Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

BAYI DENGAN RIWAYAT IBU HIV

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang
menginfeksi sel-sel sistem imun tubuh, juga menghancurkan atau merusak sel
limfosit T helper atau sel limfosit pembawa faktor T4 (CD4) yang dapat
berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah RNA retrovirus yang
dapat menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Virus HIV,
dapat menyerang kekebalan tubuh manusia. Virus ini dapat ditransmisikan
melalui hubungan seksual, darah, produk yang terkontaminasi darah, dan
transmisi dari ibu ke bayi baik selama proses intrapartum, perinatal, atau berasal
dari ASI ibu. Kondisi prematuritas dengan berat bayi lahir rendah pada neonates
dapat meningkatkan risiko infeksi dalam persalinan karena menipisnya barrier
pertahanan kulit dan sistem imun tubuh.

2. Etiologi
HIV dapat ditularkan melalui beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Hubungan seks bebas yang tidak terlindungi dari orang yang telah terkena
HIV
2. Penggunaan jarum suntik secara bergantian
3. Perinatal/ Ibu hamil yang mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya.

Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun
“ priodeinkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara
umum lebih singkat padainfeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV
dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasiimun sering tampak pada saat tes,
terutama berkenaan dengan fungsi sel B;hipergameglobulinemia dengan produksi
antibody nonfungsional lebih universal diantara anak- anak yang terinfeksi HIV
dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.Ketidak
mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulinsecara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen
sebelumnya, berperang pada infeksi dankeparahan infeksi bakteri yang lebih
berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4sering merupakan temuan
lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik.Bayi dan anak-
anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15%
pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap
CD8 yangnormal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita
imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan
system saraf pusat menerangkanfrekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada
infeksi HIV anak.

3. Patofisiologi
Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurangnya jenis Limfosit T
helper yang mengandung CD4. Limfosit T4 merupakan sel utama yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi imunologik.
Setelah virus HIV mengikatkan diri pada CD4, virus mulai masuk ke dalam
target dan melepaskan bungkusnya. Kemudian, enzim virus tersebut merubah
bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA (sel target). Selanjutnya, sel
yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi HIV jenis
ini dapat bersifat irreversible dan berlangsug seumur hidup. Virus HIV tidak
segera meyebabkan kematian, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi agar
ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita yang lambat laun akan
merusak limfosit T4. Pada masa inkubasi, virus HIV tidak dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV
yang dikenal dengan masa “window period”. Setelah beberapa bulan baru akan
terlihat gejala klinis dari HIV. Gejala yang terjadi dapat berupa demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare atau batuk. Secara
bertahap sistem kekebalan tubuh yang terinfeksi oleh virus HIV akan
menyebabkan fungsi kekealan tubuh rusak. Jika kekebalan tubuh rusak, maka
akan menyebabkan daya tahan tubuh berkurang bahkan hilang.
4. Manifestasi Klinis
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara
klinis danimunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis
tidak tampak seringmendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian
imunologik bayi beresikodipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama,
parameter spesifik usia untuk hitung limfositCD4 dan resiko CD4/CD8
memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaranyang lebih
lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun
pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan bahkan pajanan terhadap
antigen HIV tanpainfeksi dapat membingungkan fungsi dan jumlah limfosit.
Oleh karena itu, hal ini petinguntuk merujuk pada standar yang ditentukan usia
untuk hitung CD4, dan bila mungkinmenggunakan parameter yang ditegakkan
dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibuyang terinfeksi.Gejala terkait
HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarangdiagnostic. Gejala
HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai
bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali,limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5
cm terdapat pada 2 ataulebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan
diare. Diantara semua anak yangterdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90%
akan memunculkan gejala ini, kebergunaannyasebagai tanda awal infeksi dicoba
oleh studi the European Collaborativ pada bayi yang lahirdari ibu yang terinfeksi.
Mereka menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan
tanda dan gejala yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih
rendah diantara bayi yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang
didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah
kandidiasiskronik, parotitis, limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis
media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling
sering pada bayi yang terinfeksi dari pada bayi yang tidak terinfeksi.

5. Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan
awal bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada
perempuan hamil teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan
bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan
konseling HIV harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.
Menetapnya antibody terhadap HIV yang didapat secara transplasenta pada bayi
merupakan komplikasi pemakaian uji antibody konversional dalam mendignosis
infeksi HIV pada masa bayi. Karena antibodi seperti ini dapat menetap dalam
sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi selama 18 bulan, diagnosis infeksi pada bayi
beresiko memerlukan biakan virus dari bayi (biakan HIV), atau adanya antigen
HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai polymerase HIV
(PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer dapat diharapkan
menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya) diagnosis infeksi HIV
pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan dengan tepat mempunyai
angka positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan dapt diandalkan untuk
menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada tiap-tiap tes lebih rendah
pada priode parinatal,membuat diperlukannya tes serial. Untuk memonitor secara
prospektif bayi yang beresiko, ujifirologi diagnostic dianjurkan sekurang-
kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua diberitahukan bahwa
anaknya terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua ujilaboratorium dianjurkan.
Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak
dengan gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV
harus dijalankan bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV
akhir-akhir ini merupakan penyebab utama defisiensi imun pada anak yang lebih
mudah membantu saat membersihkan konseling orang tua berkenang dengan uji
serologi. Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang
positif yangdikonfirmasi untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan
Western atau tes konfirmasi lain) biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis
infeksi HIV. Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu yang terinfeksi HIV
akan memiliki antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga
konfirmasi virologi diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosis
yang didasarkan pada serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang
tidakmenghasilkan antibody spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada
bayi terinfeksi yangmenjadi seronegatif setelah pencucian antibody meternal
sebelum menghasilkan antibody itu sendiri.

6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitisHuman Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral
ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krimdalam rongga mulut. Jika tidak
diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagusdan lambung.
Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit
danrasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
b. Neurologik
1) Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementiacomplex). Manifestasi dini mencakup gangguan
daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif,
perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadiumlanjut mencakup
gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal,
gangguanefektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi,tremor, inkontinensia, dan
kematian.
2) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan
kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
c. Gastrointestinal
Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare
yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan
demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
menjelaskan gejala ini.
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibatinfeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk,nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai
pelbagi infeksi oportunis, sepertiyang disebabkan oleh Mycobacterium
Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis,reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksisekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes
zoster dan herpes simpleks akan disertaidengan pembentukan vesikel yang
nyeri dan merusak integritas kulit. moluskumkontangiosum merupakan
infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertaideformitas.
dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi
yangmengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitismenyeluruh yang disertai dengan kulit yang
kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan
psoriasis.
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata :
retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efeknyeri yang berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji
HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian
Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi
HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western
blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24
(polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka
dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu
HIV.
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
1) ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
2) Western blot (positif)
3) P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
4) Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar
yang meningkat)

b. Tes untuk deteksi gangguan system imun.


1) LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
2) CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
3) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
4) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
5) Kadar immunoglobulin (meningkat)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, agama.
b. Keluhan utama
c. Riwayat
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
4) Riwayat psikososial
d. Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret
sekunder terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus
sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan
dan diare
4. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaan
5. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya
organisme infeksius
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral

3. Intervensi
1. Resiko infeksi
Resiko terjadinya infeksi pada bayi dengan HIV /AIDS berhubungan
dengan adanya penurunan daya tahan tubuh sekunder AIDS.
Tujuan :
- Meminimalkan resiko terhadap infeksi pada anak
Rencana tindakan keperawatan :
1. Kaji perubahan tanda-tanda infeksi ( demam, peningkatan nadi,
peningkatan kecepatan nafas, kelemahan tubuh atau letargi )
2. Kaji faktor yang memperburuk terjadinya infeksi seperti usia, status
nutrisi, penyakit kronis lain
3. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali, tanda vital merupakan
indikator terjadinya infeksi
4. Monitor sel darah putih dan hitung jenis setiap hari untuk monitor
terjadinya neutropenia
5. Ajarkan dan jelaskan pada keluarga dan pengunjung tentang
pencegahan secara umum ( universal ), untuk menyiapkan keluarga
dan pengunjung memutus rantai penularan
6. Instruksikan ke semua pengunjung dan keluarga untuk cuci tangan
setiap sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien
7. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik, anyiviral,
antijamur,
8. Lindungi individu dan resiko infeksi dengan universal precaution

2. Kurang Nutrisi ( kurang dari kebutuhan )


Nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
diare, nyeri
Tujuan :
- Kebutuhan nutrisi dan pasien terpenuhi
Rencana tindakan keperawatan :
1. Kaji status perubahan nutrisi dengan menimbang berat badan setiap
hari
2. Monitor asupan dan keluaran setiap 8 jam sekali dan turgor kulit
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Rencanakan makanan enternal dan parenteral
3. Kurangnya Volume Cairan
Kurangnya volume cairan tubuh pada anak berhubungan dengan adanya
infeksi oportunitis saluran pencernaan ( diare )
Tujuan :
- Volume cairan tubuh dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- Asupan dan keluaran seimbang
- Kadar elektrolit tubuh dalam batas normal
- Nadi perifer teraba
- Penekanan darah perifer kembali dalam waktu kurang dan 3 detik
- Keluaran urin minimal 1-3 cc/kg BB per jam
Rencana tindakan keperawatan
1. Berikan cairan sesuai indikasi dan toleransi
2. Ukur masukan dan keluaran termasuk urin dan tinja
3. Monitor kadar elektrolit dalam tubuh
4. Kaji tanda vital turgor kulit, mukosa membran dan ubun-ubun tiap 4
jam
5. Monitor urin tiap 6-8 jam sesuai dengan kebutuhan
6. Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai