1 DEFINISI
Frakur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012). Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total
maupun yang parsial (Rasjad,2015). Menurut Jaelani & Ramadhian (2016), fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya di sebabkan oleh
rudapaksa. Fraktur femur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang pada yang di tandai
adanya deformitas yang jelas yaitu pemendekan tulang mengalami masalah fraktur dan hambatan
mobilitas yang nyata (Muttaqin, 2008 dalam Gusty Pirma Reni & Armayanti, 2014). Menurut Helmi
Noor Z, (2012) fraktur femur tertutup atau patah tulang paha tertutup adalah hilangnya kontinuotas
tulang paha tanpa di sertai kerusakan jaringan kulit yang dapat di sebabkan oleh trauma langsung
atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang
paha yang menyebabkan fraktur patologis.
2.1.2 ETIOLOGI
Menurut Wahid (2013) fraktur femur dapat di sebabkan beberapa hal antara lain yaitu:
1) Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patahan melintang atau
miring.
2) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang paling lemah dalm jalur
hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, serta
penarikan. Menurut Ningsih (2009) fraktur di sebabkan oleh pukulan langsung,gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur di sebabkan oleh
trauma di mana terdapat tekanan yang berlebih pada tulang. Sedangkan menurut Digiulio,dkk (2014)
tekanan berlebih atau trauma langsung pada suatu tulang yang menyebabkan suatu retakan, hal ini
mengakibatkan kerusakan pada otot sekeliling dan jaringan sehingga mendorong ke arah
perdarahan, edema dan kerusakan jaringan lokal maka menyebabkan terjadinya fraktur atau patah
tulang
2.1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur menurut Rasjad (2015) terdapat klasifikasi sebagai berikut yaitu:
1) Klasifikasi etiologis
b) Fraktur patologis Fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan
c) Fraktur stress Fraktur yang terjadi akibat adanya stress kecil dan berulang-ulang pada daerah
tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
2) Klasifikasi klinis
a) Fraktur tertutup (simple fraktur) Fraktur yang terjadi bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka (compound fraktur) Apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit dan jaringan lunak. Fraktur ini dapat berbentuk from
within (dari dalam) atau from without (dari luar).
c) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) Fraktur yang di sertai dengan komplikasi
misalnya malunion, delayed union, non-union dan infeksi tulang.
3) Klasifikasi radiologis
b) Konfigurasi : fraktur tranfersal, fraktur oblik, fraktur spinal, fraktur segmental, fraktur komunitif,
fraktur Z, fraktur baji, fraktur avulsi, fraktur depresi, fraktur impaksi, fraktur pecah.
c) Ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, frakturbuckle atau tonus, fraktur garis rambut dan
fraktur green stick.
d) Hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya: tidak bergeser, bergeser (berdampingan,
angulasi, rotasi, distraksi, overiding dan impaksi)
Menurut Fadlani dan Harahap (2012) manifestasi fraktur femur antara lain:
1) Nyeri Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang yang di immobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan dan fragmen tulang.
2) Hilangnya fungsi tubuh Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya otot.
3) Pemendekan ekstremitas Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4) Krepitus Saat ekstremitas di periksa dengan palpasi, teraba adanya derik tulang (krepitus) yang
teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat menyebabkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5) Pembengkakan dan perubahan warna Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
2) Guarding, menolak atau tidak mampu bergerak atau menahan berat badan
3) Ekimosis
5) Krepitus
7) Kontaminasi pada luka terbuka (misalnya kotoran, debu dan benda asing)
1) Pendarahan lokal di mana perubahan warna kulit atau mungkin tidak terlihat, tergantung jumlah
darah dan jarak fraktur dan kulit.
3) Rentang gerak abnormal dimana membutuhkan tulang yang utuh agar otot menarik dan
menciptakan gerakan, jika fraktur terjadi dekat sendi dapat bengkak sehingga membatasi rentang
gerak.
4) Pemendekan kaki dan perputaran eksternal adalah hal biasa setelah retak pinggul.
manifestasi klinik dari fraktur femur terdapat berbagai hal sebagai berikut:
3) Deformitas
4) Pemendekan ekstremitas 19
5) Krepitus
6) Pembengkakan lokal
7) Perubahan warna
2.1.5 PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusuk. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segeraberdekatankebagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan adanya vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih
(Wahid, 2013). Pada kondisi trauma di perlukan gaya besar untuk mematahkan tulang pada dewasa.
Biasanya klien mengalami multiple trauma yang menyertainya. Secara klinis fraktur femur sering di
dapatkan adanya kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi peningkatan resiko
syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah (pada setiap patah tulang di prediksi akan
hilangnya darah 500cc dari sistem vaskuler), maupun syok neurologik di sebabkan rasa nyeri yang
sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang
(Suratun,dkk,2008).
2.1.6 PENATALAKSANAAN
Menurut Helmi (2012) penatalaksanaan umum pada pengelolaan fraktur mengikuti prinsip
pengobatan kedokteran pada umumnya yaitu yang pertama dan utama adalah jangan cederai pasien
(primum non nocere). Cedera iatrogen tambahan pada pasien terjadi akibat tindakan yang salah
atau tindakan yang berlebihan. Hal yang kedua, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat dan
prognosisnya. Ketiga, bekerja sama dengan hukum alam dan keempat memilih pengobatan dengan
memperhatikan setiap pasien secara individu. Tujuan penatalaksanaan ini dilakukan berdasarkan
empat tujuan utama yaitu:
1) Menghilangkan rasa nyeri Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena fraktur sendiri, namun
karena terluka jaringan di sekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut,
dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan teknik immobilisasi (tidak menggerakkan daerah
yang fraktur). Teknik immobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai dan gips.
b) Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkus disekitar tulang yang patah.
Menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Bidai dan gips tidak dapat
mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih mantap
seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksternal atau fiksasi internal tergantung jenis frakturnya
sendiri.
a) Penarikan (traksi) Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya.
b) Fiksasi internal dan eksternal Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecah- pecahan tulang.
3) Agar terjadi penyatuan tulang kembali Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam 4
minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat
gangguan dalam penyatuan tulang sehingga dibutuhkan graft tulang.
2.1.7 KOMPLIKASI
1) Komplikasi awal
a) Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi,CRT
(capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematom melebar dan dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh 27 tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada bagian yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem atau perdarahan yang menekan
otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan luar seperti gips, pembebatan dan penyangga.
c) Fat embolism syndrome (FES) Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang
mengakibatkan komplikasi serius pada fraktur tulang panjang, terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke 28 aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam
darah menurun. Ditandai dengan adanya gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan
demam.
d) Infeksi Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga pada penggunaan
bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF dan OREF) dan plat yang tepasang didalam tulang.
Sehingga pada kasus fraktur resiko infeksi yang terjadi lebih besar baik karena penggunaan alat
bantu maupun prosedur invasif.
e).Nekrosis avaskuler Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis
tulang. Biasanya diawali dengan adanya iskemia volkman.
f) Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kepiler
sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.
2) Komplikasi lama
a) Delayed union Kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan ruang
untuk menyambung. Ini terjadi karena suplai darah ketulang menurun.
b) Non-union Komplikasi ini terjadi karena adanya fraktur yang tidak sembuh antara 6 sampai 8
bulan dan tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-
sama infeksi yang 29 disebut infected pseudoarthosis. Sehingga fraktur dapat menyebabkan infeksi
c) Mal- union Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tapi terdapat deformitas (perubahan
bentuk tulang) yang berbentuk angulasi Menurut Grace & Borley (2007), komplikasi dari fraktur
femur antara lain:
1) Komplikasi dini
a) Kehilangan darah
b) Infeksi
c) Sindrom kompartemen
2) Komplikasi lanjut
a) Non-union
b) Delayed union
c) Malunion
d) Pertumbuhan terhambat
e) Artritis
Pemeriksaan diagnostik pada klien fraktur menurut Helmi (2012) dapat di lakukan berbagai hal yaitu:
1) Pemeriksaan radiologi Sebagai penunjang diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting adalah
menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan leteral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) adanya indikasi untuk memperlihatkan
patologi yang dicari karena 41 adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas
dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. CT
scan biasanya hanya dilakukan pada beberapa kondisi fraktur yang mana pemeriksaan radiografi
tidak mencapai kebutuhan diagnosis.
a) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
b) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang
c) Enzim otot seperti kretinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amino transferase (AST),
aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lainnya
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas Pemeriksaan dilakukan pada kondisi
fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi di dapatkan mikroorganisme penyebab infeksi
b) Biopsi tulang dan otot Pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas, tetapi lebih
diindikasikan bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi Apabila terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan oleh fraktur. 42
d) Arthroscopy Apabila didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan pada tulang sehingga terdapat tekanan dari luar.
e) Indium Imaging Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. f) MRI
Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur Menurut Digiulio, dkk (2014), pemeriksaan
diagnostik klien fraktur antara lain :
1) Sinar X : menunjukkan retak di mana dapat di pindah atau tidak dapat di pindah
2) CT scan menunjukkan retak pada bagian klien yang tidak bisa di putar atau di posisikan untuk di
lihat misalnya leher
3) Bone scan berguna menunjukkan aktivitas seluler yang meningkat di dalam area fraktur
IDENTITAS KLIEN
Nama : Nn.M
Umur : 24 tahun
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasisisi
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : wiraswasta
RIWAYAT PENYAKIT
Klien mengatakan pada hari Sabtu 20 Mei 2017 mengalami kecelakaan saat sedang berjalan kaki
selepas pulang dari kampus. Klien mengatakan di tabrak motor saat ingin menyeberang. Klien di
larikan ke Rumah Sakit Gajah Mada Yogyakarta dengan di berikan balut bidai. Tanggal 22 Mei 2017,
klien di rujuk ke IGD Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta dan di pindahkan ke ruang ROI tanggal 23
Mei 2017. Pada saat pengkajian tanggal 27 Mei 2017,Klien mengeluh nyeri dengan hasil pengkajian
nyeri di dapatkan:
R:Klien mengatakan nyeri dibagian paha kanan S:Klien menunjukkan nyeri skala 6
T: Klien mengatakan nyeri hilang timbul, saat nyeri mucul sekitar 15 menit. Klien tampak meringis
kesakitan dan memegangi daerah paha kanan saat nyeri muncul, klien tampak cemas
saat nyeri muncul. Tanda – tanda vital: TD: 140/80 mmHg, Nadi: Frekuensi 90 x/menit, irama cepat,
kekuatan atau isi kuat RR: Frekuensi 22 x/menit, irama normal Suhu: 37,20C Klien terpasang cairan
infus NaCl 0,9% di tangan kanan, terpasang bidai di kaki kanan, kekuatan otot ekstremitas bawah
2/5. Klien mengatakan cemas dengan pengkajian HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anxiety) di
dapatkan skor 27 (cemas sedang): DS: Klien mengatakan cemas saat nyeri mucul dan takut akan
operasi yang akan di jalaninya,tidak dapat beristirahat dengan tenang, mudah terkejut. Klien
mengatakan takut di tinggal sendiri dan banyak orang, klien mengatakan lesu saat bangun tidur,
klien tidak berminat apa-apa dan merasa sedih, klien mengatakan nyeri di paha kanan dan terasa
tertusuk-tusuk, klien mengatakan merasa lemas, saat nyeri muncul klien merasa berdebar-debar
terasa tercekik, klien merasa pusing saat nyeri muncul
DO: Klien tampak tegang, lesu, mudah menangis, berkeringat, tampak gelisah, kening berkerut dan
muka merah.
Keluarga klien mengatakan bahwa klien pernah mengalami kecelakaan motor tapi hanya lecet-lecet
saja tidak sampai masuk Rumah Sakit seperti sekarang dan harus di rawat karena patah tulang. Klien
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi, penyakit menular seperti AIDS, hepatitis ataupun penyakit
menurun seperti DM, paru dan hipertensi.
Klien mengatakan belum pernah mengalami kecelakaan sampai patah tulang, klien mengatakan baru
pertama kali ini di rawat di Rumah Sakit. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi, penyakit
menular seperti AIDS, hepatitis ataupun penyakit menurun seperti DM, paru dan hipertensi.
Keluarga klien mengtakan di keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit keturunan seperti
diabetes militus, hupertensi, jantung, paru.
POLA GORDON
Frekuensi : 4x Pancaran
kuat Jumlah : 500 cc
Bau : khas
5. Pola IstirahatTidur
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidur siang 2 jam/hari dan malam hari sekitar 8 jam/hari,
tidak ada penggunaan obat maupun gangguan saat tidur.
Selama sakit : Klien mengatakan tidur siang setengah jam/hari dan tidur malam hari
6am/hari, tidak ada penggunaan obat tidur, klien tidak puas akan tidur dan bangun merasa
lesu
b. Selama sakit :
Identitas diri: Klien mengatakan seorang anak perempuan yang sedang kuliah di suatu
perguruan tinggi.
Ideal diri : Klien mengatakan cemas dengan kondisinya
Harga diri : klien mengatakan merasa merepotkan keluarga
Peran diri : klien mengatakan tidak bisa menjalankan tanggung jawab sebagai
mahasiswi
Gambaran diri : klien bersyukur masih bisa bersama keluarganya
8. Pola Hubungan Peran
Sebelum sakit : Klien mengatakan berhubungan baik dengan keluarga dan masyarakat.
Selama sakit : Klien mengatakan tetap berhubungan baik dengan keluarga dan juga
dengan orang lain
b.Bawah
Kekuatan otot kanan/ kiri Rom kanan/kiri
2/5
Capilary refile Terpasang bidai di kaki kanan
Perubahan bentuk tulang 2 detik
Perabaan akral Terdapat perubahan
Dingin
Analisa Data
1. Ds :
P: Klien mengatakn nyeri saat paha Agen cedera fisik Nyeri
kanan mengalami pergerakan (Trauma)
Q:Klien mengatakan nyerti terasa
tertusuk-tusuk
R:Klien mengatakan nyeri dibagian paha
kanan
S:Klien menunjukkan nyeri skala 6
T: Klien mengatakan nyeri hilang timbul,
saat nyeri mucul sekitar 15 menit.
Rencana keperawatan
1.Mengkaji tanda
3. 1. Kaji tanda verbal dan S:
verbal dan nonverbal P:Klien
Setelah dilakukan nonverbal kecemasan mengatakan nyeri
tindakan kecemasan 2. Membina berkurang pada
keperawatan 3 x 2. Bina hubungan saling paha kanan pada
24 jam di hubungan saling percaya saat pergerakan
harapkan klien percaya 3.mengInstruksik Q:Klien
tidak merasa 3. Instruksikan an menggunakan mengatakan
cemas dengan menggunakan teknik relaksasi nyerti terasa
kriteria hasil : 1. teknik relaksasi nafas dalam tertusuk-tusuk
Klien tidak nafas dalam 4. menJelaskan R:Klien
merasa cemas 2. 4. Jelaskan prosedur mengatakan nyeri
Klien tidak prosedur
merasa ketakutan tindakan yang tindakan yang dibagian paha
dan dapat akan di lakukan akan di lakukan kanan
menghilangkan 5. Dorong 5. Mendorong S:Klien
penyebab takut 3. keluarga keluarga menunjukkan
Klien dapat mendampingi mendampingi nyeri skala 3
menggunakan klien klien T: Klien
strategi koping mengatakan nyeri
yang efektif 4. Mendorong mulai berkurang,
Skala HRS-A bisa keluarga saat nyeri mucul
turun dari 27 mendampingi sekitar 10 menit.
menjadi ˂14 klien O: Klien tidak
(Tidak cemas) S: Keluarga meringis
mengatakan tak kesakitan dan
lelah saat memegangi
mendampingi daerah paha
klien di Rumah kanan saat nyeri
Sakit O: Keluarga muncul, klien
tampak dengan tampak cemas
sabar menemani saat nyeri
klien muncul. Tanda –
Menginstruksi tanda vital: TD:
kan melakukan 110/80 mmHg,
relaksasi nafas Nadi: Frekuensi
dalam S: Klien 80 x/menit, irama
mengatakan cepat, kekuatan
selalu mengulang atau isi kuat RR:
Frekuensi 20
x/menit, irama
normal Suhu:
36.50C Klien
terpasang bidai di
kaki kanan
dengan cairan
infus NaCl 0,9% di
tangan kanan
A: masalah
teratasi sebagian
P: lanjutkan
intervensi