Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI

PENDEKATAN DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN BERETIKA

Dosen Pengampu: Farida, SE, M.Si

Disusun Oleh:

1. Diah Ayu Saffitri 16.0102.0127


2. Arifah Sulistyani 19.0102.0100
3. Indira Cahyaning Firdausi 17.0102.0035
4. Aditya Ari Daniswara 17.0102.0125

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keputusan adalah sesuatu yang sifatnya penting dalam sebuah organisasi
yang dibuat oleh seorang individu dalam hal ini manajer. Pengambilan
keputusan dibuat dalam rangka untuk menentukan suatu kebijakan dalam
menentukan strategi yang akan menimbulakan langkah-langkah untuk
tindakan selanjutnya.

Ketika prinsip-prinsip atau peraturan tertentu yang terkandung dalam kode


etik tidak sepenuhnya berlaku untuk masalah tertentu yang dihadapi oleh
seorang akuntan professional, para pembuat keputusan dapat berpedoman
pada prinsip-prinsip umum untuk sampai pada keputusan etis yang dapat
dipertahankan. Apakah yang dimaksud dengan prinsip-prinsip umum etika dan
bagaimana penerapanya ? Dibutuhkan suatu pembahasan tentang prinsip-
prinsip etika dan bagaimana mengembangkan sebuah kerangka keputusan
menyeluruh yang praktis dan komprehensif berdasarkan pada bagaimana
tindakan yang diusulkan akan memengaruhi pemangku kepentingan untuk
membuat keputusan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengambil keputusan yang etis praktis ?
2. Apa saja aturan dalam pengambilan sebuah keputusan ?
3. Bagaimana analisis dampak pada pemangku kepentingan ?
4. Apa saja pendekatan dalam mengambil keputusan secara etis ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahu bagamana cara mengambil keputusan yang etis praktis.
2. Mengetahui aturan dalam pengambilan keputusan.
3. Mengetahui dampak pengambilan keputusan bagi pemangku kepentingan.
4. Mengetahui pendekatan yang digunakan dalam pengembilan keputusan
etis praktis.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Ketika prinsip – prinsip atau peraturn tertentu yang terkandung
dalam kode etik tidak sepenuhnya berlaku untuk masalah yang dihadapi
oleh seorang akuntan propesional, para pembuat keputusan dapat
berpedoman pada prinsip – prinsip umum untuk sampai pada keputusan
etis yang dipertahankan.

1. Memotivasi Perkembangan

Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom menimbulkan


kemarahan publik, runtuhnya pasar modal, dan akhirnya Sarbanes –
Oxley Act 2002, yang membawa reformasi tata kelola tersebar luas.
Pengendalian opini publik juga bersikap keras kepada perusahaan dan
individu yang berperilaku tidak etis. Kehilangan reputasi karena
tindakan yang tidak etis dan atau ilegal telah terbukti dapat
mengurangi pendapatan dan keuntungan, merusak harga saham, dan
menjadi akhir karier bagi para eksekutif, bahkan sebelum tindakan
mereka sepenuhnya diselidiki dan tanggung jawab mereka dibuktikan
sepenuhnya.

Perkembangan ini menjadi sangat penting bahwa para eksekutif


dan direksi perusahaan harus memberikan tambahan perhatian pada
tata kelola perusahaan dan panduan yang diberikan, sebagai tambahan
peran mereka sendiri dalam perusahaan. Pada tahun 2003,
International Federation of Accountants ( IFAC ) juga menyatakan
bahwa pendidika etika dibutuhkan dalam pendidikan etika bagi
akuntan propesional.

Tidak cukup jika hanya membuat keputusan dan mengambil


tindakan yang sah – tindakan juga harus dapat dipertahankan secara
etis.

4
2. Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis

Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan


secara etis, bab ini menyajikan kerangka kerja yang praktis,
komprehensif, dan beraneka ragam untuk pengambilan keputusan etis.

“ sebuah keputusan atau tindakan dianggap etis atau “ benar


“ jika sesuai dengan standar tertentu. Para filsuf telah mempelajari
standar mana yang penting selama berabad – abad, dan para ahli
etika bisnis baru saja membangun hal ini dalam pekerjaannya. Kedua
kelompok telah mengungkapkan bahwa tidak cukup hanya satu
standar saja untuk memastikan keputusan etis. Akibatnya, kerangka
kerja pengambilan keputusan etis ( ethical decission making – EDM )
mengusulkan bahwa keputusan atau tindakan akan dibandingkan
dengan empat standar penilaian yang komprehensif dari perilaku etis.

Kerangka kerja pengambilan keputusan etis ( EDM ) menilai


etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat dengan melihat :

 Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan


bersih atau biaya
 Hak dan kewajiban yang terkena dampak
 Kesetaraan yang dilibatkan
 Motivasi atau kebijakan yang diharapkan.

Tiga perkembangan pertama yaitu – konsekuensialisme,


dentologi, dan keandilan – ditelaah dengan memfokuskan pada
dampak dari keputusan terhadap pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain, sebuah pendekatan yang dikenala sebagai analisis
dampak pengakuan kepentingan. Pertimbangan keempat – motivasi
pembuatan keputusan, merupakan suatu pendekatan yang dikenal
sebagai etika kebijakan.

3. Pendekatan Filosofis – Sebuah ikhtisar : konsekuensialisme


( utilitarianisme ), Dentologi, dan Kebijakan

5
Masing – masing dari tiga pendekatan memberikan kontribusi
yang berbeda – beda dalam menghasilkan pendekatan yang berguna
dan dapat dipertahankan untuk pengambilan keputusan etis dalam
bisnis atau kehidupan pribadi. Namun karena beberapa prinsip dan
teori filosofi bertentangan dengan aspek lain dan tanpak bertentangan
dengan praktik bisnis yang diterima, khususnya dalam beberapa
budaya diseluruh dunia akan lebih baik jika menggunakan
pertimbangan yang dilihat dari berbagai sudut pandang ( pertimbangan
) yang ditunjukan oleh ketiga pendekatan fisafat untuk menentukan
etikalitas suatu tindakan, dan panduan pilihan yang harus dibuat.
Masing – maing dari tiga pendekatan tersebut berfokus pada konsep
yang berbedadari sebuah tindakan yang benar.

a. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi

Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil


akhir dari sebuah keputusan. Pendekatan ini sangat penting untuk
keputusan etis yang baik dan pemahaman itu akan menjadi bagian
dari pendidikan sekolah bisnis terakreditasi AACSB dimasa depan.
Menurut AACSB:

“Pendekatan Konsekuensialis mengharuskan pelajar untuk


menganalisis keputusan dalam hal kerugian dan manfaatnya bagi
pemangku kepentingan dan untuk mencapai sebuah keputusan
yang menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar. “

Dengan kata lain, tindakan dan sebuah keputusan akan


menjadi etis jika konsekuensi positif lebih besar dari pada
konsekuensi negatif. Selain itu, beberapa percaya bahwa hanya
tindakan yang dapat memaksimalkan keuntungan bersih minus
konsekuensi negatiflah yang secara moral benar atau etis.

Para ahli juga membahas :

6
 Kosekuensi mana yang harus dihitung
 Bagaimana cara menghitungnya
 Siapa saja yang pantas untuk disertakan dalam satuan
pengakuan kepentingan yang harus dipertimbangkan.

Utilitarianisme klasik – terkait dengan utilitas secara


keseluruhan – mencangkup keseluruhan varian, oleh karena itu
hanya dari manfaat persial dalam pengambilan keputusan etis
dalam konteks sebuah bisnis profesional, atau organisasi.
Konsekuensialisme, bagaimana juga mengacu pada sub bagian dari
varian yang didefinisikan untuk menghindari pengukuran yang
salah atau permasalahan lain, atau dalam rangka membuat proses
menjadi lebih relevan dengan tindakan, keputusan, atau konteks
yang terlibat. Oleh karena fokus konsekuensialisme dan
utilitarianisme berfokus pada hasil atau “ akhir “ dari suatu
tindakan, teori – teori tersebut sering dianggap sebagi teleologis.

b. Deontologi

Dalam artian bahwa deontologis berfokus pada kewajiban


atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan, bukan pada
konsekuensi dari tindakan. Etika dentologi mengambil posisi
bahwa kebenaran bergantung pada rasa hormat yang ditunjukan
dalam tugas, serta hak dan keadilan yang dicerminkan oleh tugas –
tugas tersebut. Akibatnya :

Suatu pendekatan dentologis mengangkat isu – isu yang


berkaitan dengan tugas, hak, serta pertimbangan keadilan dan
mengajarkan para mahasiswa untuk menggunakan standar moral,
prinsip, dan aturan-aturan sebagai panduan untuk membuat
keputusan etis yang baik.

Penalaran deotologis sebagaian besar didasrkan pada


pemikiran Immanuai Kant (1964). Ia beragumen bahwa seseorang
yang rasional membuat keputusan mengenai apa yang baik untuk

7
dilakukan, akan mempertimbangkan tindakan apa yang baik untuk
dilakukan oleh semua anggota masyarakat.

c. Etika Kebajikan

Etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi


karakter moral yang ditunjukan oleh para pengambil keputusan.
Tanggung Jawab – khususnya kesalahan atau layak dianggap salah
– baik moralitas dan hukum, memiliki dua dimensi : Actus Reus
( tindakan yang salah ) dan Mens Rea ( pikiran yang salah ).
Konsekuensialisme, yang dipelajari sebelumnya, dikatakan sebagai
“ berpusat pada tindakan “ dari pada “ berpusat pada agen “
sebagaimana deontologi dan etika kebajikan.

Menurut AACSB :

Etika kebajikan berfokus pada karakter atau intergritas moral para


pelaku dan melihat pada moral masyarakat, seperti masyarakat
profesional, untuk membantu mengidentifikasi isu – isu etis dan
panduan tindakan etis.

Kebijakan adalah karakter yang membuat orang yang


bertindak etis dan membuat orang tersebut menjadi manusia yang
bermoral. Bagi Aristoteles, kebijak memperoleh seseorang untuk
membuat keputusan yang waja. Kebijaksanaan adalah kunci
kebajikan dalam menentukan pilihan yang tepat diantara pilihan –
pilihan yang ekstrem.

B. Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum – Tes Awal Etikalitas Sebuah Keputusan
Pendekatan filosofi memberikan dasar bagi pendekatan keputusan
praktis dan bantuan yang berguna, meskipun sebagian besar eksekutif dan
akuntan professional tidak menyadari bagaimana dan mengapa demikian.
1. Sniff Test untuk Pengambilan Keputusan Etis

8
a. Akankah saya merasa nyaman jika tindakan atau keputusan ini
muncul dihalaman depan surat kabar nasional besok pagi?
b. Akankah saya bangga dengan keputusan ini?
c. Akankah ibu saya bangga dengan keputusan ini?
d. Apakah tindakan atau keputusan ini sesuai dengan misi dank ode etik
perusahaan
e. Apakah hal ini terasa benar bagi saya
2. Aturan Praktis Untuk Pengambilan
a. Golden Rule : perlakuan orang lain seperti anda ingin diperlakukan.
b. Peraturang pengungkapan : jika anda merasa nyaman dengan tindakan
atau keputusan setelah bertanga pada diri sendiri apakan anda akan
keberatan jika semua rekan, teman, dan keluarga anda menyadari hal
itu, maka anda harus bertindak atau memutuskan.
c. Etika intuisi : lakukan apa yang “firasat anda” katakan untuk anda
lakukan
d. Imperatif Kategoris : jangan mengadopsi prinsip – prinsip tindakan,
kecuali prinsip – prinsip tersebut datat tanpa adanya inkonsistensi,
diadopsi oleh orang lain.
e. Etika Profesi : lakukan “yang terbaik untuk jumlah terbesar”
f. Prinsip kebajikan : lakukan apa yang menunjukkan kebajikan yang
diharapkan.
Hubungan prinsip – prinsip para filsuf dan kriteria yang dinilai oleh
sniff test, aturan – aturan praktis dan analisis dampak pemangku kepentingan
dapat terlihat sebagai berikut :
Pendekatan dan kriteria Pembuatan Keputusan Etis

Menguntungkan
Konsekuensi, Utilitas Manfaat > Biaya
Risisko disesuaikan

Tugas Fidusia
Tugas, hak, keadilan
Hak – hak Individu
Keadilan, legalitas

Karakter
Harapan Kebajikan
Integritas
Keberanian, Proses 9
C. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan – Perangkat Komprehensif
Untuk Menilai Keputusan dan Tindakan

a. Gambaran Umum
Sejak john stuart mill mengembangkan konsep utilitarianisme pada
tahun 1861, suatu pendekatan yang diterima untuk penilaian keputusan
dan tindakan yang dihasilkan telah dipakai untuk mengevaluasi atau
konsekuensi dari tindakan. Bagi kebanyakan pengusaha, evaluasi ini
sebelumnya didasarkan pada dampak keputusan itu terhadap kepentingan
pemilik perusahaan atau pemegang saham. Biasanya dampak tersebut telah
diukur dalam bentuk keuntungan atau kerugian yang timbul, karena laba
telah menjadi ukuran tingkat kebaikan yang ingin di maksimalkan oleh
para pemegang saham.
Padangan tradisional megenai akuntabilitas perusahaan baru-baru
ini telah dimodifikasi menjadi dua cara yaitu
1. Asumsi bahwa semua pemegang saham hanya ingin dimaksimalkan
keuntungan jangka pendek tampaknya merupakan focus yang terlalu
sempit.
2. Hak – hak dan klaim dari mayoritas kelompok bukan pemegang
saham seperti karyawan, konsumen, pemasok, kreditor, pemerhati
lingkungan, masyarakat lokal, dan pemerintah yang memiliki
kepentingan dalam hasil keputusan atau pada perusahaan itu sendiri,
telah diselaraskan dengan status dalam pengambilan keputusan
perusahaan.
Perusahaan modern sekarang bertanggung jawab kepada pemegang
saham dan kelompok bukan saham, keduanya merupakan bentuk
kelompok pemegang kepentingan, seperti terlihat dalam peta
akuntabilitas pemangku kepentingan perusahaan :

10
Pemegang
Saham

Aktivis
Karyawan

Pemerintah
Pelanggan
Perusahaan
Kreditur dan
Debitur Pemasok

Pesaing
Lainnya, termasuk media yang dapat
dipengaruhi oleh atau yang dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan
perusahaan

Asumsi dari kelompok pemegang saham monolitis yang hanya


tertarik pada keuntungan jangka pendek sedang mengalami perubahan
karena perusahaan modern menyatakan pemegang saham mereka juga
terdiri atas orang-orang dan investor institusi awal yang tertarik pada
horizon waktu jangka panjang dan bagaimana bisnis dilakukan secara
etis.Yang selanjutnya disebut dengan etika investor yang
memberlakukan dua penyaringan untuk investasi yaitu apakah
perusahaan asosiasi menghasilkan keuntungan lebih dari batas yang
seharusnya dan apakan mereka mendapatkan keuntungan dengan cara
yang etis.
Investor etis dan investor lainnya, serta kelompok pemangku
kepentingan, cenderung tidak mau memaksa mengeluarkan laba tahun
berjalan jika itu berarti merugikan lingkungan atau hak-hak pemangku
kepentingan lainnya.Perusahaan menemukan bahwa di masa lalu
mereka telah secara sah dan pragmatis bdertanggung jawab kepada

11
pemegang saham, tetapi mereka juga makin bertanggung jawab kepada
para pemangku kepentingan.

b. Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan


Memperhitungkan kepentingan/interes para pemangku
kepentingan saat membuat keputusan, dengan mempertimbangkan
dampak potensial dari keputusan pada setiap pemangku kepentingan.
Untuk memfokuskan analisis dan pengambilan keputusan pada
dimensi etika perlu untuk mengidentifikasi dan mempertimbangkan
serangkaian kepentingan para pemangku kepentingan pada umumnya
atau kepentingan dasar yaitu :
1. Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari
keputusan tersebut.
2. Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat
dan beban
3. Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap
pemangku kepentingan, termasuk hak pengambilan keputusan.
4. Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima
sebaik- baiknya.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua,
ketiga, dan keempat dari deontologi dan etika kebajikan
Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan :
Kesejahteraan Keputusan yang diusulkan akan
menghasilkan lebih banyak keuntungan dari
pada biaya
Keadilan Distribusi manfaat dan beban harusseimbang
Hak Keputusan yang diusulkan tidak boleh
melanggar hak pemangku kepentingan dan
pembuuat keputusan
Sifat Kebajikan Keputusan yang diusulkan harus
menunjukkan kebajikan seperti yang
diharapkan

12
c. Pengukuran Dampak yang Dapat Diukur
1. Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Dapat Langsung
Diukur
Ada dampak dari keputusan perusahaan dan kegiatan yang tidak
dimasukkan dalam penentuan laba perusahaan yang menyebabkan
dampak. Sebagai contoh, ketika sebuah perusahaan melakukan
pencemaran, biaya pembersihan biasanya dikeluarkan oleh
individu, perusahaan, atau kota yang terletak di hilir atau arah
angin. Biaya tersebut disebut sebagai eksternalitas, dan dampaknya
dapat diukur langsung oleh biaya pembersihan yang dilakukan
oleh orang lain. Untuk melihat gambaran lengkap tentang dampak
dari sebuah keputusan, laba atau rugi yang muncul dari transaksi
harus dimodifikasi oleh eksternalitas yang ditimbulkannya. Sering
kali, perusahaan yang mengabaikan eksternalitas menyadari
bahwa mereka telah meremehkan biaya sebenarnya dari keputusan
saat muncul denda dan biaya pembersihan, atau muncul
pemberitaan yang kurang baik
2. Laba
Laba merupakan dasar untuk kepentingan pemegang saham dan
sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kesehatan
perusahaan kita. Di masa inflasi, laba merupakan hal yang penting
untuk menggantikan inventori pada harga tinggi yang diperlukan.
Untungnya, pengukuran laba dikembangkan dengan baik dan
hanya dibutuhkan beberapa pendapat tentang penggunaannya
dalam pengambilan keputusan etis. Memang benar, bagaimanapun,
bahwa keuntungan merupakan ukuran jangka pendek, dan
beberapa dampak penting tidak terungkap dalam penentuan laba.
Kedua kondisi ini dapat diperbaiki dalam bagian berikut.

3. Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Tidak Dapat


Langsung Diukur
Eksternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam
penentuanlaba perusahaan tetapi ketika manfaatnya dinikati oleh

13
orang – orang luar perusahaan. Meskipun tidak mungkin
untukmengukur eksternalitas tersebut secara langsung, ada
kemungkinan untuk mengukur dampak tidak langsungdengan
menggunakan alternatifpengganti.
4. Membawa Masa Depan ke Masa Kini
Tekhnik untuk membawa dampak keputusan masa depan ke dalam
analisis tidak sulit. Hal ini ditangnani secara parallel dengan
analisis penganggaran modal, dimana nilai – nilai masa depan
dapat didiskontokan pada tingkat bunga yang mencerminkan
tingkat suku bunga yang diharapkan di masa mendatang.
Pendekatan ini ditunjukkan sebagai bgian dari analisis biaya
manfaat (ABM) dalam Brooks (1979). Nilai bersih masa kini (net
present value) untuk analisis penganggaran modal, manfaar dan
biaya dari suatu tindakan yang diusulkan dapat dinilai dengan :
5.
Nilai Bersih Masa Nilai Keuntungan Nilai Biaya Masa Kini
: -
Kini Bersih Masa Kini Usulan Tindakan

Dimana manfaat termasuk pendapatan dan eksternalitas baik, serta


biaya termasuk biaya yang ditambah eksternalitas buruk.
Seringkali eksekutif yang telah belajar keras untuk tetap berfokus
pada keuntungan jangka pendek akan menolak gagasan untuk
memasukkan eksternalitas dalam analisa mereka. Apa yang
diperkenankan pada analisa biaya – manfaat bagi pembuat
keputusan adalah untuk membawa manfaat dan biaya masa depan
ke masa kini agar dapat dianalissi secara lebih lengkap dari sebuah
keputusan.
6. Menangani Ketidakpastian Hasil
Sama seperti dalam analisis penganggaran modal ada
perkiraanyang tidak pasti. Namun berbagai tekhnik telah
dikembangkan untuk memasukkan ketidakpastian ini ke dalam
analisis keputusan yang diusulkan. Sebagai contoh dapat
didasarkan pada perkiraan terbaik, dalam tiga kemungkinan (paling

14
optimis, pesimis dan perkiraan terbaik) atau dalam nilai – nilai
yang diharapkan. Nilai – nilai yang diharapkan biasanya
dinyatakan sebagai berikut :

Nilai Hasil yang Kemungkinan


: Nilai Hasil x
Diharapkan Terjadinya Hasil

Keuntungan dari rumusan nilai yang diharapkan ini adalah kerangka


kerja analissi biaya manfaat dapat dimodifikasi untuk menyertakan
risisko yang terkait dengan hasil. Pendekatan baru ini disebut sebagai
analisis risiko-manfaat (RBA), dan dapat diterapkan dimana hasil
berisiko ditemukan dalam kerangka berikut :

Nilai yang diharpkan dari


Nilai Masa Kini Nilai Masa Kini dari
Manfaat Bersih atau yang : -
yang Diharapkan Biaya Masa Datang
Disesuaikan dengan Risiko

7. Identifikasi dan Peringkat Pemangku Kepentingan

Pengukuran laba yang ditambahkan oleh eksternalitas yang


didiskontokan ke masa sekarang dan difaktorkan oleh risiko hasil,
lebih berguna dalam menilai keputusan yang diusulkan jika
dibandingkan dengan hanya dari keuntungan saja. Namun demikian,
manfaat dari analisis dampak pemangku kepentingan brgantung pada
identitas penuh semua pemangku kepentingan dan kepentingan
mereka, serta apresiasi yang penuh terhadap signifikansi dampaknya
pada posisi masing-masing.

Dua peniliti yang cukup berguna untuk mengidentifikasi dan


memahami kelompok-kelompok pemangku kepentingan dan interaksi
mereka, yaitu

15
1) MitchellAgle, dan Wood (1997) menyatakan bahwa pemangku
kepetingan mereka terdiri dari tiga dimensi yaitu kekuatan,
legitimasi, dan urgensi.

2) Tim Rowley (1997) menyatakan bahwa sekelompok pemangku


kepentingan akan diperlakukan sebagai jaringan yang dinamis.

8. Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasi

1) Keadilan diantara pemangku kepentingan

Mendapatkan perlakuan adil merupakan hak setiap individu


dan sekelompok sehingga dapat berharap dengan pantas
menerimanya, hal ini diperlakukan secara terpisah mengingat
pentingnya sebuah pengambilan keputusan etis. Keadilan
bukan merupakan konsep mutlak. Hal ini dibuktikan dengan
distribusi yang relatif atas manfaat dan beban yang dihasilkan
dari sebuah keputusan.

2) Hak pemangku kepentingan

Sebuah keputusan akan dianggap etis jika dampaknya tidak


mengganggu hak para pemangku kepentingan, dan hak si
pembuat keputusan. Beberapa hak ini telah dilindungi undang-
undang dan peraturan hukum, sedangkan yang lain ditegakan
melalui sanksi publik bagi yang melanggar.

9. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan: Pendekatan Tradisional


Pengambilan Keputusan

Memilih pendekatan yang paling berguna bergantung pada apakah


danpak keputusan yang bersifat jangka pendek jika dibandingkan
dengan jangka panjang, melibatkan eksternalitas dan atau
probabilitas atau terjadi dalam situasi perusahaan.

10. Pendekatan 5 Pertanyaan Tradisional

16
Berdasarkan pendekatan pertanyaan yang disebutkan oleh Graham
Tucker, terdiri dari:

1) Menguntungkan ?

2) Sah di mata hukum ?

3) Adil ?

4) Benar ?

5) Mendukung pembangunan berkelanjutan lebih lanut ?

Jika timbul respon negati ketika semua pertanyaan tersebut


diajukan, maka pembuat keputusan dapat mencoba untuk merevisi
tindakan yang diusulkan untuk menghapus dan atau mengimbangi
jawaban negatif ketika pertanyaan ditanyakan diawal, sebuah
upaya harus dilakukan untuk memperbaiki tindakan yang
diusulkan menggunakan lima pertanyaan sebagai pandiuan.

11. Pendekatan Standar Moral Tradisional

Standar moral yang dimaksud terdiri dari:

1) Utilitarian

2) Hak-hak individu

3) Keadilan

Prinsip utilitarian dinilai melalui pertanyaan yang berfokus pada


analisis biaya manfaat atau analisis risiko manfaat bukan hanya
dari keuntungan. Velasquez (1992), pemeriksaan tentang
bagaimana keputusan yang diusulkan dapat menghormati hak hak
individu terlihat dari dampaknya terhadap keputusan mengenai
hak-hak setiap pemangku kepentingan.

12. Pendekatan Pastin Tradisional

Aspek kunci dalam pendekatan ini, yaitu:

17
1) Etika aturan dasar

2) Etika titik-akhir

3) Etika Peraturan

4) Etika Kontrak Sosial

Pastin menggunakan konsep etika dasar untuk menangkap gagasan


bahwa individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar atau
nilai-nilai fundamental yang mengatur perilaku mereka atau
perilaku yang diharapkan. Dalam konsep etika titik akhirnya harus
menampilkan utilitrianisme dan menggambarkan kesulitan fokus
analisis yang ada pada hanya keuntungan jangka pendek. Konsep
aturan etika digunakan untuk menunjukan nilai aturan yang muncul
akibat penggunaan prinsip-prinsip etis yang valid terhadap dilema
etika. Pembentukan aturan berdasarkan rasa hormat terhadap hak-
hak individu terbukti dapat membantu etika melakukan interpretasi
yang sangat sulit, atau ketika eksekutif senior ingin menghapus
ambiguitas tentang apa yang mereka percaya harus dilakukan
dengan situasi tertentu. Gagasan tentang etika kontrak sosial
menunjukan bahwa perumusan keputusan yang diusulkan ke dalam
kontrak imajiner akan sangat membantu karena memungkinkan
para pengambil keputusan untuk bertukar tempat dengan
pemangku kepentingan yang akan terkena dampak

13. Memperluas dan Memadukan Pendekatan Tradisional

D. Pendekatan Filosofi dan Analisis Dampak Pemangku Kepentingan


Pendekatan analisis dampak pemangku kepentingan yang digunakan
harus memberikan pemahaman tentang fakta-fakta, hak, kewajiban, dan
keadilan yang terlibat dalam keputusan atau tindakan yang penting untuk
analisis etika yang tepat dari motivasi, kebajikan dan karakter ang diharapkan.

18
E. Memodifikasi Pendekatan Tradisional Analisis Dampak Pemangku
Kepentingan: Menilai Motivasi, Kebajikan yang Diharapkan, dan Sifat
Karakter
1. Mengapa mempertimbangkan Harapan Motivasi dan Perilaku

Analisis etika yang komprehensif harus melebihi pendekatan


tradisional Trucker, Valasques, dan Pastin untuk menggabungkan
penelitian tentang motivasi, kebijakan, dan karakter yang terlibat dalam
perbandingan dengan apa yang diharapkan oleh para pemangku
kepentingan. Sayangnya para pengambil keputusan di masa lalu tidak
mengenali pentingnya harapan pemangku kepentingan akan kebijakan.
Jika mengenalinya, keputusan yang telah dibuat akan meminimalisir
tragedi pribadi dan organisasi yang terjadi. Beberapa eksekutif dimotivasi
oleh keserakahan, sedangkan yang lainya menyetujui keputusan yang tidak
etis karena mereka tidak sadar bahwa mereka diharapkan berpelakuan
berneda dan memilki tugas untuk melakukany. Karena mereka beralasan
bahwa semua orang melakukan hal yang sama. Hal ini juga terlihat bahwa
karyawan terus membuat keputusan yang salah, bahkan jika konsekuensi
hasil akan benar benar menimbulkan tata kelola yang tinggi.

2. Penilaian etis motivasi dan perilaku


Proses penilaian dampak pemangku kepentingan akan menawarkan
kesempatan untuk menilai motivasi yang mendasari keputusan atau
tindakan yang diusulkan. Mskipun tidak mungkin pengamat dapat
mengetahui secara persis apa yang dipikirkan oleh pengambil keputusan
namun sangat penting untuk memproyeksikan yang dimilki para
pemangku kepentingan atas tindakan tersebut.

Harapan-harapan motivasi, Kebajikan, sifat karakter, dan proses

a. Motivasi yang diharapkan


 Pengendalianh diri atas keserakahan
 Pertimbangan kesetaraan atau keadilan
 Kebaikan, kepedulian, kasih sayang, dan kewajiban
b. Kebajikan yang diharapkan

19
 Loyalitas penuh
 Integritas dan transparansi
 Ketulusan bukan bermuka dua
c. Sifat karakter yang diharapkan
 Keberanian untuk malakukan hal yang benar atau standar profesi
 Keandalan
 Objektivitas, dan tidak keberpihakan
 Kejujuran, dan kebenaran
 Memetingkan diri sendiri bukan egoisme
 Menyeimbangkan pilihan atas perbedan besar
F. Permasalahan Lain Dalam Pengambilan Keputusan Etis
1. Masalah Bersama

Masalah bersama mengacu pada kesengajaan atau mengetahui


penggunaan aset atau sumber daya yang dimiliki bersama secara
berlebihan. Seringkali pengambilan keputusan yang tidak peka terhadap
masalah bersama, tidak memberikan atribut nilai yang cukup tinggi untuk
penggunaan aset atau sumber daya, karean membuat keputusan yang salah.
Dengan adanya kesadaran oleh seorang eksekutif dalam masalah akan
memperbaiki pengambilan keputusan.

2. Mengembangkan aksi yang lebih aktif

Perbaikan yang diulang ulang merupakan salah satu keuntungan


dari menggunakan kerangka kerja EDM yang diusulkan. Jika suatu
keputusan dianggap tidak adil oleh suatu kelompok pemangku keputusa,
maka keputusan tersebut dapat dimodifikasi dengan memberikan
kompensasi pada kelompok tersebut. Harus ada pencarian yang spesifik
untuk hasil yang sama sama untung, proses ini melibaatkan pelaksanaan
imajinasi moral. Terkadang direkstu, eksekutif, atau akuntan profesional
akan mengalami kumpulan keputusan akibat dari kompleksitas atau
ketidakmampuan untuk menetukan pilihan maksimal karena alasan
ketidakpastian, kendala waktu, atau penyebab lainya.

3. Kekeliruan umum dalam pengambilan keputusan etis

20
Menghindari perangkap umum pengambilan keputusan etis sangat
penting. Pengalam menunjukan bahwa para pengambil keputusan secara
berulang-ulanh membuat kesalahn berikut

a. Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis

Terkadang perusahaan yang kurang didasarkan pada nilai etika


akan membuat para eksekutif dan karyawan termotivasi untuk salah
pengambilan keputusan.

b. Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan pemegang saham

Dampak yang terjadi dari tindakan yang diusulkan adalah apa


yang terjadi di masa depan akan terlebihdahulu menimpa pemangku
kepentingan yang bukan pemegang saham. Hanya setelah kelompok
kelompok tersebut bereaksi barulah para pemegang saham akan
menanggung biaya atas kelakukan buruk mereka.

c. Salah menafsirkan harapan masyarakat


Pada zaman saat ini pembenaran atas keputusan yang tidak etih
dianggap sebagai sesuat yang mencurigakan, jadi setiap tindakan harus
dipikirkan secara seksama sesuai sisi standar etika.
d. Berfokus haya pada legalitas
Banyak orang yang hanya pedulu pada suatu tindakan yang sah
di mata hukum. Mereka beranggapan bahwa tindakan yang sah secara
hukum maka tindakan tersebut dikatakan etis. Padahal dalam sebuah
perusahaan juga harus memperhatiakn konsumen, padahal ada
beberapa peraturan yang kurang disetujui di masyarakat.
e. Batas keberimbanga

Terkadang pengambilan yang bijak keputusan hanya berfokus


pada kelompok kelompok yang disukai, padahal mereka tidak dapat

21
menggiring opini publik dan berakhir harus membayar keklituan
mereka sendiri.

f. Batasan untuk meneliti hak

Para pembuat keputusan harus meneliti dampak pada


keseluruhan hak semua kelompok pemangku kepentinga. Selain itu
pembuat keputusan harus memeprtimbangkan nilai-nilai mereka
sendiri untuk membuat keputusan.

g. Konflik kepentingan

Sikap yang didasarkan prasangaka bukan satu-satunya alasan


yang kliru dari tindakan yang diputuskan. Penilaidapat menutupi
kepentingan pribadi yang saling bertentangan antara pengambilan
keputusan dengan keputusan terbaik untuk perusahaan, atau antara
kepentinagn antar kelompok yang saling bertentangan. Kedua hal
tersebut dapat menyebabkan penilaian yang keliru.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan materi yang telah kelompok kami paparkan pada bab
pembahasan, kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa setiap
keputusan yang diambil oleh seorang manajer dalam suatu perusahaan
terntunya akan sangat berpengaruh dan berdampak pada keberlangsungan
perusahaan di masa yang akan datang dan berdampak juga dengan orang-
orang baik yang berada di dalam maupun luar perusahaan. Terdapat lima
kriteria yang etis dalam mengambil keputusan yaitu, utilitarian,
universalisme, penekanan pada hak, penekanan pada keadilan, dan
relatifisme.

B. Saran

23
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi, Edisi 5. Penerbit Salemba Empat

24

Anda mungkin juga menyukai