasien terpasang folley catheter. Produksi urine 60-70 ml/jam. balance
cairan 24 jam -250ml. Peningkatan glukosa mengakibatkan kemampuan ginjal
untuk melakukan filtrasi dan reabsorpsi glukosa menurun sehingga glukosa
terbuang melalui urine (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan
mengakibatkan peningkatan volume air atau polyuria (Aini, 2016).

56
e. Pencernaan
Membran mukosa lembab, terpasang NGT dan mendapat diet sonde Mixer
6x250ml. Pasien tampak kurus, BB 50 kg, TB 172 cm, IMT 16,9 tergolong BB
kurang. Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena
glukosa kesulitan masuk ke dalam sel sehingga menimbulkan proses kompensasi
seluler untuk mempertahankan fungsi sel. Proses-proses kompensasi dimulai dari
sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan glikogen atau bahkan
menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini berdampak pada
penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah. Starvasi seluler
juga meningkatkan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai
substrat untuk glukoneogenesis dalam hati yang mengakibatkan penurunan sintesis
protein. Depresi protein akan mengakibatkan tubuh menjadi kurus, penurunan
resistensi terhadap infeksi dan pengembalian jaringan yang rusak akibat cedera
akan sulit. Dampak starvasi sel juga dapat meningkatkan mobilisasi dan
metabolisme lemak atau lipolisis asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol
bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang
digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel (Aini, 2016).
f. Muskuloskeletal dan integumen
Rambut hitam, tidak ada rambut rontok. Kulit kepala bersih, tidak ada
massa. Warna kulitt coklat muda, turgor kulit elastis, kuku bersih. ROM bebas,
kekuatan otot ekstermitas atas 5555/5555, ekstermitas bawah 5555/555. Tidak ada
fraktur atau kelainan pada tulang. Tidak ada kelainan atau trauma jaringan. Proses-
proses kompensasi dimulai dari sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan
glikogen atau bahkan menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini
berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah
(Wijaya, 2013).

57
BAB 5
PENUTUP

Setelah kelompok melakukan pengamatan dan melaksanakan tindakan


keperawatan secara langsung pada pasien Tn.J dengan diagnosis Diabetes Mellitus
di Ruang Medical Ward Rumah Sakit Premier Surabaya, maka kelompok dapat
menarik beberapa kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam
meningkatkan mutu tindakan keperawatan pasien dengan diagnosis Diabetes
Mellitus.
4.1 KESIMPULAN
Mengacu pada hasil uraian yang telah menguraikan tentang tindakan
keperawatan pada pasien DM Tipe 2 maka kelompok dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1) Pengkajian didapatkan pasien Tn.J berusia 71 tahun riwayat penyakit DM
mengalami sesak nafas, badan lemas, sulit diajak bicara dan mengalami
penurunan kesadaran. Hasil gula darah sewaktu 58 mg/dl. hal tersebut sejalan
dengan teori bahwa pada pasien dengan diabetes melitus biasanya masuk rumah
sakit dikarenakan kondisi lemah, pusing, nafsu makan menurun atau bahkan
dengan penurunan kesadaran akibat hipoglikemia
2) Diagnosis keperawatan pada Tn.E dengan Diabetes melitus salah satunya
ketidakstabilan kadar glukosa darah karena pada penderita DM, fungsi pancreas
mengalami penurunan sehingga kerja insulin terganggu.
3) Rencana tindakan keperawatan sudah disesuaikan dengan teori dan kondisi
pasien dengan menetapkan penyusunan rencana keperawatan. Merencanakan
tindakan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Melitus harus melihat
kondisi pasien secara keseluruhan karena tiap kondisi pasien tentunya berbeda
dan target waktu penyelesaiannya juga disesuaikan dengan kemampuan pasien.
4) Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan secara kesinambungan 3x24 jam
dengan bekerjasama secara kelompok.

58
4.2 SARAN
Bertolak dari kesimpulan diatas kelompok dapat memberikan saran sebagai
berikut:
1. Bagi Instansi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya meningkatkan kualitas pelayanan yaitu dengan
memberikan kesempatan perawat untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan
baik formal maupun informal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan mampu meningkatkan mutu dan memberikan asuhan
keperawatan yang efektifitas sehingga menghasikan perawat-perawat yang
profesional.
3. Bagi Keluarga dan Pasien
Keluarga dan pasien agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang Diabetes
Melitus beserta komplikasinya dan mengontrol gaya hidup sehingga dapat
mencegah terjadinya komplikasi sedini mungkin.
4. Bagi kelompok selanjutnya
5. Kelompok selanjutnya dapat menggunakan seminar kasus ini sebagai refrensi
data untuk selanjutnya sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan
sesuai dengan standar yang berlaku.

59
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., & Aridiana, L. M. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin
dengan Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika.

Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. (2014). Analisis Faktor Resiko
Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif di
Puskesmas Wawonasa. Jurnal E-Biomedik (eBM), 2(2).

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Mejority, 4, 93–101.

Marewa, L.W., 2013. Kencing Manis (Diabetes Mellitus) Di Sulawesi Selatan,


Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Padila. (2012a). Kepeawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Padila. (2012b). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan.

Rendi, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013, pp.1–384.

Rusdi, M. S., & Afriyeni, H. (2019). Pengaruh Hipogikemia pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Terhadap Kepatuhan Terapi dan Kualitas Hidup. Journal of
Pharmaceutical and Science, 2(1), 24–29.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem (8th ed.). Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. . (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
In D. Kuncara, H.Y. (Ed.) (8th ed.). Jakarta: EGC.

Tandra, H. (2013). Life Healthy with Diabetes Megapa dan Bagaimana.


Yogyakarta: CV Andi offset.

60
Tarwoto, Wartonah, Taufiq, I., & Mulyati, L. (2012). Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Sistem Endokrin (Trans Info). Jakarta: Trans.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Trisnawati, S. K., & Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), 6–11.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Zieve, D. (2010). Type 2 Diabetic. A.D.A.M. Retrieved from


http://www.nlm.nih.gov/midlineplus/ency/article/003.htm.

61

Anda mungkin juga menyukai