Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

Disusun Oleh:
Rahma Rasyidah
1814201110053

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2018-2019
KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI)

A. Konsep Medis
1. Definisi Kebutuhan Rasa Aman Nyaman Dan Definisi Nyeri
Nyeri bersifat sangat subjektif karena intensitas dan responnya pada setiap
orang berbeda-beda. Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli tentang
pengertian nyeri :
1) Long (1996) : nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang subjektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut.
2) Priharjo (1992) : secara umum, nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik
ringan maupun berat.
3) Mc Coffery (1979) : nyeri merupakan suatu keadaan yang memengarughi
seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.
4) Arthur C. Curton (1983) : nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi
tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
Kenyamanan dan rasa nyaman adalah suatu keadaaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman(suatu kepuasan
yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan(kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden(keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
dan nyeri).
2. Fisiologi Nyeri
Cara nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya dimengerti. Namun, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan derajat
nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh system algaris tubuh dan
transmisisi system saraf serta interpretasi stimulus,
1) Nosisepsi
System saraf perifer mengandung saraf sensorik primer yang berfungsi
mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan beberapa sensasi, salah
satunya adalah sensasi nyeri. Rasa nyeri dihantarkan oleh reseptor yang
disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung saraf perifer yang bebas dan
tidak bermielin atau hanya memiliki sedikit meilin. Reseptor ini tersebar di
kulit dan mukosa, khusunya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan
kandung empedu. Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus
mekanis, ternal, listrik, atau kimiawi (misalnya histamine, bradykinin, dan
prostaglandin).
Proses fisiologis yang terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses ini terdiri atas
empat tahap, yaitu :
a. Transduksi
Rangsangan(stimulus) yang membahayakan memicu pelepasan mediator
biokimia (misalnya histamine, bradykinin, prostaglandin, dan substansi
P). Mediator ini kemudian mensensitisasi nosieptor.
b. Transmisi
1) Stimulasi yang diterima oleh reseptor ditransmisikan berupa impuls
nyeri dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Jenis nosiseptor
yang terlibat dalam transmisi ini adalah serabut C dan serabut A-delta
mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi.
2) Nyeri ditransmisikan dari medula spinalis ke batang otak dan
thalamus melalui jalur spinotalamikus (STT) yang membawa
informasi tentang sifat dan lokasi stimulus ke thalamus.
3) Sinyal diteruskan ke korteks sensorik somatic (tempat nyeri
dipersepsikan). Impuls yang ditransmisikan melalui STT
mengaktifkan respon otonomik dan limbik.
c. Persepsi
Individu mulai menyadari adanya nyeri dan tampaknya persepsi nyeri
terebut terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan timbulnya
berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik
dan afektif nyeri.
d. Modulasi atau system desendesns
Neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke tanduk
dorsal medulla spinalis yang terkonduksi dengan nosiseptor impuls
supresif. Serabut desendens tersebut melepaskan substansi seperti opioid,
serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asendens yang
membahayakan di bagian dorsal medulla spinalis.
2) Teori Gate Control
Teori ini dikemukakan oleh Melzack dan Well pada tahun 1965. Berdasarkan
teori ini, fisiologi nyeri dapat dijelaskan sebagai berikut :
Akar dorsal pada medulla spinalis terdiri atas beberapa lapisan atau
laminae yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga terdapat
substansi gelatinosa(SG) yang berperan seperti layaknya pintu gerbang yang
memungkinkan atau menghalangi masuknya impuls nyeri menuju otak.
Substansi gelatinosa ini dilewati oleh saraf besar dan kecil yang berperan
dalam penghantaran nyeri.
Pada mekanisme nyeri, rangsangan nyeri dihantarkan melalui serabur
saraf kecil, rangsangan pada serat kecil dapat menghambat substansi
gelatinosa dan membuka pintu mekanisme sehingga merangsang aktivitas sel
T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
Rangsangan nyeri yang dihantarkan melalui saraf kecil dapat dihambat
apabila terjadi rangsangan pada saraf besar. Rangsangan pada saraf besar
akan mengakibatkan aktivitas substansi gelatinosa meningkat sehingga pintu
mekanisme tertutup dan hantaran rangsangan pun terhambat. Rangsangan
yang melalui saraf besar dapat langsung merambar ke korteks serebri agar
dapat diidentifikasi dengan cepat
3. Stimulus Nyeri
Beberapa factor dapat menjadi stimulus nyeri atau menyebabkan nyeri
karena menekan reseptor nyeri. Contoh factor-faktor tersebut adalah :
a) Trauma
b) Gangguan pada jaringan tubuh
c) Tumor’
d) Iskemia pada jaringan
e) Spasme otot
4. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuknya.
1) Jenis Nyeri
Berdasarkan jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer, nyeri
sentral, dan nyeri psikogenik.
a. Nyeri perifer
Nyeri perifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Nyeri superfisial : rasa nyeri muncul akibat rangsangan pada kulit
dan mukosa.
2. Nyeri visceral : rasa nyeri timbul akibat rangsangan pada reseptor
nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks.
3. Nyeri alih : rasa nyeri dirasakan di daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri.
b. Nyeri sentral
Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
medulla spinalis, batang otak, dan thalamus.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri yang penyebab fisiknya tidak
diketahui. Umumnya nyeri ini disebabkan oleh factor psikologis.
d. Nyeri somatic
Nyeri somatic adalah nyeri yang berasal dari tendon, tulang, saraf, dan
pembuluh darah.
e. Nyeri menjalar
Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa di bagian tubuh yang lain,
umumnya sepanjang atau di beberapa jalur saraf.
f. Nyeri neurologis
Nyeri neutrologis adalah bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh
spasme di sepanjang atau di beberapa jalur saraf.
g. Nyeri phantom
Nyeri phantom adalah nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang
hilang, misalnya pada bagian kaki yang sebenarnya sudah diamputasi.
2) Bentuk Nyeri
Bentuk nyeri secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri
kronis.
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang. Umumnya nyeri ini berlangsung tidak lebih dari enam bulan.
Penyebab dan lokasi nyeri biasanya sudah diketahui. Nyeri akut ditandai
dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung berkepanjangan,
berulang atau menetap selama lebih dari enam bulan. Sumber nyeri dapat
diketahui atau tidak, Umumnya nyeri ini tidak dapat disembuhkan. Nyeri
kronis dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain nyeri terminal,
sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.

Tabel 1.1 Perbedaan antara Nyeri Akut dan Nyeri Kronis


Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Suatu kejadian Suatu situasi, status
eksistensi nyeri
Sumber Factor eksternal atau Tidak diketahui
penyakit dari dalam
Serangan Mendadak Bisa mendadak atau
Durasi Sampai 6 bulan bertahap tersembunyi
Daerah nyeri
Pernyataan Nyeri umumnya diketahui Daerah nyeri sulit
dengan pasti dibedakan
intensitasnya dengan
daerah yang tidak nyeri
sehingga sulit
dievaluai
Gejala Klinis Pola respons yang Pola respon bervariasi
khas dengan gejala
yang lebih jelas
Perjalanan Umumnya gejala Gejala berlangsung
berkurang setelah terus dengan
beberapa waktu intensitasn yang tetap
atau bervariasi
Prognosis Baik dan mudah Penyembuhan total
dihilangkan umumnya tidak terjadi

5. Faktor yang memengaruhi Nyeri


a. Usia
b. Lingkungan
c. Keadaan fisik
d. Pengalaman masa lalu
e. Mekanisme penyusuaian diri
f. Nilai-nilai budaya
g. Penilaian tingkat nyeri
h. Skala nyeri
6. Etiologi (Patofisiologi)
Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan
satu dimensi yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik)
ataupun berdasarkan durasinya (nyeri akut vs kronik).
1) Nosiseptik dan Neuropatik
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari
adanya kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau
pusat. Penyebabnya adalah trauma, radang, penyakit metabolik
(diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes zooster), tumor, toksin, dan
penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan berdasarkan sumber
atau letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan perifer. Dapat
juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan polyneuropathy,
deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan central
pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena
tidak bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik
dapat terjadi bila terjadi perubahan patofisiologis yang menetap
setelah penyebab utama nyeri hilang. Sensitisasi berperan dalam
proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral akan berhenti bila tidak
ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat membuat
perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa
pada nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia
ataupun nyeri yang persisten.
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan
digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk,
shooting, seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau
dingin. Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri
neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik ektopik
secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur, adanya proses
disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang
normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural,
dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang
normal.

2) Akut dan Kronik


Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan
yang kompleks berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional
yang berkaitan dengan trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi
abnormal dari otot atau organ visera. Nyeri akut berperan sebagai
alarm protektif terhadap cedera jaringan. Reflek protektif (reflek
menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan respon autonom) sering
mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang mendasari dapat
berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi
proses yang terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang
dibutuhkan untuk penyembuhan, biasanya 1 atau 6 bulan setelah
onset, dengan kesulitan ditemukannya patologi yang dapat
menjelaskan tentang adanya nyeri atau tentang mengapa nyeri
tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan selesai. Nyeri
kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang mengganggu
tidur dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif, serta
menurunkan kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya
bermacam-macam dan dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan
pada beberapa kasus dapat timbul secara de novo tanpa penyebab yang
jelas. Nyeri kronik dapat berupa nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik
ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated
with cancer) dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain,
CNCP). Banyak ahli yang berpendapat bahwa nyeri kanker
diklasifikasi terpisah karena komponen akut dan kronik yang
dimilikinya, etiologinya yang sangat beragam, dan berbeda dalam
secara signifikan dari CNCP baik dari segi waktu, patologi dan
strategi penatalaksanaannya. Nyeri kanker ini disebabkan oleh banyak
faktor yaitu karena penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain,
efek kompresi atau invasi ke saraf atau pembuluh darah, obstruksi
organ, infeksi ataupun radang yang ditimbulkan), atau karena
prosedur diagnostik atau terapi (biopsy, post operasi, efek toksik dari
kemoterapi atau radioterapi). (Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I,
dkk,2010)
7. Pengukuran Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain dengan
menggunakan skala nyeri menurut beberapa ahli.
1) Skala nyeri menurut Hayward
Dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan
(dari 0-10) yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri
yang ia rasakan.
Skala nyeri :
0 = tidak nyeri

1-3 = nyeri ringan

4-6 = nyeri sedang

7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikendalikan dengan aktivitas yang
biasa dilakukan

10 = sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan

2) Skala nyeri menurut McGill


Dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan
(dari 0-5) yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri
yang ia rasakan.
Skala nyeri :
0 = tidak nyeri
1 = nyeri ringan
2 = nyeri sedang
3 = nyeri berat atau parah
4 = nyeri sangat berat
5 = nyeri hebat
3) Skala Wajah atau Wrong-Baker FACES Rating Scale
Dilakukan dengan cara memerhatikan mimic wajah pasien pada saat nyeri
tersebut menyerang. Cara ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat
menyatakan intensitas nyerinya dengan skala angka, mislanya anak-anak
dan lansia.
8. Pathway

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Onset Kapan nyeri muncul?
Berapa lama?
Berapa sering nyeri muncul?
Proviking Apa yang menyebabkan nyeri?
Apa yang membuatnya
berkurang?
Apa yang membuatnya
bertambah?
Quality Bagaimana rasanya?
Bisakah anda gambarkan?
Region/radiation Dimana lokasinya?
Apakah menyebar?
Severity Berapa skala nyerinya saat ini?
Skala nyeri teringan yang
dirasakan?
Skala nyeri yang terparah?
Seberapa mengganggu nyeri yang
anda rasakan?
Apakah ada gejala lain?
Treatment Pengobatan atau terapi apa yang
anda gunakan saat ini?
Seberapa efektif hasilnya?
Apakah ada efek samping?
Pengobatan apa yang anda
gunakan di masa lalu?
Understanding Apa yang anda yakini sebagai
penyebab nyeri yang anda alami?
Bagaimana gejala nyeri ini
mempengaruhi anda dan keluaga?
Values Apa target hasil yang anda
harapkan dari manajemen nyeri
ini?
Apakah ada keyakinan atau
pandangan lain tentang nyeri
yang penting bagi anda dan
keluarga?

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Diagnosa 1: Nyeri Akut
a) Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 jam, diharapakan
nyeri berkurang.
Kriteria hasil:
1) Tingkat Kenyamanan : Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan
fisik dan psikologis
2) Pengendalian diri : Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
3) Tingkat nyeri : Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan
b) Intervensi keperawatan dan Rasional
1) Intervensi: Manajemen Nyeri
Rasional: Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan
yang dapat diterima oleh pasien.
2) Intervensi: Pemberian analgesik
Rasional: Menggunakan agens-agens farmakologi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri.

3) Intervensi: Manajemen medikasi


Rasional: Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan
efektif.
2. Diagnosa 2: Risiko Infeksi
a) Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan penurunan infeksi.
Kriteria hasil: pasien menunjukkan tidak ada tanda-tanda infeksi.
b) Intervensi keperawatan dan rasional
1) Intervensi: Kaji adanya tanda-tanda peradangan seperti adanya demam,
bengkak, kemerahan, hangat dan kelemahan fungsi pada area
pemasangan alat invasif.
Rasional: tubuh berespons terhadap adanya infeksi melalui adanya tanda demam,
bengkak, kemerahan, hangat, dan kelemahan fungsi organ.
2) Intervensi: observasi tanda vital setiap 4 jam
Rasional: perubahan tanda vital, seperti adanya demam, peningkatan nadi
merupakan salah satu indikasi adanya infeksi.
3) Intervensi: Lakukan perawatan luka, alat invasif secara aseptik dan
antiseptik.
Rasional: Luka merupakan sarana yang paling mudah masuknya kuman dari luar
maupun dari dalam, perawatan luka yang baik dapat mencegah infeksi pada luka.
4) Intervensi: lakukan cuci tangan/ hand higene sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien.
Rasional: cuci tangan dapat memotong rantai infeksi.
5) Intervensi: kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik.
Rasional: antibiotik dapat membunuh kuman pathogen penyebab penyakit.
3. Diagnosa 3: Risiko Cedera
a) Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan: cedera tidak terjadi dan pasien menunjukkan perilaku pencegahan
terjadinya cedera.
Kriteria hasil: pasien menyatakan berkurangnya episode jatuh dan rasa takut
terhadap bahaya jatuh.
b) Intervensi keperawatan dan rasional
1) Intervensi: kaji dan identifikasi faktor risiko cedera yang mungkin
terjadi pada pasien.
Rasional: banyak faktor yang mempengaruhi cedera, seperti kedaan pasien dan
lingkungan.
2) Intervensi: kaji kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu jalan
seperti kruk, tripot, dan lain-lain.
Rasional: ketidakmampuan menggunakan alat bantu jalan, pasien dapat terpeleset
dan jatuh.
3) Intervensi: latih pasien menggunakan alat bantu jalan dengan benar
dapat mencegah terjadinya jatuh.
Rasional: kemampuan menggunakan alat bantu jalan dengan benar dapat mencegah
terjadinya jatuh.
4) Intervensi: bantu pasien dalam melakukan aktivitas dan mobilisasi.
Rasional: membantu mencegah trauma.
C. Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri Akut
c) Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 jam,
diharapakan nyeri berkurang.
Kriteria hasil:
4) Tingkat Kenyamanan : Tingkat persepsi positif terhadap
kemudahan fisik dan psikologis
5) Pengendalian diri : Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
6) Tingkat nyeri : Keparahan nyeri yang dapat diamati atau
dilaporkan
d) Intervensi keperawatan dan Rasional
4) Intervensi: Manajemen Nyeri
Rasional: Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
5) Intervensi: Pemberian analgesik
Rasional: Menggunakan agens-agens farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri.
6) Intervensi: Manajemen medikasi
Rasional: Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas
secara aman dan efektif.
Diagnosa 2: Risiko Infeksi
c) Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan penurunan infeksi.
Kriteria hasil: pasien menunjukkan tidak ada tanda-tanda infeksi.
d) Intervensi keperawatan dan rasional
6) Intervensi: Kaji adanya tanda-tanda peradangan seperti adanya
demam, bengkak, kemerahan, hangat dan kelemahan fungsi pada
area pemasangan alat invasif.
Rasional: tubuh berespons terhadap adanya infeksi melalui
adanya tanda demam, bengkak, kemerahan, hangat, dan
kelemahan fungsi organ.
7) Intervensi: observasi tanda vital setiap 4 jam
Rasional: perubahan tanda vital, seperti adanya demam,
peningkatan nadi merupakan salah satu indikasi adanya infeksi.
8) Intervensi: Lakukan perawatan luka, alat invasif secara aseptik
dan antiseptik.
Rasional: luka merupakan sarana yang paling mudah masuknya
kuman dari luar maupun dari dalam, perawatan luka yang baik
dapat mencegah infeksi pada luka.
9) Intervensi: lakukan cuci tangan/ hand higene sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien.
Rasional: cuci tangan dapat memotong rantai infeksi.
10) Intervensi: kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
antibiotik.
Rasional: antibiotik dapat membunuh kuman pathogen penyebab
penyakit.
Diagnosa 3: Risiko Cedera
c) Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan: cedera tidak terjadi dan pasien menunjukkan perilaku
pencegahan terjadinya cedera.
Kriteria hasil: pasien menyatakan berkurangnya episode jatuh dan
rasa takut terhadap bahaya jatuh.
d) Intervensi keperawatan dan rasional
1. Intervensi: kaji dan identifikasi faktor risiko cedera yang
mungkin terjadi pada pasien.
Rasional: banyak faktor yang mempengaruhi cedera, seperti
kedaan pasien dan lingkungan.
2. Intervensi: kaji kemampuan pasien dalam menggunakan alat
bantu jalan seperti kruk, tripot, dan lain-lain.
Rasional: ketidakmampuan menggunakan alat bantu jalan, pasien
dapat terpeleset dan jatuh.
3. Intervensi: latih pasien menggunakan alat bantu jalan dengan
benar dapat mencegah terjadinya jatuh.
Rasional: kemampuan menggunakan alat bantu jalan dengan
benar dapat mencegah terjadinya jatuh.
4. Intervensi: bantu pasien dalam melakukan aktivitas dan
mobilisasi.
Rasional: membantu mencegah trauma.
DAFTAR PUSTAKA
H.Alimul, A. Aziz. 2011. Pengantar Konsep Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba
Medika

Haswita dan Reni Sulistyowati..2017.Kebutuhan Dasar Manusia untuk Mahasiswa


Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta Timur: CV Trans Info Media

Koziar, (2010). FundalmentalOf Nursing Concepts and Process7. Jakarta: EGC.

NANDA Internasional 2018-2020, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi,


Penerbit: EGC

Saputra, Lyndon. 2013.Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang


Selatan: Binarupa Aksara Publisher

Tamsuri A. 2010. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta.
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Rahma Rasyidah


NPM : 1814201110053
Tempat : Rumah Sakit Islam Banjarmasin
Ruang : VK Bersalin (Siti Khadijah)
Tugas : Laporan Pendahuluan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

Banjarmasin,
Juli 2019

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing


Klinik
LEMBAR KONSUL PEMBIMBING KlINIK

NamaMahasiswa : Rahma Rasyidah


NPM : 1814201110053
Clinical Teacher ( CT ) :
Clinical Instrukture ( CI ) :

Paraf
NO Hari/Tanggal Keterangan

Anda mungkin juga menyukai