Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu akibat yang paling nampak dari salah urus pengelolaan hutan selama 30
tahun adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas kebakaran hutan dan lahan,
khususnya di Kalimantan dan Sumatera. Hutan-hutan tropis basah yang belum ditebang
(belum terganggu) umumnya benar-benar tahan terhadap kebakaran dan hanya akan
terbakar setelah periode kemarau yang berkepanjangan. Sebaliknya, hutan-hutan yang
telah dibalak, mengalami degradasi, dan ditumbuhi semak belukar, jauh lebih rentan
terhadap kebakaran (Schindler dkk., 1989).
Bukti ilmiah berdasarkan pendataan karbon radioaktif dari endapan kayu arang di
Kalimantan Timur menunjukkan bahwa kawasan hutan dataran rendah telah berulang
kali terbakar paling sedikit sejak 17.500 tahun yang lalu, selama beberapa periode
kemarau yang berkepanjangan, yang merupakan ciri utama periode Glasial Kuarter
(Goldammer, 1990). Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, tetapi
kemungkinan manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di milenium terakhir
ini, pertama untuk memudahkan perburuan dan selanjutnya untuk membuka petak-petak
pertanian di dalam hutan. Meskipun kebakaran telah menjadi suatu ciri hutan-hutan di
Indonesia selama beribu-ribu tahun, kebakaran yang terjadi mula-mula pasti lebih kecil
dan lebih tersebar dari segi frekuensi dan waktunya dibandingkan dua dekade
belakangan ini. Oleh karena itu, kebakaran yang terjadi mula-mula ini bukan merupakan
penyebab deforestasi yang signifikan. Hal ini terlihat jelas dari kenyataan bahwa
sebagian besar wilayah Kalimantan, misalnya, dari dulu berhutan, dan baru pada waktu
belakangan ini mengalami deforestasi yang sangat tinggi (Barber dan Schweithelm,
2000).
Berbagai proses degradasi hutan dan deforestasi mengubah kawasan hutan yang
luas di Indonesia dari suatu ekosistem yang tahan kebakaran menjadi ekosistem yang
rentan terhadap kebakaran. Perubahan yang mendasar ini, ditambah dengan terjadinya
fenomena iklim El Niño,33 telah menyebabkan peledakan kebakaran hebat yang terjadi
selama 20 tahun terakhir ini.
Indonesia juga memiliki beragam undangundang lingkungan dan peraturan lainnya
yang menghukum pelaku pembakaran yang dilakukan secara sengaja, baik di tingkat
nasional dan di tingkat propinsi. Namun demikian berbagai undang-undang ini jarang
ditegakkan. Bahkan akibat kebakaran tahun 1997-1998, hampir tidak ada tindakan resmi
yang diambil untuk menghukum berbagai perusahaan yang terlibat dalam pembakaran,
dan pada saat penulisan laporan, tidak ada hukuman resmi penting yang dijatuhkan.
Secara kelembagaan, laporan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/UNDP
menyimpulkan bahwa "Indonesia tidak memiliki suatu organisasi pengelolaan kebakaran
yang profesional. Berbagai usaha pemadaman kebakaran dilakukan berdasarkan
koordinasi di antara beberapa lembaga yang terkait. Berbagai lembaga yang terlibat
dalam pengelolaan kebakaran tidak memiliki mandat yang memadai, tingkat kemampuan
dan peralatan yang tidak memadai untuk melakukan tugas-tugas mereka". Departemen
Kehutanan merupakan satu-satunya lembaga pemerintah dengan tugas khusus untuk
pencegahan dan pengendalian kebakaran. Direktorat untuk menanggulangi kebakaran
hutan berada di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
(PHKA).
Beberapa kelemahan pokok dalam hal pemadaman kebakaran di Indonesia yang
diidentifikasi oleh kajian Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/UNDP meliputi:
tumpang tindihnya fungsi di antara berbagai lembaga yang berbeda; wewenang dan
tanggung jawab kelembagaan yang tidak jelas; mandat yang tidak memadai; dan
berbagai kemampuan kelembagaan lokal yang lemah.
Kegagalan dalam menerapkan berbagai peraturan yang ada, menurut kajian,
merupakan akibat dari: kurangnya kemauan politik di pihak lembaga penegak hukum;
lemahnya akses terhadap data kebakaran bagi para pejabat penegak hukum; keterbatasan
fasilitas dan peralatan untuk mendukung berbagai penyidikan di lapangan; berbagai
persepsi yang berbeda di antara berbagai lembaga tentang mana yang merupakan bukti
resmi yang memadai dari pembakaran yang disengaja; kurangnya pemahaman tentang
berbagai peraturan resmi mengenai kejahatan perusahaan yang memberikan peluang bagi
perusahaan, daripada para individu pekerja, untuk dituntut; "lemahnya integritas" di
pihak para penegak hukum; dan "berbagai konflik kepentingan" antara berbagai lembaga,
sebagian di antaranya ditugaskan untuk konservasi dan pemadaman kebakaran,
sementara yang lainnya bertugas untuk mengembangkan perkebunan dan meningkatkan
berbagai hasil pertanian.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pra bencana kebakaran
a. Apa pengertian kebakaran?
b. Apa saja faktor penyebab kebakaran?
c. Apa saja tanda- tanda kebakaran?
d. Daerah seperti apa yang rawan kebakaran?
2. Saat bencana kebakaran terjadi
Apa yang harus dilakukan saat kebakaran terjadi?
3. Pasca bencana kebakaran
a. Apa saja dampak kebakaran?
b. Bagaimana solusi untuk mengatasi kebakaran?
c. Bagaimana mitigasi bencana kebakaran?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pra bencana kebakaran
a. Mengetahui apa pengertian kebakaran
b. Mengetahui apa saja factor penyebab kebakaran
c. Mengetahui apa saja tanda- tanda kebakaran
d. Mengetahui daerah seperti apa yang rawan kebakaran
2. Mengetahui saat bencana kebakaran terjadi
Mengetahui apa yang harus dilakukan saat kebakaran terjadi
3. Mengetahui pasca bencana kebakaran
a. Mengetahui apa saja dampak kebakaran
b. Mengetahui bagaimana solusi untuk mengatasi kebakaran
c. Mengetahui bagaimana mitigasi bencana kebakaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebakaran
Kebakaran adalah bahaya yang nyata yang timbul karena pemakaian listrik.
Kebakaran menyebabkan kehilangan nyawa dan tak hanya meliputi seseorang saja, tetapi
dapat terjadi di tempat-tempat di mana banyak manusia berkumpul, seperti pabrik, pusat
perbelanjaan dsb.nya. Selain kehilangan nyawa manusia juga mengakibatkan kerugian besar
dalam hal materi. Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah
sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan
lahan pertanian disekitarnya.
Pertimbangan utama mengapa perlu upaya penanggulangan bahaya kebakaran adalah
karena : adanya potensi bahaya kebakaran di semua tempat, kebakaran merupakan peristiwa
berkobarnya api yang tidak dikehendaki dan selalu membawa kerugian. Dengan demikian
usaha pencegahan harus dilakukan oleh setiap indivisu dan unit kerja agar jumlah peristiwa
kebakaran, penyebab kebakaran dan jumlah kecelakaann dapat dikurangi sekecil mungkin
melalui perencanaan yang baik. Melalui pelatihan ini diharapkan peserta mampu :
mengidentifikasi potensi penyebab kebakaran di lingkungan tempat kerjanya dan melakukan
upaya pemadaman kebakaran dini. Kebakaran terjadi akibat bertemunya 3 unsur : bahan
(yang dapat ter)bakar; suhu penyalaan/titik nyala dan zat pembakar (O2 atau udara). Untuk
mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan mencegah bertemunyan salah satu dari dua
unsur lainnya.

B. Pengendalian Bahan (yang dapat ter)Bakar


Untuk mengendalikan bahan yang dapat terbakar agar tidak bertemu dengan dua
unsur yang lain dilakukan melalui identifikasi bahan bakar tersebut. Bahan bakar dapat
dibedakan dari jenis, titik nyala dan potensi menyala sendiri.

Bahan bakar yang memiliki titik nyala rendah dan rendah sekali harus diwaspadai
karena berpotensi besar penyebab kebakaran. Bahan seperti ini memerlukan pengelolaan
yang memadai : penyimpanan dalam tabung tertutup, terpisah dari bahan lain, diberi sekat
dari bahan tahan api, ruang penyimpanan terbuka atau dengan ventilasi yang cukup serta
dipasang detektor kebocoran.
Selain itu kewaspadaan diperlukan bagi bahan-bahan yang berada pada suhu tinggi,
bahan yang bersifat mengoksidasi, bahan yang jika bertemu dengan air menghasilkan gas
yang mudah terbakar (karbit), bahan yang relatif mudah terbakar seperti batu bara, kayu
kering, kertas, plastik,cat, kapuk, kain, karet, jerami, sampah kering, serta bahan-bahan yang
mudah meledak pada bentuk serbuk atau debu.
C. Pengendalian Titik Nyala
Sumber titik nyala yang paling banyak adalah api terbuka seperti nyala api kompor,
pemanas, lampu minyak, api rokok, api pembakaran sampah dan sebagainya. Api terbuka
tersebut bila memang diperlukan harus dijauhkan dari bahan yang mudah terbakar. Sumber
penyalaan yang lain : benda membara, bunga api, petir, reaksi eksoterm, timbulnya bara api
juga terjadi karena gesekan benda dalam waktu relatif lama, atau terjadi hubung singkat
rangkaian listrik.

 JANGAN MENGISI MINYAK  JANGAN  HATI-HATI MENARUH


PADA WAKTU KOMPOR MENGGUNAKAN LILIN DAN OBAT
MENYALA STIKER BERLEBIHAN NYAMUK
 SUMBU KOMPOR JANGAN  SAMBUNGAN KABEL (BERI ALAS YANG
ADA YANG KOSONG HARUS SEMPURNA TIDAK MUDAH
 JANGAN MENINGGALKAN (TAATI PERATURAN TERBAKAR)
KOMPOR YANG MENYALA PLN)

D. Klasifikasi Kebakaran
Berdasar Permenaker Nomor : 04/MEN/1980 penggolongan atau pengelompokan
jenis kebakaran menurut jenis bahan yang terbakar, dimaksudkan untuk pemilihan media
pemadam kebakaran yang sesuai. Pengelompokan itu adalah :
1. Kebakaran kelas (tipe) A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam, seperti :
kertas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa dll. yang sejenis dengan itu.
2. Kebakaran kelas (tipe) B, yaitu kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar,
seperti : bensin, aspal,gemuk, minyak, alkohol, LPG dll. yang sejenis dengan itu.
3. Kebakaran kelas (tipe) C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan
4. Kebakaran kelas (tipe) D, yaitu kebakaran bahan logam, seperti : aluminium,
magnesium, kalium, dll. yang sejenis dengan itu.

E. Sebab-sebab Kebakaran
1. Kebakaran karena sifat kelalaian manusia, seperti : kurangnya pengertian
pengetahuan penanggulangan bahaya kebakaran; kurang hati menggunakan alat dan
bahan yang dapat menimbulkan api; kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
2. Kebakaran karena peristiwa alam, terutama berkenaan dengan cuaca, sinar matahari,
letusan gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan.
3. Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang bahan kimia di
mana bahan bereaksi dengan udara, air dan juga dengan bahan-bahan lainnya yang
mudah meledak atau terbakar.
4. Kebakaran karena kesengajaan untuk tujuan tertentu, misalnya sabotase, mencari
keuntungan ganti rugi klaim asuransi, hilangkan jejak kejahatan, tujuan taktis
pertempuran dengan jalan bumi hangus.
F. Daerah Rawan Kebakaran
1. Daerah pemukiman padat penduduk dengan tingkat kerapatan antar bangunan yang
tinggi. Dearah seperti ini dapat dijumpai di pemukiman-pemukiman kumuh seperti di
Jakarta. Bahan bangunan yang masih semi permanen dan instalasi listrik yang tidak
teratur semakin memperbesar potensi terjadinya kebakaran besar. Selain itu sulitnya
mencari sumber air dan jauh dari hydrant menyebabkan sulitnya pemadaman apabila
terjadi kebakaran.
2. Di daerah hutan dan lahan gambut khususnya di Kalimantan dan Sumatera. Hutan-
hutan tropis basah yang belum terganggu (masih asli) umumnya tahan terhadap
kebakaran hutan dan kemungkinan akan mengalami kebakaran hanya jika terjadi
musim kemarau berkepanjangan. Namun maraknya pembalakan hutan akhir-akhir ini
yang menyebabkan degradasi pada hutan mebuat hutan jauh lebih rentan terhadap
kebakaran. Ditambah lagi dengan adanya lahan-lahan gambut yang sangat mudah
terbakar mengakibatkan api dengan sangat mdah menjalar.
3. Daerah pertokoan atau pasar biasanya antara satu dengan lainnya hanya dipisahkan
oleh sekat sehingga sangat rapat dan apabila terjadi kebakaran sangat mudah
menjalar. Misalnya saja di daerah pertokoan seperti Tanah Abang, Malioboro, dsb.
4. Daerah dengan banyak bangunan vertical atau gedung-gedung bertingkat juga sangat
rentan terjadi kebakaran. Pada gedung bertingkat api dapat menjalar dengan cepat ke
bengunan-bangunan di atasnya ditambah lagi dengan banyaknya instalasi listrik yang
dipakai terutama di perkantoran.
5. Daerah pertambangan dengan hasil tambang berupa bahan yang mudah terbakar
seperti batubara, minyak bumi, dsb. Di tempat seperti ini apabila ada percikan api
sedikit saja akan sangat mudah memicu kebakaran.

G. Peralatan Pemadaman Kebakaran


Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran perlu disediakan peralatan pemadam
kebakaran yang sesuai dan cocok untuk bahan yang mungkin terbakar di tempat yang
bersangkutan.
1. Perlengkapan dan alat pemadam kebakaran sederhana
a. Air, bahan alam yang melimpah, murah dan tidak ada akibat ikutan (side effect),
sehingga air paling banyak dipakai untuk memadamkan kebakaran. Persedian
air dilakukan dengan cadangan bak-bak air dekat daerah bahaya, alat yang
diperlukan berupa ember atau slang/pipa karet/plastik.
b.Pasir, bahan yang dapat menutup benda terbakar sehingga udara tidak masuk
sehingga api padam. Caranya dengan menimbunkan pada benda yang terbakar
menggunakan sekop atau ember.
c. Karung goni, kain katun, atau selimut basah sangat efektif untuk menutup
kebakaran dini pada api kompor atau kebakaran di rumah tangga, luasnya
minimal 2 kali luas potensi api.
d.Tangga, gantol dan lain-lain sejenis, dipergunakan untuk alat bantu
penyelamatan dan pemadaman kebakaran.
2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. Tabung APAR harus diisi ulang
sesuai dengan jenis dan konstruksinya. Jenis APAR meliputi : jenis air (water), busa
(foam), serbuk kering (dry chemical) gas halon dan gas CO2, yang berfungsi untuk
menyelimuti benda terbakar dari oksigen di sekitar bahan terbakar sehingga suplai
oksigen terhenti. Zat keluar dari tabung karena dorongan gas bertekanan.
Konstruksi APAR sebagai berikut :
a. Petunjuk Pemilihan APAR
Pilih yang Zat Kimia Kering CO2 Halon Air Zat Kimia Basah
sesuai (Dry Chemical) (Wet Chemical)

Multi Sodium Purple Carb Halon 1211 Water Pump tank Loaded
Purpose bicarbonat K on Stream
diox (Stored
ide pressured)
Serba NaHCO2 CO2 Air Tanki dan Busa
guna bertekana pompa bertekanan
n
A Ya Tidak Tidak Tida Tidak Ya Ya Ya
k
B Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya

C Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak


Keterangan Bekerja dengan cepat Bahan ini tidak Murah. Sesuai untuk Sesuai
Disarankan tersedia pada gudang meninggalkan bekas. bahan bangunan, rumah, untuk lab
bahan bakar minyak dan gas, mobil Sesuai untuk alat gedung, sekolah, dan tempat
serta bahan mudah terbakar lainnya elektronik dan gudang perkantoran dsb. bahan kimia
bahan makanan
Petunjuk Lepas pena kunci, genggam handel & Lepas pena kunci, Lepas Pegang Lepas pena
Pemakaian arahkan moncong di bawah api genggam handel & pena moncong. kunci,
arahkan moncong di kunci, Di pompa, genggam
bawah api genggam guyur bahan handel &
handel & terbakar guyur bahan
guyur terbakar
bahan
terbakar

b. Karakteristik APAR :
1) APAR jenis tertentu bukan merupakan pemadam untuk segala jenis
kebakaran, oleh karena itu sebelum menggunakan.
2) APAR perlu diidentifikasi jenis bahan terbakar.APAR hanya ideal
dioperasikan pada situasi tanpa angin kuat, APAR kimiawi ideal
dioperasikan pada suhu kamar.
3) Waktu ideal : 3 detik operasi, 10 detik berhenti, waktu maksimum terus
menerus 8 detik.
4) Bila telah dipakai harus diisi ulang.
5) Harus diperiksa secara periodik, minimal 2 tahun sekali.
3. Alat Pemadam Kebakaran Besar
Alat-alat ini ada yang dilayani secara manual ada pula yang bekerja secara
otomatis.
a. Sistem hidran mempergu-nakan air sebagai pemadam api. Terdiri dari pompa,
saluran air, pilar hidran (di luar gedung), boks hidran (dalam gedung) berisi :
slang landas, pipa kopel, pipa semprot dan kumparan slang.
b. Sistem penyembur api (sprinkler system), kombinasi antara sistem isyarat alat
pemadam kebakaran.
c. Sistem pemadam dengan gas.

H. Pedoman Singkat antisipasi dan tindakan pemadaman kebakaran


1. Tempatkan APAR selalu pada tempat yang sudah ditentukan, mudah dijangkau dan
mudah dilihat, tidak terlindung benda/perabot seperti lemari, rak buku dsb. Beri
tanda segitiga warna merah panjang sisi 35 cm.
2. Siagakan APAR selalu siap pakai.
3. Bila terjadi kebakaran kecil : bertindaklah dengan tenang, identifikasi bahan terbakar
dan tentukan APAR yang dipakai.
4. Bila terjadi kebakaran besar : bertindaklah dengan tenang, beritahu orang lain untuk
pengosongan lokasi, nyalakan alarm, hubungi petugas pemadam kebakaran.
5. Upayakan latihan secara periodik untuk dapat bertindak secara tepat dan tenang.

I. Hasil Penunjang
Keberhasilan pemasdaman kebakaran juga ditentukan oleh keberadaan fasilitas
penunjang yang memadai, antara lain :
1. Fire alarm secara otomatis akan mempercepat diketahuinya peristiwa kebakaran.
Beberapa kebakaran terlambat diketahui karena tidak ada fire alarm, bila api
terlanjur besar maka makin sulit memadamkannya.
2. Jalan petugas, diperlukan bagi petugas yang datang menggunakan kendaraan
pemadam kebakaran, kadang harus mondar-mandir/keluar masuk mengambil air,
sehingga perlu jalan yang memadai, keras dan lebar, juga untuk keperluan evakuasi.
Untuk itu diperlukan fasilitas :
a. Daun pintu dapat dibuka keluar
b. Pintu dapat dibuka dari dalam tanpa kunci
c. Lebar pintu dapat dilewati 40 orang/menit
d. Bangunan beton strukturnya harus mampu terbakar minimal 7 jam.

J. Hal-hal Yang Harus Dilakukan Saat Terjadi Kebakaran


1. PEMADAMAN DARI DARAT
a. Pengerahan dan pelibatan berbagai pihak dalam kegiatan pemadaman
kebakaran.
Saat ini keterlibatan berbagai pihak dalam pemadaman kebakaran
hutan dan lahan masih minim. Contohnya, saat pemadaman kebakaran di
Kalimantan Tengah (Kalteng) pada tanggal 17 Agustus 2006, Tim WWF
melihat tidak ada keterlibatan pihak lain, selain Manggala Agni dari BKSDA
Kalteng, yang memadamkan kebakaran lahan gambut di pinggir kota
Palangkaraya. Padahal, dalam organisasi Pusdalkarhutla terdapat unsur Dinas
Kehutanan, Dinas Perkebunan, TNI, Polri, dan unsur masyarakat. Keterlibatan
masyarakat sangat penting, karena mereka yang langsung berada di lokasi
kebakaran.
a. Instalasi dan Penempatan Peralatan Pemadam di Lokasi yang Rawan
Kebakaran
Saat ini, kebanyakan peralatan pemadam kebakaran dikonsentrasikan
di kantor/posko yang berada di kota provinsi/kabupaten. Sehingga pada saat
diperlukan untuk pemadaman, mobilisasi alat menjadi kendala. Selain itu,
pada daerah-daerah yang diidentifikasikan rawan kebakaran, jarang terdapat
sarana penampung air, semisal embung-embung air. Instalasi dan penempatan
peralatan/sarana harus sudah dilakukan sebelum kebakaran.
b. Mencari subsitusi air untuk pemadaman kebakaran
Air merupakan unsur yang terpenting dalam pemadaman kebakaran.
Namun, tidak semua lokasi kebakaran terdapat sumber mata air, sehingga
harus dicari pengganti air yang dapat digunakan untuk mematikan api. Materi
yang dapat digunakan antara lain, tanah, pasir, dan batang pohon basah/segar
yang ditumbangkan. Substitusi air hanya dapat dilakukan untuk kebakaran
permukaan. Untuk kebakaran tanah gambut, mutlak diperlukan air.
c. Pemilihan Metode Pemadaman tepat.
Terdapat beberapa metode pemadaman kebakaran hutan dan lahan.
Saat ini kebanyakan metode yang digunakan adalah pemadaman
api/kebakaran secara langsung, padahal tidak semua jenis kebakaran dapat
ditanggulangi dengan pemadaman langsung. Pemadaman langsung dapat
dilakukan apabila kebakaran belum meluas dan jumlah regu pemadam
memadai. Namun, apabila kebakaran sudah terjadi pada skala luas,
pemadaman langsung tidak efektif, maka harus dicari metode lainnya. Metode
yang efektif untuk kebakaran yang sudah meluas adalah melokalisir
kebakaran. Konsepnya adalah mengorbankan areal yang sudah pasti terbakar
dengan menyelematkan areal lainnya yang lebih luas.
2. PEMADAMAN DARI UDARA
a. Hujan Buatan
Hujan adalah cara terbaik dan paling efektif untuk memadamkan
kebakaran. Sayangnya hujan secara alami terjadi pada musimnya. Kebakaran
hutan dan lahan biasanya terjadi pada musim kemarau, sehingga sangat sulit
mengharapkan bantuan hujan untuk pemadamanya. Cara yang bisa bisa
ditempuh adalah mengadakan hujan buatan. Meski demikian, hujan buatan
dapat diselenggarakan apabila kondisi awannya memungkinkan. Dari
beberapa kejadian kebakaran, hujan buatan terbukti cukup signifikan
mengurangi kebakaran dan dampaknya.
b. Pengeboman Air (Pemadaman Menggunakan Pesawat)
Pemadaman kebakaran menggunakan pesawat dapat efektif kalau
sumber air tersedia dan kapasitas angkut pesawat memadai. Dari beberapa
upaya pengeboman air, seperti di Riau dan Kalimantan Tengah, efektifitasnya
masih rendah, karena daya angkut air pesawat kecil (300-500 liter), sehingga
pada tingkat kebakaran yang besar, tidak dapat dipadamkan secara signifikan.

K. Mitigasi Bencana Kebakaran


Mitigasi adalah salah satu hubungan positif antara dampak bencana-bencana dan
pembangunan. Kebakaran adalah api yang tak terkendali. Mitigasi bencana kebakaran adalah
salah satu upaya agar bahaya kebakaran tidak terjadi. Pengananan bahaya kebakaran adalah
segala upaya pencegahan, peringatan dini, mitigasi, dan kesiapsiagaan ketika sebelum terjadi
kebakaran, penanganan darurat melalui memadamkan api yang tak terkendali, pencarian,
pertolongan, penyelamatan korban maupun harta benda dan pemberian bantuan pada saat
terjadi kebakaran, serta pengungsian, pemulihan mental, rehabilitasi dan rekontruksi
sarana/prasarana/fasilitas fisik sosial/umum ketika sesudah terjadi kebakaran.
Penanganan pengungsi adalah upaya yang ditujukan kepada pengungsi akibat
kebakaran yang meliputi langkah-langkah penyelamatan, evakuasi, perlindungan, pemberian
bantuan darurat, pemulihan mental, rehabilitasi dan rekontruksi sarana atau prasarana atau
fasilitas fisik sosial atau umum, pengembalian/pemulangan/pemindahan tempat kehidupan
(Relokasi), serta Rekonsilidasi/Normalisasi sosial.
Tanggap darurat adalah segala upaya yang dilaksanakan secara terencana,
terkoordinasi, dan terpadu pada kondisi darurat dalam waktu relaltif singkat dengan tujuan
untuk menolong dan menyelamatkan jiwa juga harta benda beserta lingkungannya sebagai
akibat kebakaran.
Rehabilitasi/Rekontruksi adalah segala upaya yang dilakukan agar kerusakan
sarana/prasarana fasilitas fisik sosial/umum akibat kebakaran dapat berfungsi kembali.
Pemulihan adalah segala upaya yang dilakukan agar trauma mental /psikis/pikiran manusia
dan masyarakat akibat kebakaran dapat pulih kembali. Relokasi adalah suatu upaya untuk
menempatkan/memukimkan kembali para pengungsi dari tempat penampungan sementara ke
tempat asal atau tempat/lokasi baru.
1. Upaya Mitigasi Bencana Kebakaran
Dalam menghadapi berbagai jenis bencana kebakaran yang terjadi, maka dilakukan
upaya mitigasi dengan prinsip-prinsip bahwa :
a. Bencana adalah titik awal upaya mitigasi bagi bencana serupa berikutnya.
b. Upaya mitigasi itu sangat kompleks, saling ketergantungan dan melibatkan
banyak pihak.
c. Upaya mitigasi aktif lebih efektif dibandingkan upaya mitigasi pasif.
d. Sumber daya terbatas, maka prioritas harus diberikan kepada kelompok rentan.
e. Upaya mitigasi memerlukan pemantauan dan evaluasi yang terus menerus
untuk mengetahui perubahan situasi.
2. Sedangkan strategi bencana kebakaran dapat dilakukan antara lain dengan :
a. Mengintegrasikan mitigasi bencana kebakaran dalam program pembangunan
yang lebih besar.
b. Pemilihan upaya mitigasi harus didasarkan atas biaya dan manfaat.
c. Agar diterima masyarakat, mitigasi harus menunjukan hasil yang segera
tampak.
d. Upaya mitigasi harus dimulai dari yang mudah dilaksanakan segera setelah
bencana kebakaran terjadi.
e. Mitigasi dilakukan dengan cara meingkatkan kemampuan lokal dalam
manajemen dan perencanaan.
3. Langkah-Langkah Mitigasi Bencana Kebakaran
a. Pastikan agar semua pintu keluar bebas dari bahan-bahan mudah terbakar.
b. Jangan biarkan sampah menumpuk.
c. Gunakan wadah yang tepat untuk menyimpan atau menuangkan bahan cair
mudah terbakar.
d. Simpan cairan mudah terbakar ditempat aman dari sumber nyala api.
e. Pastikan kabel dan peralatan listrik tidak rusak.
f. Jangan memberi beban lebih pada sirkuit listrik.
g. Jangan menempatkan alat pemadam telah terpakai pada tempatnya, segera
kirim alat pemadam api tersebut untuk diisi ulang.
h. Untuk mengatasi kebakaran, pasanglah cukup alat-alat pemadam api yang
paling sesuai, pastikan alat pemadam ditempatkan secara tepat dan terpasang
sesuai dengan Standar Australia 2444 atau berdasarkan peraturan tentang
kebakaran dan bangunan setempat. Selain itu, dilakukan pemasangan hidran
pada gedung-gedung bertingkat tinggi.
i. Rawat dan periksa semua peralatan dan perlengkapan pemadam kebakaran,
alat-alat pemadam kebakaran dan hose reels secara teratur berdasarkan Standar
Australia 1851 atau peraturan tentang kebakaran dan peraturan bangunan
setempat
4. Sedangkan untuk mitigasi bencana kebakaran hutan, langkah-langkah yang harus
dilakukan yaitu :
a. Peningkatan masyarakat peduli api.
b. Peningkatan penegakan hukum, misalnya bagi para penebang hutan liar.
c. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan
kebakaran secara dini.
d. Pembuatan waduk di daerahnya untuk pemadaman api.
e. Pembuatan skat bakar, terutama antara lahan, perkebunan, pertanian dengan
hutan.
f. Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.
g. Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.
h. Melakukan pengawasan pembakaran lahan secara ketat.
i. Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman
yang heterogen
j. Partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.
k. Pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa membakar (pembuatan
kompos, briket arang dll).
l. Kesatuan persepsi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
m. Penyediaan dana tanggap darurat untuk penanggulangan kebakaran lahan dan
hutan.
n. Pengelolaan bahan bakar secara intensif untuk menghindari kebakaran yang
lebih luas.
5. Pengorganisasian Pengelolaan Bencana:
a. Pembentukan kelompok-kelompok yang akan menjadi kelompok kerja
pengelola bencana dengan tugas pokok adalah memberi peringatan dini bila
terjadi bencana dan mengkoordinir warga dalam proses penyelamatan.
b. Dilaksanakan pelatihan tanggap bencana untuk kelompok -kelompok yang
telah terbentuk supaya memiliki kesiapsiagaan dalam penyelamatan saat
terjadi bencana dan paska bencana.
BAB III
PENUTUP

Kebakaran adalah bahaya yang nyata yang timbul karena pemakaian listrik.
Kebakaran menyebabkan kehilangan nyawa dan tak hanya meliputi seseorang saja, tetapi
dapat terjadi di tempat-tempat di mana banyak manusia berkumpul, seperti pabrik, pusat
perbelanjaan dan sebagainya. Sebab terjadinya kebakaran: Sambaran petir, Kecerobohan
manusia, Aktivitas vulkanis, Tindakan yang disengaja, dan Kebakaran di bawah tanah.
Tanda- tanda terjainya kebakaran adalah Muncul bau benda terbakar masuk ke ruang kabin
terkadang disertai asap. Daerah yang rawan kebakaran adala: Daerah pemukiman padat
penduduk, Di daerah hutan dan lahan gambut, Daerah pertokoan atau pasar, Daerah dengan
banyak bangunan vertical, dan Daerah pertambangan.
Yang harus dilakukan ketika kebakaran adalah: Segera menepikan kendaraan di
posisi yang aman dan kosong, matikan mesin, Sebelum keluar dari mobil, tarik tuas pembuka
kap mesin. Kemudian ambil barang-barang penting seperti ponsel, STNK (ada yang biasa
meletakkannya di balik penghalau matahari di atas kaca depan), dan terpenting kalau tersedia
tabung pemadam, Arahkan pemadam api lewat celah kap mesin (jika sudah menyemburkan
api). Jangan sekali-sekali mencoba membuka kap mesin lebar-lebar karena masuknya udara
segar akan membuat api membesar seketika, Jika api membesar, jangan coba
memadamkannya sendiri. Cari bantuan, telepon polisi atau pemadam kebakaran, Jangan
berada dekat mobil, mengingat ledakan yang mungkin terjadi.
Dampak kebakaran: Dampak Terhadap Bidang Sosial, Budaya dan Ekonomi,
Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan, Dampak Terhadap Hubungan Antar
Negara, Dampak terhadap Perhubungan dan Pariwisata. untuk mengatasi kebakaran hutan
tersebut perlu dilakukan ialah: Perencanaan (Planning), Pengeorganisasian (Organizing),
Penggerakan pengarahan (Actuating), dan Pengawasan (Controlling). Mitigasi bencana
kebakaran adalah salah satu upaya agar bahaya kebakaran tidak terjadi. Pengananan bahaya
kebakaran adalah segala upaya pencegahan, peringatan dini, mitigasi, dan kesiapsiagaan
ketika sebelum terjadi kebakaran, penanganan darurat melalui memadamkan api yang tak
terkendali, pencarian, pertolongan, penyelamatan korban maupun harta benda dan pemberian
bantuan pada saat terjadi kebakaran, serta pengungsian, pemulihan mental, rehabilitasi dan
rekontruksi sarana/prasarana/fasilitas fisik sosial/umum ketika sesudah terjadi kebakaran.
DAFTAR PUSTAKA

Barber, C.V. & Schweithelm, J. (2000). Trial by fire. Forest fires and forestry policy in
Indonesia's era of crisis andreform. World Resources Institute (WRI), Forest
Frontiers Initiative. In collaboration with WWF-Indonesia and Telapak Indonesia
Foundation, Washington D.C, USA.
Bureau of Statistic Tumbang Titi sub-district (1999). Tumbang Titi in Figure, 1999. Biro
Pusat Statistik (BPS) Province, Ketapang, Indonesia.
Dennis, R.A. (1999). A review of fire projects in Indonesia 1982 - 1998. Center for
International Forestry Research, Bogor.
Ergonomic Checkpoints : International Labour Office, Geneva, 1996

Higene Perusahaan dan Kesehatan kerja : Dr. Suma’mur PK, M.Sc, Gunung Agung, Jakarta,

Introduction to Industrrial Hygiene : Ronald M Scott, Lewis Publisher, London, 1995

Anda mungkin juga menyukai