Anda di halaman 1dari 50

MODUL KETERAMPILAN KLINIK

BLOK BRAIN AND MIND SYSTEM

EDITOR

Adi Muradi Muhar


Aida Fitri
Bambang Prayugo
Cut Aria Arina
Deny Rifsal Siregar
Dwi Rita Anggraini
Elmeida Effendy
Johannes H. Saing
M. Pahala Harahap
M. Surya Husada
Oke Rina Rahmayani
Sri Amelia
Vita Camellia
Yudha Sudewo

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

MODUL KETERAMPILAN KLINIK BLOK BRAIN AND MIND SYSTEM


I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan pemetaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi FK USU, kegiatan
Clinical Sklills Lab untuk mahasiswa semester VI dilaksanakan pada blok Brain and
Mind System dan Emergency Medicine.
Salah satu keterampilan klinik yang menjadi kompetensi seorang dokter sesuai
dengan KIPDI III adalah keterampilan klinik yang akan diajarkan pada blok Brain and
Mind System ini. Kepada mahasiswa semester VI akan diajarkan 7 jenis ketrampilan
klinis pada blok Brain and Mind System. Keterampilan klinik yang akan diajarkan pada
mahasiswa adalah keterampilan untuk melakukan :
1. Komunikasi Dokter-Pasien yang Berhubungan dengan Gangguan Neurologi dan
Pemeriksaan Sistem Motorik
2. Pemeriksaan Saraf Kranialis, Sistem Sensorik dan Vertebra
3. Pemeriksaan Refleks dan Tanda Nyeri Radikular
4. Pemeriksaan Fungsi Cerebellum, Koordinasi dan Perangsangan Meningeal
5. Pemeriksaan Neurologi Anak
6. Komunikasi Dokter-Pasien mengenai Riwayat Gangguan Psikiatrik Secara Umum
dan Pemeriksaan Status Mental
7. MMSE (Mini Mental State Examination)

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM


Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Brain and Mind System ini,
mahasiswa dapat terampil melakukan Komunikasi Dokter-Pasien yang Berhubungan
dengan Gangguan Neurologi dan Pemeriksaan Sistem Motorik, Pemeriksaan Saraf
Kranialis, Sistem Sensorik dan Vertebra, Pemeriksaan Refleks dan Tanda Nyeri
Radikular, Pemeriksaan Fungsi Cerebellum, Koordinasi dan Perangsangan
Meningeal, Pemeriksaan Neurologi Anak, Komunikasi Dokter-Pasien mengenai
Riwayat Gangguan Psikiatrik Secara Umum dan Pemeriksaan Status Mental, MMSE
(Mini Mental State Examination)

II.2. TUJUAN KHUSUS


2.2.1. Komunikasi Dokter-Pasien yang Berhubungan dengan Gangguan Neurologi
dan Pemeriksaan Sistem Motorik
2.2.2. Pemeriksaan Saraf Kranialis, Sistem Sensorik dan Vertebra
2.2.3. Pemeriksaan Refleks dan Tanda Nyeri Radikular
2.2.4. Pemeriksaan Fungsi Cerebellum, Koordinasi dan Perangsangan Meningeal
2.2.5. Pemeriksaan Neurologi Anak
2.2.6. Komunikasi Dokter-Pasien mengenai Riwayat Gangguan Psikiatrik Secara
Umum dan Pemeriksaan Status Mental
2.2.7. MMSE (Mini Mental State Examination)

SL.VI. BMS.1
KETERAMPILAN KLINIK KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN
YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI
DAN PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK

I. PENDAHULUAN

KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI GANGGUAN NEUROLOGI


Pada skills lab pertama ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan
komunikasi dokter-pasien mengenai gangguan neurologi.
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling
signifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaan yang harus
diingat pada komunikasi dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar
hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertanyaan tesebut meliputi :
- Onset
- Location (lokasi)
- Duration (durasi)
- Character (karakter)
- Aggravating/Alleviating Factors (Faktor-faktor yang memperparah atau
mengurangi gejala)
- Radiation (penyebaran)
- Timing (waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah dingar yaitu:OLD CARTS atau:
- Onset
- Palliating/Provokating Factors (Faktor-faktor yang mengurangi atau
memprovokasi gejala)
- Quality (kualitas)
- Radiation (Penyebaran)
- Site (Lokasi)
- Timing (Waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST

Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita:


1.Lokasi. Dimana lokasinya?Apakah menyebar?
2.Kwalitas. Seperti apa keluhan tersebut?
3.Kwantitas atau Keparahan. Seberapa parah keluhan tersebut?
4.Waktu.Kapan keluhan mulai dirasakan? Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung? Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
5.Keadaan/situasi saat serangan berlangsung. Termasuk faktor lingkungan,
aktifitas, emosi, atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit
6.Faktor-faktor yang menyebabkan remisi atau eksaserbasi. Apakah ada hal-hal
yang membuat gejala membaik atau semakin parah
7.Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala. Apakah penderita merasakan
hal-hal lain yang menyertai serangan?

PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK


Mahasiswa harus mahir melakukan pemeriksaan ini oleh karena sebagian besar kelainan
saraf bermanifastasi dalam gangguan gerak (motorik) yang merupakan bukti nyata adanya suatu
kelainan atau penyakit.

PEMERIKSAAN
Pada tiap bagian tubuh yang dapat bergerak harus dilakukan pemeriksaan:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Pemeriksaan gerakan pasif
4. Pemeriksaan gerakan aktif
5. Koordinasi gerak
Pada minggu ini pemeriksaan yang dipelajari adalah yang no.1-4 saja.
Untuk pemeriksaan kekuatan otot, ada syarat- syarat yang harus dipenuhi agar hasil pemeriksaan
tersebut akurat; syarat – syarat tersebut antara lain:
1. Pasien harus compos mentis
2. Pasien tidak mengalami gangguan berbahasa
3. Pasien tidak sedang mengalami nyeri pada bagian tubuh yang akan diperiksa.
Pemeriksaan sistem motorik ini dilakukan secara sistematis, dimulai dari sisi kanan tubuh pasien
kemudian dibandingkan dengan sisi kirinya.

1.Inspeksi
Pada inspeksi diperhatikan, sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal yang tidak
dapat dikendalikan.

1.1. Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap pasien
waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak dan berjalan. Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan
posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta
atau orang dewasa yang gelisah, bagian yang paresis terlihat kurang digerakkan.
- Pasien dengan gangguan serebellum berdiri dengan muka menoleh ke arah kontralateral
terhadap lesi, bahunya pada sisi lesi agak lebih rendah, dan badannya miring ke sisi lesi.
Berjalan dengan tungkai mengangkang, demikian juga penderita tabes dorsalis.
- Pasien tabes dorsalis selalu melihat ke bawah memperhatikan kaki dan jalannya, sebab
kalau tidak, ia akan jatuh.
- Pasien parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan, lengan dan
tungkai berada dalam fleksi. Bila berjalan, seolah – olah hendak jatuh ke depan; gerakan
asosiatifnya terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama
ditangan.
- Pasien distrofia muskulorum progresiva terlihat lordosis yang jelas; bila ia berjalan,
panggul seolah – olah berputar dengan maksud agar berat badan berpindah ke tungkai
yang sedang bertumpu.
- Pasien hemiparese karena gangguan sistem piramidal, lengan berada dalam sikap fleksi,
sedangkan tungkai dalam keadaan ekstensi. Bila ia berjalan, tungkai membuat gerak
sirkumdiksi.
- Pasien paraparese jenis sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu tungkai seolah –
olah seperti menyilang.
- Pasien polineuritis berjalan seperti ayam, yaitu tungkai difleksikan tinggi – tinggi pada
persendian lutut, supaya dapat mengangkat kakinya yang kurang mampu melakukan
dorsofleksi.

1.2. Bentuk
Perhatikan adanya deformitas.

1.3. Ukuran
Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan sebelah kanan.
Kemudian perhatikan besar (isi), kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi atau hipertrofi. Pada atrofi
besar otot berkurang dan bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai hipotrofi atau
atrofi.

2. Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya, kemudian dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila
ada hipotoni. Penentuan tonus otot dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian
badan.

3. Pemeriksaan gerakan pasif


Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya, bagian dari ekstremitas ini kita
gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula – mula cepat, kemudian lambat,
cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam keadaan
normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat mengistirahatkan
ekstremitasnya dengan baik. Perlu diketahui bahwa ada orang yang normal tidak mampu
mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak – anak, sehingga kita mengalami
kesulitan menilai tahanan.
Kadang – kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar
difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di traktus
piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian – bagian yang simetris. Pada gangguan sistem
ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang –kadang dijumpai
keadaan dengan tahanan hilang timbul (fenomena cogwhell)

4. Pemeriksaan gerakan aktif


Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:
- Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya, dan kita menahan
gerakan ini.
- Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien, dan pasien disuruh
menahan.
Jadi dengan kedua cara tersebut di atas dapat dinilai tenaga otot. Dokter umumnya menggunakan
cara 1, yaitu pemeriksa yang menahan, sebab bila pasien yang disuruh menahan, ditakutkan
kekuatan yang dilakukan oleh dokter terlalu besar.

Tidak selalu mudah membedakan parese (lumpuh) ringan dengan tidak ada parese. Kita
mungkin mendapat pertolongan dari beberapa hal berikut, yaitu:
- Keluhan pasien (mungkin ia mengungkapkan tenaganya berkurang).
- Otot di bagian yang simetris tidak sama tenaganya.
- Berkurangnya kelancaran gerakan. Parese ringan kadang – kadang ditandai oleh
menurunnya kelancaran gerakan.
- Didapatkan gejala lain, misalnya : arefleksi, atrofi, hiperrefleksi, dan refleks patologis

Dalam praktek sehari – hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan skala dari 0-5
0 : tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan.
2 : didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya gravitasi
3 : dapat mengadakan gerakan melawan gaya gravitasi
4 : dapat melawan gaya gravitasi, dan dapat melawan sedikit tahanan yang diberikan (tahanan
ringan dan sedang).
5 : tidak ada kelumpuhan (normal)

Pemeriksaan Anggota Gerak Atas


Perhatikan apakah ada atrofi otot tenar, hipotenar,dan otot intrinsik tangan. Periksa gerakan
jari – jari; bagaimana tenaga fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi. Periksa tenaga menggenggam. Hal
ini dilakukan dengan menyuruh pasien menggenggam jari pemeriksa dan kemudian pemeriksa
berusaha menarik jarinya hingga lepas dari genggaman pasien.
Gerakan di pergelangan tangan juga diperiksa, dan ditentukan tenaganya pada gerakan
pronasi dan supinasi. Fleksi dan ekstensi pada sendi siku, juga diperiksa.
Gerakan pada persendian bahu juga diperiksa dengan menyuruh pasien menggerakkan
lengan yang diekstensi, pada bidang frontal dan sagital, dan juga melakukan rotasi pada
persendian bahu. Selain itu, juga gerakan bahu ke atas, bawah, depan, dan ke belakang diperiksa.
Selain itu, periksalah otot pektoralis mayor, latisimus dorsi, seratus magnus, deltoid, biseps
dan triseps.
Cara memeriksa otot pektoralis mayor antara lain; inspeksi dada bagian atas dan lipatan
aksilaris anterior. Kemudian pasien disuruh meluruskan lengannya ke depan, sambil
menempatkan kedua telapak tangan dan kemudian menekannya; sewaktu pasien menekankan
kedua talapak tangannya, kita palpasi otot pektoralis mayor. Untuk menentukan tenaganya, daya
tekannnya dinilai.
Untuk memeriksa otot latisimus dorsi, pasien disuruh merentangkan lengan ke samping,
kemudia disuruh gerakkan ke atas dan ke bawah sambil kita tahan.
Otot seratus magnus diperiksa dengan cara memperhatikan posisi skapula, bila terdapat
parese, maka sudut inferior skapula mendekati vertebra. Untuk memperjelasnya, pasien disuruh
meluruskan lengannya ke depan dan menekan telapak tangannya ke dinding. Skapula akan
tampak menonjol (skapula alata).
Otot deltoid diperiksa dengan cara menyuruh pasien mengangkat lengannnya yang
diluruskan ke samping samapai di bidang horizontal. Nilailah tenaganya sewaktu melakukan
gerakan ini.
Otot biseps diperiksa dengan cara; lengan yang sudah pada posisi supinasi difleksikan pada
persendian siku. Nilailah tenaga fleksi lengan bawah ini.
Otot triceps diperiksa dengan cara; lengan yang sudah difleksikan, disuruh ekstensikan.
Nilailah tenaga ekstensi ini.

Pemeriksaan Anggota Gerak Bawah


Untuk ini diperiksa gerakan pada persendian jari – jari, pergelangan kaki, lutut, paha.
Selain itu juga diperiksa otot kuadriseps femoris, iliopsoas, aduktor, abduktor dan fleksor tungkai
bawah.
Cara memeriksa otot kuadriseps femoris; lutut (tungkai bawah) diekstensikan, sambil
pemeriksa tahan. Untuk otot iliopsoas; pemeriksa berbaring dan lutut difleksikan, kemudian paha
difleksikan lebih lanjut sambil ditahan. Untuk otot aduktor; pasien berbaring pada sisinya dan
tungkai dalam keadaan ekstensi, kemudian tungkai ini diaduksikan sambil ditahan. Untuk otot
abduktor; tungkai diabduksikan melawan tahanan. Untuk otot fleksor tungkai bawah; tungkai
bawah difleksikan sambil ditahan.
Dengan demikian dapat pula dinilai otot–otot yang memplantarfleksikan dan
mendorsofleksikan kaki dan jari – jari. Bila ditemukan kelumpuhan, perlu dilakukan pemeriksaan
yang lebih rinci.

SKEMA PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK


PEMERIKSAAN EKSTREMITAS ATAS:
Inspeksi
Palpasi
Kekuatan otot untuk :
Lengan atas (upper arm)  abduksi, adduksi
Lengan bawah (lower arm)  fleksi, ekstensi
Pergelangan tangan (wrist)  fleksi, ekstensi
Metacarpal joint  fleksi, ekstensi
Fingers joints  fleksi, ekstensi

PEMERIKSAAN ANGGOTA GERAK BAWAH


Inspeksi
Palpasi
Kekuatan otot untuk :
Tungkai atas (upper limb)  fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi
Lengan bawah (lower limb)  fleksi, ekstensi
Pergelangan kaki (ankle)  fleksi, ekstensi
Metatarsal joint  fleksi, ekstensi
Toes joints  fleksi, ekstensi

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar Mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar (tdd 45 mahasiswa) Narasumber


- Penjelasan narasumber tentang anamnese gangguan neurologi
c (10 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari penjelasan
narasumber

Demonstrasi pada kelas besar Narasumber


10 menit Narasumber memperlihatkan tata cara komunikasi dokter
pasien pada penderita gangguan neurologi dan pemeriksaan
sistem motorik

Tahap I : Perkenalan, Anamnesa Pribadi & Observasi


- Ketika pasien masuk ke ruang periksa, dokter menyambut
dengan ramah dan senyum, kemudian memperkenalkan diri.
- Menanyakan identitas pasien, nama, umur, alamat, sambil
mencocokkan dengan data rekam medis.
- Perhatikan penampilan wajah, pandangan mata, komunikasi,
cara berbicara & interaksi dengan lingkungan. Perhatikan
pendamping yang menyertai pasien, interaksi pasien
dengan pendamping

Tahap II : Anamnesa penyakit


Menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan penyakit
sekarang, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat pemakaian
obat, riwayat trauma (terjatuh atau terbentur).

Tahap III:Menanyakan riwayat sosio-ekonomi, riwayat


kebiasaan (misal: olah raga, merokok)

Tahap IV:Pemeriksaan sistem motorik

20 menit Coaching oleh instruktur: Instruktur


- Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd Mahasiswa
9 mahasiswa).
- Tiap kelompok kecil memiliki 1 instruktur
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang
mahasiswa) dengan dibimbing oleh instruktur.
- Kepada mahasiswa diberikan 1 kasus simulasi.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa

90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan anamnesis dan Mahasiswa


pemeriksaan sistem motorik sendiri secara bergantian masing- Instruktur
masing selama 10 menit. Mahasiswa diberikan 1 kasus dan
mencatat hal-hal yang penting dari anamnesis dan
menyimpulkannya.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
Diskusi Akhir :
Instruktur memberikan kesimpulan dari kasus simulasi.

III.TUJUAN KEGIATAN

III.1. TUJUAN UMUM


Melatih mahasiswa untuk dapat meningkatkan keterampilan anamnese dengan menggunakan
tekhnik komunikasi yang benar pada pasien dan pemeriksaan sistem motorik.

III.2. TUJUAN KHUSUS


3.2.1. Mahasiswa mampu menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan
3.2.2. Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan kronologis
3.2.3. Mahasiswa mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit dalam
keluarga
3.2.4. Mahasiswa mengetahui tentang adanya riwayat trauma,riwayat penyakit sistemik,
riwayat kebiasaan.
3.2.5. Mahasiswa mampu menerapkan dasar tekhnik komunikasi dan berperilaku yang sesuai
dengan sosio-budaya pasien dalam hubungan dokter pasien
3.2.6. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sistem motorik yang merupakan
pemeriksaan dasar yang sangat berguna untuk kepentingan diagnostik dalam
ilmu penyakit saraf.

IV.PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.1.PELAKSANAAN KOMUNIKASI DOKTER_PASIEN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan :
3.1 Instruktur melakukan demonstrasi selama 10 menit dan mahasiswa memperhatikan
dan diberi kesempatan bertanya
3.2. Coaching:Mahasiswa melakukan anamnese dengan dibimbing instruktur.
Pasien simulasi diperankan oleh mahasiswa
3.3. Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat.
3.4. Self practice:Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan anamnese.
Pada saat self practice instruktur mengamati peragaan mahasiswa dengan
berpedoman pada checklist yang tersedia.
3.5.Pada pelaksanaan,mahasiswa bergantian bertindak sebagai dokter maupun sebagai
pasien.
4.Waktu pelaksanaan :
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
- Disesuaikan dengan jadwal skills lab blok Bain and Mind
5.Tempat pelaksanaan
- Ruang skills lab FK-USU (lantai 3)
6.Sarana yang diperlukan :
6.1.Alat audiovisual
6.2.Materi audiovisual
6.3.Pensil/pulpen
6.4 Formulir anamnese

IV.2 .PELAKSANAAN PEMERIKSAAN MOTORIK


1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
3.1 Demonstrasi:Instruktur melakukan demonstrasi pemeriksaaan sistem motorik,
mahasiswa mengamati dan diberi kesempatan bertanya
3.2 Digunakan alat - alat yang telah disediakan oleh pengelola skills lab
3.3 Coaching: mahasiswa melakukan secara bergantian sambil dibimbing oleh instruktur
3.4. Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat
3.5. Self practice: mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan pemeriksaan
sistem motorik secara mandiri
4. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 6.
5. Tempat pelaksanaan
- Ruang skills lab lantai 3.
6. Sarana yang diperlukan
6.1.Alat audiovisual
6.2.Materi audiovisual
6.3.Pensil/pulpen
6.4 Formulir pemeriksaan

V. RUJUKAN
1. DeJONG’S, The Neurologic Examination, 5th edition, Philadelphia: JB. Lippincott; 1992
2. Fuller G, Neurological Examination Made Easy, London: Churchill Livingstone; 1993
3. Gilman S, Clinical Examination of The Nervous System, Philadelphia: McGraw Hill; 2000
4. Ford MJ, Clinical Examination, 8th edition, Philadelphia: Elsevier; 2005
5. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: FK UI; 2000

VI. KASUS SIMULASI

1. Seorang laki – laki, umur 62 tahun, datang dengan keluhan lemah lengan dan tungkai
kanan, sejak 2 hari yang lalu yang dialami secara tiba – tiba saat ia sedang istirahat. Ia
mempunyai riwayat penyakit jantung dan hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak
teratur minum obat. Riwayat merokok (+) sejak remaja. Riwayat trauma (-)
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien / keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.

2. Seorang wanita, 45 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala yang terus menerus,
semakin lama semakin berat, telah dialami selama ± 1 tahun ini. Dan 1 bulan belakangan
ini nyeri kepala disertai dengan muntah. Riwayat keluarga (kakak os) menderita penyakit
yang sama, dan telah meninggal dunia 2 tahun yang lalu.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien / keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.

3. Seorang laki – laki, umur 17 tahun, datang bersama orang tuanya dengan keluhan kejang
seluruh tubuh, yang dialami sebanyak 2x selama 1 bulan ini. Kejang bersifat menghentak,
lama /x kejang kira- kira 3 menit. Ia mempunyai riwayat kejang sewaktu kecil. Riwayat
trauma (-)
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien / keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.

FORMULIR ANAMNESE KOMUNIKASI DOKTER PASIEN PADA


PENDERITA GANGGUAN NEUROLOGI MAHASISWA USU SEMESTER VI
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama Mahasiswa :
Grup :
Tanggal anamnese:
Instruktur :
IDENTITAS PASIEN

Nama pasien :
Umur :
Alamat :
Jenis kelamin:
Pekerjaan :
Status :
_____________________________________________________________
RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan utama :

Riwayat perjalanan penyakit:


Sudah berapa lama :
Tiba-tiba atau perlahan-lahan:
Terus menerus atau sesaat:

Riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan penyakit sekarang

Bila ada, sebutkan,sudah berapa lama:


Apakah ada memakai obat-obatan:
(Minum obat teratur atau tidak)

Riwayat penyakit dalam keluarga:

Riwayat penyakit lain yang diderita:

Riwayat trauma:(apakah ada terbentur atau pernah terjatuh)

Riwayat kebiasaan sehari-hari :(merokok, berolahraga)


VII. LEMBAR PENGAMATAN KOMUNIKASI DOKTER DENGAN PASIEN YANG
BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI DAN PEMERIKSAAN
MOTORIK

PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI
1. Menyapa pasien dan keluarga pasien dengan ramah ;
- Memberi salam
- Mempersilahkan duduk
- Mengkondisikan suasana yang menyenangkan sehingga pasien tidak
segan untuk bercerita
- Melakukan observasi, seperti ; melihat penampilan wajah, pandangan
mata, cara berbicara, dsb
2. Memperkenalkan diri & berkenalan
- Menanyakan identitas pasien
3. Mendengarkan keluhan utama pasien
- Menunjukkan penghargaan pada pasien
- Memberikan waktu yang cukup untuk bercerita
4. Menggali perjalanan penyakit yang ada
(sudah berapa lama, tiba-tiba / perlahan, apakah ada yang memperberat
penyakitnya seperti aktifitas yang banyak, apakah ada penyebaran misalnya
nyeri kepala, kapan timbulnya terus menerus atau sesaat)
5. Menanyakan riwayat pernyakit terdahulu yang berhubungan dengan penyakit
sekarang. Sudah berapa lama, apakah mendapatkan pengobatan (minum
obat teratur atau tidak)
6. Menanyakan riwayat penyakit di lingkungan keluarga.
7. Menanyakan riwayat :
- Trauma (apakah pernah terjatuh, terbentur)
- Kebiasaan merokok, berolah raga
8. Menuliskan / merangkum data dalam status
9. Mengucapkan salam dan terima kasih
PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK
1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
PEMERIKSAAN ANGGOTA GERAK ATAS
1. Inspeksi (memperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerakan
abnormal yang tidak dapat dikendalikan)
2. Palpasi (menentukan konsistensi sekaligus menilai tonus otot, dan ada /
tidaknya nyeri tekan).
3. Pasien disuruh meng-abduksikan lengannya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
4. Pasien disuruh meng-aduksikan lengannya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
5. Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
6. Pasien disuruh mengekstensikan lengannya yang fleksi tadi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
7. Pasien disuruh memfleksikan pergelangan tangannya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
8. Pasien disuruh mengekstensikan pergelangan tangannya yang fleksi tadi,
kemudian pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
9. Pasien disuruh memfleksikan sendi metacarpal-nya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
10. Pasien disuruh mengekstensikan sendi metacarpalnya yang fleksi tadi,
kemudian pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
11. Pasien disuruh mengabduksikan jari–jarinya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya. (Periksa satu persatu, jari I-V)
12. Pasien disuruh meng-adduksikan jari-jarinya yang tadi abduksi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya. (Periksa satu persatu, jari I-
V)
PEMERIKSAAN ANGGOTA GERAK BAWAH
1. Inspeksi (memperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerakan
abnormal yang tidak dapat dikendalikan)
2. Palpasi (menentukan konsistensi sekaligus menilai tonus otot, dan ada /
tidaknya nyeri tekan).
3. Pasien disuruh memfleksikan pahanya, kemudian pemeriksa menahannya.
Nilai kekuatan ototnya.
4. Pasien disuruh mengekstensikan pahanya yang fleksi tadi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
5. Pasien disuruh mengabduksikan pahanya, kemudian pemeriksa menahannya.
Nilai kekuatan ototnya.
6. Pasien disuruh meng-adduksikan pahanya yang abduksi tadi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
7. Pasien disuruh memfleksikan sendi lututnya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
8. Pasien disuruh mengekstensikan sendi lututnya yang fleksi tadi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
9. Pasien disuruh memplantarfleksikan pergelangan kakinya , kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
10. Pasien disuruh mendorsofleksikan pergelangan kakinya , kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
11. Pasien disuruh memplantarfleksikan sendi metatarsalnya, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
12. Pasien disuruh mendorsofleksikan sendi metatarsalnya , kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
13. Pasien disuruh memfleksikan jari - jari kakinya , kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya. (Periksa satu persatu, jari I-V)
14. Pasien disuruh mendorsofleksikan jari – jari kakinya , kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya. (Periksa satu persatu, jari I-V)
15. Catat hasil pemeriksaan

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan
SL. VI. BMS. 2
KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS,
SISTEM SENSORIK DAN VERTEBRA

I. PENDAHULUAN

PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS

Seorang dokter harus mampu melakukan pemeriksaan nervus kranialis I-XII dengan
benar sehingga dapat membantu kita menentukan lokasi lesi dan jenis penyakit. Ada beberapa
persyaratan yang harus diingat dalam melakukan pemeriksaan nervus kranialis ini. Dimana
masing – masing nervus kranialis mempunyai syarat – syarat tertentu.
Pada skills lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan pemeriksaan saraf
kranialis (I-XII). Pemeriksaan ini meliputi, pemeriksaan penciuman, pemeriksaan pupil (ukuran
dan bentuk), pemeriksaan refleks cahaya, pemeriksaan mimik wajah, pemeriksaan otot temporal
dan masseter, pemeriksaan sensorik wajah, pemeriksaan motorik wajah, pemeriksaan
pendengaran, pemeriksaan lidah.

NERVUS I (N. OLFAKTORIUS )

Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus yaitu penciuman (menghidu).
Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan gangguan penciuman ataupun kehilangan penciuman.

PEMERIKSAAN PENCIUMAN

Tujuan pemeriksaan: untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Selain itu, untuk mengetahui
apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Alat/ bahan:
1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3. Senter
4. Kopi
5. Teh
6. Jeruk
7. Wadah kecil untuk tempat teh, kopi atau jeruk.

Syarat pemeriksaan:
- Penderita harus compos mentis.
- Zat yang digunakan sebaiknya yang digunakan sehari – hari, misalnya kopi, teh,
tembakau, jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung
(nervus V) seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka.

Cara pemeriksaan :
- Penderita duduk
- Periksa lubang hidung penderita (dengan menggunakan senter), apakah ada sumbatan
atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat menganggu ketajaman
penciuman.
- Zat pengetes diletakkan dalam wadah.
- Penderita disuruh tutup mata
- Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian, lubang hidung yang sedang
tidak diperiksa, ditutup dengan tangan.

Penilaian:
- Normosmia : kemampuan menghidu normal, tidak terganggu.
- Hiposmia : kemampuan menghidu menurun atau berkurang.
- Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu.
- Parosmia : salah hidu (tidak dapat mengenali bau – bauan)
- Kakosmia : persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
NERVUS II (N. OPTIKUS)

Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus juga, yaitu penglihatan.
Adapun pemeriksaan untuk nervus optikus ini meliputi:
1. Ketajaman penglihatan (visus)
2. Lapangan pandang
3. Papil optikus
Yang dipelajari pada skills lab ini adalah lapangan pandang.

PEMERIKSAAN LAPANGAN PANDANG

Metode yang digunakan adalah Metode Konfrontasi oleh Donder


Syarat pemeriksaan : penderita harus compos mentis, lapangan pandang pemeriksa harus normal.

Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira – kira
60cm -100 cm.
- Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus ditutup dengan
tangan, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.
- Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya) pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke mata kanan penderita
- Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara
pemeriksa dan penderita. Gerakan dilakukan dari arah luar (lateral) ke dalam (medial).
- Jika penderita mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberi tahu, dan hal
ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya.
- Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing – masing mata harus
diperiksa
- Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih dulu
melihat gerakan tangan tersebut.

NERVUS III, IV, VI (N. OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSENS)

Ketiga nervus ini diperiksa bersama – sama, karena kesatuan fungsinya yaitu mensarafi otot –
otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata.
Otot bola mata yang dipersarafi oleh NIII, NIV, NVI:
 NIII : menginervasi m.rektus internus (medialis), m. rektus superior, m. rektus
inferior, m. levator palpebra; serabut visero-motoriknya mengurus
m. sfincter pupil dan m. siliare.
 NIV : menginervasi m. obliqus superior.
 NVI : menginervasi m. rektus eksternus (lateralis)

Pemeriksaan nervus III, IV, VI meliputi:


1. Pemeriksaan refleks cahaya
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
3. Fenomena doll’s eye
4. Deviasi konjugae

Yang dipelajari pada skills lab ini adalah pemeriksaan refleks cahaya dan gerakan bola mata.

PEMERIKSAAN REFLEKS CAHAYA

Refleks cahaya ini terdiri dari refleks cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual)
Alat :
1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3. Senter
Cara pemeriksaan:
- Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya).
- Setelah itu mata pasien kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan
normal, pupil mengecil (miosis). Bila demikian halnya, reaksi cahaya langsung : positif.
- Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh
penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak langsung
(konsensual) : positif.
- Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi matanya pada senter,
sebab dengan demikian akan ada pula refleks akomodasi yang juga menyebabkan pupil
mengecil.
- Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan sinistra.
- Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan bentuk pupil
Diameter pupil yg normal : 2-3mm. Bentuk pupil yang normal: bulat

PEMERIKSAAN GERAKAN BOLA MATA

Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis


Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral,
medial, atas, bawahdan ke arah miring, yaitu: atas-lateral, bawah- medial, atas-medial,
bawah-lateral.

NERVUS V (N. TRIGEMINUS)

Nervus trigeminus memiliki 2 fungsi yaitu motorik dan sensorik. Bagian motorik
mengurus otot – otot mengunyah, yaitu musc. masseter, musc. temporalis, musc. pterigoid
medialis yang berfungsi menutup mulut dan musc. pterigoid lateralis yang berfungsi
menggerakkan rahang ke bawah ke samping (lateral) dan membuka mulut.
Bagian sensorik nervus V mengurus sensibilitas wajah, memiliki 3 cabang, yaitu :
1. Cabang opthalmica, yang mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak,
sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
2. Cabang maksilaris, yang mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi,
palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
3. Cabang mandibularis, yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah, mukosa
pipi, duapertiga bagian depan lidah dan sebagian dari telinga (eksternal), meatus dan
selaput otak.

Pemeriksaan nervus V meliputi:


1. Palpasi otot temporal dan masseter
2. Refleks Jawjerk
3. Pemeriksaan sensasi wajah.

Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah palpasi otot masseter dan temporalis serta pemeriksaan
sensasi wajah.

PALPASI OTOT TEMPORAL DAN MASSETER

Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis.


Cara pemeriksaan:
- Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin, kemudian kita raba musc. masseter
dan musc. temporalisnya.
- Perhatikan besarnya tonus dari otot tersebut.

PEMERIKSAAN SENSORIK WAJAH

Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis.


Pemeriksaan ini meliputi rasa nyeri, raba dan suhu
Alat :
1. Kapas.
2. Benda yang runcing
3. Tabung reaksi yang berisi air panas
4. Tabung reaksi yang beisi air dingin
Cara pemeriksaan:
- Pemeriksa melakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa raba dengan menggunakan
kapas dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris,
bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda yang runcing
dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris,
bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung reksi yang berisi
air panas dan air dingin, dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan,
daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan
kanan.

NERVUS VII (N. FASCIALIS)

Nervus fascialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot – otot ekspresi
wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan
ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan ia juga menghantar berbagai jenis sensasi,
termasuk sensasi eksteroseptif, dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan 2/3 bagian depan
lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi
proprioseptif dari otot – otot yang disarafinya.

Pemeriksaan nervus VII meliputi:


1. Pemeriksaan motorik wajah
2. Pemeriksaan pengecapan 2/3 depan lidah

Pada skills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan dan motorik wajah

PEMERIKSAAN MOTORIK WAJAH

Syarat pemeriksaan : penderita harus compos mentis, kecuali untuk inspeksi mimik wajah
Cara pemeriksaan:
- Perhatikan wajah penderita apakah simetris atau tidak
- Suruh penderita mengangkat alisnya dan mengerutkan dahi
- Suruh penderita memejamkan mata
- Suruh penderita menyeringai
- Suruh penderita menggembungkan pipi

NERVUS VIII (N.VESTIBULO-KOKHLEARIS)

Saraf ini terdiri atas 2 bagian yaitu saraf kokhlearis dan saraf vestibularis. Saraf
kokhlearis berfungsi mengurus pendengaran, saraf vestibularis berfungsi mengurus
keseimbangan.
Pemeriksaan saraf kokhlearis meliputi pemeriksaan ketajaman pendengaran
Pemeriksaan saraf vestibularis meliputi test romberg, test stepping, nistagmus, past pointing, dll.
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan pendengaran.

PEMERIKSAAN PENDENGARAN

Pemeriksaan pendengaran adalah untuk mengetahui fungsi pendengaran pada tiap


telinga, jenis ketuliannya dan derajat ketuliannya, sehingga keterampilan pemeriksaan
pendengaran ini menjadi kompetensi dasar bagi seorang dokter.

- Untuk pemeriksaan pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan


melalui tulang dengan memakai garpu tala ataupun dengan berbisik.
- Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di
telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga,
serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga
dalam menyebabkan tuli saraf koklea atau retrokoklea (tuli sensorineural).
- Pemeriksaan dengan garpu tala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes
penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach. Sedangkan tes Berbisik bersifat
semi – kuantitatif, untuk menentukan derajat ketulian secara kasar.

Untuk kegiatan clinical skills lab ini pemeriksaan pendengaran yang dilatih adalah tes Rinne,
tes Weber, tes Schwabach dan tes Berbisik. Sebab tes ini mudah dilakukan dan hasilnya dapat
berguna untuk pemeriksaan pendengaran.
A. PEMERIKSAAN RINNE
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.

Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala 512 Hz digetarkan dengan jari pemeriksa.
2. Tangkai garpu tala tersebut diletakkan pada prosessus mastoid telinga yang diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ke depan liang telinga yang
diperiksa kira-kira 2½ cm.
4. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne
negatif (-)

Interpretasi :
- Rinne positif (+) terdapat pada telinga normal atau telinga dengan tuli sensorineural.
- Rinne negatif (-) ini menunjukkan adanya tuli konduktif.

B. PEMERIKSAAN WEBER
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.

Cara pemeriksaan :
1. Kaki garpu penala yang telah digetarkan diletakkan pada garis tengah wajah atau
kepala (di vertex, dahi dan pangkal hidung).
2. Ditanyakan pada yang diperiksa, telinga mana yang terdengar lebih keras.

Interpretasi :
- Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
- Pada keadaan normal, penderita mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan
telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila satu telinga menderita tuli sensorineural
maka penderita akan mendengar lebih baik pada telinga yang baik (lateralisasi ke telinga
yang baik) dan jika telinga tersebut menderita tuli konduktif maka telinga tersebut akan
mendengar bunyi lebih keras (lateralisasi ke telinga yang sakit).

C. PEMERIKSAAN SCHWABACH
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
- Syarat pemeriksaan : telinga pemeriksa harus normal

Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala digetarkan.
2. Tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoidius penderita sampai tidak terdengar
bunyi.
3. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoidius telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal.

Interpretasi :
 Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak
dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala diletakkan pada
prosesus mastoidius pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut
Schwabach memanjang.
 Bila pasien dan pemeriksa kira – kira sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan
pemeriksa.

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis


Positif Tidak ada laterasi Sama dengan Normal
Pemeriksa
Negatif Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli konduktif
yang sakit
Positif Lateralisasi ke telinga Memendek Tuli sensori-neural
yang sehat
Catatan : Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif.

D. PEMERIKSAAN BERBISIK
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Ruangan cukup besar dengan panjang minimal 6 meter.

Cara pemeriksaan :
1. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa menghadap
pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup dengan cara menekan tragus
dengan jari pasien sehingga benar – benar tertutup.
2. Pasien jangan melihat ke pemeriksa.
3. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru – paru sesudah ekspirasi.

Interpretasi :
- Bila pasien mendengar maka dianggap pendengaran normal, bila tidak mendengar dalam
jarak 6 meter maka pemeriksa maju 1 meter dan berbisik lagi. Dan bila tidak mendengar
juga maju 1 meter lagi, dan seterusnya sampai pasien dapat mendengar.
- Bila sampai berbisik di dekat telinga pasien, baru didengarnya maka disebut Ad Concham,
bila masih juga tak mendengar berarti tes berbisik = 0.
- Nilai normal tes berbisik 5 – 6 meter, artinya pasien dapat mendengar pada jarak 5 – 6
meter dari pemeriksa.
- Jika pasien hanya bisa mendengar pada jarak 3 meter, disebut tes berbisik = 3 meter

NERVUS IX, NX (N. GLOSSOFARINGEUS DAN N VAGUS)

Kedua nervus ini diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat satu sama lain,
sehingga gangguan fungsinya jarang tersendiri, kecuali pada bagian yang perifer sekali.

N IX berfungsi :
- Sensorik: 1/3 belakang lidah, faring dan telinga tengah
- motorik : stylopharyngeus
- otonom : kelenjar ludah
NX berfungsi :
-Sensorik: membran timpani, canalis auditorius eksternal, telinga luar
-Motorik: otot palatum, faring, laring
-Otonom: afferent dari baroreseptor karotis, parasimpatis dari dan ke
thorax dan abdomen
Pemeriksaan kedua saraf ini meliputi:
1. Refleks muntah
2. Pemeriksaan palatum molle dan uvula
3. Pengecapan 1/3 belakang lidah
Pada sklills lab ini pemeriksaan yang dipelajari adalah pemeriksaan palatum molle dan uvula.

PEMERIKSAAN PALATUM MOLLE DAN UVULA

Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
- Kemudian suruh penderita menyebutkan ‘aaaaa...’
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada saat itu.
- Bila ada parese otot faring dan palatum molle, maka palatum molle, uvula dan arkus faring
yang lumpuh letaknya lebih rendah dari pada yang sehat.

NERVUS XI (N.AKSESORIUS)

Nervus ini hanya terdiri dari serabut motorik, menginervasi otot sternokleidomastoideus
dan otot trapezius.
Pemeriksaan untuksaraf ini meliputi:
1. Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus
2. Pemeriksaan otot trapezius
Pada sklills lab ini kedua pemeriksaan tersebut dipelajari.

PEMERIKSAAN OTOT STERNOKLEIDOMASTOIDEUS

Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksaa menahannya untuk menilai
tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri

PEMERIKSAAN OTOT TRAPEZIUZ

Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya untuk menilai
tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.

NERVUS XII (N.HIPOGLOSSUS)

Nervus ini mengandung serabut somato-motorik yang menginervasi otot ekstrinsik dan
intrinsik lidah. Fungsi otot ekstrinsik lidah adalah untuk menggerakkan lidah dan otot intrindik
untukmengubah – ubah bentuk lidah.

Pemeriksaan untuk nervus ini meliputi:


1. Inspeksi lidah ( apakah atrofi, termor, fasikulasi)
2. Pemeriksaan lidah saat dijulurkan (apakah ada deviasi atau tidak)
Pada skills lab ini kedua pemeriksaan tersebut dipelajari.

Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis khusus untuk pemeriksaan lidah saat
dijulurkan
Cara pemeriksaan:
- Suruh penderita buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan istirahat, apakah ada atrofi,
fasikulasi ataupun tremor
- Kemudian suruh penderita menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah ada deviasi atau tidak
- Untuk menilai tenaga lidah, suruh penderita untuk menekankan lidahnya pada pipinya. Kita
nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar

SISTEM SENSORIK DAN VERTEBRA

Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya. Sensorik


(sensibilitas / sensasi) dapat dibagi 4 jenis, yaitu: superfisial, dalam, viseral (interoseptif), dan
khusus. Pada skills lab ini yang dibahas hanya sensasi superfisial dan sensasi proprioseptif.
Sensasi superfisial, disebut juga sebagai sensasi eksteroseptif atau protektif, mengurus
rasa raba, rasa nyeri dan rasa suhu. Sensasi dalam disebut juga sebagai sensasi proprioseptif
mencakup rasa gerak (kinetik), rasa sikap (statognesia) dari otot dan persendian, rasa getar
(pallesthesia), rasa tekan dalam, rasa nyeri dalam otot. Pemeriksaan sensibilitas merupakan
pemeriksaan yang tidak mudah. Kita bergantung pada perasaan penderita, jadi bersifat subjektif.
Selain itu, reaksi seseorang terhadap rangsangan dapat berbeda – beda, malah pada 1 orang-pun
reaksi tersebut dapat berbeda, tergantung pada keadaannya, apakah ia sedang lelah atau
pikirannya terpusat pada hal yang lain. Faktor sugesti juga sangat berpengaruh. Tidak jarang
pasien meng-ia-kan saja apa yang disugestikan oleh dokter. Misalnya, jika seorang dokter
mengajukan pertanyaan yang bernada sugesti seperti: ”Kan disini terasa sakit bila saya tusuk dan
di tempat ini agak kurang sakitnya, bukan !?” Pertanyaan demikian mungkin di “iya” kan saja
oleh pasien. Jadi sugesti harus dihindarkan pada pemeriksaan sensibilitas.
Agar didapatkan hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan hal berikut: selama
pemeriksaan diupayakan agar pasien berada dalam keadaan tenang dan perhatiannya dapat
dipusatkan pada pemeriksaan. Untuk maksud ini sebaiknya penderita memejamkan mata. Bila
pasien merasa lelah sebaiknya pemeriksaan ditunda. Namun demikian, kadang – kadang kita
terpaksa melakukan pemeriksaan dalam keadaan pasien yang tidak tenang, sehingga nilainya jadi
kurang teliti.

PEMERIKSAAN SENSORIK
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan mengenai
sensibilitas, bila ada, suruh ia menunjukkan tempatnya (lokasinya).
Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah kulit yang kurang merasa, sama sekali
tidak merasa atau daerah yang bertambah perasaannya. Kata disestesia digunakan untuk
menyatakan adanya perasaan yang berlainan dari rangsang yang diberikan. Parestesia merupakan
perasaan abnormal yang timbul pontan, biasanya ini berbentuk rasa dingin, panas, kesemutan,
ditusuk-tusuk, rasa berat, rada ditekan atau rasa gatal.

PEMERIKSAN EKSTEROSEPTIF
PEMERIKSAAN RASA RABA
Alat yang digunakan adalah kapas. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian –
bagian yang simetris.
Thigmestesia berarti rasa raba halus. Kehilangan rasa raba ini disebut thigmanesthesia.

PEMERIKSAAN RASA NYERI


Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan benda yang runcing. Tusukan hendaknya
cukup kuat sehingga betul –betul dirasakan rasa nyeri dan bukan rasa sentuh atau rasa raba. Kita
periksa seluruh tubuh, dan bagian – bagian yang simetris dibandingkan.

PEMERIKSAAN RASA SUHU


Ada dua macam rasa suhu yaitu rasa panas dan rasa dingin. Rangsangan rasa suhu yang
berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung
reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin dan air panas untuk rasa panas. Pemeriksaan rasa
suhu diperiksa di seluruh tubuh dan dibandingkan bagian – bagian yang simetris.

PEMERIKSAAN PROPRIOSEPTIF
PEMERIKSAAN RASA GERAK DAN RASA SIKAP/ POSISI
Biasanya rasa gerak dan rasa posisi diperiksa bersamaan. Ini dilakukan dengan cara
menggerakkan jari –jari secara pasif dan menanyakan apakah pasien dapat merasakan gerakan
tersebut serta mengetahui arahnya. Pada orang normal ia sudah merasakan arah gerakan bila sendi
interfalang digerakkan sekitar 20 atau 1 mm. Selama pemeriksaan mata pasien dipejamkan atau
ditutup. Badan dan ekstremitas diistirahatkan dan dilemaskan. Semua gerakan volunter
dihindarkan.
Waktu kita menggerakkan bagian ekstremitas pasien, misalnya jari kaki, kita harus
memegang jari – jarinya pada bagian lateral. Tujuannya adalah agar pasien tidak menggunakan
rasa eksteroseptifnya untuk mengetahui arah gerakan tersebut. Jari yang diperiksa diupayakan
agar tidak bersentuhan dengan jari lainnya, karena hal ini dapat dimanfaatkan pasien untuk
mengetahui arah gerakan dari sentuhan, apabila rasa geraknya terganggu. Pasien juga dilarang
menggerakkan jarinya secara aktif karena, sebab hal ini dapat pula menolongnya untuk
mengetahui posisi jarinya.
Sambil memperhatikan hal yang tersebut di atas, kemudian pasien disuruh mengatakan
“ya” apabila ia merasakan suatu gerakan, kemudian disuruh mengatakan ke arah mana gerakan
tersebut, “atas’ atau “bawah”.
Pada gangguan yang ringan yang pertama terganggu ialah rasa posisi jari, kemudian rasa
gerak.

PEMERIKSAAN RASA GETAR


Pemeriksan rasa getar biasanya dilakukan dengan jalan menempatkan garpu tala (yang
biasa digunakan yang berfrekuensi 128 Hz) yang telah digetarkan pada ibu jari, maleolus lateral,
dan medial kaki, tibia, spina iliaka anterior superior, sakrum, prosessus spinosus vertebra,
sternum, klavikula, prosesus stiloideus radius, ulna dan jari – jari.
Pasien ditanya pakah ia merasa getarannya, dan ia disuruh memberitahukan apabila ia
mulai tidak merasakan getarannya lagi. Bila getaran mulai tidak dirasakan, garpu tala kita
pindahkan ke pergelangan atau sternum atau klavikula atau bandingkan dengan jari kita sendiri.
Dengan demikian, kita dapat memeriksa adanya rasa getar, dan sampai berapa lemah masih dapat
dirasakan, dengan jalan membandingkan dengan bagian lain dari tubuh atau dengan rasa getar
pemeriksa.
Untuk menyatakan hilangnya rasa getar dapat digunakan kata pallanesthesia.

PEMERIKSAAN RASA TEKAN DALAM


Rasa tekan dalam diperiksa dengan jalan menekan kulit dengan jari atau dengan benda
tumpul. Kemudian pasien disuruh memberitahu apakah ia merasakan tekanan tersebut, dan
diminta untuk menentukan lokasinya.

PEMERIKSAAN RASA NYERI DALAM


Rasa nyeri dalam ini diperiksa dengan jalan menekan otot atau tendon, menekan serabut
saraf yang terletak dekat dengan permukaan dan bisa juga dengan jalan menekan testis atau bola
mata.

PEMERIKSAAN VERTEBRA
Inspeksi, palpasi dan perkusi juga digunakan untuk pemeriksaan vertebra. Pada inspeksi
bisa dilihat adanya abnormalitas, deformitas, gangguan postur atau perkembangan. Pergerakan
(ataupun keterbatasan pergerakan) dari otot – otot spinal, misalnya fleksi, ekstensi, gerakan ke
lateral, asimetris, kifosis, lordosis dan skoliosis harus dinilai. Palpasi dapat membantu untuk
mengetahui adanya abnormalitas struktural, adanya arthropathies serta lokasi nyeri tekan dan
nyeri. Otot harus di palpasi untuk mengetahui adanya rigiditas ataupun spasme. Perkusi vertebra
dapat membantu menunjukkan ada tidaknya nyeri yang terlokalisir ataupun nyeri tekan.

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber


 Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan saraf kranialis,
sensorik dan vertebra (10 menit)
 Pemutaran film tentang cara pemeriksaan saraf kranialis, sensorik
dan vertebra (5 menit)
 Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari penjelasan dan
film yang diputar (5 menit)

10 menit Demonstrasi pada kelas besar Narasumber


Narasumber memperlihatkan cara pemeriksaan saraf kranialis, sensorik
dan vertebra secara bertahap
Tahap I : Persiapan Alat
Tahap II : Pemeriksaan saraf kranialis, sensorik dan vertebra

20 menit Coaching oleh instruktur: Instruktur


 Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd 9 Mahasiswa
mahasiswa).
 Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang
mahasiswa), dibimbing oleh instruktur.
 Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa

90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan pemeriksan saraf kranialis, Mahasiswa


sensorik dan vertebra secara bergantian masing-masing selama 10 Instruktur
menit.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
III.TUJUAN KEGIATAN

III.1. TUJUAN UMUM


Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan dapat melakukan pemeriksaan saraf
kranialis, sistem sensorik dan vertebra yang merupakan pemeriksaan dasar yang sangat
berguna untuk kepentingan diagnostik dalam ilmu penyakit saraf.

III.2 TUJUAN KHUSUS


3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis
3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sistem sensorik
3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sistem vertebra

IV.PEDOMAN INSTRUKTUR

IV.1. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
3.1 Demonstrasi:Instruktur melakukan demonstrasi pemeriksaaan saraf kranialis, sistem
sensorik dan vertebra, mahasiswa mengamati dan diberi kesempatan bertanya.
3.2 Digunakan alat - alat yang telah disediakan oleh pengelola skills lab.
3.3 Coaching: mahasiswa melakukan secara bergantian sambil dibimbing oleh
instruktur.
3.4 Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat.
3.5 Self practice: mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan pemeriksaan saraf
kranialis, sistem sensorik dan vertebra secara mandiri.
4. Waktu pelaksanaan
4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 6.
5. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3.
6. Sarana yang diperlukan
6.1.Alat audiovisual
6.2.Materi audiovisual
6.3.Pensil/pulpen
6.4 Formulir pemeriksaan

V. LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS, SISTEM


SENSORIK DAN VERTEBRA

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


YA TIDAK
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
Nervus I (N. OLFAKTORIUS)
Pemeriksaan Penciuman
1. Mempersiapkan alat / bahan
2. Periksa lubang hidung (dengan menggunakan senter), apakah ada sumbatan
atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat
menganggu ketajaman penciuman.
3. Penderita disuruh tutup mata
4. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian, lubang hidung
yang sedang tidak diperiksa, ditutup dengan tangan.
Nervus II (N.OPTIKUS)
Pemeriksaan Lapangan Pandang
1. Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak
kira – kira 60cm -100 cm.
2. Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus
ditutup, dengan tangan, sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya.
3. Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya) pada mata
kiri pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke mata kanan penderita
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan
antara pemeriksa dan penderita. Gerakan dilakukan dari arah luar (lateral)
ke arah dalam (medial).
5. Jika penderita mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus
memberi tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun
telah melihatnya.
6. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing – masing
mata harus diperiksa.
Nervus III, IV, VI (N.OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSENS)
Pemeriksaan Refleks Cahaya
1. Pada pemeriksaan ini penderita disuruh melihat jauh (memfiksasi pada
benda yang jauh letaknya).
2. Senter mata penderita (gerakkan senter dari arah lateral ke medial) dan
lihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan normal, pupil mengecil
(miosis).
3. Perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil
oleh penyinaran mata yang lainnya itu.
4. Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan sinistra.
5. Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan bentuk pupil.
Pemeriksaan Otot Penggerak Bola Mata
1. Penderita disuruh melihat ke jari pemeriksa, kemudian mengikuti gerakan
jari pemeriksa.
2. Pemeriksa menggerakkan jarinya dari arah:
- Medial ke lateral kanan, lateral kiri
- Medial ke atas, bawah
- Medial ke lateral atas kanan, lateral bawah kiri
- Medial ke lateral atas kiri, lateral bawah kanan.
Nervus V (N. TRIGEMINUS)
Palpasi Otot Temporal Dan Masseter
1. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin, kemudian kita raba
m. masseter dan m. temporalisnya.
2. Bandingkan kekuatan tonus otot tersebut (antara kiri dan kanan).
Pemeriksaan Sensorik Wajah
1. Lakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa rasa raba dengan
menggunakan kapas / bulu halus yg ada di ujung reflex hammer.
2. Goreskan kapas tersebut mulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri
dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah
mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
3. Lakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda yang agak runcing
(ada pada ujung reflex hammer).
4. Sentuhkan (tekan sedikit) bagian yang runcing tersebut ke daerah
ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan
kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
5. Lakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung reaksi yang berisi
air panas dan air dingin.
6. Sentuhkan bagian tabung reaksi yang berisii air tersebut ke daerah
ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan
kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
Nervus VII (N. FASCIALIS)
Pemeriksaan Motorik Wajah
1. Perhatikan wajah penderita apakah simetris atau tidak
2. Suruh penderita mengangkat alisnya sekaligus mengerutkan dahi.
Lihat apakah alis / kerutan dahi simetris atau tidak
3. Suruh penderita memejamkan mata. Pemeriksa mencoba membuka mata
penderita, nilai kekuatan otot nya, apakah sama kiri dan kanan.
4. Suruh penderita menyeringai, lihat simetris atau tidak
5. Suruh penderita menggembungkan pipi, lihat apakah ada kebocoran udara /
simetris atau tidak.
Nervus VIII (N.VESTIBULO-KOKHLEARIS)
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan Rinne
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz, (dengan jari atau mengetukkannya pada
siku atau lutut pemeriksa).
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosessus mastoid telinga yang
diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ujung garpu tala
ke depan liang telinga yang diperiksa, dengan jarak kira-kira 2½ cm,
normalnya pasien masih dapat mendengar suara getaran garputala tersebut.
Pemeriksaan Weber
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz

2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada garis tengah wajah atau kepala
(di vertex, dahi dan pangkal hidung).
3. Tanyakan pada yang pasien, telinga mana yang terdengar lebih keras atau
sama kiri dan kanan.
Pemeriksaan Schwabach
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz.
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosesus mastoid penderita
sampai tidak terdengar bunyi.
3. Segera pindahkan tangkai garpu tala tersebut ke prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Pemeriksaan Berbisik
1. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
2. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa
menghadap pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup
dengan cara menekan tragus dengan jari pasien sehingga benar – benar
tertutup.
3. Pasien jangan melihat ke pemeriksa, telinga yang akan diperiksa yang
mengarah pada pemeriksa
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru – paru
sesudah ekspirasi. Kata-kata yang mengandung banyak huruf ‘s’ (contoh
sisir, selesai, susu)
Nervus IX, NX (N. GLOSSOFARINGEUS DAN N VAGUS)
Pemeriksaan Palatum Molle dan Uvula
1. Penderita disuruh membuka mulut
2. Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
3. Kemudian suruh penderita menyebutkan ‘aaaaa...’, perhatikan palatum
molle, uvula dan faring. (apakah simetris atau tidak)
Nervus XI (N.AKSESORIUS)
Pemeriksaan Otot Sternokleidomastoideus
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksa menahannya untuk
menilai tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri
Pemeriksaan Otot Trapezius
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya untuk
menilai tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
Nervus XII (N.HIPOGLOSSUS)
Pemeriksaan Lidah
1. Suruh penderita buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan istirahat,
apakah ada atrofi, fasikulasi ataupun tremor (pemeriksaan ini boleh
menggunakan senter)
2. Kemudian suruh penderita menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah ada
deviasi atau tidak
3. Untuk menilai tenaga lidah, suruh penderita untuk menekankan lidahnya
pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari
kita pada pipi sebelah luar

PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK


1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
4. Mempersiapkan alat dan bahan
5. Menanyakan pada pasien apakah ia ada mengalami gangguan sensibilitas.
6. Pasien disuruh memejamkan / menutup matanya
PEMERIKSAAN SENSIBILITAS EKSTEROSEPTIF
PEMERIKSAAN RASA RABA
1. Goreskan kapas (bulu halus yang terdapat pada ujung reflex hammer)
pada tubuh penderita. (cukup dilakukan pada lengan bawah saja).
2. Tanyakan pada penderita apa yang dirasakannya
3. Bandingkan kanan dan kiri.
PEMERIKSAAN RASA NYERI
1. Tusukan benda yang agak runcing (yang terdapat pada ujung reflex
hammer) pada tubuh penderita. (cukup dilakukan pada lengan bawah
saja).
2. Tanyakan pada penderita apa yang dirasakannya
3. Bandingkan kanan dan kiri.
PEMERIKSAAN RASA SUHU
1. Sentuhkan tabung reaksi yang berisi air panas dan air dingin secara
bergantian ke tubuh penderita. (cukup dilakukan pada lengan bawah saja).
2. Tanyakan pada penderita apa yang dirasakannya
3. Bandingkan kanan dan kiri.
PEMERIKSAAN SENSIBILITAS PROPRIOSEPTIF
PEMERIKSAAN RASA GERAK DAN RASA SIKAP/ POSISI
1. Gerakkan salah satu jari pasien secara pasif, dengan cara memegang
jarinya pada bagian lateral dan usahakan tidak menyentuh jari yang
lainnya.
2. Tanyakan apakah pasien dapat merasakan gerakan tersebut serta
mengetahui arahnya
PEMERIKSAAN RASA GETAR
1. Getarkan garpu tala (128 Hz)
2. Tempatkan pada ibu jari, maleolus lateral, dan medial kaki, tibia, spina
iliaka anterior superior, sakrum, prosessus spinosus vertebra, sternum,
klavikula, prosesus stiloideus radius, ulna dan jari – jari.(Cukup dilakukan
pada maleolus lateralis saja)
3. Tanyakan apakah pasien merasa getarannya, dan ia disuruh
memberitahukan apabila ia mulai tidak merasakan getarannya lagi
4. Bila getaran mulai tidak dirasakan, garpu tala kita pindahkan ke
pergelangan atau sternum atau klavikula atau bandingkan dengan jari
pemeriksa.
PEMERIKSAAN RASA TEKAN DALAM
1. Menekan kulit pasien dengan jari atau dengan benda tumpul
2. Tanyakan pada pasien apakah ia merasakan tekanan tersebut, dan suruh
pasien untuk menentukan lokasinya.
PEMERIKSAAN RASA NYERI DALAM
1. Menekan otot atau tendon pasien atau bisa juga dengan jalan menekan bola
mata.
2. Tanyakan pada pasien apakah ia merasakannya.
PEMERIKSAAN VERTEBRA
1. Inspeksi : lihat ada / tidaknya abnormalitas, deformitas, gangguan postur
atau perkembangan, keterbatasan pergerakan otot – otot spinal, misalnya
fleksi, ekstensi, gerakan ke lateral, asimetris, kifosis, lordosis dan
skoliosis.
2. Palpasi: nilai ada / tidaknya abnormalitas struktural, arthropathies serta
lokasi nyeri tekan dan nyeri, rigiditas ataupun spasme.
3. Perkusi: nilai ada / tidaknya nyeri yang terlokalisir ataupun nyeri tekan.

Note : Ya : Mahasiswa melakukan


Tidak : Mahasiswa tidak melakukan
SL. VI. BMS. 3
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN REFLEKS DAN TANDA NYERI RADIKULAR

I. PENDAHULUAN

PEMERIKSAAN REFLEKS
Sebenarnya banyak refleks yang dapat dibangkitkan, tiap otot bila diketuk pada
insersinya akan berkontraksi dan merupakan suatu refleks.Pada skills lab ini yang
dilakukan hanya refleks yang lazim diperiksa pada pemeriksaa rutin.
Refleks fisiologis meliputi refleks biseps, refleks triseps, refleks brakhioradialis,
refleks Patella/ KPR (knie pees reflex), refleks APR (achilles pees reflex). Refleks
superfisial beruparefleks dinding perut. Refleks patologis melputi refleks Babinski,
Chaddock, Gordon, Oppenheim, Gonda, Schaefer, Klonus patela, Klonus kaki, Hoffman
Tromner.

PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS


Refleks Biseps
Kita pegang lengan pasien yang telah disemifleksikan sambil menempatkan ibu jari di
atas tendon otot biseps. Ibu jari kemudian diketuk; hal ini akan mengakibatkan gerakan
fleksi lengan bawah. Pusat refleks ini terletak di C5-C6.

Refleks Triseps
Kita pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan, setelah itu diketuk pada tendon
insersi m. triseps, yang berada sedikit si atas olekranon, hal ini akan mengakibatkan
lengan bawah mengadakan gerakan ekstensi. Pusat refleksnya terletak di C6-C8.

Refleks Brakhioradialis
Lengan bawah difleksikan serta dipronasikan sedikit, kemudian diketuk pada prosessus
stiloideus radius, hal ini akan menimbulkan gerakan fleksi dan supinasi dari lengan
bawah. Pusat refleksnya terletak di C5-C6.

Refleks Patella / KPR


Pada pemeriksaan refleks ini, tungkai difleksikan dan digantungkan, misalnya pada tepi
tempat tidur. Kemudian diketuk pada tendon muskulus kuadriseps femoris, biasanya
dibawah patella. Kuadriseps femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan
ekstensi tungkai bawah. Lengkung refleks ini melalui L2, L3, L4.

Refleks APR
Tungkai bawah kita fleksikan sedikit, kemudian kita pegang kaki pada ujungnya untuk
memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu, tendon Achilles diketuk, hal
ini akan mengakibatkan berkontraksinya m. triseps sure dan memberi gerak plantar fleksi
pada kaki. Lengkung refleks ini melalui S1-S2.

REFLEKS SUPERFISIAL
Refleks Dinding Perut
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores dinding perut dengan benda yang agak
runcing. Bila positif, maka m.rektus abdominis akanberkontraksi Refleks ini dilakukan
pada berbagai lapangan dinding perut, yaitu di epigastrium (otot yang berkontraksi
diinervasi oleh Th6, Th7), perut bagian atas (Th7, Th9), perut bagian tengah (Th9, Th11),
perut bagian bawah (Th11, Th12 dan lumbal atas). Pada kontraksi otot, terlihat pusar
bergerak ke arah otot yang berkontraksi.
REFLEKS PATOLOGIS
Refleks Babinski
Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang
pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang refleks, dapat
digunakan benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan samapai
mengakibatkan rasa nyeri, sebab ini akan menimbulkan refleks menarik kaki (flight
reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju
pangkal jari ke arah medial. Jika positif, kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari,
disertai mekarnya (fanning) jari – jari lainnya.

Chaddock
Rangsangan diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus. Respon yang
timbul jika positif, sama dengan babinski.

Gordon
Rangsangan diberikan dengan cara mencubit otot betis. Respon yang timbul jika positif,
sama dengan babinski.

Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior dari proksimal ke arah distal.
Respon yang timbul jika positif, sama dengan babinski.

Gonda
Menekan jari kaki yang ke-4, kemudian melepaskannya dengan cepat. Respon yang
timbul jika positif, sama dengan babinski.

Schaefer
Mencubit tendon achilles. Respon yang timbul jika positif, sama dengan babinski.

Klonus Kaki
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot triseps sure betis. Pemeriksa
menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong
dengan cepat sehingga terjadi dorsofleksi sambil seterusnya diberi tahanan ringan. Hal ini
akan mengakibatkan teregangnya otot betis. Bila positif, maka terlihat garakan ritmik
(bolak – balik) dari kaki, yaitu berupa plantarfleksi dan dorso fleksi secara bergantian.

Klonus Patella
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris. Kita pegang
patella penderita, kemudian didorong secara tiba – tiba ke arah distal sambil diberikan
tahanan ringan. Bila terdapatklonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot kuadriseps yang
mengakibatkan gerakan bolak – balik dari patella. Pada pemeriksaan ini tungkai harus
diekstensikan serta dilemaskan.

Refleks Hoffman Tromner


Tangan penderita kita pegang pada pergelangan dan jari- jarinya disuruh fleksi ringan.
Kemudian jari tengah penderita kita gores kuat dengan ibu jari kita. Bila positif, hal ini
akan mengakibatkan fleksi jari telunjuk serta fleksi dan adduksi ibu jari. Kadang juga
disertai fleksi jari – jari lainnya.

PEMERIKSAAN TANDA NYERI RADIKULAR

Pemeriksaan ini meliputi Pemeriksaan Nafziger, Lhermitte, Laseque, Kernig

Pemeriksaan Nafziger
Pasien dalam posisi duduk. Pemeriksa menekan salah satu vena jugularis pasien. Jika
positif pasien akan merasakan nyeri menjalar sepanjang dermatom.
Pemeriksaan Lhermitte
Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berada di belakang pasien, kemudian kedua tangan
pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien. Fleksikan leher penderita dan berikan tahanan
ringan dengan kedua tangan pemeriksa. Gerakan ini diikuti dengan merotasikan leher
pasien kesemua arah. Jika positif pasien akan merasakan nyeri menjalar sepanjang
dermatom.

Pemeriksaan Laseque
Pasien yang sedang berbaring, diekstensikan kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai
diangkat (difleksikan pada sendi panggul). Tungkai yang satu lagi tetap dalam keadaan
ekstensi. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat, sebelum timbul
nyeri. Dikatakan laseque positif, jika sebelum 70 derajat sudah timbul nyeri.

Pemeriksaan Kernig
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada sendi
panggul sampai membuat sudut 900, sementara sendi lutut difleksikan maksimal. Setelah
itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Normalnya kita dapat melakukan
ekstensi ini sampai sudut 1350, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila dirasakan
nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda Kernig positif.

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber


- Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan refleks, tanda nyeri
radikular (10 menit)
- Pemutaran film tentang cara pemeriksaan refleks, tanda nyeri
radikular (5 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari penjelasan
dan film yang diputar (5 menit)

10 menit Demonstrasi pada kelas besar Narasumber


Narasumber memperlihatkan cara pemeriksaan secara bertahap
Tahap I : Persiapan Alat
Tahap II : Pemeriksaan refleks, tanda nyeri radikular

20 menit Coaching oleh instruktur: Instruktur


- Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd 9 Mahasiswa
mahasiswa).
- Mahasiswa melakukan simulasi secara
bergantian (2-3 orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh
instruktur.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa

90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan pemeriksan refleks, tanda Mahasiswa


nyeri radikular secara bergantian masing-masing selama 10 Instruktur
menit.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.

III. TUJUANKEGIATAN

Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan dapat melakukan


pemeriksaan refleks, tanda nyeri radikular yang merupakan pemeriksaan dasar yang
sangat berguna untuk kepentingan diagnostik dalam ilmu penyakit saraf.
IV. PEDOMAN INSTRUKTUR

IV.1. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
3.1 Demonstrasi:Instruktur melakukan demonstrasi pemeriksaaan refleks, tanda
nyeri radikular, mahasiswa mengamati dan diberi kesempatan bertanya
3.2 Digunakan alat - alat yang telah disediakan oleh pengelola skills lab
3.3 Coaching: mahasiswa melakukan secara bergantian sambil dibimbing oleh
instruktur
3.4 Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat
3.5 Self practice: mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan pemeriksaan
refleks, tanda nyeri radikular secara mandiri
4. Waktu pelaksanaan
4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selam 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 6.
5. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3.

V. LEMBAR PENGAMATAN

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


PEMERIKSAAN REFLEKS YA TIDAK
1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
4. Mempersiapkan alat / bahan
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Biseps
1. Semifleksikan lengan pasien, sambil menempatkan ibu jari di atas
tendon otot biseps
2. Ketuk ibu jari pemeriksa dengan menggunakan refleks hammer
3. Amati gerakan fleksi dari lengan bawah
Refleks Triseps
1. Semifleksikan lengan pasien, sambil memegang pergelangan
tangan penderita dengan tangan kiri pemeriksa.
2. Ketuk pada tendon musc. triseps (yang berada sedikit di atas
olekranon) dengan menggunakan refleks hammer
3. Amati gerakan ekstensi dari lengan bawah.
Refleks Brakhioradialis
1. Fleksikan dan pronasikan sedikit lengan bawah penderita
2. Ketuk pada prosessus stiloideus radius dengan menggunakan
refleks hammer
3. Amati gerakan fleksi dan supinasi dari lengan bawah.
Refleks Patella/ KPR
1. Tungkai difleksikan sedikit pada sendi lutut dan sendi panggul
dan tungkai bawah digantungkan, misalnya pada tepi tempat tidur.
2. Ketuk pada tendon muskulus kuadriseps femoris (sedikit di bawah
patella) dengan menggunakan refleks hammer
3. Amati kontraksi kuadriseps femoris yang mengakibatkan gerakan
ekstensi tungkai bawah.
Refleks APR
1. Fleksikan sedikit tungkai bawah
2. Pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi
ringan pada kaki
3. Ketuk tendon Achilles dangan menggunakan refleks hammer
4. Amati kontraksi m. triseps sure yang menimbulkan gerak plantar
fleksi pada kaki.
Refleks Superfisial
Refleks Dinding Perut
1. Gores dinding perut dengan benda yang agak runcing, lakukan
pada daerah epigastrium, perut bagian atas, perut bagian tengah,
perut bagian bawah. (goresan dilakukan dari lateral ke medial)
2. Perhatikan kontraksi m.rektus abdominis (terlihat pusar bergerak
ke arah otot yang berkontraksi
REFLEKS PATOLOGIS
Refleks Babinski
1. Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan kedua tungkai
diluruskan.
2. Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki penderita
supaya kaki tetap pada tempatnya.
3. Gores secara perlahan telapak kaki pasien dengan menggunakan
benda yang agak runcing dari bagian lateral, mulai dari daerah
tumit menuju pangkal jari ke arah medial.
4. Amati ada atau tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari, disertai
mekarnya (fanning) jari – jari lainnya.
Chaddock
7. Goreskan bagian maleolus lateralis dari arah lateral ke arah
medial sampai di bawah ibu jari.
8. Amati ada atau tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari, disertai
mekarnya (fanning) jari – jari lainnya.
Gordon
6. Pijat otot betis
7. Amati ada atau tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari, disertai
mekarnya (fanning) jari – jari lainnya.
Oppenheim
1. Urut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior dari proksimal ke
arah distal.
2. Amati ada atau tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari, disertai
mekarnya (fanning) jari – jari lainnya.
Gonda
1. Menekan (memfleksikan) jarikaki ke-4, lalu melepaskannya
dengan cepat.
2. Amati ada atau tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari, disertai
mekarnya (fanning) jari – jari lainnya.
Schaefer
1. Menjepit tendon achilles
2. Amati ada atau tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari, disertai
mekarnya (fanning) jari – jari lainnya.
Klonus kaki
1. Tempatkan telapak tangan kanan pemeriksa di salah satu telapak
kaki penderita. Tangan kiri pemeriksa men-semifleksikan sendi
lutut penderita.
2. Dorong dengan cepat sehingga terjadi dorsofleksi, kemudian beri
tahanan ringan
3. Perhatikan ada / tidak gerakan ritmik (bolak – balik) dari kaki,
yaitu berupa plantarfleksi dan dorso fleksi secara bergantian.
Klonus Patella
1. Tungkai penderita harus dalam keadaan ekstensi serta rileks.
2. Pegang salah satu patella penderita
3. Dorong secara cepat ke arah distal sambil berikan tahanan ringan.
4. Perhatikan ada / tidak kontraksi ritmik otot kuadriseps yang
mengakibatkan gerakan bolak – balik dari patella.
Refleks Hoffman Tromner
1. Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan tangan penderita
dan jari- jarinya disuruh fleksi ringan.
2. Kemudian jari tengah penderita digores kuat dengan ibu jari
pemeriksa.
3. Perhatikan ada / tidak fleksi jari telunjuk serta fleksi dan adduksi
ibu jari. Kadang- kadang disertai juga fleksi jari – jari lainnya.
PEMERIKSAAN TANDA NYERI RADIKULAR
Pemeriksaan Naffziger
1. Pasien dalam posisi duduk.
2. Pemeriksa menekan salah satu vena jugularis pasien. Jika positif
pasien akan merasakan nyeri menjalar sepanjang dermatom.

Pemeriksaan Lhermitte

1. Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berada di belakang pasien.


2. Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien.
3. Fleksikan leher penderita dan berikan tahanan ringan dengan
kedua tangan pemeriksa.
4. Gerakan ini diikuti dengan merotasikan leher pasien kesemua
arah. Jika positif pasien akan merasakan nyeri menjalar sepanjang
dermatom.
Pemeriksaan Laseque
1. Pasien dalam posisi berbaring, kedua tungkai diekstensikan
2. Fleksikan salah satu tungkai pada sendi panggul, tungkai yang
satu lagi tetap dalam keadaan ekstensi
3. Fleksikan sampai mencapai sudut 700 (pada keadaan normal hal
ini dapat dilakukan. Laseque positif, jika sebelum 700 sudah
timbul nyeri).
Pemeriksaan Kernig
3. Penderita dalam posisi berbaring, dengan kedua tungkai ekstensi.
4. Fleksikan salah satu sendi panggul sampai membuat sudut 900,
sementara sendi lutut difleksikan maksimal.
5. Ekstensikan sendi lutut hingga mencapai 1350 antara tungkai
bawah dan tungkai atas (normalnya hal ini dapat dilakukan.
Kernig positif, jika sebelum 1350 terdapat nyeri).

Note : Ya : Mahasiswa melakukan


Tidak : Mahasiswa tidak melakukan
SL.VI. BMS. 4
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FUNGSI CEREBELLUM, KOORDINASI DAN
PERANGSANGAN MENINGEAL

I. PENDAHULUAN

Koordinasi gerak terutama diatur oleh cerebellum. Secara sederhana dapat


dikatakan bahwa gangguan utama dari lesi di cerebellum ialah adanya disinergia, yaitu
kurangnya koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan yang membutuhkan kerjasama
antar otot, maka otot – otot ini tidak bekerja sama dengan baik, walaupun tidak
didapatkan kelumpuhan. Hal ini terlihat jika pasien berdiri, jalan, membungkuk atau
menggerakkan anggota badan.
Cerebellum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi dan
mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada cerebellum dapat menyebabkan gangguan
sikap dan tonus, dissinergia, gangguan koordinasi gerakan (ataksia). Dengan perkataan
lain; kombinasi gerakan yang seharusnya dilakukan secara simultan dan harmonis,
menjadi terpecah – pecah serta kadang simpang siur.
Gangguan cerebellum dapat diperiksa dengan berbagai cara yaitu: test romberg,
test tandem gait, percobaan telunjuk hidung, percobaan jari – jari, percobaan tumit lutut,
diadokokinesia.

PEMERIKSAAN
Test Romberg
Penderita diminta berdiri dengan kedua kaki saling dirapatkan, mula–mula dengan
mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
Romberg test dikatakan positif, bila penderita mampu melakukan test ini dengan mata
terbuka, tetapi terjatuh ketika menutup mata.

Test Tandem
Penderita diminta berjalan pada satu garis lurus diatas lantai, tempatkan satu tumit
tepat di depan jari – jari kaki yang berlawanan, dengan mata terbuka

Percobaan Telunjuk Hidung


Bisa dikerjakan dengan pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan posisi
abduksidan ekstensi lengan secara komplit, mintalah pada pasien untuk menyentuh ujung
hidungnya dengan ujung jari telunjuknya. Mula – mula dengan gerakan perlahan
kemudian diganti dengan gerakan yang cepat, dengan mata terbuka.

Percobaan Telunjuk - Telunjuk


Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan kemudian
diminta untuk menggerakkan ke 2 ujung jari telunjuknya saling bertemu / bersentuhan
tepat di tengah – tengah di bidang horizontal tersebut. Pertama–tama dengan gerakan
perlahan kemudian dipercepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup.

Percobaan Tumit Lutut


Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral,
diteruskan dengan mendorong tumit tersebut secara lurus menuju jari – jari kakinya.

Diadokokinesia
Penderita diminta menggerakkankedua tangannya bergantian, pronasi dan
supinasi dengan posisi siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat mungkin, baik
dengan mata terbuka maupun tertutup.

PEMERIKSAAN TANDA PERANGSANGAN MENINGEAL


Pemeriksaan ini meliputi kaku kuduk (nuchal/ neck rigidity), kernig, brudzinki I,
brudzinski II.
Pemeriksaan Kaku Kuduk (Nuchal/ Neck Rigidity)
Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala pasien difleksikan dan diusahakan agar dagu dapat menyentuh dada.
Saat melakukan pemeriksaan iniperhatikanadanya tahanan. Bila kaku kuduk positif maka
akan didapati tahanan sehingga dagu tidak dapat mencapai dada.

Pemeriksaan Kernig
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada sendi
panggul sampai membuat sudut 900, sementara sendi lutut difleksikan maksimal. Setelah
itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Normalnya kita dapat melakukan
ekstensi ini sampai sudut 1350, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat
tahanan sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda Kernig positif.

Pemeriksaan Brudzinski I
Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan cara melakukan pemeriksaan kaku kuduk,
hanya beda yang dinilai. Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah ada atau tidaknya
fleksi kedua tungkai. Dikatakan positif adalah apabila terjadi fleksi kedua tungkai.
Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkainya lumpuh atau tidak, sebab jika lumpuh,
tungkai yang lumpuh tersebut tidak fleksi.

Pemeriksaan Brudzinski II
Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan cara melakukan pemeriksaan kernig,
hanya beda yang dinilai. Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah ada atau tidaknya
fleksi tungkai kontralateral. Dikatakan positif adalah apabila terjadi fleksi tungkai
kontralateral. Sebagaimana halnya seperti perlu diperhatikan apakah tungkainya lumpuh
atau tidak, sebab jika lumpuh, tungkai yang lumpuh tersebut tidak fleksi.

Pada skills lab minggu ini pemeriksaan kernig tidak dilakukan lagi, karena sudah
dilakukan pada minggu sebelumnya.

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber


- Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan fungsi cerebellum
dan koordinasi, perangsangan meningeal. (10 menit)
- Pemutaran film tentang cara pemeriksaan fungsi cerebellum
dan koordinasi, perangsangan meningeal (5 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari penjelasan
dan film yang diputar (5 menit)

10 menit Demonstrasi pada kelas besar Narasumber


Narasumber memperlihatkan cara pemeriksaan secara bertahap
Tahap I : Persiapan Alat
Tahap II : Pemeriksaan fungsi cerebellum dan koordinasi,
perangsangan meningeal

20- 30 Coaching oleh instruktur: Instruktur


menit - Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd 9 Mahasiswa
mahasiswa).
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang
mahasiswa) dengan dibimbing oleh instruktur.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa
Self practice : Mahasiswa melakukan pemeriksaan fungsi
cerebellum dan koordinasi, perangsangan meningeal secara
90 menit bergantian masing-masing selama 10 menit. Mahasiswa
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan. Instruktur

III.TUJUANKEGIATAN

Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan dapat melakukan


pemeriksaan fungsi cerebellum dan koordinasi yang merupakan pemeriksaan dasar yang
sangat berguna untuk kepentingan diagnostik dalam ilmu penyakit saraf.

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR

IV.1.PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusidipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
3.1 Demonstrasi:Instruktur melakukan demonstrasi pemeriksaan fungsi
cerebellum dan koordinasi, perangsangan meningeal, mahasiswa mengamati
dan diberi kesempatan bertanya.
3.2 Digunakan alat-alat yang telah disediakan oleh pengelola skills lab
3.3 Coaching: mahasiswa melakukan secara bergantian sambil dibimbing oleh
instruktur
3.4 Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat
3.5 Self practice: mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan pemeriksaan
fungsi cerebellum dan koordinasi, perangsangan meningeal secara mandiri
4. Waktu pelaksanaan
4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selam 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 6.
5. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3.

V. LEMBAR PENGAMATAN

PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
PEMERIKSAAN CEREBELLUM DAN KOORDINASI
1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
Test Romberg
1. Penderita disuruh berdiri dengan kedua kaki saling
dirapatkan.Pandangan lurus ke depan. (Alas kaki sebaiknya
dilepaskan)
2. Biarkan beberapa saat
3. Awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
Test Tandem
1. Penderita diminta berjalan pada satu garis lurus diatas lantai,
tempatkan satu tumit tepat di depan jari – jari kaki yang
berlawanan. Pandangan ke depan.
2. Dilakukan dengan mata terbuka.
Percobaan Telunjuk Hidung
1. Pasien boleh berbaring, duduk atau berdiri. (Sebaiknya duduk)
2. Posisikan lengan pasien abduksi dan ekstensi secara komplit.
3. Suruh pasien untuk menyentuh ujung hidungnya dengan ujung
jari telunjuknya.
4. Kemudian suruh pasien menyentuh jari telunjuk kita dengan jari
telunjuknya tadi.
5. Mula – mula dengan gerakan perlahan kemudian semakin cepat.
Percobaan Telunjuk – Telunjuk
1. Suruh pasien Penderita mengabduksikan lengan pada bidang
horizontal.
2. Kemudian suruh pasien untuk menggerakkan ke 2 ujung jari
telunjuknya saling bertemu / bersentuhan tepat di tengah – tengah
di bidang horizontal tersebut.
3. Pertama – tama dengan gerakan perlahan kemudian dipercepat,
baik dengan mata terbuka dan tertutup.
Percobaan Tumit Lutut
1. Pasien dalam posisi berbaring.
2. Kemudian suruh pasien untuk menggerakkan tumit kakinya ke
lutut kontralateral, diteruskan dengan mendorong tumit,
menelusuri tibia, secara lurus menuju jari – jari kakinya.
Diadokokinesia
1. Pasien boleh dalam posisi berbaring ataupun duduk.
2. Suruh pasien menggerakkan kedua tangannya bergantian, pronasi
dan supinasi dengan posisi siku diam
3. Gerakan tersebut dilakukan secepat mungkin, baik dengan mata
terbuka maupun tertutup.
PEMERIKSAAN TANDA PERANGSANGAN MENINGEAL
Pemeriksaan Kaku Kuduk (Nuchal/ Neck Rigidity)
4. Letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring. Rotasikan kepala ke kanan dan ke kiri untuk
menyingkirkan adanya proses lokal.
5. Fleksikan kepala pasien dan diusahakan agar dagu dapat
menyentuh dada.
6. Perhatikan ada / tidaknya tahanan
Pemeriksaan Brudzinski I
1. Letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring.
2. Fleksikan kepala pasien dan diusahakan agar dagu dapat
menyentuh dada.
3. Perhatikan ada / tidaknya fleksi kedua tungkai. Dikatakan positif ,
jika terjadi fleksi kedua tungkai.
Pemeriksaan Brudzinski II
1. Penderita disuruh berbaring, dengan kedua tungkai ekstensi.
2. Fleksikan salah satu sendi panggul sampai membuat sudut 900,
sementara sendi lutut difleksikan maksimal.
3. Ekstensikan sendi lutut hingga mencapai 1350 antara tungkai
bawah dan tungkai atas
4. Perhatikan ada / tidaknya fleksi tungkai kontralateral. Dikatakan
positif, jika terjadi fleksi tungkai kontralateral.

Note : Ya : Mahasiswa melakukan


Tidak : Mahasiswa tidak melakukan
SL. VI. BMS. 5
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN REFLEKS PRIMITIVE PADA BAYI BARU LAHIR
Yazid Dimyati, Johannes H. Saing, Fereza Amelia Hasibuan, Hariadi, Cynthea Prima Destariyani

I. PENDAHULUAN
Pada minggu ini mahasiswa akan diajarkan untuk melakukan pemeriksaan refleks
primitive pada bayi baru lahir. Dengan mengetahui adanya kelainan pada refleks
primitive ini, mahasiswa dapat menilai ada tidaknya kelainan neurologi pada bayi
tersebut.

Refleks Primitive Bayi Baru Lahir


1. Rooting refleks (refleks mencari)
Membuat bayi baru lahir tidur terlentang
Menggoreskan jari pemeriksa pada satu sisi bibir dan sudut pipi bayi
Mengamati mulut bayi berputar dan terbuka pada arah goresan jari
Lakukan pada sisi yang lain
2. Glabellar refleks (refleks berkedip)
Membuat bayi baru lahir tidur telentang
Mengetuk dahi bayi baru lahir pada kening [Glabella] dengan ujung jari telunjuk
Mengamati kedua kelopak mata yang berkedip simetris
3. Grasping Refleks (refleks menggenggam)
- Palmar refleks
Membuat bayi baru lahir tidur terlentang
Meletakkan jari tangan pemeriksa pada satu telapak tangan bayi
Melihat / merasa genggaman tangan bayi pada jari tangan
Lakukan pada telapak tangan lainnya
- Plantar refleks
Membuat bayi baru lahir tidur terlentang
Meletakkan / menekan jari pada satu telapak kaki bayi
Melihat jari-jari kaki bayi fleksi
Lakukan pada telapak kaki lainnya
4. Neck Righting Refleks (refleks pembenaran leher)
Membuat bayi baru lahir tidur terlentang
Memutar kepala bayi ke kiri atau ke kanan
Mengamati bahu kontralateral bergerak ke arah yang sama dengan arah putaran
kepala
5. Moro Refleks (refleks memeluk atau gamang)
Meletakkan bayi baru lahir terlentang di atas satu lengan, dengan punggung
dibawah
Menjatuhkan lengan bersama bayi ke bawah kira-kira 1 cm atau lebih, tidak
sampai ke matras
Mengamati gerakan abduksi lengan bayi.
Mengamati garakan adduksi lengan bayi
Mengamati gerakan ekstensi jari tangan bayi
Mengamati gerakan simetris atau tidak

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Belajar Mengajar Keterangan


(menit)
20 menit Introduksi pada kelas besar ( terdiri dari 45 mahasiswa ) Narasumber
Pemutaran video/slide pemeriksaan refleks primitive pada
bayi baru lahir
Demonstrasi oleh Narasumber
10 menit Narasumber memperlihatkan tata cara pemeriksaan refleks Narasumber
primitive pada bayi baru lahir

Setelah mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1


30 menit kelompok terdiri dari 9 Instruktur,
mahasiswa). Tiap kelompok kecil diawasi seorang Mahasiswa
instruktur.
Coaching: Mahasiswa melakukan pemeriksaan refleks
primitive bayi baru lahir, secara bergantian dibimbing oleh
instruktur

Self practice: Mahasiswa melakukan pemeriksaan sendiri


90 menit secara bergantian, sehingga total waktu ± 85 menit Mahasiswa
(tergantung jumlah mahasiswa)

III.TUJUAN KEGIATAN

III.1. Tujuan umum


Meningkatkan keterampilan mahasiswa melakukan pemeriksaan refleks primitive
bayi baru lahir

III.2. Tujuan khusus


3.2.1. Mahasiswa mampu mengetahui penyimpangan / kelainan neurologi pada
bayi baru lahir
3.2.2. Mahasiswa mampu menangani kelainan neurologi yang ditemukan
3.2.3. Mahasiswa mampu menentukan tindakan lanjut/rujukan

IV. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi atas kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin seorang instruktur yang telah ditetapkan koordinator
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
- Demonstrasi: Instruktur bertindak sebagai pelaksanaan demonstrasi
- Coaching: Mahasiswa melakukan pemeriksaan refleks primitive bayi
dengan bimbingan instruktur, mahasiswa lain sebagai pengamat.
- Self Practice: Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan
pemeriksaan refleks primitive bayi baru lahir. Mahasiswa bergantian
melakukannya.
4.Waktu pelaksanaan
- Kegiatan skill lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuakan dengan jadwal skill lab Blok Brain and Mind System.
5. Tempat pelaksanaan:
Ruang skills lab lantai 3
6. Sarana yang diperlukan:
- Formulir pemeriksaan refleks primitive bayi baru lahir
- Boneka
- Pensil
- Video

V. RUJUKAN
1. Tricia Lacy, Gomella. Neonatology, fourth edition, Appleton Lange,International,
2006
2. Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM. Pediatric Neurology, fourth edition, Mosby
Elsevier, 2006
3. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson BH, Nelson Text Book of Pediatrics,
Saunders, 17th edition, 2004
VI. LEMBAR PENGAMATAN

No LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


YA TIDAK
Rooting refleks
1 Membuat bayi baru lahir tidur terlentang
2 Menggoreskan jari pemeriksa pada satu sisi bibir dan sudut
pipi bayi
3 Mengamati mulut bayi berputar dan terbuka ke arah goresan
jari
4 Lakukan pada sisi yang lain
Glabellar refleks
5 Membuat bayi baru lahir tidur telentang
6 Mengetuk dahi bayi baru lahir pada kening [Glabella] dengan
ujung jari telunjuk
7 Mengamati kedua kelopak mata yang berkedip simetris
Grasping refleks
 Palmar refleks
8 Membuat bayi baru lahir tidur terlentang
9 Meletakkan jari tangan pemeriksa pada satu telapak tangan
bayi
10 Melihat / merasa genggaman tangan bayi pada jari tangan
11 Lakukan pada telapak tangan lainnya
 Plantar refleks
12 Membuat bayi baru lahir tidur terlentang
13 Menletakkan / menekan jari pada satu telapak kaki bayi
14 Melihat jari-jari kaki bayi fleksi
15 Lakukan pada telapak kaki lainnya
Neck Righting Refleks
16 Membuat bayi baru lahir tidur terlentang
17 Memutar kepala bayi ke kiri atau ke kanan
18 Mengamati kontralateral bergerak ke arah yang sama dengan
arah putaran kepala
Moro Refleks
19 Meletakkan bayi baru lahir terlentang diatas satu lengan,
dengan punggung dibawah
20 Menjatuhkan lengan bersama bayi ke bawah kira-kira 1 cm
atau lebih, tidak sampai ke matras
21 Mengamati gerakan abduksi lengan bayi.
22 Mengamati garakan adduksi lengan bayi
23 Mengamati gerakan ekstensi jari tangan bayi
24 Mengamati gerakan simetris atau tidak

Note : Ya = mahasiswa melakukan


Tidak = mahasiswa tidak melakukan
SL. VI. BMS. 6
KETERAMPILAN KLINIK
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI RIWAYAT GANGGUAN
PSIKIATRI SECARA UMUM DAN PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

I. PENDAHULUAN

KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN
Pada skill lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan komunikasi
dokter-pasien (history taking) mengenai riwayat gangguan psikiatrik yang diperoleh dari
pasien secara umum.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Pada skill lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan pemeriksaan
status mental.
Pemeriksaan status mental secara garis besar terdiri atas :
1.Observasi
2.Percakapan
3. Ekplorasi

Pemeriksaan status mental terdiri dari :


1.Deskripsi
Mendeskripsikan :
a. Penampilan pasien : bentuk tubuh, cara berpakaian, sikap tubuh, kebersihan
tubuh, ekspresi wajah
b. Aktivitas psikomotor : hipoaktif, normoaktif atau hiperaktif
c. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, non kooperatif, menggoda, penuh
perhatian, dll

2. Pembicaraan
Mendeskripsikan pembicaraan pasien : isi, produktivitas, nada suara, perbendaharaan
kata, arus (flow )

3.Mood, afek dan emosi lainnya


a. Mood : emosi yang meresap dan menetap, dialami secara subjektif dan dilaporkan
pasien dan dapat diamati oleh pemeriksa (pemeriksa menanyakan bagaimana
perasaan OS belakangan ini, bersamaan dengan melihat ekspresi pasien)
b. Afek : ekspresi emosi yang dapat diamati, mungkin tidak konsisten dengan emosi
yang digambarkan pasien (pemeriksa mengamati wajah pasien, intonasi suara)
c. Emosi : suatu keadaan perasaan yang kompleks dengan komponen psikik, somatik
dan perilaku sebagaimana dimanifestasikan oleh afek dan mood

4.Pikiran
Gangguan pikiran terdiri dari :
a. Gangguan Umum Bentuk Pikiran: kemampuan menilai realitas baik atau ter
ganggu (tanda terganggu dijumpai waham atau halusinasi)
b. Gangguan Spesifik bentuk pikiran (mengobservasi kata-kata yang diucapkan
pasien)
 neologisme :
 circumstantiality :
 tangentiality
 dll ( baca di textbook)
c. Gangguan spesifik isi pikiran, antara lain : untuk menanyakan ada waham atau
tidak
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang didasarkan atas kesimpulan yang
salah tentang kenyataan eksternal yang tidak sesuai dengan latar belakang
intelegensia dan budaya pasien yang tidak dapat dikoreksi dengan alasan apapun
Contoh pertanyaan untuk menggali waham :
” Apakah kamu mempunyai kemampuan/ bakat yang orang lain tidak punya?”
waham kebesaran

5. Persepsi
Gangguan persepsi antara lain terdiri dari :
 Halusinasi: Persepsi sensoris yang salah yang tidak disertai stimulus eksternal
yang nyata
Pertanyaan dapat berupa : Pernahkah anda mendengar suara-suara yang orang lain
tidak pernah mendengar ? Seberapa sering anda mendengar suara-suara tersebut ?
 Ilusi : mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimulus eksternal

6. Sensorium
a. Alertness (compos mentis, apatis, somnolens, sopor, koma, delirium, twilight
state)
b. Orientasi
Orientasi terdiri dari personal,tempat, waktu, situasional
Dapat dilakukan dengan pertanyaan :
Tempat : ”Dimana kita berada sekarang ?”
Waktu : hari, tanggal, bulan, tahun sekarang
Personal :” Siapa nama yang menemani kamu datang berobat?”
”Apakah kamu tahu siapa yang memeriksa kamu saat ini ? ”
c. Konsentrasi
Menilai konsentrasi :
Mulai dari 100 dikurangi 7, kurangi lagi 7 (sampai 5 kali pengurangan 7)
d. Daya ingat
Menilai daya ingat jangka panjang / kejadian yang terjadi lebih
” Dimana anda menjalani pendidikan sekolah dasar ?”
Menilai daya ingat jangka sedang (kejadian yang terjadi beberapa bulan sampai
beberapa tahun)
”Kapan terjadinya gempa tsunami di Aceh ?”
Menilai daya ingat jangka pendek
” Apa yang anda makan saat sarapan tadi pagi ?”
Dengan mengulang 3 nama benda setelah beberapa menit
Menilai daya ingat segera: dengan mengulang 5-digit angka segera setelah
diucapkan pemeriksa
e. Pengetahuan umum (siapa 3 nama presiden yang pernah menjabat di Indonesia)
f. Berpikir abstrak: apa arti besar pasak dari tiang atau apa persamaan jeruk dan apel

7. Insight :tingkat kesadaran dan pemahaman terhadap penyakit


Insight terbagi atas 6 tingkatan :
1. Derajat 1 : menyangkal dirinya sakit
2. Derajat 2 : menyadari dirinya sakit tapi pada saat bersamaan juga menyangkal
3. Derajat 3: sadar dirinya sakit, menyalahkan orang lain atau kondisi medik organik
4. Derajat 4 : sadar dirinya sakit sehubungan dengan sebab yang tidak diketahuinya
5. Derajat 5: intellectual insight: meyadari bahwa pasien sakit dan gejala atau
kegagalan dalam penyesuaian sosial akibat perasaan irasional atau gangguan
pasien tanpa menerapkan pengetahuan ini dimasa depan
6. Derajat 6: true emotional insight: kesadaran emosional bahwa motivasi dan
perasaan pasien dan orang-orang yang penting dalam kehidupannya, yang
menyebabkan perubahan yang mendasar dalam perilakunya
Contoh :
”Apa yang menyebabkan anda datang ke rumah sakit atau klinik ini?”
”Apakah kamu memerlukan pengobatan?”
”Apakah kemu memiliki gangguan psikiatrik?”
8. Judgment
Judgement sosial : dengan menanyakan manifestasi perilaku yang merugikan pasien
dan perilaku yang tidak dapat diterima kebudayaan
Contoh pertanyaan :
”Apa yang kamu lakukan jika kamu ingin bertemu ayah kamu yang sedang rapat?”
Tes judgement : dengan menanyakan prediksi pasien pada suatu situasi imajiner
Contoh pertanyaan :
” Apa yang anda lakukan jika menemukan dompet berisi uang dan kartu identitas di
tengah jalan ?”

9. Pengendalian impuls
Observasi pasien selama wawancara apakah sabar atau ada memaki, memukul atau
menangis, mau bunuh diri.

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN


Waktu Aktivitas Belajar Mengajar Keterangan
(menit)
20 menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 Narasumber
mahasiswa)
Pemutaran film tentang anamnesis riwayat
gangguan psikiatrik yang diperoleh dari
pasien secara umum.

10 menit Demonstrasi oleh Narasumber Narasumber


Narasumber memperlihatkan tata cara
komunikasi dokter pasien pada anamnesis
riwayat gangguan psikiatrik yang diperoleh
dari pasien secara umum.
Tahap I : observasi
Ketika penderita masuk ruang periksa
perhatikan cara berjalan, penampilan wajah,
proporsi tubuh, pandangan mata,
komunikasi, cara berbicara, perilaku, dll
Tahap II : menanyakan identitas pasien
Tahap III : menanyakan sebab utama,
keluhan utama, riwayat gangguan sekarang,
riwayat gangguan terdahulu (gangguan
psikiatri, gangguan psikosomatik, gangguan
neurologi, gangguan medik lain, gangguan
zat)
Tahap IV : Mendeskripsikan pembicaraan
pasien : kuantitas, kecepatan, produktivitas
dan kualitas, mampu melakukan
pemeriksaan mood, afek, pikiran,
persepsi,sensorium, memori, konsentrasi, p.
umum, p. abstrak, insight dan judgement).

30 menit Coaching : mahasiswa melakukan simulasi Instruktur, Mahasiswa


secara bergantian dengan dibimbing oleh
instruktur. Kepada mahasiswa diberikan satu
kasus simulasi. Pasien simulasi akan
diperankan oleh sesama mahasiswa

90 menit Self practice : mahasiswa melakukan


anamnesis dan pemeriksaan status mental Mahasiswa
secara bergantian dengan fokus pada riwayat
gangguan psikiatrik yang diperoleh dari
pasien secara umum sesuai dengan formulir
anamnesis, sehingga total waktu yang
dibutuhkan ± 90 menit (tergantung jumlah
mahasiswa)

III. TUJUAN KEGIATAN

III.1. TUJUAN UMUM


Melatih mahasiswa untuk dapat meningkatkan keterampilan anamnese dan
keterampilan dalam melakukan status mental dengan menggunakan teknik
komunikasi yang benar pada pasien.

III.2. TUJUAN KHUSUS


3.2.1. Mahasiswa mampu menemukan sebab utama, keluhan utama, riwayat
gangguan sekarang, riwayat gangguan terdahulu, stressor psikososial dan
riwayat keluarga.
3.2.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan terhadap penampilan dan
pembicaraan pasien
3.2.3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan afek, mood, proses pikir,
persepsi, sensorium, orientasi, memori, konsentrasi, pengetahuan umum,
pikiran abstrak, insight, dan judgment
3.2.4. Mahasiswa mampu menerapkan dasar teknik komunikasi dan perilaku yang
sesuai dengan sosio-budaya pasien dalam hubungan dokter-pasien.

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


IV.1. PELAKSANAAN
- Mahasiswa dibagi ke dalam keoompok kecil yang terdiri dari 9 orang.
- Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
- Cara pelaksanaan kegiatan :
 Coaching : mahasiswa melakukan anamnese dengan dibimbing instruktur.
Pasien simulasi bergantian diperankan oleh mahasiswa.
 Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat.
 Self practice : setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan
anamnesis.
 Pada saat self practice instruktur mengamati peragaan mahasiswa dengan
berpedoman kepada checklist yang ada.
 Pada pelaksanaan, mahasiswa bergantian bertindak sebagai dokter maupun
penderita

V. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


- Setiap kegiatan skills lab dilakukan selama 150 menit
- Disesuaikan dengan jadwal skills lab blok brain and mind
- Tempat pelaksanaan : Ruang skills lab FK USU lantai 3

VI. SARANA YANG DIPERLUKAN


- Pensil/Pulpen
- Formulir anamnesis
- Materi anamnesis
- Penderita dengan gejala-gejala gangguan bipolar episode kini manik

VII. RUJUKAN :
1. Shea SC. Wawancara Psikiatri: Seni Pemahaman (Edisi Terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1996.
2. Zimmerman M. Interview Guide for Evaluating DSM-IV Psychiatric Disorders
and the Mental Status Examination. East Greenwich: Psych Products Press,
1994.
3. Carlat DJ. The Psychiatric Interview. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 1999.
4. Othmer O, Othmer SC. The Clinical Interview Using DSM-IV. Vol 1.
Washington, DC: American Psychiatric Press, Inc, 1994.
5. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi ke-10. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2007.
6. Othmer E, Othmer SC, Othmer JP. Psychiatric Interview, History, and Mental
Status Examination. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA, ed. Kaplan & Sadock’s
Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi ke-8. Vol I. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2005. h. 794-827.

VIII. SKENARIO KASUS


Seorang perempuan berusia 25 tahun datang dibawa oleh ibu kandungnya karena
sering berbicara dan marah-marah tanpa sebab. Hal ini telah dialami selama 1bulan
terakhir ini. Lakukanlah anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik khusus pada pasien
tersebut!

IX. LEMBAR PENGAMATAN KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN RIWAYAT


GANGGUAN PSIKIATRIK YANG DIPEROLEH DARI PASIEN SECARA
UMUM DAN PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

PENGAMATAN
NO LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
1. Menyapa pasien dan keluarga pasien dengan ramah ;
- Memberi salam
- Mempersilahkan duduk
- Mengkondisikan suasana yang menyenangkan sehingga
pasien tidak segan untuk bercerita
- Melakukan observasi, seperti ; melihat penampilan wajah,
pandangan mata, cara berbicara, dan perilaku
2. Memperkenalkan diri & berkenalan
- Menanyakan identitas pasien
3. Menjelaskan tentang tujuan dan cara pemeriksaan
- Menunjukkan penghargaan pada pasien
- Memberikan waktu yang cukup untuk bercerita
4. Menggali perjalanan penyakit yang ada (sudah berapa lama,
tiba-tiba/perlahan, apakah ada yang memperberat penyakitnya
seperti aktifitas yang banyak, apakah ada penyebaran misalnya
nyeri kepala, kapan timbulnya terus menerus atau sesaat)
5. Menanyakan riwayat pernyakit terdahulu yang berhubungan
dengan penyakit sekarang.
Medikamentosa
Ilness
Doctor
Allergy
Substance
Surgery
6. Menanyakan riwayat keluarga.
7. Menanyakan stresor psikososial
8. Melakukan pemeriksaan pada afek, mood dan emosi lainnya
- Menyatakan mood yang dialami pasien
- Menyatakan afek yang dialami pasien, menilai kesesuaian
9. Melakukan pemeriksaan pada proses pikir
- Mengobservasi gangguan bentuk pikiran pasien secara
umum dan spesifik
- Menanyakan gangguan spesifik isi pikiran pasien
10. Melakukan pemeriksaan pada persepsi
- Menanyakan gangguan persepsi yang dialami pasien
11. Melakukan pemeriksaan fungsi neuropsikiatri :
- Sensorium
- Orientasi
- Konsentrasi
- Pengetahuan umum
- Pikiran abstrak
- Insight
- Judgment
12. Menegakkan diagnosis dan diagnosis banding
13. Memberikan penatalaksanaan farmakoterapi
14. Memberikan edukasi

Note : Ya : Mahasiswa melakukan


Tidak : Mahasiswa tidak melakukan

FORMULIR ANAMNESIS BLOK BRAIN AND MIND


MAHASISWA FK USU SEMESTER VI

KETERANGAN PRIBADI PASIEN

Nama :............................................................
( ditulis dengan huruf balok )
Jenis kelamin :............................................................
Tempat & tanggal lahir / Umur :............................................................
Status perkawinan :............................................................
Bangsa :............................................................
Suku :............................................................
Agama :............................................................
Pendidikan :............................................................
Pekerjaan :............................................................
Alamat & Telepon :............................................................
Nama, alamat, No KTP keluarga :............................................................
terdekat di Medan ( untuk pasien
dari luar Kota Medan ) : ...........................................................
Pernah masuk Rumah Sakit dengan
keluhan yang sama atau berbeda :……………………………………….
KETERANGAN DIRI ALLO / INFORMAN
Nama : ...........................................................
Jenis kelamin :............................................................
Umur :............................................................
Pekerjaan :............................................................
Pendidikan :............................................................
Alamat & Telepon :............................................................
Hubungan dengan pasien :............................................................
Keakraban dengan pasien :............................................................
Sudah berapa lama mengenal pasien :............................................................
Kesan pemeriksa / dokter terhadap
keterangan yang diberikannya :............................................................

I. ANAMNESIS
Keterangan / anamnesis di bawah ini diperoleh dari ( lingkari angka di bawah ini ) :
Pasien Sendiri ( autoanamnesis )
Informan ( alloanamnesis )
Bila keterangan yang diperoleh melebihi ruangan / kolom yang tersedia maka dapat
dilanjutkan pada halaman sebelah kiri dengan mencantumkan nomor dari topik yang
ditanyakan

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf yang
sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa / Hakim
e. Dan lain – lain

2. Sebab utama pasien datang meminta pertolongan di laboratorium psikiatri atau di


opname (dengan kata–kata singkat saja)

3. Keluhan utama (Chief Complaint) pasien dan telah berapa lama keadaan ini
berlangsung

4. Riwayat perjalanan penyakit sekarang ini. Buat laporan singkat secara kronologis dari
awal sampai keadaan saat ini yang meliputi : kapan terjadinya, gejala–gejala utama,
bagaimana perjalanan penyakitnya, apakah dapat pengobatan (dokter atau bukan
dokter) dan bagaimana hasilnya (apakah pernah sembuh, makin parah atau tidak ada
perubahan)

5. Riwayat penyakit sebelumnya (psikiatrik ,bila ada). Berikan keterangan tentang


serangan pertama pada usia berapa, adakah faktor pencetus dan atau trauma psikis
sebagai penyebab, sudah berapa kali serangan dengan yang sekarang ini dan berikan
gambaran klinik mengenai serangan terdahulu itu.
Riwayat medikasi, penyakit medis, berobat kemana, riwayat alergi, pemakaian zat,
dan pembedahan sebelumnya
SL. VI. BMS. 7
KETERAMPILAN KLINIK MMSE (MINI MENTAL STATE EXAMINATION)
Elmeida Effendy, Vita Camellia, M. Surya Husada

I. PENDAHULUAN
Pada skill lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan untuk mendeteksi
gangguan kognitif pada pasien.

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1 TUJUAN UMUM


Melatih mahasiswa untuk dapat meningkatkan keterampilan untuk mendeteksi
gangguan kognitif pada pasien

II.2. TUJUAN KHUSUS


2.2.1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan orientasi
2.2.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan registrasi
2.2.3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan atensi dan kalkulasi
2.2.4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan keterampilan berbahasa
2.2.5. Mahasiwa mampu melakukan pemeriksaan visuospatial

III. ALAT DAN BAHAN


1. Kertas kosong
2. Pulpen/pinsil
3. Arloji
4. Tulisan yang harus dibaca dan gambar yang harus ditiru/disalin

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


IV.1 PELAKSANAAN
1. Menyapa pasien dengan ramah
2. Menjelaskan tentang tujuan dan cara pemeriksaan MMSE
3. Tanyakan tahun, musim, bulan, tanggal, hari, apa. Berikan nilai 5 jika jawaban
benar semua
4. Tanyakan negara, provinsi, kota, rumah sakit, kamar tempat pasien berada
5. Instruksikan pasien untuk mengucapkan tiga nama benda, tiap benda 1 detik,
pasien disuruh mengulangi ketiga benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang
benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah
pengulangan
6. Instruksikan pasien mengurangi 100 dengan 7. Beri nilai 1 untuk tiap jawaban
yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
“WAHYU” ( nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan ; misalnya
uyahw = 2 nilai )
7. Instruksikan pasien untuk menyebut kembali 3 nama benda di atas
8. Minta pasien untuk menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (Pensil, arloji)
9. Minta pasien mengulangi rangkaian kata : “ tanpa kalau dan atau tetapi “
10. Minta pasien melakukan perintah : Ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah
menjadi dua dan letakkan di lantai
11. Minta pasien membaca dan melakukan perintah “ Angkatlah tangan kiri anda “
12. Minta pasien menulis sebuah kalimat (spontan)
13. Minta pasien meniru gambar dua buah segi lima berpotongan ( terlampir)
14. Berikan hasil penilaian dan interpretasinya

V. SKENARIO KASUS
Laki-laki, 47 tahun datang dibawa anaknya dengan keluhan mudah lupa. Lakukanlah
pemeriksaan MMSE pada pasien tersebut!
VI. LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN MMSE (MINI MENTAL STATE
EXAMINATION)
PENGAMATAN
NO LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
1. Menyapa pasien dan keluarga pasien dengan ramah ;
- Memberi salam
- Mempersilahkan duduk
- Mengkondisikan suasana yang menyenangkan sehingga
pasien tidak segan untuk bercerita
- Melakukan observasi, seperti ; melihat penampilan wajah,
pandangan mata, cara berbicara, dan perilaku
2. Memperkenalkan diri & berkenalan
- Menanyakan identitas pasien
3. Menanyakan tahun, musim, bulan, tanggal, dan hari
4. Menanyakan negara, propinsi, kota, kamar, lantai
5. Menanyakan 3 nama benda
6. Melakukan pemeriksaan konsentrasi (100 – 7) sampai 5 x
7. Menanyakan 3 nama benda di atas kembali
8. Menanyakan nama benda yang ditunjukkan
9. Meminta pasien mengulang 3 kata yang diucapkan pemeriksa
10. Meminta pasien melakukan 3 instruksi dari pemeriksa
11. Meminta pasien untuk membaca dan melakukan perintah
12. Meminta pasien menulis sebuah kalimat
13. Meminta pasien meniru gambar 2 segi lima berpotongan
14. Memberikan interpretasi hasil penilaian

Note : Ya : Mahasiswa melakukan


Tidak : Mahasiswa tidak melakukan

Anda mungkin juga menyukai