OLEH:
MAHASISWA STIKES HANGTUAH
1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MEDICAL WARD
RUMAH SAKIT PREMIER SURABAYA
OLEH :
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
1. Elysabeth Oktaviana P 1930026
2. Kurrotul Aini 1930046
3. Novelda Febriyanti 1930062
4. Sugeng Santoso 1930084
Telah disetujui untuk dilakukan seminar kasus di Rumah Sakit Premier Surabaya
pada hari _____,____ __________ ________
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
1. Dr. Hartono Tanto, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Premier Surabaya.
2. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp.,M.Kep selaku Ketua Stikes Hang Tuah
Surabaya
3. Nuh Huda, M.Kep.,Ns.,Sp.KMB selaku Kepala Program Pendidikan
Profesi Ners Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya
4. Dwi Priyantini, S.Kep., Ns., M.Sc. selaku pembimbing institusi yang telah
meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
penyusunan makalah seminar ini.
5. Janny Prihastuti, S.Kep., Ns., MARS. selaku Manajer Keperawatan
Rumah Sakit Premier Surabaya
6. Easter, S.Kep., Ns. selaku Diklat Pendidikan Rumah Sakit Premier
Surabaya
7. Yuliana Wartiningsih, S.Kep., Ns. selaku kepala ruangan dan pembimbing
lahan yang penuh kesabaran dan perhatian memberikan saran, masukan,
kritik dan bimbingan demi kesempurnaan penyusunan makalah seminar
kasus ini.
iii
diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah Yang Maha Pemurah.
Akhirnya penulis berharap bahwa makalah seminar kasus ini bermanfaat bagi
kita semua.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan
dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Hal ini bisa diidentikkan dengan
pekerjaan penduduk yang berpendidikan tinggi yang tidak membutuhkan aktivitas
fisik yang lebih banyak (Marewa, 2013). Contohnya pada pekerja atau karyawan
kantoran yang lebih banyak duduk saat bekerja serta dosen atau pengajar yang lebih
banyak bekerja di dalam ruangan.
Diabetes mellitus dapat disebut juga dengan the silent killer sebab penyakit ini
dapat menyerang beberapa organ tubuh dan mengakibatkan berbagai macam
keluhan. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi glukosa darah dapat
dikendalikan melalui empat pilar penatalaksanaan DM seperti edukasi, diet, olah
raga dan obat-obatan Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber
daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar.
Oleh karenanya, semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut
serta secara aktif dalam usaha penanggulangan kejadian DM, khususnya dalam
upaya pencegahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Diabetes Mellitus?
2. Apa saja klasifikasi Diabetes Mellitus?
3. Apa etiologi Diabetes Mellitus?
4. Bagaimana patofisiologi atau web of caution Diabetes Mellitus?
5. Apa saja manifestasi klinis Diabetes Mellitus?
6. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Mellitus?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Diabetes Mellitus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori penyakit Diabetes Mellitus dan asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Mellitus.
1.3.2 Tujuan Khusus
2 Untuk mengetahui definisi Diabetes Mellitus.
3 Untuk mengetahui klasifikasi Diabetes Mellitus.
4 Untuk mengetahui etiologi Diabetes Mellitus.
5 Untuk mengetahui patofisiologi atau web of caution Diabetes Mellitus.
2
6 Untuk mengetahui manifestasi klinis Diabetes Mellitus.
7 Untuk mengetahui penatalaksanaan Diabetes Mellitus.
8 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Diabetes Mellitus
8.1 Manfaat
1 Memperkaya sumber bacaan dibidang keperawatan serta dapat dijadikan
sebagai referensi bagi institusi untuk menambah kelengkapan materi dalam
perkuliahan.
2 Sebagai wacana untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan proses asuhan
keperawatan pada klien dengan hipospadia
3 Sebagai wacana untuk studi kasus berikutnya di bidang kesehatan terutama
dalam asuhan keperawatan pada klien dengan hipospadia
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2.2 Struktur Pankreas
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino darah
serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini
masuk ke darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong penyerapan bahan-
bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing menjadi glikogen,
trigliserida dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan
mempengaruhi transpor nutrien darah spesifik masuk ke dalam sel atau mengubah
aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur metabolik tertentu
(Sherwood, 2014).
1. Efek Insulin pada Karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan
mendorong penyimpanan karbohidrat:
a. Insulin mempermudah trasnpor glukosa ke dalam sebagian besar sel.
b. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa di
otot rangka dan hati.
c. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi
glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen menjadi glukosa
maka insulin cenderung menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan
mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati.
d. Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan
menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa
di hati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam amino
di darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan dengan
5
menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam
amino menjadi glukosa.
Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan
mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan
disimpan, dan secara bersamaan menghambat dua mekanisme pembebasan
glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis dan glukoneogenesis)
(Sherwood, 2014).
2. Efek Insulin pada Lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asam lemak darah dan
mendorong penyimpanan trigliserida (Sherwood, 2014):
a. Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel
jaringan lemak.
b. Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel jaringan lemak
melalui rekriutmen GLUT-4. Glukosa berfungsi sebagai prekursor
untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah
untuk membentuk trigliserida.
c. Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya menggunakan
turunan asam lemak dan glukosa untuk sintesis trigliserida.
d. Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), mengurangi
pembebasan asam lemak dari jaringan lemak ke dalam darah.
Secara kolektif, efek-efek ini cenderung mengeluarkan asam lemak dan
glukosa dari darah dan mendorong penyimpanan keduanya sebagai
trigliserida.
3. Efek Insulin pada Protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis
protein melalui beberapa efek:
a. Insulin mendorong transpor aktif asam amino dari darah ke dalam otot
dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah
dan menyediakan bahan-bahan untuk membentuk protein di dalam sel.
b. Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein
oleh perangkat pembentuk protein yang ada di sel
c. Insulin menghambat penguraian protein.
6
Hasil keseluruhan dari efek-efek ini adalah efek anabolik protein. Karena
itu, insulin esensial bagi pertumbuhan normal (Sherwood, 2014).
7
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang tidak bergantung insulin, dimana
pankreas masih bisa membuat insulin, akan tetapi kualitas insulinnya buruk,
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
memasukkan gula ke dalam sel dan berakibat pada gula dalam darah
meningkat. Demikian biasanya tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam
pengobatannya, tapi perlu obat yang bekerja untuk memperbaiki
pengolahan gula di hati, dan lain-lain. Kemungkinan lain terjadinya diabetes
tipe 2 adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot tidak peka atau sudah resisten
terhadap insulin, dinamakan resistensi insulin atau insulin resistance,
sehingga menolak insulin sebabagi kunci buka pintu masuknya gula,
akhirnya gula tertimbun dalam peredaran darah (Tandra, 2013)
8
Rendi (2012) terdapat faktor resiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Obesitas
Individu yang mengalami obesitas memiliki resiko 2,7 kali lebih besar
untuk terkena diabetes, hal ini disebabkan karena tingginya konsumsi
karbohidrat, lemak dan protein serta kurangnya aktivitas fisik yang
dapat menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma,
sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot
dan adipose (Betteng et al., 2014).
b. Riwayat Keluarga
Hasil penelitian Trisnawati & Setyorogo (2013) menunjukan bahwa
keluarga yang memiliki riwayat DM beresiko 15% apabila salah satu
orang tua menderita DM, jika kedua orang tua menderita DM maka
resiko untuk menderita DM sebesar 75%
c. Pola Makan
Seringnya mengkonsumsi makanan atau minuman manis akan
meningkatkan resiko kejadian DM tipe 2 karena meningkatkan
konsentrasi glukosa dalam darah. Riwayat pola makan yang kurang baik
juga menjadi faktor resiko penyebab terjadinya DM. makanan yang
dikonsumsi diyakini menjadi penyebab meningkatnya gula darah.
Perubahan diet seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak menjadi
penyebab terjadinya diabetes (Betteng et al., 2014)
d. Penyakit Penyerta
Menurut penelitian Rusdi & Afriyeni (2019) menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara hiperglikemia dan hipertensi. Pada
pasien DM tipe 2 dengan hipertensi memiliki resiko 2,2 kali lipat lebih
tinggi terhadap kejadian hiperglikemia dibandingkan dengan pasien
tanpa hipertensi. Resistensi insulin dan hyperinsulinemia menginduksi
hipetertensi dengan peningkatan reabsobsi natrium dan air di ginjal,
sehingga meningkatkan aktivitas sitem saraf simpatis dan mengubah
perpindahan kation transmembrane. Zieve (2010) menyimpulkan
terdapat pengaruh antara hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus
9
disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan
diameter pembuluh darah menjadi sempit. Hal ini menyebabkan proses
pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu.
e. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah
menjadi energi pada saat beraktifitas fisik. Aktifitas fisik mengakibatkan
insulin semakin meningkat sehingga kadar gula darah akan berkurang.
Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam
tubuh tidak dibakar tetpi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula.
Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi
maka akan timbul DM (Betteng et al., 2014)
10
Hiperosmolaritas merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan osmotik pada plasma sel akibat peningkatan konsentrasi zat
atau glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa mengakibatkan kemampuan ginjal
untuk melakukan filtrasi dan reabsorpsi glukosa menurun sehingga glukosa
terbuang melalui urine (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan
mengakibatkan peningkatan volume air atau poliuria.
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena
glukosa kesulitan masuk ke dalam sel sehingga menimbulkan proses kompensasi
seluler untuk mempertahankan fungsi sel. Proses-proses kompensasi dimulai dari
sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan glikogen atau bahkan
menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini berdampak pada
penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah. Starvasi seluler
juga meningkatkan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai
substrat untuk glukoneogenesis dalam hati yang mengakibatkan penurunan sintesis
protein. Depresi protein akan mengakibatkan tubuh menjadi kurus, penurunan
resistensi terhadap infeksi dan pengembalian jaringan yang rusak akibat cedera
akan sulit. Dampak starvasi sel juga dapat meningkatkan mobilisasi dan
metabolisme lemak atau lipolisis asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol
bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang
digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel (Aini & Aridiana, 2016)
11
WEB OF CAUTION (WOC)
Pola Makan Obesitas Faktor Genetik Bahan kima dan obat Penyakit dan Infeksi Pola Hidup
meningkat pankreas
peningkatan timbunan Gen Penyebab Iritasi Pankreas Tidak Olah raga
Metabolisme tubuh lemak pada sel Fungsi pancreas
meningkat Mutasi gen pada Inflmasi Pankreas Perkembangan Kalori
adiposa menurun
Kromosom terhambat
Aktivitas menurun Asam lemak bebas Fungsi Pankreas Penghancuran sel-sel
Disfungsi Glund menurun Peingkatan tmbunan
meningkat beta
Gangguan lemak pada sel adiposa
pembentukan energi Resistensi Insulin Hormon Resisten Produksi insulin tidak Defisiensi Insulin
meningkat adekuat Asam lemak bebesa
Produksi insulin tidak Daya kerja insulin meningkat
adekuat menurun Resistensi insulin Transportasi glukosa
dalam sel turun Resistensi insulin
Transportasi gula
dalam sel turun Gula darah meningkat Daya kerja insulin
menurun
Gula darah meningkat
DIABETES MELITUS
13
5. Peningkatan lipid dan kolesterol
6. Osmolaritas serum (>330 osm/l)
7. Urinalisis menunjukkan proteinuria, ketonuria, glukosuria
2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabetes melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM.
Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
a. Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Fatimah,
2015).
Terdapat 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus, antara lain:
(Padila, 2012; Tarwoto et al., 2012)
1) Diet
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan
adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-
70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks) (Fatimah, 2015).
2) Latihan Fisik (Exercise)
Latihan dapat dilakukan dengan melawan tahanan untuk menambah laju
metabolisme istirahat, menurunkan berat badan, stres dan menyegarkan tubuh.
Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
14
3) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.
Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM.
Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada
pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun (Fatimah, 2015).
4) Pemantauan
Pemantauan yang dimaksud adalah pemantauan glukosa darah secara teratur.
5) Terapi Obat
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian
obat hipoglikemik oral (OHO) (Fatimah, 2015).
Obat-Obat Diabetes Melitus
a. Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula
darah dan mencegah komplikasi, lebih khusus lagi dengan menghilangkan
gejala, optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan.
Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM
tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan
asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Pemilihan dan penentuan
regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini
obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid,
inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
b. Insulin
Insulin merupakan hormone yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain
menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan,
menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan
glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen,
menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa. Bagi pasien
15
DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama, namun pada pasien DM
tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan.
16
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat DM, atau
penyakit keturunan lain yang dapat menyebabkan defisiensi insulin seperti
hipertensi dan jantung (Purwanto, 2016)..
F. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)
1) B1 (Breath)
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam),
RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
2) B2 (Blood)
Adanya riwayat hipertensi, perfusi jaringan menurun, nadi perifer
melemah, takikardia / brakikardia, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegali
3) B3 (Brain)
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
4) B4 (Bladder)
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine serta panas atau sakit saat
berkemih.
5) B5 (Bowel)
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah
meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
6) B6 (Bone)
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek
tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
7) Muskuloskeletal
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus (Purwanto, 2016).
17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif (SDKI, 2017)
Penyebab
Penurunan energi, obesitas
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Dispnea 1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fase eskpirasi memanjang
3. Pola nafas abnormal (mis. takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
18
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Mengantuk 1. Gangguan koordinasi
2. Pusing 2. Kadar glukosa dalam darah/urin rendah
Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Lelah atau lesu 1. Kadar glukosa dalam urin/darah tinggi
19
3. Tekanan darah menurun
4. Turgor kulit menurun
5. Membran mukosa kering
6. Volume urine menurun
7. Hematokrit meningkat
20
Mengeluh sulit 1. Kekuatan otot menurun
menggerakan ekstrimitas 2. Rentang gerak (ROM) menurun
21
3) Monitor bunyi nafas tambahan
Rasional: adanya sumbatan jalan nafas mengakibatkan jalan nafas
tidak paten
4) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman (semi fowler atau fowlwe)
Rasional: memaksimalkan kenyamanan pasien serta membantu
ekspansi paru
5) Berikan terapi oksigen sesuai advice
Rasional: mambantu mensuplai oksigen dan mengurangi dyspnea
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
Rasional: Membantu kepatenan jalan nafas
2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Berhubungan Dengan Disfungsi
Pankreas, Resistensi Insulin (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kadar glukosa darah berada pada rentang normal.
Kriteria Hasil:
a. Kadar glukosa dalam darah membaik
b. Kesadaran meningkat
c. Koordinasi meningkat
d. Pusing menurun
e. Lelah/lesu menurun
Intervensi:
1) Identifikasi tanda gejala hiperglikemi atau hipoglikemi
Rasional: memantau gejala secara dini dalam menentukan tindakan
2) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi atau hipoglikemi
Rasional: mengetahui faktor apasaja yang menyebabkan
ketidakstabilan gula darah
3) Monitor kadar glukosa darah
Rasional:mengetahui keadaan glukosa serum selama program
4) Monitor intake dan output cairan
Rasional:mencegah dehidasi akibat peningkatan osmotik
22
5) Jika pasien hipoglikemi berikan karbohidrat kompleks dan protein
sesuai diet
Rasional:mencegah penurunan kesadaran akibat penurunan energi
6) Pertahankan kepatenan jalan nafas
Rasional:agar tidak terjadi hipoksia
7) Anjurkan kepada keluarga untuk monitor kadar glukosa darah secara
mandiri apabila dirumah
Rasional:untuk memantau kestabilan kadar glukosa darah
8) Ajarkan kepada keluarga pengelolaan diabetes (mis. pemggunaan
insulin, obat oral, monitor asupan pengganti karbohidrat)
Rasional:keluarga mengetahui cara menjaga keseimbangan gula
darah, serta memahami asupan yang baik untuk pasien diabetes melitus
9) Kolaborasi pemberian insulin apabila pasien hiperglikemi
Rasional:untuk mengurangi kadar glukosa darah
10) Kolaborai pemberian dekstrose apabila pasien mengalami hipoglikemi
Rasional:untuk memenuhi sumber dan mencegah komplikasi seperti
penurunan kesadaran
3. Resiko Jatuh (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat resiko jatuh akibat penurunan kondisi menurun.
Kriteria Hasil:
a. Jatuh dari tempat tidur menurun
b. Jatuh saat berdiri menurun
c. Jatuh saat duduk menurun
d. Jatuh saat berjalan menurun
Intervensi:
1) Identifikasi faktor resiko jatuh
Rasional: Memonitor apakah pasien beresiko jatuh
2) Hitung resiko jatuh menggunakan skala morse scale
Rasional: Mengetahui skor serta menentukan tindakan pencegahan
jatuh apabila hasil skor tinggi
23
3) Monitor kemampuan pasien dalam berpindah dari tempat tidur ke kursi
roda atau sebaliknya
Rasional: mengatisipasi pasien jatuh
4) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Rasional: memudahkan pasien menjangkau bel pemanggil saat
membutuhkan bantuan perawat
5) Pasang hand rall tempat tidur saat setelah melakukan tindakan
Rasional: mencegah pasien terjatuh dari tempat tidur
6) Anjurkan pasien atau keluarga memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
Rasional: keluarga mengetahui cara bahwa pasien beresiko jatuh serta
bekerjasama dengan perawat dalam pengendalian resiko jatuh
4. Hipovolemia Berhubungan Dengan Peningkatan Permeabilitas Kapiler
(SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan status cairan membaik.
Kriteria Hasil:
a. Frekuensi nadi membaik
b. Tekanan darah membaik
c. Tekanan nadi membaik
d. Membran mukosa membaik
e. Kadar Hb. Ht membaik
Intervensi:
1) Periksa tanda gejala hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus dan
lemah)
Rasional:mencegah komplikasi yang lebih serius
2) Monitore intake dan output cairan
Rasional :menjaga keseimbangan cairan tubuh yang masuk dan keluar
dalam tubuh pasien
3) Hitung kebutuhan cairan
24
Rasional: mengetahui keadaan hidrasi pasien
4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Rasional: mencegah dehidrasi
5) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCL, RL)
Rasional:mencegah kehilangan cairan yang berlebih
6) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2.5%, NaCl
0.4%)
Rasional:pemberian energi serta kehilangan cairan berlebih
5. Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Ketidakmampuan menelan atau
mencerna makanan (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan ketidakadekuatan asupan nutrisi membaik.
Kriteria Hasil:
a. Pasien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c. Nafsu makan membaik
d. Frekuensi makan membaik
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi:
1) Identifikasi status nutrisi
Rasional: untuk menilai nutrisi yang dibutuhkan pasien
2) Observasi dan catat asupan pasien
Rasional: mengidentifikasi asupan nuutrisi pasien
3) Lakukan oral hygiene sebelum makan
Rasional: untuk membersihkan bahteri serta mengurangi rasa pahit
yang dapat memicu mual
4) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada saat makan
Rasional: lingkungan yang nyaman akan membantu meningkatkan
nafsu makan
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentuan jumlah kalori dan jenis
nutrien pasien
Rasional: untuk memenuhi nutrisi pasien
25
6. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Otot
(SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
maka mobilitas fisik meningkat
Kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Kelemahan fisik menurun
Intervensi:
1) Observasi kemampuan mobilitas pasien
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana kemampuan geaj pasien
setelah dilakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2) Observasi bagian tubuh mana yang mengalami kelemahan
Rasional: memudahkan perawat dalam melakukan latihan gerak
7) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas
yang sakit
Rasional: gerak aktif memberikan dan memperbaiki massa tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
8) Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ektermitas yang tidak sakit
Rasional: mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya
bila tidak dilatih untuk digerakkan
9) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik.
Rasional: peningkatan kemampuan dapat dilakukan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi.
7. Resiko Gangguan Integritas Kulit (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan keutuhan kulit atau jaringan meningkat.
Kriteria Hasil:
a. Kerusakan lapisan kulit menurun
b. Elastisitas meningkat
Intervensi:
26
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, penurunan kelembaban, penurunan mobilisasi
Rasional: mengetahui secara dini resiko gangguan integritas kulit
khususnya pada pasien DM
2) Ubah posisi tiap 2 jam apabila tirah baring
Rasional: mencegah resiko dekubitus
3) Anjurkan menggunakan pelembab
Rasional: Mengurangi pengelupasan kulit dan iritasi
4) Anjurkan minum air yang cukup
Rasional: mencegah dehidrasi
27
BAB 3
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN J DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2
3.1 Pengkajian
1. Data Demografi
Tanggal / Jam Pengkajian : 28 Oktober 2019 / 12.00 WIB
Tanggal MRS : 28 Oktober 2019
Ruangan : Medical Ward
No. Rekam Medis : 375xxx
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus Tipe 2
Nama Pasien : Tn. J
Umur : 71 Tahun
BB : 50 kg
TB : 172 cm
Agama : Katholik
Pendidikan : SMA
Alamat : Kota Surabaya
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku Bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Penanggung Biaya : Ny. L (Istri)
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluarga mengatakan pasien tampak lemas dan semakin susah
dibangunkan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Premier Surabaya tanggal 28 Oktober
2019 pukul 07.10 WIB dengan kondisi lemas, susah dibangunkan GCS
E1V2M2, batuk berdahak, lendir susah keluar, dan sesak. Kondisi tersebut
berlangsung sejak 4 hari yang lalu dan memberat hari ini. Keluarga
28
mengatakan pasien memiliki riwayat DM tipe-2 sudah 5 tahun. GDA di
IGD low (< 50 mg/dl), mendapat terapi D40% 3 flash, 15 menit kemudian
GDA menjadi 142 mg/dl. Pasien. Pasien biasa dirumah mengkonsumsi obat
batuk racikan, Coralan, Trajenta, dan Nebilet. Pasien bed rest total ditempat
tidur sudah 2 bulan ini semenjak jatuh dari tangga tgl 16 Agustus 2019.
GCS di rumah E4V2M2. Pasien masuk di Medical jam 08.15 dengan
diagnosa medis Hipoglikemi (Diabetes Melitus tipe 2). Saat di Medical
Ward pukul 11.35 WIB GCS E2V2M2, di cek GDA 68 mg/dl kemudian
diberikan D40% 2 flash, GDA menjadi 102 mg/dl.
c. Riwayat penyakit dahulu
1) Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu.
2) Cedera Otak Sedang (Subdural Hematom) post Craniotomy tanggal 16
Agustus 2019 karena jatuh dari tangga.
d. Riwayat penyakit keluarga
Ibu Tn. J meninggal dunia karena Diabetes Melitus dan Hipertensi.
e. Riwayat alergi
Tn. J tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat-obatan.
f. Keadaan umum
Pasien tampak lemah.
g. Kesadaran
GCS: E3V2M2
h. Tanda-tanda vital
TD : 157/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Nafas : 25 x/menit
Suhu : 36,4 oC (timpani)
SpO2 : 98% dengan O2 nasal kanul 3 lpm
29
i. Genogram
DM
j. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breath)
- Inspeksi: Pasien tampak sesak, grok-grok, RR 25 x/menit, SpO2 98% dengan
nasal kanul 3 lpm, terpasang NGT no 14 di lubang hidung kanan, terpasang
NPA no 7 di lubang hidung kiri, batuk berdahak dan lendir susah keluar. slem
mucopurulent kental dan banyak. Bentuk dada simetris.
- Perkusi: Suara sonor.
- Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan massa.
- Auskultasi: Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, terdengar suara ronchi
di kuadran kiri bawah, tidak ada wheezing.
2) B2 (Blood)
- Inspeksi: Konjungtiva tidak anemis, tidak sianosis, sclera tidak ikterik,.
- Perkusi: Tidak terkaji
- Palpasi: CRT <2detik, akral hangat kering merah. pulsasi nadi radialis teraba
kuat dan teratur, HR 86 x/menit, TD 157/90 mmHg
- Auskultasi: Bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
3) B3 (Brain)
- Inspeksi: GCS E3V2M2, pupil bulat isokor (3+/3+), tidak ada reflek patologis.
Pasien terpasang NGT dari rumah.
Nervus I : tidak terkaji
Nervus II : tidak terkaji
Nervus III : bisa mengangkat kelopak mata
Nervus IV : bisa menggerakkan mata ke bawah
30
Nervus V : bisa menggerakkan rahang
Nervus VI : bisa menggerakkan abduksi mata
Nervus VII : bisa mengekspresikan wajah
Nervus VIII : pendengaran menurun
Nervus IX : tidak terkaji
Nervus X : tidak terkaji
Nervus XI : bisa mengendalikan gerakan kepala
Nervus XII : bisa mengendalikan gerakan lidah
- Perkusi: tidak terkaji
- Palpasi: tidak terkaji
- Auskultasi: tidak terkaji
4) B4 (Bladder)
Inspeksi: Pasien terpasang folley catheter nomor 16 balon 12 hari ke-5
(terpasang dari rumah). Jumlah urine 60-70cc/jam, warna kuning jernih.
Balance cairan 24 jam -250 ml (total intake 2100, total output 2350).
Perkusi: Tidak terkaji.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan di daerah kandung kemih. Tidak ada
pembesaran atau massa.
Auskultasi: Tidak terkaji.
5) B5 (Bowel)
Inspeksi: Mulut bersih, gigi ompong, tidak memakai gigi palsu, tidak ada
stomatitis, membran mukosa lembab, tidak asites. Pasien terpasang NGT
nomor 14 hari ke-5 (terpasang dari rumah). BAB terakhir tgl 25/10/19
Auskultasi: Peristaltik normal = 18x/menit.
Perkusi: Tympanic
Palpasi: Perut supel, tidak distended, tidak ada nyeri tekan epigastrium,
tidak ada hepatomegali, tidak ada massa.
Diet: Mixer 6 x 250 ml
6) B6 (Bone)
Inspeksi: Pasien mengalami kontraktur pada tangan dan kaki. Tulang
scapula menonjol. Dirumah untuk ROM dan kegiatan sehari-hari dibantu
oleh suster jaga dan keluarganya.
31
Perkusi: Tidak terkaji.
Palpasi: Kekuatan otot tidak dapat dikaji.
Auskultasi: Tidak terkaji.
7) Sistem integument
Inspeksi: Kulit sawo matang, kering, bersisik, rambut dan kulit kepala
bersih, terdapat luka bekas craniotomy di kepala. Tidak ada decubitus.
Perkusi: Tidak terkaji.
Palpasi: Turgor kulit normal. tidak oedem, perfusi hangat
Auskultasi: Tidak terkaji.
8) Pola istirahat tidur
SMRS: Malam 22.00-04.00 WIB, siang 13.00-15.00 WIB. Pasien bisa
tidur nyenyak
MRS: Tidak ada perubahan pola tidur. Kualitas tidur baik. Pasien
cenderung lebih sering tidur.
9) Sistem penginderaan
Mata simetris, pupil bulat isokor (3+/3+), konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pendengaran dan penglihatan menurun, tidak ada alat bantu
dengar, tidak ada kelainan dihidung. Lubang hidung kiri tepasang NPA no
7 dan lubang hidung kanan terpasang NGT no 14.
10) Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan. Pasien
menderta Diabetes Melitus sejak 5 tahun yang lalu, minum trajenta 5mg
1x1 tiap pagi. Tidak ada luka gangrene. Tidak ada moon face. Hormone
reproduksi maskulinisme.
11) Sistem reproduksi / genetalia
Tidak ada riwayat BPH, tidak ada henia inguinalis. Pasien memiliki 4
orang anak. Pasien terpasang folley catheter no 16 balon 12 cc.
12) Personal hygiene
Saat dirumah, activity daily living pasien dibantu oleh suster jaga dan
keluarga seperti mandi, berpakaian, oral hygiene, makan, minum, BAK,
dan BAB. Saat di rumah sakit dibantu oleh perawat dan suster jaga. Pasien
32
di seka sehari 1x tiap pagi, cuci muka 1x tiap sore, oral hygiene 2x pagi
dan sore.
13) Psikososiocultural
Tidak terkaji karena pasien hanya bisa mengerang. Keluarga mengatakan
Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia. Pasien
beragama katholik dan beribadah di gereja. Tidak ada masalah dalam
anggota keluarga.
14) Data penunjang / hasil pemeriksaan dignostik
a. Laboratorium Tanggal 28 oktober 2019
Test item Value Units Reference Range
White blood cell count 10.10 K/Ul 4.00-11.50
Neurotrophils 76.9 % 42.0-74.0
Lymphocytes 15.90 % 19.00-48.00
Monocytes 5.75 % 0.00-9.00
Eosinophils 1.71 % 0.00-7.00
Basophils 0.10 % 0.00-1.00
Red blood cell count 3.75 m/uL 4.00-5.90
Hemoglobin 11.1 g/dL 12.0-17.0
Hematocrit 32.3 % 35.0-51.0
MCV 86.2 fL 78.0-100.0
MCH 29.5 pg 26.0-34.5
MCHC 34.2 g/dL 32.0-37.0
RDW 15.0 % 0.0-17.0
Platelet count 307 K/uL 130-400
MPV 7.54 fL 0.00-99.90
Urea 64.5 mg/dl 10.0-50.0
Blood Urea Nitrogen 30.1 mg/dl 4.6-23.3
Creatine 1.39 mg/dl 0.40-1.10
HbA1c 5.5 % 4.5-6.3
Albumin 4.7 g/dL 3.5-5.0
Sodium 1.36 mmol/l 135-146
Kalium 4.0 mmo/l 3.5-5.0
33
Chloride 98 mmol/l 95-106
Gula darah sewaktu 68 mg/dl 55-140
b. Radiologi Tanggal 28 Oktober 2019
Foto thorax, Pulmo: infiltrate infra clavicula kiri, kesan Pneumonia
Cor: besar bentuk normal
Diaphragma dan sinus: normal
Tulang baik
34
15) Terapi Medis
No. Terapi obat Dosis Indikasi Kontra indikasi Efek samping
1. Cefriaxone 1g (2x1) Obat anti biotik dengan fungsi Hipersensitif, Bengkak, nyeri dan
vial untuk mengobati berbagai hyperbilirubinemia kemerahan di tempat suntikan
macam infeksi bakteri neonatus Reaksi alergi, mual/muntah
2. Pantoprazole 40 mg Obat golongan inhibitor pompa Reaksi Tanda reaksi alergi seperti
2x1 vial proton (PPI) yang bekerja untukhipersensitifitas, syok ruam, gatal, kulit kemerahan,
menurunkan jumlah asam anafilaksis, bengkak, pusing, sakit
lambung angioderma, urtikaria tenggorokan
3. Asering 5 500ml 2x1 - Untuk kehilangan cairan dan Penderita gagal Sakit perut hingga
infusion botol darah dalam jumlah yang jantung kongestive, membengkak, merasakan
banyak penderita kerusakan sensasi mati rasa, kesemutan,
- Hipokalsemia ginjal, edema paru mual muntah
- Menambah jumlah natrium yang disebabkan
dalam darah retensi Na
4. Laxoberon 7,5mg/ml konstipasi Hypersensitive, anak Muntah, ketidaknyamanan
drops 2x1 (15 kurang dari 10 tahun, perut, mual, sakit perut
tetes) obstruksi usus,
trimester pertama
kehamilan
5. Trajenta duo 2,5mg/500 Memperbaiki kontrol glikemik Hipersensitif, gagal Iritasi pada saluran
tab mg 2x1 tab ginjal, syok , gagal pencernaan, kram perut, mual
jantung muntah, perut kembung
6. Epexol tablet 30mg 3x1 Penderita dengan keluhan Hipersensitif atau Reaksi pada obat epexol akan
pernafasan akut dan kronis, alaergi terhadap menimbulkan tanda alergi
penderita batuk produktif ambroksol berupa wajah dan bibir
membengkak, sesek nafas,
35
kronis dan ingin mengurangi pusing, mual muntah, gatal-
viskositas sputum gatal
7. Neurotam 1200mg 3x1 Astenia (lemah/tidak Kerusakan ginjal Wanita hamil, sulit tidur,
caplet tab bertenaga), sindoma sesudah parah, hipersensitifitas gelisah, gemetar, gangguan
trauma atau terbentur pencernaan
8. Protexin 1x1 siang Suplemen untuk memelihara - -
natural care sistem pencernaan
capsule
9. Inlain capsule 100mg 1x1 Membantu meringankan - -
siang diabetes
10 Coralan tablet 5mg 2x1 Gejala nyeri dada, penyakit Denyut jantung Penglihatan kabur,
jantung coroner, dan gagal melambat <60x/mnt, brakikardia, aritmia jantung,
jantung syok kardiogenik, sinkope, hipotensi, asthenia
infark miokard akut
11 Ketosteril 630mg 3x1 Terapi insufilensi ginjal kronik Pasien hiperkalsemia, Hiperkalsemia berat
tablet sampai gejala gagal ginjal gangguan
metabolisme asam
amino, ibu hamil, anak
12 Nebilet tablet 5mg 1x1 Terapi hipertensi esensial, Hipersensitif terhadap Pusing, kepala terasa ringan,
mencegah stroke dan serangan nebivolol, gangguan kelelahan, mual
jantung hati dan jantung
13 Ventolin 2,5mg 3x1 Mengobati penyakit pada Hipersensistif, aborsi Jantung berdebar, demam,
nebules saluran pernafasan seperti asma yang terancam, kram otot
dan penyakit paru obstuktif persalinan prematur
kronik (PPOK)
14 Bisolvon 3 x 15 tetes Batuk berdahak, batuk kering, hipersensitive Reaksi alergi, keringat dingin,
flu insomnia
36
3.2 Analisa Data
Data/Faktor Risiko Etiologi Masalah
DS: Sekresi yang Bersihan jalan napas
Keluarga mengatakan Tn.J tertahan, Proses tidak efektif
mengalami batuk berdahak Infeksi
dan lendir susah keluar sejak 4
hari yang lalu, semakin
memberat hari ini
DO:
- Pasien terpasang NPA
- Batuk lendir susah keluar,
grok-grok, dilakukan
suction slem mucopurulent
kental banyak
- Suara nafas ronchi di
kuadran kiri bawah
- Pasien bed rest total
setelah jatuh dari tangga
tgl 16 agustus 2019.
- Thorax foto tanggal 28
oktober 2019 infiltrate
infra clavicula kiri, kesan
Pneumonia.
- RR = 25xmenit, tampak
sesak
- SpO2 = 96%
- GCS E3V2M2, kekuatan
otot tidak terkaji
- Terpasang O2 nasal kanul
3lpm
- Pasien mendapat terapi
epexol dan Ventolin
nebulizer.
DS: Hipoglikemia Ketidakstabilan kadar
keluhan tidak terkaji (penggunaan glukosa darah
DO: insulin atau obat
- GDA di IGD Jam 07.10 glikemik oral,
low (<50 mg/dl) mendapat resistensi
terapi D40% 3 flash. 15 insulin)
menit kemudian GDA
menjadi 142 mg/dl
- GDA di Medical Jam
11.35 = 68 mg/dl
mendapat terapi D40% 2
flash menjadi 102 mg/dl
- GCS E3V2M2
- Pasien tampak lemah
37
- Pasien menderita DM tipe-
2 sudah 5 tahun yang lalu,
di rumah biasa minum
Trajenta 1x1 tiap pagi.
- Diet di RS dengan mixer
6x250 ml
- BB 50 kg, TB 172 cm,
IMT 16.9 (BB Kurang)
DS: Resiko gangguan
Keluarga mengatakan pasien integritas kulit/jaringan
bed rest total di tempat tidur
setelah jatuh dari tangga tgl 16
agustus 2019, kontraktur, dan
semua activity daily living
dibantu suster jaga dan
keluarga.
DO (faktor risiko):
- Kulit kering bersisik
- Tulang menonjol di
scapula
- GCS E3V2M2
- Umur 71 tahun
- Pasien menderita DM tipe
2 sudah 5 tahun yang lalu.
DS: Resiko jatuh
Keluarga mengatakan pasien
bed rest total di tempat tidur
setelah jatuh dari tangga tgl 16
agustus 2019, kontraktur, dan
semua activity daily living
dibantu suster jaga dan
keluarga.
DO (faktor risiko):
- Pasien berusia 71 tahun
- Mempunyai riwayat jatuh
pada bulan agustus 2019
dan mengalami COS SDH
(sudah dilakukan
craniotomy)
- GCS E3V2M2
- Pasien mengalami
Penurunan pendengaran
dan penglihatan
- Riwayat Hipoglikemi
- Skor resiko jatuh morse
fall scale = 95 (resiko
tinggi).
38
- Kontraktur pada tangan
dan kaki
39
3.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Mendeteksi adanya
efektif b/s sekresi yang keperawatan 1x24 jam kedalaman dan upaya nafas kelainan pola nafas
tertahan dan Proses Infeksi diharapkan jalan napas 2. Monitor pola nafas dan 2. Mendeteksi pola nafas
menjadi paten dengan auskultasi suara nafas abnormal serta adanya suara
kriteria hasil: 3. Monitor bunyi nafas nafas tambahan
1. Frekuensi nafas membaik tambahan 3. Adanya sumbatan jalan
2. Penggunaan otot bantu 4. Posisikan pasien pada posisi nafas mengakibatkan jalan
nafas menurun yang nyaman (semi fowler) nafas tidak paten
3. Kapasittas vital 5. Berikan terapi oksigen sesuai 4. Memaksimalkan
meningkat advice kenyamanan pasien serta
4. Pasien melaporkan 6. Lakukan penghisapan sekret membantu ekspansi paru
kemampuan bernafas (suction), jika perlu 5. Membantu mensuplai
secara nyaman 7. Kolaborasi dengan dokter oksigen dan mengurangi
dalam pemberian dyspnea
bronkodilator, ekspektoran, 6. Membantu mengeluargan
mukolitik sekret yang berlebihan
38
7. Membantu kepatenan jalan
nafas
2. Ketidakstabilan kadar Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi tanda gejala 1. Memantau gejala secara
glukosa darah b/d keperawatan 1x24 jam hiperglikemi atau dini dalam menentukan
hipoglikemia (penggunaan diharapkan kadar glukosa hipoglikemi tindakan.
insulin atau obat glikemik darah menjadi stabil dengan 2. Identifikasi kemungkinan 2. Mengetahui faktor apasaja
oral, resistensi insulin) kriteria hasil: penyebab hiperglikemi atau yang menyebabkan
1. Kadar glukosa dalam hipoglikemi ketidakstabilan gula darah.
darah membaik 3. Monitor kadar glukosa darah 3. Mengetahui keadaan
2. Kesadaran meningkat 4. Monitor intake dan output glukosa serum selama
3. Koordinasi meningkat cairan program
4. Pusing menurun 5. Jika pasien hipoglikemi 4. Mencegah dehidasi akibat
5. Lelah/lesu menurun berikan karbohidrat kompleks peningkatan osmotik
dan protein sesuai diet 5. Mencegah penurunan
6. Pertahankan kepatenan jalan kesadaran akibat penurunan
nafas energy
7. Pertahankan kepatenan IV 6. Agar tidak terjadi hipoksia.
line 7. Untuk regulasi cepat
glukosa
39
8. Anjurkan kepada keluarga 8. Untuk memantau kestabilan
untuk monitor kadar glukosa kadar glukosa darah.
darah secara mandiri apabila 9. Keluarga mengetahui cara
dirumah menjaga keseimbangan gula
9. Ajarkan kepada keluarga darah, serta memahami
pengelolaan diabetes (mis. asupan yang baik untuk
pemggunaan insulin, obat pasien diabetes mellitus
oral, monitor asupan 10. Untuk mengurangi kadar
pengganti karbohidrat) glukosa darah.
10. Kolaborasi pemberian insulin 11. Untuk memenuhi sumber
apabila pasien hiperglikemi dan mencegah komplikasi
11. Kolaborasi pemberian seperti penurunan
dekstrose apabila pasien kesadaran.
mengalami hipoglikemi
3. Resiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui secara dini
kulit/jaringan asuhan keperawatan selama gangguan integritas kulit resiko gangguan integritas
3x24 jam diharapkan (mis. perubahan sirkulasi, kulit khususnya pada pasien
keutuhan kulit atau jaringan penurunan kelembaban, DM
penurunan mobilisasi 2. Mencegah resiko dekubitus
40
meningkat dengan kriteria 2. Ubah posisi tiap 2 jam apabila 3. Mengurangi pengelupasan
hasil: tirah baring kulit dan iritasi
1. Kerusakan lapisan kulit 3. Anjurkan menggunakan 4. Mencegah dehidrasi
menurun pelembab
2. Elastisitas meningkat 4. Anjurkan minum air yang
cukup
4. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi faktor resiko jatuh 1. Memonitor apakah pasien
asuhan keperawatan selama 2. Hitung resiko jatuh beresiko jatuh
3x24 jam diharapkan tingkat menggunakan skala morse 2. Mengetahui skor serta
resiko jatuh akibat scale menentukan tindakan
penurunan kondisi menurun 3. Monitor kemampuan pasien pencegahan jatuh apabila
dengan kriteria hasil: dalam berpindah dari tempat hasil skor tinggi
1. Jatuh dari tempat tidur tidur ke kursi roda atau 3. Mengantisipasi pasien jatuh
menurun sebaliknya 4. Memudahkan pasien
2. Jatuh saat berdiri 4. Dekatkan bel pemanggil menjangkau bel pemanggil
menurun dalam jangkauan pasien saat membutuhkan bantuan
3. Jatuh saat duduk 5. Pasang hand rall tempat tidur perawat
menurun saat setelah melakukan 5. Mencegah pasien terjatuh
tindakan dari tempat tidur
41
4. Jatuh saat berjalan 6. Anjurkan pasien atau 6. Keluarga mengetahui cara
menurun keluarga memanggil perawat bahwa pasien beresiko jatuh
jika membutuhkan bantuan serta bekerjasama dengan
untuk berpindah perawat dalam
pengendalian resiko jatuh
42
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot - Pasien tidak mampu
bantu nafas batuk efektif
1 12.20 - Memonitor pola napas (eupnea) SG - Thorax foto
1 12.30 - Memonitor suara napas tambahan (ronchi SG menunjukkan pneumonia
kudaran kanan bawah) - Pasien mendapat terapi
1 12.35 - Memposisikan pasien semi fowler (bed NF epexol 30mg 3x1, nebul
pasien posisi semi fowler 45o) Ventolin 3x1 dan
2 14.00 - Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul NF bisolvon 3x15 tetes
3 lpm A: masalah teratasi sebagian
1, 2 15.00 - Memonitor kadar glukosa darah secara KA P: intervensi 1,2,3,4,5,6,7
berkala sesuai anjuran dokter (BS=51mg/dl) dilanjutkan
1, 2 15.10 - Memonitor intake dan output cairan NF Diagnosa 2
Intake total = 2000 S: keluarga mengatakan
Output total = 2300 paham tentang tanda, gejala,
Total balance = -300 dan faktor resiko
2 15.15 - Mempertahankan akses intavena (IV line NF hipoglikemi.
jalan lancar, VIP score 0) O:
2 15.45 - Mengajarkan ke keluarga pengelolaan NF - BS = 51 mg/dl
hipoglikemia: misalkan tanda dan gejala,
43
16.00 serta faktor resiko dan penanganan - Pasien mendapat terapi
hipoglikemi D40% 1 flash BS menjadi
2 16.10 - Mengkolaborasikan pemberian D40% 1 KA 102 mg/dl
flash - GCS E3V2M2
3 16.15 - Mengidentifikasi penyebab gangguan KA - Pasien mendapat diet
integritas kulit mixer 6x200ml
3 17.00 - Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali SG - Pasien terpasang IV line 2
dengan melibatkan keluarga jalur tetesan lancar, tidak
1, 2, 3, 4 17.15 - Observasi TTV NF bengkak di metacarpal,
TD = 145/78 mmHg VIP score 0
N = 78x/menit - Balance total = -300/24
RR = 20x/menit jam
T = 36.3oC
A: masalah teratasi sebagian
SpO2 = 97% dengan nasal 3 lpm
P: intervensi 3, 4, 6, 9
1 17.30 - Melakukan suctioning secara berkala EOP
dilanjutkan
1 17.30 - Melakukan nebulizer secara berkala SG
Diagnosa 3
1 18.00 - Mengkolaborasikan dengan dokter obat SG
S: keluarga mengatakan
nebulizer yaitu bisolvon 15 tetes dan
pasien bedrest total di tempat
ventolin 1 ampul.
44
1 19.00 - Mengkolaborasikan dengan tim medis untuk SG tidur sejak post op
pemberian expektoran craniotomy tanggal 16
2 19.30 - mengkolaborasikan dengan ahli gizi untuk EOP agustus 2019 dan ADL
pemberian karbohidrat komplek dibantu sepenuhnya.
2 19.35 - Mengajarkan kepada keluarga tentang SG O:
pengelolaan diabetes mellitus: interaksi - Tidak ada decubitus
antara obat insulin, obat oral dan asupan - Pasien mendapat infus
makanan. assering 1000ml/24 jam
3 20.00 - Menggosok punggung, sacrum dan semua EOP dan diet mixer 6x200 ml
kulit yang kering dengan lotion - Kulit tampak kering
3 20.15 - Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit EOP A: masalah teratasi sebagian
pasien P: intervensi 2, 3, 4, 7
4 21.00 - Mengidentifikasi faktor resiko jatuh EOP dilanjtkan
4 21.05 - Menghitung skala resiko jatuh morse fall EOP Diagnosa 4
scale (95 “resiko tinggi”) S: keluarga dan suster jaga
4 21.10 - Memastikan roda tempat tidur selalu SG memahami cara menghindari
terkunci resiko jatuh
4 21.15 - Memasang handrail tempat tidur EOP O:
4 21.20 - Mengatur tempat tidur mekanis terendah EOP - GCS E3V2M2
45
4 21.25 - Mengajurkan untuk memanggil perawat EOP - Pasien menderita DM
dengan bel jika membutuhkan bantuan - Kekuatan otot menurun
- Pasien kontraktur di
ekstremitas atas dan
bawah
- Penerangan ruangan
cukup
- Skala resiko jatuh = 95
- Keluarga dan suster jaga
kooperatif
1 08.30 - Memonitor irama, frekuensi, dan upaya EOP Diagnosa 1
napas S: tidak terkaji
Irama: vesikuler O:
Frekuensi: 25x/menit - RR = 20x/menit
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot - SpO2 = 98% dengan nasal
bantu nafas 3 lpm
1 11.00 - Memonitor suara napas tambahan (ronchi NF dan - Suara ronchi di paru
kudran kanan bawah) KA kanan bawah (grok-grok)
46
1 11.10 - Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul KA - Pasien tidak mampu
3 lpm batuk efektif
1, 2, 3 14.00 - Observasi TTV NF - Pasien mendapat terapi
TD = 123/57 mmHg epexol 30mg 3x1, nebul
N = 67x/menit Ventolin 3x1 dan
RR = 20x/menit bisolvon 3x15 tetes
T = 36.4oC
A: masalah teratasi sebagian
SpO2 = 97% dengan nasal 3 lpm
P: intervensi dilanjutkan
2 16.00 - Memonitor intake dan output cairan NF
Diagnosa 2
Intake total = 2300
S: tidak terkaji
Output total = 2500
O:
Total balance = -200
- BS = 299 mg/dl
2 17.00 - Memonitor kadar glukosa darah secara KA
- GCS E3V2M2
berkala sesuai anjuran dokter. Pukul 13.25
- Pasien mendapat diet
BS 299 mg/dl
mixer 6x200ml
1, 2 17.15 - Mempertahankan akses intavena (IV line SG
- Pasien terpasang IV line 2
lancar hari ke 2, jalan lancar, VIP 0)
jalur tetesan lancar, tidak
3 19.00 - Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali SG
dengan melibatkan keluarga
47
1 - Melakukan nebulizer secara berkala SG bengkak di metacarpal S,
Nebulizer: bisolvon 15 tetes dan ventolin 1 VIP scor 0
ampul (sesuai advis dokter) - Total balance = -200/24
2 - Mengkolaborasikan dengan ahli gizi untuk SG jam
pemberian karbohidrat komplek
A: masalah teratasi sebagian
3 - Menggosok punggung, sacrum dan semua KA
P: intervensi dilanjutkan
kulit yang kering dengan lotion
Diagnosa 3
4 - Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit EOP
S: keluarga mengatakan
pasien
pasien bedrest total di tempat
4 - Memastikan roda tempat tidur selalu EOP
tidur sejak post op
terkunci
craniotomy tanggal 16
4 - Memasang handrail tempat tidur EOP
agustus 2019 dan ADL
4 - Mengatur tempat tidur mekanis terendah EOP
dibantu sepenuhnya.
4 - Mengajurkan untuk memanggil perawat EOP
O:
dengan bel jika membutuhkan bantuan
- Tidak ada decubitus
- Pasien mendapat infus
assering 1000ml/24 jam
dan diet mixer 6x200 ml
48
- Kulit tampak kering
49
Rabu 2 07.00 - Memonitor kadar glukosa darah secara SG Diagnosa 1
30/10/19 berkala sesuai anjuran dokter. Pukul 05.50 S: tidak terkaji
BS 246 mg/dl O:
1 07.30 - Memonitor irama, frekuensi, dan upaya SG - RR = 20x/menit
napas - SpO2 = 98% dengan nasal
Irama: vesikuler 3 lpm
Frekuensi: 20x/menit - Pasien tidak mampu
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot batuk efektif
bantu nafas - Pasien mendapat terapi
1 07.35 - Memonitor suara napas tambahan (ronchi SG epexol 30mg 3x1, nebul
kuadran kanan bawah) Ventolin 3x1 dan
1 07.40 - Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul SG bisolvon 3x15 tetes
3 lpm
A: masalah teratasi sebagian
1, 2 08.00 - Memberikan makan melalui sonde, residu 0 SG
P: intervensi dihentikan,
1,2 09.00 - Memberikan obat sesuai terapi SG
pasien KRS. Terapi obat
1. Ceftriaxone inj. 1g
dilanjutkan dirumah
2. Pantopazole inj. 40mg
Diagnosa 2
3. Trajenta duo tablet 2,5 mg/500mg
S: tidak terkaji
4. Epexol tablet 30mg
50
5. Neurotam caplet 1200 mg O:
6. Coralan tablet 5mg - BS = 246 mg/dl
7. Nebilet tablet 5mg - GCS E3V2M2
8. Lavemir inj. - Pasien mendapat diet
1, 2, 3, 4 11.30 - Observasi TTV KA mixer 6x200ml
TD = 92/52 mmHg - Pasien terpasang IV line 2
N = 75x/menit jalur tetesan lancar, tidak
RR = 20x/menit bengkak di metacarpal S,
T = 36.4oC VIP scor 0
SpO2 = 98% dengan nasal 3 lpm - Balance total = -250/24
2 11.45 - Memonitor intake dan output cairan KA jam
1, 2 11.55 Intake total = 2250 - Aff folley catheter, pasien
3 13.00 Output total = 2500 BAK spontan dengan
Balance total = -250 pampers
3 13.10 - Mempertahankan akses intavena KA
A: masalah teratasi sebagian
3 13.15 - Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali NF
P: intervensi dihentikan,
dengan melibatkan keluarga
pasien KRS. Edukasi
4 14.00 - Menggosok punggung, sacrum dan semua NF
kulit yang kering dengan lotion
51
4 14.03 - Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit NF keluarga melanjutkan terapi
pasien obat DM dirumah
4 14.10 - Memastikan roda tempat tidur selalu NF Diagnosa 3
terkunci S: keluarga mengatakan
4 15.00 - Memasang handrail tempat tidur NF pasien bedrest total di tempat
- Mengatur tempat tidur mekanis terendah NF tidur ADL dibantu
17.00 - Aff folley catheter secara aseptic, tidak ada EOP sepenuhnya.
hambatan. Pasien sudah BAK spontan di O:
pampers sedikit - Tidak ada decubitus
- Pasien KRS dengan ambulance - Aff infus
- Kulit tampak kering
52
S: keluarga dan suster jaga
memahami cara menghindari
resiko jatuh
O:
- GCS E3V2M2
- Pasien menderita DM
- Kekuatan otot menurun
- Pasien kontraktur di
ekstremitas atas dan
bawah
- Penerangan ruangan
cukup
- Keluarga dan suster jaga
kooperatif
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan,
pasien KRS.
53
BAB 4
PEMBAHASAN
55
a. Sistem pernapasan
Saat pengkajian didapatkan nafas grok-grok, RR 25 x/menit, SPO2 96%
dengan nasal canul 3lpm. Pasien terpasang NPA no 7 di lubang hidung kiri.
Dilakukan suction slem mucopurulent kental banyak. Salah satu manifestasi klinis
dari Diabetes Melitus adalah penurunan kesadaran (Hipo dan hiperglikemi),
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot, dan gangguan kognitif (Wijaya,
2013). Tn J mengalami retensi sputum akibat penurunan mobilitas dan
ketidakmampuan melakukan batuk efektif. Sehingga lendir tidak bisa keluar, harus
dibantu suction dan dipasang NPA.
b. Sistem kardiovaskuler
Nadi radialis teraba kuat dan teratur. HR 86 x/menit, TD 157/90 mmHg.
Menurut penelitian Rusdi & Afriyeni (2019) menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara hiperglikemia dan hipertensi. Pada pasien DM tipe 2 dengan
hipertensi memiliki resiko 2,2 kali lipat lebih tinggi terhadap kejadian
hiperglikemia dibandingkan dengan pasien tanpa hipertensi. Resistensi insulin dan
hyperinsulinemia menginduksi hipetertensi dengan peningkatan reabsobsi natrium
dan air di ginjal, sehingga meningkatkan aktivitas sitem saraf simpatis dan
mengubah perpindahan kation transmembrane
c. Persarafan
Saat pengkajian didapatkan Nilai GCS E3V2M2. pupil bulat isokor 3+/3+
dan tampak lemah. Pada Diabetes Melitus terjadi peningkatan gluconeogenesis,
akibatnya terjadi peningkatan keton (ketoasidosis). Keton masuk ke sawar otak
menyebabkan koma diabetikum (Fatimah, 2015).
d. Perkemihan
Pasien terpasang folley catheter. Produksi urine 60-70 ml/jam. balance
cairan 24 jam -250ml. Peningkatan glukosa mengakibatkan kemampuan ginjal
untuk melakukan filtrasi dan reabsorpsi glukosa menurun sehingga glukosa
terbuang melalui urine (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan
mengakibatkan peningkatan volume air atau polyuria (Aini, 2016).
56
e. Pencernaan
Membran mukosa lembab, terpasang NGT dan mendapat diet sonde Mixer
6x250ml. Pasien tampak kurus, BB 50 kg, TB 172 cm, IMT 16,9 tergolong BB
kurang. Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena
glukosa kesulitan masuk ke dalam sel sehingga menimbulkan proses kompensasi
seluler untuk mempertahankan fungsi sel. Proses-proses kompensasi dimulai dari
sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan glikogen atau bahkan
menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini berdampak pada
penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah. Starvasi seluler
juga meningkatkan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai
substrat untuk glukoneogenesis dalam hati yang mengakibatkan penurunan sintesis
protein. Depresi protein akan mengakibatkan tubuh menjadi kurus, penurunan
resistensi terhadap infeksi dan pengembalian jaringan yang rusak akibat cedera
akan sulit. Dampak starvasi sel juga dapat meningkatkan mobilisasi dan
metabolisme lemak atau lipolisis asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol
bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang
digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel (Aini, 2016).
f. Muskuloskeletal dan integumen
Rambut hitam, tidak ada rambut rontok. Kulit kepala bersih, tidak ada
massa. Warna kulitt coklat muda, turgor kulit elastis, kuku bersih. ROM bebas,
kekuatan otot ekstermitas atas 5555/5555, ekstermitas bawah 5555/555. Tidak ada
fraktur atau kelainan pada tulang. Tidak ada kelainan atau trauma jaringan. Proses-
proses kompensasi dimulai dari sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan
glikogen atau bahkan menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini
berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah
(Wijaya, 2013).
57
BAB 5
PENUTUP
58
4.2 SARAN
Bertolak dari kesimpulan diatas kelompok dapat memberikan saran sebagai
berikut:
1. Bagi Instansi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya meningkatkan kualitas pelayanan yaitu dengan
memberikan kesempatan perawat untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan
baik formal maupun informal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan mampu meningkatkan mutu dan memberikan asuhan
keperawatan yang efektifitas sehingga menghasikan perawat-perawat yang
profesional.
3. Bagi Keluarga dan Pasien
Keluarga dan pasien agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang Diabetes
Melitus beserta komplikasinya dan mengontrol gaya hidup sehingga dapat
mencegah terjadinya komplikasi sedini mungkin.
4. Bagi kelompok selanjutnya
5. Kelompok selanjutnya dapat menggunakan seminar kasus ini sebagai refrensi
data untuk selanjutnya sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan
sesuai dengan standar yang berlaku.
59
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., & Aridiana, L. M. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin
dengan Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika.
Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. (2014). Analisis Faktor Resiko
Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif di
Puskesmas Wawonasa. Jurnal E-Biomedik (eBM), 2(2).
Rusdi, M. S., & Afriyeni, H. (2019). Pengaruh Hipogikemia pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Terhadap Kepatuhan Terapi dan Kualitas Hidup. Journal of
Pharmaceutical and Science, 2(1), 24–29.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem (8th ed.). Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. . (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
In D. Kuncara, H.Y. (Ed.) (8th ed.). Jakarta: EGC.
60
Tarwoto, Wartonah, Taufiq, I., & Mulyati, L. (2012). Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Sistem Endokrin (Trans Info). Jakarta: Trans.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Trisnawati, S. K., & Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), 6–11.
61