Anda di halaman 1dari 7

evaluasi praterapi

evaluasi praterapi harus mencangkup pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan pra
anestesi standar serta riwayat medis yang lengkap evaluasi laboratorium harus mencaku
p pemeriksaan kimia urin dan darah rontgen dada dan elektrokardiogram. pemeriksaan
gigi untuk menilai keadaan gigi pasien dianjurkan untuk pasien lansia dan pasien denga
n perawatan gigi yang tidak adekuat. rontgen tulang belakang diperlukan jika terdapat
bukti lain adanya gangguan spinal. computed tomography atau magnetic resonance ima
ging harus dilakukan jika klinisi mencurigai adanya gangguan bangkitan atau Lesi desak
ruang. praktisi ECT tidak lagi mempertimbangkan lesi desak ruang sebagai kontraindikasi
absolut ECT. tetapi pada pasien tersebut prosedur hanya boleh dilakukan oleh ahlinya.

obat yang digunakan bersamaan pasien yang sedang menjalani pengobatan harus dinila
i untuk memungkinkan adanya interaksi dengan induksi bangkitan untuk efek positif da
n negatif pada ambang bangkitan dan untuk interaksi obat dengan obat yang digunaka
n selama ECT. penggunaan obat trisiklik dan tetrasiklik monoamine oxidase inhibitor da
n anti psikotik umumnya dianggap dapat diterima. benzodiazepin yang digunakan untuk
ansietas harus dihentikan karena aktivitas antikonvulsan nya litium harus dihentikan kar
ena dapat menimbulkan delirium pasca ictal yang meningkat, serta dapat memperlama
aktivitas bangkitan. clozapine dan bupropion harus dihentikan karena terkait dengan tim
bulnya kebangkitan yang muncul belakangan. lidokain tidak boleh diberikan selama ECT
karena meningkatkan ambang bangkitan theophyllin dikontraindikasikan karena meningka
tkan lama bangkitan. reserpin juga dikontraindikasikan karena terkait dengan gangguan l
ebih lanjut pada sistem respirasi dan kardiovaskular selama ECT.

Pramedikasi, anestetik dan relaksan otot

pasien tidak boleh diberikan apapun melalui mulut selama 6 jam jam sebelum terapi te
pat sebelum prosedur dilakukan mulut pasien harus diperiksa adanya gigi palsu atau be
nda asing lain. dan jalur intravena harus dipasang. batang untuk gigitan dimasukkan ke
dalam mulut tepat sebelum terapi dilakukan untuk melindungi gigi dan lidah pasien sel
ama bangkitan. kecuali untuk interval singkat stimulasi listrik oksigen 100% harus diberik
an dengan laju 5 liter per menit selama prosedur sampai kembalinya pernafasan sponta
n. peralatan gawat darurat untuk jalan nafas harus segera tersedia jika diperlukan.

obat antikolinergik muskarinik


obat antikolinergik muskarinik diberikan sebelum ECT untuk meminimalkan sekresi mulut
dan pernapasan serta untuk menyikat bradikardia dan asistol kecuali denyut jantung istir
ahatnya di atas 90 denyut per menit. Beberapa pusat ECT menghentikan penggunaan r
utin antikolinergik sebagai premedikasi meskipun penggunaannya masih di indikasikan u
ntuk pasien yang mendapatkan antagonis reseptor beta adrenergik dan mereka dengan
denyut ventrikel ektopik. obat yang paling lazim digunakan adalah atropin yang dapat
diberikan sebesar 0,3 sampai 0,6 MG intramuskular atau subkutan 30 hingga 60 menit s
ebelum anestetik atau 0,4 sampai 1 MG intravena 2 atau 3 menit sebelum anestetik sua
tu pilihan lain yaitu menggunakan glycopyrrolate 0,2 sampai 0,4 MG intramuskular intra
Vena atau subkutan yang kecil kemungkinannya untuk melintasi sawar darah otak dan k
ecil kemungkinannya Untuk menimbulkan disfungsi kognitif dan mual. meskipun diangga
p memiliki aktivitas perlindungan terhadap kardiovaskular yang lebih kecil dibandingkan
atropine.

anesthesia ECT

pemberian memerlukan anestesi umum dan oksigenasi. kedalaman anesthesia harus sese
ring mungkin tidak hanya untuk meminimalkan efek samping tetapi juga untuk menghin
dari meningkatnya ambang bangkitan akibat berbagai anestetik. Methohexital dosis 0,75
sampai 1 mg/kg intravena adalah anestetik yang paling lazim digunakan karena durasi k
erjanya lebih singkat dan lebih jarang menyebabkan aritmia pasca ictal dibanding thiope
ntal sosis Biasa2 hingga 3 MG per kgbb intravena meskipun perbedaan efek jantung tid
ak diterima secara universal. empat alternatif anestetik lain adalah ah etomidat ketamine
alfentanil dan propofol etomidate 0,5 hingga 0,3 MG per kg intravena kadang-kadang
digunakan karena tidak meningkatkan ambang bangkitan efek ini terutama berguna unt
uk pasien lansia karena abang kita meningkat seiring dengan usia. ketamine 6 sampai 1
0 mg per kgbb intramuskular kadang-kadang digunakan karena tidak meningkatkan pe
mbangkitan meskipun penggunaannya dibatasi dengan sering timbulnya gejala psikotik s
etelah anestesi dengan obat ini. alfentanil 2 sampai 9 MG per kg intravena kadang-kad
ang diberikan bersamaan dengan barbiturat dan memungkinkan penggunaan dosis rend
ah anestetik barbiturat sehingga menurunkan ambang bangkitan lebih sedikit dari biasa
nya meskipun penggunaannya dapat disertai dengan meningkatnya insiden mual. propof
ol 0,5 sampai 3,5 MG per kg intravena kurang berguna karena sifat antikonvulsannya y
ang kuat.
relaksan otot

setelah onset efek anestetik, biasanya dalam 1 menit relaksan otot diberikan untuk mem
inimalkan risiko fraktur tulang dan cedera lain akibat aktivitas motorik selama bangkitan.
Tujuannya adalah untuk menghasilkan relaksasi otot yang mendalam tidak untuk mem
buat paralysis kecuali pasien memiliki resiko osteoporosis atau cedera spinal atau memili
ki pacu jantung dan karenanya memiliki resiko mengalami cedera akibat aktivitas motori
k selama bangkitan. Succinylcholine biasanya diberikan dalam dosis 0,5 sampai 1 MG pe
r kg bolus intravena atau drip. karena succinylcholine adalah agen depolarisasi kerjanya
ditandai dengan adanya fasikulasi otot yang bergerak dengan urutan rostrocaudal. hilan
gnya gerakan ini di kaki atau tidak adanya kontraksi otot setelah stimulasi saraf perifer
menunjukkan relaksasi otot maksimal. pada Beberapa pasien tubocurrarine 3 MG intrave
na diberikan untuk mencegah mioklonus dan peningkatan kalium serta enzim otot reaks
i ini dapat menjadi masalah pada pasien dengan penyakit muskuloskeletal atau penyakit
jantung. untuk memonitor lama kejang manset tensimeter dikembangkan di pergelanga
n kaki hingga tekanan di atas kanan sistolik sebelum infus relaksan otot untuk memung
kinkan pengamatan adanya aktivitas bangkitan yang relatif tidak berbahaya di otot kaki.

jika pasien memiliki riwayat defisiensi pseudokolinesterase yang diketahui atracurium 0,5
sampai 1 MG per kg intravena atau curare dapat digunakan menggantikan succinylcholi
ne. pada pasien seperti ini metabolisme succinylcholine terganggu dan apnea yang lam
a dapat memerlukan pengelolaan jalan nafas gawat darurat. Meskipun demikian pada u
mumnya karena waktu paruh succinylcholine yang singkat lama apnea yang setelah pe
mberian umumnya lebih singkat dibandingkan keterlambatan untuk mendapatkan kemba
li kesadaran akibat anestetik dan keadaan pasca iktal.

Stimulus listrik.

stimulus listrik harus cukup kuat untuk mencapai ambang bangkitan yaitu tingkat intensi
tas yang diperlukan untuk menimbulkan bangkitan. stimulus listrik diberikan dalam siklus
dan setiap siklus mengandung gelombang positif serta negatif mesin yang lama meng
gunakan gelombang sinus ketika gelombang sinus diantar stimulus listrik di dalam gelo
mbang sinus sebelum kebangkitan dicapai setelah bangkitan diaktifkan tidak diperlukan
serta berlebihan. Mesin ECT modern menggunakan bentuk gelombang pulsasi singkat y
ang memberikan stimulus listrik biasanya dalam 1 hingga 2 milidetik dengan laju 30 hin
gga 100 pulsasi dalam 1 detik. mesin yang menggunakan pulsasi Ultra singkat 0,5 milid
etik tidak seefektif mesin pulsasi singkat.

menetapkan ambang bangkitan pasien tidaklah secara langsung. terdapat variabilitas 40


kali lipat lambang bangkitan di antara pasien. samping itu selama ECT, ambang bangki
tan pasien dapat meningkat 25 hingga 200 persen. ambang bangkitan juga lebih tinggi
pada laki-laki dibandinhkan perempuan, dan lebih tinggi pada usia yang lebih tua diban
dingkan dewasa muda. teknik yang lazim yaitu memulai terapi dengan stimulus listrik ya
ng dianggap di bawah ambang Bang hitam untuk pasien tertentu dan kemudian menin
gkatkan intensitas nya 100% untuk peletakan unilateral dan 50% untuk peletakan bilater
al sampai ambang bangkitan dicapai.

bangkitan yang dicetuskan kontraksi otot singkat biasanya paling kuat pada rahang dan
otot wajah pasien terlihat bersamaan dengan aliran arus stimulus tanpa memandang ap
akah bangkitan terjadi. tanda perilaku pertama bangkitan yang sering adalah ekstensi pl
antar yang berlangsung 10 hingga 20 detik dan menandai fase tonic Fase ini diikuti ole
h kontraksi ritmik yang berkurang frekuensinya dan akhirnya menghilang. fase tonik dita
ndai dengan aktivitas EEG yang tajam dan berfrekuensi tinggi pada keadaan ini artefak
otot dengan frekuensi lebih tinggi dapat bertumpang tindih. selama fase kronik ledakan
aktivitas polyspike yang bersamaan dengan kontraksi otot tetapi biasanya bertahan untu
k sedikitnya beberapa detik setelah gerakan klonik berhenti.

memonitor bangkitan

seorang dokter harus memiliki ukuran yang objektif bahwa bangkitan menyeluruh bilater
al terjadi setelah stimulasi dokter juga harus dapat mengamati bukti adanya gerakan to
nik-klonik atau bukti adanya aktivitas bangkitan dari elektroensefalogram dan elektromio
gram bangkitan dengan elektrokonvulsif terapi unilateral bersifat tidak simetris dengan a
mplitudo elektroensefalogram yang lebih tinggi pada hemisfer yang dirangsang dibandin
gkan pada hemisfer yang tidak dirangsang kadang-kadang bangkitan unilateral dicetuska
n untuk alasan ini sedikitnya satu pasangan elektroda elektroensefalogram harus diletakk
an pada hemisfer kontralateral ketika menggunakan ECT unilateral. agar efektif pada EC
T, bangkitan harus berlangsung sedikitnya selama 25 detik.

jumlahdan jarak terapi ECT


Terapi ECT biasanya diberikan dua hingga tiga kali per minggu terapi 2 kali per mingg
u lebih sedikit menimbulkan hendaya memori dibandingkan terapi 3 kali per minggu. p
ada umumnya perjalanan terapi gangguan depresi berat memerlukan waktu 6 sampai 1
2 kali terapi meskipun sehingga 20 kali memungkinkan tetapi episode manik dapat me
merlukan 8 hingga 20 terapi terapi skizofrenia dapat memerlukan hingga lebih dari 15 t
erapi dan terapi katatonia serta delirium dapat memerlukan sedikitnya 1 hingga 4 kali t
erapi. tetapi harus berlanjut hingga pasien mendapat respon terapeutik maksimum. tera
pi lebih lanjut tidak memberikan keuntungan terapautik apapun tetapi meningkatkan ke
parahan dan lama efek Simpang. titik perbaikan maksimal biasanya dianggap terjadi keti
ka pasien tidak terus membaik setelah 2 kali terapi berturut-turut. Jika seorang pasien ti
dak membaik setelah 6 hingga 10 cc peletakan bilateral dan terapi densitas tinggi atau
3 kali ambang bangkitan harus diupayakan sebelum ECT diabaikain.

terapi rumatan

Terapi ECT Jangka pendek Mencetuskan pemulihan gejala tetapi tidak mencegah kekam
buhan rumatan pasca ECT harus selalu dipertimbangkankan. terapi rumatan umumnya f
armakologis tetapi rumatan terapi ECT dilaporkan sebagai terapi pencegahan kekambuh
an yang efektif meskipun data dari studi hanya sedikit indikasi rumatan terapiECT dapat
mencakup kekambuhan yang cepat setelah ECT awal,gejala berat gejala psikotik dan k
etidakmampuan menoleransi obat. Jika ECT digunakan karena pasien tidak berespon ter
hadap obat tertentu kemudian setelah ECT dilakukan pasien harus diberikan percobaan
menggunakan obat yang lain.

kontraindikasi

ECT tidak memiliki kontraindikasi Absolut hanya situasi saat pasien memiliki resiko yang
meningkat dan meningkatnya kebutuhan untuk pemantauan secara ketat. kehamilan buk
anlah kontraindikasi untuk ECT, dan pemantauan janin umumnya dianggap tidak perlu k
ecuali kehamilan resiko tinggi atau memiliki penyulit. pasien dengan Lesi desak ruang di
sistem saraf pusat memiliki resiko yang meninggal untuk mengalami edema dan hernia
si otak setelah ECT. tetapi jika alasnya kecil diberikan pada terapi dengan Dexamethaso
ne dan hipertensi dikendalikan selama bangkitan dan resiko terjadinya komplikasi yang s
erius dapat diminimalkan untuk pasien ini. pasien yang memiliki tekanan intra cerebral y
ang meningkat atau memiliki resiko terjadinya pendarahan cerebral memiliki resiko sela
ma ECT karena meningkatnya aliran darah selama bangkitan. risiko ini dapat dikurangi
Meskipun tidak dapat dihilangkan dengan mengendalikan tekanan darah pasien selama
terapi. pasien dengan infark miokard baru-baru ini merupakan kelompok resiko tinggi la
innya meskipun risiko ini sangat kurang pada dua minggu setelah infark miokard bahka
n lebih jauh berkurang pada 3 bulan setelah infark. pasien dengan hipertensi harus dist
abilkan dengan obat antihipertensi sebelum ECT diberikan. propanolol dan nitrogliserin s
ublingual juga dapat digunakan untuk melindungi pasien seperti ini selama terapi.

mortalitas

angka mortalitas ECT kira-kira 0,002% per terapi dan 0,01% untuk setiap pasien. angka i
ni sebanding dengan resiko akibat anesthesia dan persalinan anak. kematian karena ECT
biasanya terjadi akibat komplikasi kardiovaskular dan paling sering terjadi pada pasien
yang status jantung yang sudah terganggu.

efek Simpang pada sistem saraf pusat

Efek Simpang yang lazim disebabkan oleh ECT adalah sakit kepala bingung dan deliriu
m segera setelah bangkitan saat pasien sadar dari anesthesia. kebingungan yang nyata
dapat terjadi pada hampir 10% pasien dalam 30 menit setelah bangkitan dan dapat dit
erapi dengan barbiturat dan benzodiazepine. delirium biasanya paling menonjol setelah
beberapa terapi pertama dan pada pasien yang mendapatkanECT bilateral atau yang m
emiliki gangguan neurologis yang telah ada sebelumnya. delirium secara khas pulih dala
m beberapa hari atau paling lama beberapa minggu.

memori

kekhawatiran terbesar mengenai ECT adalah hubungan antara ECT dan kehilangan mem
ori. kira-kira 75% pasien yang diberikan ECT mengatakan bahwa daya memory merupak
an efek Simpang terburuk. meskipun daya Memories lama terapi hampir selalu terjadi d
ata pengamatan lanjutan menunjukkan bahwa hampir semua pasien kembali ke dasar k
ognitif nya Setelah 6 bulan. Meskipun demikian Beberapa pasien mengeluhkan terjadiny
a kesulitan memori yang menetap. derajat gangguan kognitif selama terapi dan waktu y
ang diperlukan untuk kembali ke dasar sebagian terkait dengan jumlah stimulasi listrik y
ang digunakan selama terapi. daya memori paling sering dilaporkan oleh pasien yang
mengalami sedikit perbaikan dengan ECT. selain hendaya memori yang biasanya pulih ti
dak ada bukti terjadinya kerusakan otak karena ECT.

efek Simpang lainnya fraktur sering menyertai terapi pada hari-hari pertama ECT. denga
n penggunaan relaksan otot secara rutin fraktur tulang panjang atau vertebra seharusny
a tidak terjadi. Meskipun demikian Beberapa pasien dapat mengalami gigi patah atau m
engalami nyeri punggung karena kontraksi selama prosedur ini. nyeri otot dapat terjadi
pada beberapa orang tetapi sering terjadi akibat efek depolarisasi otot oleh succinylchol
ine dan paling cenderung memberikan setelah sesi pertama dalam rangkaian terapi. ras
a nyeri ini ini dapat diterapi dengan analgesik ringan termasuk obat anti inflamasi non
steroid. sejumlah kecil pasien mengalami mual muntah dan sakit kepala setelah terapi E
CT. mual dan muntah dapat dicegah dengan terapi antiemetik pada saat ECT sedangka
n sakit kepala sering merespon dengan nsaid yang diberikan pada periode pemulihan E
CT.

Anda mungkin juga menyukai