Mitigasi Kebakaran
Mitigasi Kebakaran
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu akibat yang paling nampak dari salah urus pengelolaan hutan selama 30
tahun adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas kebakaran hutan dan lahan,
khususnya di Kalimantan dan Sumatera. Hutan-hutan tropis basah yang belum ditebang
(belum terganggu) umumnya benar-benar tahan terhadap kebakaran dan hanya akan
terbakar setelah periode kemarau yang berkepanjangan. Sebaliknya, hutan-hutan yang
telah dibalak, mengalami degradasi, dan ditumbuhi semak belukar, jauh lebih rentan
terhadap kebakaran (Schindler dkk., 1989).
Bukti ilmiah berdasarkan pendataan karbon radioaktif dari endapan kayu arang di
Kalimantan Timur menunjukkan bahwa kawasan hutan dataran rendah telah berulang
kali terbakar paling sedikit sejak 17.500 tahun yang lalu, selama beberapa periode
kemarau yang berkepanjangan, yang merupakan ciri utama periode Glasial Kuarter
(Goldammer, 1990). Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, tetapi
kemungkinan manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di milenium terakhir
ini, pertama untuk memudahkan perburuan dan selanjutnya untuk membuka petak-petak
pertanian di dalam hutan. Meskipun kebakaran telah menjadi suatu ciri hutan-hutan di
Indonesia selama beribu-ribu tahun, kebakaran yang terjadi mula-mula pasti lebih kecil
dan lebih tersebar dari segi frekuensi dan waktunya dibandingkan dua dekade
belakangan ini. Oleh karena itu, kebakaran yang terjadi mula-mula ini bukan merupakan
penyebab deforestasi yang signifikan. Hal ini terlihat jelas dari kenyataan bahwa
sebagian besar wilayah Kalimantan, misalnya, dari dulu berhutan, dan baru pada waktu
belakangan ini mengalami deforestasi yang sangat tinggi (Barber dan Schweithelm,
2000).
Berbagai proses degradasi hutan dan deforestasi mengubah kawasan hutan yang
luas di Indonesia dari suatu ekosistem yang tahan kebakaran menjadi ekosistem yang
rentan terhadap kebakaran. Perubahan yang mendasar ini, ditambah dengan terjadinya
fenomena iklim El Niño,33 telah menyebabkan peledakan kebakaran hebat yang terjadi
selama 20 tahun terakhir ini.
Indonesia juga memiliki beragam undangundang lingkungan dan peraturan lainnya
yang menghukum pelaku pembakaran yang dilakukan secara sengaja, baik di tingkat
nasional dan di tingkat propinsi. Namun demikian berbagai undang-undang ini jarang
ditegakkan. Bahkan akibat kebakaran tahun 1997-1998, hampir tidak ada tindakan resmi
yang diambil untuk menghukum berbagai perusahaan yang terlibat dalam pembakaran,
dan pada saat penulisan laporan, tidak ada hukuman resmi penting yang dijatuhkan.
Secara kelembagaan, laporan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/UNDP
menyimpulkan bahwa "Indonesia tidak memiliki suatu organisasi pengelolaan kebakaran
yang profesional. Berbagai usaha pemadaman kebakaran dilakukan berdasarkan
koordinasi di antara beberapa lembaga yang terkait. Berbagai lembaga yang terlibat
dalam pengelolaan kebakaran tidak memiliki mandat yang memadai, tingkat kemampuan
dan peralatan yang tidak memadai untuk melakukan tugas-tugas mereka". Departemen
Kehutanan merupakan satu-satunya lembaga pemerintah dengan tugas khusus untuk
pencegahan dan pengendalian kebakaran. Direktorat untuk menanggulangi kebakaran
hutan berada di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
(PHKA).
Beberapa kelemahan pokok dalam hal pemadaman kebakaran di Indonesia yang
diidentifikasi oleh kajian Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/UNDP meliputi:
tumpang tindihnya fungsi di antara berbagai lembaga yang berbeda; wewenang dan
tanggung jawab kelembagaan yang tidak jelas; mandat yang tidak memadai; dan
berbagai kemampuan kelembagaan lokal yang lemah.
Kegagalan dalam menerapkan berbagai peraturan yang ada, menurut kajian,
merupakan akibat dari: kurangnya kemauan politik di pihak lembaga penegak hukum;
lemahnya akses terhadap data kebakaran bagi para pejabat penegak hukum; keterbatasan
fasilitas dan peralatan untuk mendukung berbagai penyidikan di lapangan; berbagai
persepsi yang berbeda di antara berbagai lembaga tentang mana yang merupakan bukti
resmi yang memadai dari pembakaran yang disengaja; kurangnya pemahaman tentang
berbagai peraturan resmi mengenai kejahatan perusahaan yang memberikan peluang bagi
perusahaan, daripada para individu pekerja, untuk dituntut; "lemahnya integritas" di
pihak para penegak hukum; dan "berbagai konflik kepentingan" antara berbagai lembaga,
sebagian di antaranya ditugaskan untuk konservasi dan pemadaman kebakaran,
sementara yang lainnya bertugas untuk mengembangkan perkebunan dan meningkatkan
berbagai hasil pertanian.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pra bencana kebakaran
a. Apa pengertian kebakaran?
b. Apa saja faktor penyebab kebakaran?
c. Apa saja tanda- tanda kebakaran?
d. Daerah seperti apa yang rawan kebakaran?
2. Saat bencana kebakaran terjadi
Apa yang harus dilakukan saat kebakaran terjadi?
3. Pasca bencana kebakaran
a. Apa saja dampak kebakaran?
b. Bagaimana solusi untuk mengatasi kebakaran?
c. Bagaimana mitigasi bencana kebakaran?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pra bencana kebakaran
a. Mengetahui apa pengertian kebakaran
b. Mengetahui apa saja factor penyebab kebakaran
c. Mengetahui apa saja tanda- tanda kebakaran
d. Mengetahui daerah seperti apa yang rawan kebakaran
2. Mengetahui saat bencana kebakaran terjadi
Mengetahui apa yang harus dilakukan saat kebakaran terjadi
3. Mengetahui pasca bencana kebakaran
a. Mengetahui apa saja dampak kebakaran
b. Mengetahui bagaimana solusi untuk mengatasi kebakaran
c. Mengetahui bagaimana mitigasi bencana kebakaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebakaran
Kebakaran adalah bahaya yang nyata yang timbul karena pemakaian listrik.
Kebakaran menyebabkan kehilangan nyawa dan tak hanya meliputi seseorang saja, tetapi
dapat terjadi di tempat-tempat di mana banyak manusia berkumpul, seperti pabrik, pusat
perbelanjaan dsb.nya. Selain kehilangan nyawa manusia juga mengakibatkan kerugian besar
dalam hal materi. Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah
sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan
lahan pertanian disekitarnya.
Pertimbangan utama mengapa perlu upaya penanggulangan bahaya kebakaran adalah
karena : adanya potensi bahaya kebakaran di semua tempat, kebakaran merupakan peristiwa
berkobarnya api yang tidak dikehendaki dan selalu membawa kerugian. Dengan demikian
usaha pencegahan harus dilakukan oleh setiap indivisu dan unit kerja agar jumlah peristiwa
kebakaran, penyebab kebakaran dan jumlah kecelakaann dapat dikurangi sekecil mungkin
melalui perencanaan yang baik. Melalui pelatihan ini diharapkan peserta mampu :
mengidentifikasi potensi penyebab kebakaran di lingkungan tempat kerjanya dan melakukan
upaya pemadaman kebakaran dini. Kebakaran terjadi akibat bertemunya 3 unsur : bahan
(yang dapat ter)bakar; suhu penyalaan/titik nyala dan zat pembakar (O2 atau udara). Untuk
mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan mencegah bertemunyan salah satu dari dua
unsur lainnya.
Bahan bakar yang memiliki titik nyala rendah dan rendah sekali harus diwaspadai
karena berpotensi besar penyebab kebakaran. Bahan seperti ini memerlukan pengelolaan
yang memadai : penyimpanan dalam tabung tertutup, terpisah dari bahan lain, diberi sekat
dari bahan tahan api, ruang penyimpanan terbuka atau dengan ventilasi yang cukup serta
dipasang detektor kebocoran.
Selain itu kewaspadaan diperlukan bagi bahan-bahan yang berada pada suhu tinggi,
bahan yang bersifat mengoksidasi, bahan yang jika bertemu dengan air menghasilkan gas
yang mudah terbakar (karbit), bahan yang relatif mudah terbakar seperti batu bara, kayu
kering, kertas, plastik,cat, kapuk, kain, karet, jerami, sampah kering, serta bahan-bahan yang
mudah meledak pada bentuk serbuk atau debu.
C. Pengendalian Titik Nyala
Sumber titik nyala yang paling banyak adalah api terbuka seperti nyala api kompor,
pemanas, lampu minyak, api rokok, api pembakaran sampah dan sebagainya. Api terbuka
tersebut bila memang diperlukan harus dijauhkan dari bahan yang mudah terbakar. Sumber
penyalaan yang lain : benda membara, bunga api, petir, reaksi eksoterm, timbulnya bara api
juga terjadi karena gesekan benda dalam waktu relatif lama, atau terjadi hubung singkat
rangkaian listrik.
D. Klasifikasi Kebakaran
Berdasar Permenaker Nomor : 04/MEN/1980 penggolongan atau pengelompokan
jenis kebakaran menurut jenis bahan yang terbakar, dimaksudkan untuk pemilihan media
pemadam kebakaran yang sesuai. Pengelompokan itu adalah :
1. Kebakaran kelas (tipe) A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam, seperti :
kertas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa dll. yang sejenis dengan itu.
2. Kebakaran kelas (tipe) B, yaitu kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar,
seperti : bensin, aspal,gemuk, minyak, alkohol, LPG dll. yang sejenis dengan itu.
3. Kebakaran kelas (tipe) C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan
4. Kebakaran kelas (tipe) D, yaitu kebakaran bahan logam, seperti : aluminium,
magnesium, kalium, dll. yang sejenis dengan itu.
E. Sebab-sebab Kebakaran
1. Kebakaran karena sifat kelalaian manusia, seperti : kurangnya pengertian
pengetahuan penanggulangan bahaya kebakaran; kurang hati menggunakan alat dan
bahan yang dapat menimbulkan api; kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
2. Kebakaran karena peristiwa alam, terutama berkenaan dengan cuaca, sinar matahari,
letusan gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan.
3. Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang bahan kimia di
mana bahan bereaksi dengan udara, air dan juga dengan bahan-bahan lainnya yang
mudah meledak atau terbakar.
4. Kebakaran karena kesengajaan untuk tujuan tertentu, misalnya sabotase, mencari
keuntungan ganti rugi klaim asuransi, hilangkan jejak kejahatan, tujuan taktis
pertempuran dengan jalan bumi hangus.
F. Daerah Rawan Kebakaran
1. Daerah pemukiman padat penduduk dengan tingkat kerapatan antar bangunan yang
tinggi. Dearah seperti ini dapat dijumpai di pemukiman-pemukiman kumuh seperti di
Jakarta. Bahan bangunan yang masih semi permanen dan instalasi listrik yang tidak
teratur semakin memperbesar potensi terjadinya kebakaran besar. Selain itu sulitnya
mencari sumber air dan jauh dari hydrant menyebabkan sulitnya pemadaman apabila
terjadi kebakaran.
2. Di daerah hutan dan lahan gambut khususnya di Kalimantan dan Sumatera. Hutan-
hutan tropis basah yang belum terganggu (masih asli) umumnya tahan terhadap
kebakaran hutan dan kemungkinan akan mengalami kebakaran hanya jika terjadi
musim kemarau berkepanjangan. Namun maraknya pembalakan hutan akhir-akhir ini
yang menyebabkan degradasi pada hutan mebuat hutan jauh lebih rentan terhadap
kebakaran. Ditambah lagi dengan adanya lahan-lahan gambut yang sangat mudah
terbakar mengakibatkan api dengan sangat mdah menjalar.
3. Daerah pertokoan atau pasar biasanya antara satu dengan lainnya hanya dipisahkan
oleh sekat sehingga sangat rapat dan apabila terjadi kebakaran sangat mudah
menjalar. Misalnya saja di daerah pertokoan seperti Tanah Abang, Malioboro, dsb.
4. Daerah dengan banyak bangunan vertical atau gedung-gedung bertingkat juga sangat
rentan terjadi kebakaran. Pada gedung bertingkat api dapat menjalar dengan cepat ke
bengunan-bangunan di atasnya ditambah lagi dengan banyaknya instalasi listrik yang
dipakai terutama di perkantoran.
5. Daerah pertambangan dengan hasil tambang berupa bahan yang mudah terbakar
seperti batubara, minyak bumi, dsb. Di tempat seperti ini apabila ada percikan api
sedikit saja akan sangat mudah memicu kebakaran.
Multi Sodium Purple Carb Halon 1211 Water Pump tank Loaded
Purpose bicarbonat K on Stream
diox (Stored
ide pressured)
Serba NaHCO2 CO2 Air Tanki dan Busa
guna bertekana pompa bertekanan
n
A Ya Tidak Tidak Tida Tidak Ya Ya Ya
k
B Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya
b. Karakteristik APAR :
1) APAR jenis tertentu bukan merupakan pemadam untuk segala jenis
kebakaran, oleh karena itu sebelum menggunakan.
2) APAR perlu diidentifikasi jenis bahan terbakar.APAR hanya ideal
dioperasikan pada situasi tanpa angin kuat, APAR kimiawi ideal
dioperasikan pada suhu kamar.
3) Waktu ideal : 3 detik operasi, 10 detik berhenti, waktu maksimum terus
menerus 8 detik.
4) Bila telah dipakai harus diisi ulang.
5) Harus diperiksa secara periodik, minimal 2 tahun sekali.
3. Alat Pemadam Kebakaran Besar
Alat-alat ini ada yang dilayani secara manual ada pula yang bekerja secara
otomatis.
a. Sistem hidran mempergu-nakan air sebagai pemadam api. Terdiri dari pompa,
saluran air, pilar hidran (di luar gedung), boks hidran (dalam gedung) berisi :
slang landas, pipa kopel, pipa semprot dan kumparan slang.
b. Sistem penyembur api (sprinkler system), kombinasi antara sistem isyarat alat
pemadam kebakaran.
c. Sistem pemadam dengan gas.
I. Hasil Penunjang
Keberhasilan pemasdaman kebakaran juga ditentukan oleh keberadaan fasilitas
penunjang yang memadai, antara lain :
1. Fire alarm secara otomatis akan mempercepat diketahuinya peristiwa kebakaran.
Beberapa kebakaran terlambat diketahui karena tidak ada fire alarm, bila api
terlanjur besar maka makin sulit memadamkannya.
2. Jalan petugas, diperlukan bagi petugas yang datang menggunakan kendaraan
pemadam kebakaran, kadang harus mondar-mandir/keluar masuk mengambil air,
sehingga perlu jalan yang memadai, keras dan lebar, juga untuk keperluan evakuasi.
Untuk itu diperlukan fasilitas :
a. Daun pintu dapat dibuka keluar
b. Pintu dapat dibuka dari dalam tanpa kunci
c. Lebar pintu dapat dilewati 40 orang/menit
d. Bangunan beton strukturnya harus mampu terbakar minimal 7 jam.
Kebakaran adalah bahaya yang nyata yang timbul karena pemakaian listrik.
Kebakaran menyebabkan kehilangan nyawa dan tak hanya meliputi seseorang saja, tetapi
dapat terjadi di tempat-tempat di mana banyak manusia berkumpul, seperti pabrik, pusat
perbelanjaan dan sebagainya. Sebab terjadinya kebakaran: Sambaran petir, Kecerobohan
manusia, Aktivitas vulkanis, Tindakan yang disengaja, dan Kebakaran di bawah tanah.
Tanda- tanda terjainya kebakaran adalah Muncul bau benda terbakar masuk ke ruang kabin
terkadang disertai asap. Daerah yang rawan kebakaran adala: Daerah pemukiman padat
penduduk, Di daerah hutan dan lahan gambut, Daerah pertokoan atau pasar, Daerah dengan
banyak bangunan vertical, dan Daerah pertambangan.
Yang harus dilakukan ketika kebakaran adalah: Segera menepikan kendaraan di
posisi yang aman dan kosong, matikan mesin, Sebelum keluar dari mobil, tarik tuas pembuka
kap mesin. Kemudian ambil barang-barang penting seperti ponsel, STNK (ada yang biasa
meletakkannya di balik penghalau matahari di atas kaca depan), dan terpenting kalau tersedia
tabung pemadam, Arahkan pemadam api lewat celah kap mesin (jika sudah menyemburkan
api). Jangan sekali-sekali mencoba membuka kap mesin lebar-lebar karena masuknya udara
segar akan membuat api membesar seketika, Jika api membesar, jangan coba
memadamkannya sendiri. Cari bantuan, telepon polisi atau pemadam kebakaran, Jangan
berada dekat mobil, mengingat ledakan yang mungkin terjadi.
Dampak kebakaran: Dampak Terhadap Bidang Sosial, Budaya dan Ekonomi,
Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan, Dampak Terhadap Hubungan Antar
Negara, Dampak terhadap Perhubungan dan Pariwisata. untuk mengatasi kebakaran hutan
tersebut perlu dilakukan ialah: Perencanaan (Planning), Pengeorganisasian (Organizing),
Penggerakan pengarahan (Actuating), dan Pengawasan (Controlling). Mitigasi bencana
kebakaran adalah salah satu upaya agar bahaya kebakaran tidak terjadi. Pengananan bahaya
kebakaran adalah segala upaya pencegahan, peringatan dini, mitigasi, dan kesiapsiagaan
ketika sebelum terjadi kebakaran, penanganan darurat melalui memadamkan api yang tak
terkendali, pencarian, pertolongan, penyelamatan korban maupun harta benda dan pemberian
bantuan pada saat terjadi kebakaran, serta pengungsian, pemulihan mental, rehabilitasi dan
rekontruksi sarana/prasarana/fasilitas fisik sosial/umum ketika sesudah terjadi kebakaran.
DAFTAR PUSTAKA
Barber, C.V. & Schweithelm, J. (2000). Trial by fire. Forest fires and forestry policy in
Indonesia's era of crisis andreform. World Resources Institute (WRI), Forest
Frontiers Initiative. In collaboration with WWF-Indonesia and Telapak Indonesia
Foundation, Washington D.C, USA.
Bureau of Statistic Tumbang Titi sub-district (1999). Tumbang Titi in Figure, 1999. Biro
Pusat Statistik (BPS) Province, Ketapang, Indonesia.
Dennis, R.A. (1999). A review of fire projects in Indonesia 1982 - 1998. Center for
International Forestry Research, Bogor.
Ergonomic Checkpoints : International Labour Office, Geneva, 1996
Higene Perusahaan dan Kesehatan kerja : Dr. Suma’mur PK, M.Sc, Gunung Agung, Jakarta,