Anda di halaman 1dari 3

PEMERINTAH KABUPATEN MUNA BARAT

RSUD KABUPATEN MUNA BARAT


Alamat : Kompleks Perkantoran Bumi Praja Laworo,Desa Lombu Jaya, Kec. Sawerigadi
E-mail : rsudmubar@gmail.com

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR


NOMOR : FARM.01/01/RSUD-MNBR/X/2019
TENTANG
KEBIJAKAN BATASAN PENULISAN RESEP RUMAH SAKIT
RSUD KABUPATEN MUNA BARAT

DIREKTUR RSUD KAB. MUNA BARAT

a. Bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau
Menimbang :
dokter hewan kepada Apoteker untuk membuat dan memberikan obat
kepada pasien.
b. Bahwa rumah sakit perlu memperhatikan tentang tata cara peresepan dan
pembatasan penulisan resep sesuai dengan kebijakan rumah sakit.
c. Bahwa untuk mekanisme penulisan resep dan batasan penulisan resep
diatas maka rumah sakit perlu menerbitkan kebijakan batasan penulisan
resep.
Mengingat : a. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
b. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi.
c. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KEBIJAKAN BATASAN PENULISAN RESEP DIATUR
OLEH RUMAH SAKIT.
Pertama : Batasan penulisan resep adalah dokter yang memiliki SIP, dokter umum,
dokter gigi.
Kedua : Perawat dan bidan yang memiliki STR diberikan izin menuliskan resep hanya
boleh menulis resep berupa alat kesehatan, cairan infus.

Ketiga : Resep yang ditulis oleh petugas yang berwenang dalam hal penulisan item
obat dalam satu lembar resep di batasi maksimal 5 item.
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari
Keempat : ternyata terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini akan diadakan
pembetulan sebagaimana mestinya .

Ditetapkan : Di Laworo
Pada Tanggal : 20 Oktober 2019
Plt. Direktur

Ns. HIDAYAT, S.Kep


Pembina.IV/a
NIP : 19640505 198703 1 016

Tembusan disampaikan kepada, YTH :


1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Muna Barat
2. Arsip.
LAMPIRAN : SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RSUD KAB. MUNA BARAT
NOMOR :ADM.01/01/RSUD-MNBR/X/2019
TANGGAL : 20 Oktober 2019
PENULISAN RESEP

1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dan dokter tamu yang bertugas dan
mempunyai surat izin praktik di RS
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik)
atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RS
3. Yang berhak menulis obat anestesi untuk sedasi adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat Izin
Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RS dan memiliki kewenangan melalui
ketetapan dari direktur utama RS.
4. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah sakit harus dicatat pada rekam
medis dan diketahui oleh petugas farmasi, dan dapat diakses oleh petugas kesehatan lain yang
terkait.
5. Resep pertama harus dilakukan penyelarasan obat (medication reconciliation). Penyelarasan obat
adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien sebelum admisi dan obat
yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi, terhentinya terapi suatu obat (omission) atau
kesalahan obat lainnya.
6. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi
alergi.
7. Terapi obat dituliskan dalam resep dan rekam medik hanya ketika obat pertama kali diresepkan,
rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medik dituliskan
“terapi lanjutkan” dan pada catatan pemberian obat tetap dicantumkan nama obat dan rejimennya.
8. Resep dibuat secara manual pada blanko lembar resep berkop RS yang telah dibubuhi stempel
Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat.
9. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim sehingga tidak
disalahartikan.
10. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound Alike (LASA) yang
diterbitkan oleh Unit Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
11. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS.
12. Pasien dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus diresepkan obat sesuai Formularium
Nasional (Fornas). Jika dibutuhkan obat non Fornas, maka harus mendapatkan persetujuan Tim
Pengendali di Unit Pelayanan.
13. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar Alat Kesehatan
RS.
14. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani : resep reguler, resep cito, resep pengganti obat emergensi.
15. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut :
 Nama pasien
 Nomor rekam medis
 Tanggal lahir
 Berat badan pasien (untuk pasien anak)
 Nama dokter
 Tanggal penulisan resep
 Nama ruang pelayanan
 Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi obat pada
bagian kanan atas lembar resep.
 Obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama Formularium , dilengkapi dengan
bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh : 500mg,
1gram)
 Jumlah sediaan
 Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat (untuk
bahan padat : microgram, miligram, dan gram dan untuk cairan : tetes, mililiter, liter).
 Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam
bentuk tersebut campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
 Penggunaan obat off-label (obat yang indikasinya di luar indikasi yang disetujui oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan clinical pathway atau panduan pelayanan
medik yang ditetapkan.
 Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau “prn” atau
“pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh : bila nyeri, bila demam dsb) dan dosis
maksimal dalam sehari.
16. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat penggunaan
obat.
17. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh apoteker/asisten apoteker
harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
18. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidak akan
dilayani oleh petugas farmasi.
19. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka perawat/apoteker/asisten
apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter penulis
resep sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Penanganan Resep Yang Tidak Jelas.
20. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat High Alert tidak
diperbolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak diperbolehkan saat dokter
berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan mengikuti Standar Prosedur Operasional
Instruksi Lisan.
21. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
22. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus dituliskan
kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.

Anda mungkin juga menyukai