EDITOR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
SL.VI. BMS.1
KETERAMPILAN KLINIK KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN
YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI
DAN PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK
I. PENDAHULUAN
PEMERIKSAAN
Pada tiap bagian tubuh yang dapat bergerak harus dilakukan pemeriksaan:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Pemeriksaan gerakan pasif
4. Pemeriksaan gerakan aktif
5. Koordinasi gerak
Pada minggu ini pemeriksaan yang dipelajari adalah yang no.1-4 saja.
Untuk pemeriksaan kekuatan otot, ada syarat- syarat yang harus dipenuhi agar hasil pemeriksaan
tersebut akurat; syarat – syarat tersebut antara lain:
1. Pasien harus compos mentis
2. Pasien tidak mengalami gangguan berbahasa
3. Pasien tidak sedang mengalami nyeri pada bagian tubuh yang akan diperiksa.
Pemeriksaan sistem motorik ini dilakukan secara sistematis, dimulai dari sisi kanan tubuh pasien
kemudian dibandingkan dengan sisi kirinya.
1.Inspeksi
Pada inspeksi diperhatikan, sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal yang tidak
dapat dikendalikan.
1.1. Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap pasien
waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak dan berjalan. Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan
posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta
atau orang dewasa yang gelisah, bagian yang paresis terlihat kurang digerakkan.
- Pasien dengan gangguan serebellum berdiri dengan muka menoleh ke arah kontralateral
terhadap lesi, bahunya pada sisi lesi agak lebih rendah, dan badannya miring ke sisi lesi.
Berjalan dengan tungkai mengangkang, demikian juga penderita tabes dorsalis.
- Pasien tabes dorsalis selalu melihat ke bawah memperhatikan kaki dan jalannya, sebab
kalau tidak, ia akan jatuh.
- Pasien parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan, lengan dan
tungkai berada dalam fleksi. Bila berjalan, seolah – olah hendak jatuh ke depan; gerakan
asosiatifnya terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama
ditangan.
- Pasien distrofia muskulorum progresiva terlihat lordosis yang jelas; bila ia berjalan,
panggul seolah – olah berputar dengan maksud agar berat badan berpindah ke tungkai
yang sedang bertumpu.
- Pasien hemiparese karena gangguan sistem piramidal, lengan berada dalam sikap fleksi,
sedangkan tungkai dalam keadaan ekstensi. Bila ia berjalan, tungkai membuat gerak
sirkumdiksi.
- Pasien paraparese jenis sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu tungkai seolah –
olah seperti menyilang.
- Pasien polineuritis berjalan seperti ayam, yaitu tungkai difleksikan tinggi – tinggi pada
persendian lutut, supaya dapat mengangkat kakinya yang kurang mampu melakukan
dorsofleksi.
1.2. Bentuk
Perhatikan adanya deformitas.
1.3. Ukuran
Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan sebelah kanan.
Kemudian perhatikan besar (isi), kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi atau hipertrofi. Pada atrofi
besar otot berkurang dan bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai hipotrofi atau
atrofi.
2. Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya, kemudian dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila
ada hipotoni. Penentuan tonus otot dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian
badan.
Tidak selalu mudah membedakan parese (lumpuh) ringan dengan tidak ada parese. Kita
mungkin mendapat pertolongan dari beberapa hal berikut, yaitu:
- Keluhan pasien (mungkin ia mengungkapkan tenaganya berkurang).
- Otot di bagian yang simetris tidak sama tenaganya.
- Berkurangnya kelancaran gerakan. Parese ringan kadang – kadang ditandai oleh
menurunnya kelancaran gerakan.
- Didapatkan gejala lain, misalnya : arefleksi, atrofi, hiperrefleksi, dan refleks patologis
Dalam praktek sehari – hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan skala dari 0-5
0 : tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan.
2 : didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya gravitasi
3 : dapat mengadakan gerakan melawan gaya gravitasi
4 : dapat melawan gaya gravitasi, dan dapat melawan sedikit tahanan yang diberikan (tahanan
ringan dan sedang).
5 : tidak ada kelumpuhan (normal)
III.TUJUAN KEGIATAN
IV.PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.1.PELAKSANAAN KOMUNIKASI DOKTER_PASIEN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan :
3.1 Instruktur melakukan demonstrasi selama 10 menit dan mahasiswa memperhatikan
dan diberi kesempatan bertanya
3.2. Coaching:Mahasiswa melakukan anamnese dengan dibimbing instruktur.
Pasien simulasi diperankan oleh mahasiswa
3.3. Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat.
3.4. Self practice:Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan anamnese.
Pada saat self practice instruktur mengamati peragaan mahasiswa dengan
berpedoman pada checklist yang tersedia.
3.5.Pada pelaksanaan,mahasiswa bergantian bertindak sebagai dokter maupun sebagai
pasien.
4.Waktu pelaksanaan :
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
- Disesuaikan dengan jadwal skills lab blok Bain and Mind
5.Tempat pelaksanaan
- Ruang skills lab FK-USU (lantai 3)
6.Sarana yang diperlukan :
6.1.Alat audiovisual
6.2.Materi audiovisual
6.3.Pensil/pulpen
6.4 Formulir anamnese
V. RUJUKAN
1. DeJONG’S, The Neurologic Examination, 5th edition, Philadelphia: JB. Lippincott; 1992
2. Fuller G, Neurological Examination Made Easy, London: Churchill Livingstone; 1993
3. Gilman S, Clinical Examination of The Nervous System, Philadelphia: McGraw Hill; 2000
4. Ford MJ, Clinical Examination, 8th edition, Philadelphia: Elsevier; 2005
5. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: FK UI; 2000
1. Seorang laki – laki, umur 62 tahun, datang dengan keluhan lemah lengan dan tungkai
kanan, sejak 2 hari yang lalu yang dialami secara tiba – tiba saat ia sedang istirahat. Ia
mempunyai riwayat penyakit jantung dan hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak
teratur minum obat. Riwayat merokok (+) sejak remaja. Riwayat trauma (-)
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien / keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.
2. Seorang wanita, 45 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala yang terus menerus,
semakin lama semakin berat, telah dialami selama ± 1 tahun ini. Dan 1 bulan belakangan
ini nyeri kepala disertai dengan muntah. Riwayat keluarga (kakak os) menderita penyakit
yang sama, dan telah meninggal dunia 2 tahun yang lalu.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien / keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.
3. Seorang laki – laki, umur 17 tahun, datang bersama orang tuanya dengan keluhan kejang
seluruh tubuh, yang dialami sebanyak 2x selama 1 bulan ini. Kejang bersifat menghentak,
lama /x kejang kira- kira 3 menit. Ia mempunyai riwayat kejang sewaktu kecil. Riwayat
trauma (-)
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien / keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama pasien sesuai formulir anamnesis.
Nama pasien :
Umur :
Alamat :
Jenis kelamin:
Pekerjaan :
Status :
_____________________________________________________________
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama :
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI
1. Menyapa pasien dan keluarga pasien dengan ramah ;
- Memberi salam
- Mempersilahkan duduk
- Mengkondisikan suasana yang menyenangkan sehingga pasien tidak
segan untuk bercerita
- Melakukan observasi, seperti ; melihat penampilan wajah, pandangan
mata, cara berbicara, dsb
2. Memperkenalkan diri & berkenalan
- Menanyakan identitas pasien
3. Mendengarkan keluhan utama pasien
- Menunjukkan penghargaan pada pasien
- Memberikan waktu yang cukup untuk bercerita
4. Menggali perjalanan penyakit yang ada
(sudah berapa lama, tiba-tiba / perlahan, apakah ada yang memperberat
penyakitnya seperti aktifitas yang banyak, apakah ada penyebaran misalnya
nyeri kepala, kapan timbulnya terus menerus atau sesaat)
5. Menanyakan riwayat pernyakit terdahulu yang berhubungan dengan penyakit
sekarang. Sudah berapa lama, apakah mendapatkan pengobatan (minum
obat teratur atau tidak)
6. Menanyakan riwayat penyakit di lingkungan keluarga.
7. Menanyakan riwayat :
- Trauma (apakah pernah terjatuh, terbentur)
- Kebiasaan merokok, berolah raga
8. Menuliskan / merangkum data dalam status
9. Mengucapkan salam dan terima kasih
PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK
1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
PEMERIKSAAN ANGGOTA GERAK ATAS
1. Inspeksi (memperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerakan
abnormal yang tidak dapat dikendalikan)
2. Palpasi (menentukan konsistensi sekaligus menilai tonus otot, dan ada /
tidaknya nyeri tekan).
3. Pasien disuruh meng-abduksikan lengannya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
4. Pasien disuruh meng-aduksikan lengannya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
5. Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
6. Pasien disuruh mengekstensikan lengannya yang fleksi tadi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
7. Pasien disuruh memfleksikan pergelangan tangannya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
8. Pasien disuruh mengekstensikan pergelangan tangannya yang fleksi tadi,
kemudian pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
9. Pasien disuruh memfleksikan sendi metacarpal-nya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
10. Pasien disuruh mengekstensikan sendi metacarpalnya yang fleksi tadi,
kemudian pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
11. Pasien disuruh mengabduksikan jari–jarinya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya. (Periksa satu persatu, jari I-V)
12. Pasien disuruh meng-adduksikan jari-jarinya yang tadi abduksi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya. (Periksa satu persatu, jari I-
V)
PEMERIKSAAN ANGGOTA GERAK BAWAH
1. Inspeksi (memperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerakan
abnormal yang tidak dapat dikendalikan)
2. Palpasi (menentukan konsistensi sekaligus menilai tonus otot, dan ada /
tidaknya nyeri tekan).
3. Pasien disuruh memfleksikan pahanya, kemudian pemeriksa menahannya.
Nilai kekuatan ototnya.
4. Pasien disuruh mengekstensikan pahanya yang fleksi tadi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
5. Pasien disuruh mengabduksikan pahanya, kemudian pemeriksa menahannya.
Nilai kekuatan ototnya.
6. Pasien disuruh meng-adduksikan pahanya yang abduksi tadi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
7. Pasien disuruh memfleksikan sendi lututnya, kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
8. Pasien disuruh mengekstensikan sendi lututnya yang fleksi tadi, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
9. Pasien disuruh memplantarfleksikan pergelangan kakinya , kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
10. Pasien disuruh mendorsofleksikan pergelangan kakinya , kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
11. Pasien disuruh memplantarfleksikan sendi metatarsalnya, kemudian
pemeriksa menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
12. Pasien disuruh mendorsofleksikan sendi metatarsalnya , kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya.
13. Pasien disuruh memfleksikan jari - jari kakinya , kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya. (Periksa satu persatu, jari I-V)
14. Pasien disuruh mendorsofleksikan jari – jari kakinya , kemudian pemeriksa
menahannya. Nilai kekuatan ototnya. (Periksa satu persatu, jari I-V)
15. Catat hasil pemeriksaan
I. PENDAHULUAN
Seorang dokter harus mampu melakukan pemeriksaan nervus kranialis I-XII dengan
benar sehingga dapat membantu kita menentukan lokasi lesi dan jenis penyakit. Ada beberapa
persyaratan yang harus diingat dalam melakukan pemeriksaan nervus kranialis ini. Dimana
masing – masing nervus kranialis mempunyai syarat – syarat tertentu.
Pada skills lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan pemeriksaan saraf
kranialis (I-XII). Pemeriksaan ini meliputi, pemeriksaan penciuman, pemeriksaan pupil (ukuran
dan bentuk), pemeriksaan refleks cahaya, pemeriksaan mimik wajah, pemeriksaan otot temporal
dan masseter, pemeriksaan sensorik wajah, pemeriksaan motorik wajah, pemeriksaan
pendengaran, pemeriksaan lidah.
Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus yaitu penciuman (menghidu).
Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan gangguan penciuman ataupun kehilangan penciuman.
PEMERIKSAAN PENCIUMAN
Tujuan pemeriksaan: untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Selain itu, untuk mengetahui
apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Alat/ bahan:
1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3. Senter
4. Kopi
5. Teh
6. Jeruk
7. Wadah kecil untuk tempat teh, kopi atau jeruk.
Syarat pemeriksaan:
- Penderita harus compos mentis.
- Zat yang digunakan sebaiknya yang digunakan sehari – hari, misalnya kopi, teh,
tembakau, jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung
(nervus V) seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka.
Cara pemeriksaan :
- Penderita duduk
- Periksa lubang hidung penderita (dengan menggunakan senter), apakah ada sumbatan
atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat menganggu ketajaman
penciuman.
- Zat pengetes diletakkan dalam wadah.
- Penderita disuruh tutup mata
- Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian, lubang hidung yang sedang
tidak diperiksa, ditutup dengan tangan.
Penilaian:
- Normosmia : kemampuan menghidu normal, tidak terganggu.
- Hiposmia : kemampuan menghidu menurun atau berkurang.
- Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu.
- Parosmia : salah hidu (tidak dapat mengenali bau – bauan)
- Kakosmia : persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
NERVUS II (N. OPTIKUS)
Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus juga, yaitu penglihatan.
Adapun pemeriksaan untuk nervus optikus ini meliputi:
1. Ketajaman penglihatan (visus)
2. Lapangan pandang
3. Papil optikus
Yang dipelajari pada skills lab ini adalah lapangan pandang.
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira – kira
60cm -100 cm.
- Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus ditutup dengan
tangan, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.
- Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya) pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke mata kanan penderita
- Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara
pemeriksa dan penderita. Gerakan dilakukan dari arah luar (lateral) ke dalam (medial).
- Jika penderita mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberi tahu, dan hal
ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya.
- Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing – masing mata harus
diperiksa
- Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih dulu
melihat gerakan tangan tersebut.
Ketiga nervus ini diperiksa bersama – sama, karena kesatuan fungsinya yaitu mensarafi otot –
otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata.
Otot bola mata yang dipersarafi oleh NIII, NIV, NVI:
NIII : menginervasi m.rektus internus (medialis), m. rektus superior, m. rektus
inferior, m. levator palpebra; serabut visero-motoriknya mengurus
m. sfincter pupil dan m. siliare.
NIV : menginervasi m. obliqus superior.
NVI : menginervasi m. rektus eksternus (lateralis)
Yang dipelajari pada skills lab ini adalah pemeriksaan refleks cahaya dan gerakan bola mata.
Refleks cahaya ini terdiri dari refleks cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual)
Alat :
1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3. Senter
Cara pemeriksaan:
- Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya).
- Setelah itu mata pasien kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan
normal, pupil mengecil (miosis). Bila demikian halnya, reaksi cahaya langsung : positif.
- Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh
penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak langsung
(konsensual) : positif.
- Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi matanya pada senter,
sebab dengan demikian akan ada pula refleks akomodasi yang juga menyebabkan pupil
mengecil.
- Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan sinistra.
- Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan bentuk pupil
Diameter pupil yg normal : 2-3mm. Bentuk pupil yang normal: bulat
Nervus trigeminus memiliki 2 fungsi yaitu motorik dan sensorik. Bagian motorik
mengurus otot – otot mengunyah, yaitu musc. masseter, musc. temporalis, musc. pterigoid
medialis yang berfungsi menutup mulut dan musc. pterigoid lateralis yang berfungsi
menggerakkan rahang ke bawah ke samping (lateral) dan membuka mulut.
Bagian sensorik nervus V mengurus sensibilitas wajah, memiliki 3 cabang, yaitu :
1. Cabang opthalmica, yang mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak,
sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
2. Cabang maksilaris, yang mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi,
palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
3. Cabang mandibularis, yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah, mukosa
pipi, duapertiga bagian depan lidah dan sebagian dari telinga (eksternal), meatus dan
selaput otak.
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah palpasi otot masseter dan temporalis serta pemeriksaan
sensasi wajah.
Nervus fascialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot – otot ekspresi
wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan
ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan ia juga menghantar berbagai jenis sensasi,
termasuk sensasi eksteroseptif, dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan 2/3 bagian depan
lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi
proprioseptif dari otot – otot yang disarafinya.
Pada skills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan dan motorik wajah
Syarat pemeriksaan : penderita harus compos mentis, kecuali untuk inspeksi mimik wajah
Cara pemeriksaan:
- Perhatikan wajah penderita apakah simetris atau tidak
- Suruh penderita mengangkat alisnya dan mengerutkan dahi
- Suruh penderita memejamkan mata
- Suruh penderita menyeringai
- Suruh penderita menggembungkan pipi
Saraf ini terdiri atas 2 bagian yaitu saraf kokhlearis dan saraf vestibularis. Saraf
kokhlearis berfungsi mengurus pendengaran, saraf vestibularis berfungsi mengurus
keseimbangan.
Pemeriksaan saraf kokhlearis meliputi pemeriksaan ketajaman pendengaran
Pemeriksaan saraf vestibularis meliputi test romberg, test stepping, nistagmus, past pointing, dll.
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan pendengaran.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Untuk kegiatan clinical skills lab ini pemeriksaan pendengaran yang dilatih adalah tes Rinne,
tes Weber, tes Schwabach dan tes Berbisik. Sebab tes ini mudah dilakukan dan hasilnya dapat
berguna untuk pemeriksaan pendengaran.
A. PEMERIKSAAN RINNE
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala 512 Hz digetarkan dengan jari pemeriksa.
2. Tangkai garpu tala tersebut diletakkan pada prosessus mastoid telinga yang diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ke depan liang telinga yang
diperiksa kira-kira 2½ cm.
4. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne
negatif (-)
Interpretasi :
- Rinne positif (+) terdapat pada telinga normal atau telinga dengan tuli sensorineural.
- Rinne negatif (-) ini menunjukkan adanya tuli konduktif.
B. PEMERIKSAAN WEBER
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Cara pemeriksaan :
1. Kaki garpu penala yang telah digetarkan diletakkan pada garis tengah wajah atau
kepala (di vertex, dahi dan pangkal hidung).
2. Ditanyakan pada yang diperiksa, telinga mana yang terdengar lebih keras.
Interpretasi :
- Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
- Pada keadaan normal, penderita mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan
telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila satu telinga menderita tuli sensorineural
maka penderita akan mendengar lebih baik pada telinga yang baik (lateralisasi ke telinga
yang baik) dan jika telinga tersebut menderita tuli konduktif maka telinga tersebut akan
mendengar bunyi lebih keras (lateralisasi ke telinga yang sakit).
C. PEMERIKSAAN SCHWABACH
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
- Syarat pemeriksaan : telinga pemeriksa harus normal
Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala digetarkan.
2. Tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoidius penderita sampai tidak terdengar
bunyi.
3. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoidius telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal.
Interpretasi :
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak
dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala diletakkan pada
prosesus mastoidius pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut
Schwabach memanjang.
Bila pasien dan pemeriksa kira – kira sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan
pemeriksa.
D. PEMERIKSAAN BERBISIK
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Ruangan cukup besar dengan panjang minimal 6 meter.
Cara pemeriksaan :
1. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa menghadap
pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup dengan cara menekan tragus
dengan jari pasien sehingga benar – benar tertutup.
2. Pasien jangan melihat ke pemeriksa.
3. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru – paru sesudah ekspirasi.
Interpretasi :
- Bila pasien mendengar maka dianggap pendengaran normal, bila tidak mendengar dalam
jarak 6 meter maka pemeriksa maju 1 meter dan berbisik lagi. Dan bila tidak mendengar
juga maju 1 meter lagi, dan seterusnya sampai pasien dapat mendengar.
- Bila sampai berbisik di dekat telinga pasien, baru didengarnya maka disebut Ad Concham,
bila masih juga tak mendengar berarti tes berbisik = 0.
- Nilai normal tes berbisik 5 – 6 meter, artinya pasien dapat mendengar pada jarak 5 – 6
meter dari pemeriksa.
- Jika pasien hanya bisa mendengar pada jarak 3 meter, disebut tes berbisik = 3 meter
Kedua nervus ini diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat satu sama lain,
sehingga gangguan fungsinya jarang tersendiri, kecuali pada bagian yang perifer sekali.
N IX berfungsi :
- Sensorik: 1/3 belakang lidah, faring dan telinga tengah
- motorik : stylopharyngeus
- otonom : kelenjar ludah
NX berfungsi :
-Sensorik: membran timpani, canalis auditorius eksternal, telinga luar
-Motorik: otot palatum, faring, laring
-Otonom: afferent dari baroreseptor karotis, parasimpatis dari dan ke
thorax dan abdomen
Pemeriksaan kedua saraf ini meliputi:
1. Refleks muntah
2. Pemeriksaan palatum molle dan uvula
3. Pengecapan 1/3 belakang lidah
Pada sklills lab ini pemeriksaan yang dipelajari adalah pemeriksaan palatum molle dan uvula.
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
- Kemudian suruh penderita menyebutkan ‘aaaaa...’
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada saat itu.
- Bila ada parese otot faring dan palatum molle, maka palatum molle, uvula dan arkus faring
yang lumpuh letaknya lebih rendah dari pada yang sehat.
NERVUS XI (N.AKSESORIUS)
Nervus ini hanya terdiri dari serabut motorik, menginervasi otot sternokleidomastoideus
dan otot trapezius.
Pemeriksaan untuksaraf ini meliputi:
1. Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus
2. Pemeriksaan otot trapezius
Pada sklills lab ini kedua pemeriksaan tersebut dipelajari.
Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksaa menahannya untuk menilai
tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri
Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya untuk menilai
tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
Nervus ini mengandung serabut somato-motorik yang menginervasi otot ekstrinsik dan
intrinsik lidah. Fungsi otot ekstrinsik lidah adalah untuk menggerakkan lidah dan otot intrindik
untukmengubah – ubah bentuk lidah.
Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis khusus untuk pemeriksaan lidah saat
dijulurkan
Cara pemeriksaan:
- Suruh penderita buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan istirahat, apakah ada atrofi,
fasikulasi ataupun tremor
- Kemudian suruh penderita menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah ada deviasi atau tidak
- Untuk menilai tenaga lidah, suruh penderita untuk menekankan lidahnya pada pipinya. Kita
nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar
PEMERIKSAAN SENSORIK
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan mengenai
sensibilitas, bila ada, suruh ia menunjukkan tempatnya (lokasinya).
Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah kulit yang kurang merasa, sama sekali
tidak merasa atau daerah yang bertambah perasaannya. Kata disestesia digunakan untuk
menyatakan adanya perasaan yang berlainan dari rangsang yang diberikan. Parestesia merupakan
perasaan abnormal yang timbul pontan, biasanya ini berbentuk rasa dingin, panas, kesemutan,
ditusuk-tusuk, rasa berat, rada ditekan atau rasa gatal.
PEMERIKSAN EKSTEROSEPTIF
PEMERIKSAAN RASA RABA
Alat yang digunakan adalah kapas. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian –
bagian yang simetris.
Thigmestesia berarti rasa raba halus. Kehilangan rasa raba ini disebut thigmanesthesia.
PEMERIKSAAN PROPRIOSEPTIF
PEMERIKSAAN RASA GERAK DAN RASA SIKAP/ POSISI
Biasanya rasa gerak dan rasa posisi diperiksa bersamaan. Ini dilakukan dengan cara
menggerakkan jari –jari secara pasif dan menanyakan apakah pasien dapat merasakan gerakan
tersebut serta mengetahui arahnya. Pada orang normal ia sudah merasakan arah gerakan bila sendi
interfalang digerakkan sekitar 20 atau 1 mm. Selama pemeriksaan mata pasien dipejamkan atau
ditutup. Badan dan ekstremitas diistirahatkan dan dilemaskan. Semua gerakan volunter
dihindarkan.
Waktu kita menggerakkan bagian ekstremitas pasien, misalnya jari kaki, kita harus
memegang jari – jarinya pada bagian lateral. Tujuannya adalah agar pasien tidak menggunakan
rasa eksteroseptifnya untuk mengetahui arah gerakan tersebut. Jari yang diperiksa diupayakan
agar tidak bersentuhan dengan jari lainnya, karena hal ini dapat dimanfaatkan pasien untuk
mengetahui arah gerakan dari sentuhan, apabila rasa geraknya terganggu. Pasien juga dilarang
menggerakkan jarinya secara aktif karena, sebab hal ini dapat pula menolongnya untuk
mengetahui posisi jarinya.
Sambil memperhatikan hal yang tersebut di atas, kemudian pasien disuruh mengatakan
“ya” apabila ia merasakan suatu gerakan, kemudian disuruh mengatakan ke arah mana gerakan
tersebut, “atas’ atau “bawah”.
Pada gangguan yang ringan yang pertama terganggu ialah rasa posisi jari, kemudian rasa
gerak.
PEMERIKSAAN VERTEBRA
Inspeksi, palpasi dan perkusi juga digunakan untuk pemeriksaan vertebra. Pada inspeksi
bisa dilihat adanya abnormalitas, deformitas, gangguan postur atau perkembangan. Pergerakan
(ataupun keterbatasan pergerakan) dari otot – otot spinal, misalnya fleksi, ekstensi, gerakan ke
lateral, asimetris, kifosis, lordosis dan skoliosis harus dinilai. Palpasi dapat membantu untuk
mengetahui adanya abnormalitas struktural, adanya arthropathies serta lokasi nyeri tekan dan
nyeri. Otot harus di palpasi untuk mengetahui adanya rigiditas ataupun spasme. Perkusi vertebra
dapat membantu menunjukkan ada tidaknya nyeri yang terlokalisir ataupun nyeri tekan.
IV.PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.1. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
3.1 Demonstrasi:Instruktur melakukan demonstrasi pemeriksaaan saraf kranialis, sistem
sensorik dan vertebra, mahasiswa mengamati dan diberi kesempatan bertanya.
3.2 Digunakan alat - alat yang telah disediakan oleh pengelola skills lab.
3.3 Coaching: mahasiswa melakukan secara bergantian sambil dibimbing oleh
instruktur.
3.4 Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat.
3.5 Self practice: mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan pemeriksaan saraf
kranialis, sistem sensorik dan vertebra secara mandiri.
4. Waktu pelaksanaan
4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 6.
5. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3.
6. Sarana yang diperlukan
6.1.Alat audiovisual
6.2.Materi audiovisual
6.3.Pensil/pulpen
6.4 Formulir pemeriksaan
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada garis tengah wajah atau kepala
(di vertex, dahi dan pangkal hidung).
3. Tanyakan pada yang pasien, telinga mana yang terdengar lebih keras atau
sama kiri dan kanan.
Pemeriksaan Schwabach
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz.
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosesus mastoid penderita
sampai tidak terdengar bunyi.
3. Segera pindahkan tangkai garpu tala tersebut ke prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Pemeriksaan Berbisik
1. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
2. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa
menghadap pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup
dengan cara menekan tragus dengan jari pasien sehingga benar – benar
tertutup.
3. Pasien jangan melihat ke pemeriksa, telinga yang akan diperiksa yang
mengarah pada pemeriksa
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru – paru
sesudah ekspirasi. Kata-kata yang mengandung banyak huruf ‘s’ (contoh
sisir, selesai, susu)
Nervus IX, NX (N. GLOSSOFARINGEUS DAN N VAGUS)
Pemeriksaan Palatum Molle dan Uvula
1. Penderita disuruh membuka mulut
2. Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
3. Kemudian suruh penderita menyebutkan ‘aaaaa...’, perhatikan palatum
molle, uvula dan faring. (apakah simetris atau tidak)
Nervus XI (N.AKSESORIUS)
Pemeriksaan Otot Sternokleidomastoideus
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksa menahannya untuk
menilai tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri
Pemeriksaan Otot Trapezius
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya untuk
menilai tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
Nervus XII (N.HIPOGLOSSUS)
Pemeriksaan Lidah
1. Suruh penderita buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan istirahat,
apakah ada atrofi, fasikulasi ataupun tremor (pemeriksaan ini boleh
menggunakan senter)
2. Kemudian suruh penderita menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah ada
deviasi atau tidak
3. Untuk menilai tenaga lidah, suruh penderita untuk menekankan lidahnya
pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari
kita pada pipi sebelah luar
I. PENDAHULUAN
PEMERIKSAAN REFLEKS
Sebenarnya banyak refleks yang dapat dibangkitkan, tiap otot bila diketuk pada
insersinya akan berkontraksi dan merupakan suatu refleks.Pada skills lab ini yang
dilakukan hanya refleks yang lazim diperiksa pada pemeriksaa rutin.
Refleks fisiologis meliputi refleks biseps, refleks triseps, refleks brakhioradialis,
refleks Patella/ KPR (knie pees reflex), refleks APR (achilles pees reflex). Refleks
superfisial beruparefleks dinding perut. Refleks patologis melputi refleks Babinski,
Chaddock, Gordon, Oppenheim, Gonda, Schaefer, Klonus patela, Klonus kaki, Hoffman
Tromner.
Refleks Triseps
Kita pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan, setelah itu diketuk pada tendon
insersi m. triseps, yang berada sedikit si atas olekranon, hal ini akan mengakibatkan
lengan bawah mengadakan gerakan ekstensi. Pusat refleksnya terletak di C6-C8.
Refleks Brakhioradialis
Lengan bawah difleksikan serta dipronasikan sedikit, kemudian diketuk pada prosessus
stiloideus radius, hal ini akan menimbulkan gerakan fleksi dan supinasi dari lengan
bawah. Pusat refleksnya terletak di C5-C6.
Refleks APR
Tungkai bawah kita fleksikan sedikit, kemudian kita pegang kaki pada ujungnya untuk
memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu, tendon Achilles diketuk, hal
ini akan mengakibatkan berkontraksinya m. triseps sure dan memberi gerak plantar fleksi
pada kaki. Lengkung refleks ini melalui S1-S2.
REFLEKS SUPERFISIAL
Refleks Dinding Perut
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores dinding perut dengan benda yang agak
runcing. Bila positif, maka m.rektus abdominis akanberkontraksi Refleks ini dilakukan
pada berbagai lapangan dinding perut, yaitu di epigastrium (otot yang berkontraksi
diinervasi oleh Th6, Th7), perut bagian atas (Th7, Th9), perut bagian tengah (Th9, Th11),
perut bagian bawah (Th11, Th12 dan lumbal atas). Pada kontraksi otot, terlihat pusar
bergerak ke arah otot yang berkontraksi.
REFLEKS PATOLOGIS
Refleks Babinski
Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang
pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang refleks, dapat
digunakan benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan samapai
mengakibatkan rasa nyeri, sebab ini akan menimbulkan refleks menarik kaki (flight
reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju
pangkal jari ke arah medial. Jika positif, kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari,
disertai mekarnya (fanning) jari – jari lainnya.
Chaddock
Rangsangan diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus. Respon yang
timbul jika positif, sama dengan babinski.
Gordon
Rangsangan diberikan dengan cara mencubit otot betis. Respon yang timbul jika positif,
sama dengan babinski.
Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior dari proksimal ke arah distal.
Respon yang timbul jika positif, sama dengan babinski.
Gonda
Menekan jari kaki yang ke-4, kemudian melepaskannya dengan cepat. Respon yang
timbul jika positif, sama dengan babinski.
Schaefer
Mencubit tendon achilles. Respon yang timbul jika positif, sama dengan babinski.
Klonus Kaki
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot triseps sure betis. Pemeriksa
menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong
dengan cepat sehingga terjadi dorsofleksi sambil seterusnya diberi tahanan ringan. Hal ini
akan mengakibatkan teregangnya otot betis. Bila positif, maka terlihat garakan ritmik
(bolak – balik) dari kaki, yaitu berupa plantarfleksi dan dorso fleksi secara bergantian.
Klonus Patella
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris. Kita pegang
patella penderita, kemudian didorong secara tiba – tiba ke arah distal sambil diberikan
tahanan ringan. Bila terdapatklonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot kuadriseps yang
mengakibatkan gerakan bolak – balik dari patella. Pada pemeriksaan ini tungkai harus
diekstensikan serta dilemaskan.
Pemeriksaan Nafziger
Pasien dalam posisi duduk. Pemeriksa menekan salah satu vena jugularis pasien. Jika
positif pasien akan merasakan nyeri menjalar sepanjang dermatom.
Pemeriksaan Lhermitte
Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berada di belakang pasien, kemudian kedua tangan
pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien. Fleksikan leher penderita dan berikan tahanan
ringan dengan kedua tangan pemeriksa. Gerakan ini diikuti dengan merotasikan leher
pasien kesemua arah. Jika positif pasien akan merasakan nyeri menjalar sepanjang
dermatom.
Pemeriksaan Laseque
Pasien yang sedang berbaring, diekstensikan kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai
diangkat (difleksikan pada sendi panggul). Tungkai yang satu lagi tetap dalam keadaan
ekstensi. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat, sebelum timbul
nyeri. Dikatakan laseque positif, jika sebelum 70 derajat sudah timbul nyeri.
Pemeriksaan Kernig
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada sendi
panggul sampai membuat sudut 900, sementara sendi lutut difleksikan maksimal. Setelah
itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Normalnya kita dapat melakukan
ekstensi ini sampai sudut 1350, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila dirasakan
nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda Kernig positif.
III. TUJUANKEGIATAN
IV.1. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
3.1 Demonstrasi:Instruktur melakukan demonstrasi pemeriksaaan refleks, tanda
nyeri radikular, mahasiswa mengamati dan diberi kesempatan bertanya
3.2 Digunakan alat - alat yang telah disediakan oleh pengelola skills lab
3.3 Coaching: mahasiswa melakukan secara bergantian sambil dibimbing oleh
instruktur
3.4 Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat
3.5 Self practice: mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan pemeriksaan
refleks, tanda nyeri radikular secara mandiri
4. Waktu pelaksanaan
4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selam 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 6.
5. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3.
V. LEMBAR PENGAMATAN
Pemeriksaan Lhermitte
I. PENDAHULUAN
PEMERIKSAAN
Test Romberg
Penderita diminta berdiri dengan kedua kaki saling dirapatkan, mula–mula dengan
mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
Romberg test dikatakan positif, bila penderita mampu melakukan test ini dengan mata
terbuka, tetapi terjatuh ketika menutup mata.
Test Tandem
Penderita diminta berjalan pada satu garis lurus diatas lantai, tempatkan satu tumit
tepat di depan jari – jari kaki yang berlawanan, dengan mata terbuka
Diadokokinesia
Penderita diminta menggerakkankedua tangannya bergantian, pronasi dan
supinasi dengan posisi siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat mungkin, baik
dengan mata terbuka maupun tertutup.
Pemeriksaan Kernig
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada sendi
panggul sampai membuat sudut 900, sementara sendi lutut difleksikan maksimal. Setelah
itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Normalnya kita dapat melakukan
ekstensi ini sampai sudut 1350, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat
tahanan sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda Kernig positif.
Pemeriksaan Brudzinski I
Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan cara melakukan pemeriksaan kaku kuduk,
hanya beda yang dinilai. Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah ada atau tidaknya
fleksi kedua tungkai. Dikatakan positif adalah apabila terjadi fleksi kedua tungkai.
Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkainya lumpuh atau tidak, sebab jika lumpuh,
tungkai yang lumpuh tersebut tidak fleksi.
Pemeriksaan Brudzinski II
Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan cara melakukan pemeriksaan kernig,
hanya beda yang dinilai. Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah ada atau tidaknya
fleksi tungkai kontralateral. Dikatakan positif adalah apabila terjadi fleksi tungkai
kontralateral. Sebagaimana halnya seperti perlu diperhatikan apakah tungkainya lumpuh
atau tidak, sebab jika lumpuh, tungkai yang lumpuh tersebut tidak fleksi.
Pada skills lab minggu ini pemeriksaan kernig tidak dilakukan lagi, karena sudah
dilakukan pada minggu sebelumnya.
III.TUJUANKEGIATAN
IV.1.PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusidipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
3.1 Demonstrasi:Instruktur melakukan demonstrasi pemeriksaan fungsi
cerebellum dan koordinasi, perangsangan meningeal, mahasiswa mengamati
dan diberi kesempatan bertanya.
3.2 Digunakan alat-alat yang telah disediakan oleh pengelola skills lab
3.3 Coaching: mahasiswa melakukan secara bergantian sambil dibimbing oleh
instruktur
3.4 Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat
3.5 Self practice: mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan pemeriksaan
fungsi cerebellum dan koordinasi, perangsangan meningeal secara mandiri
4. Waktu pelaksanaan
4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selam 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 6.
5. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3.
V. LEMBAR PENGAMATAN
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
PEMERIKSAAN CEREBELLUM DAN KOORDINASI
1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
Test Romberg
1. Penderita disuruh berdiri dengan kedua kaki saling
dirapatkan.Pandangan lurus ke depan. (Alas kaki sebaiknya
dilepaskan)
2. Biarkan beberapa saat
3. Awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
Test Tandem
1. Penderita diminta berjalan pada satu garis lurus diatas lantai,
tempatkan satu tumit tepat di depan jari – jari kaki yang
berlawanan. Pandangan ke depan.
2. Dilakukan dengan mata terbuka.
Percobaan Telunjuk Hidung
1. Pasien boleh berbaring, duduk atau berdiri. (Sebaiknya duduk)
2. Posisikan lengan pasien abduksi dan ekstensi secara komplit.
3. Suruh pasien untuk menyentuh ujung hidungnya dengan ujung
jari telunjuknya.
4. Kemudian suruh pasien menyentuh jari telunjuk kita dengan jari
telunjuknya tadi.
5. Mula – mula dengan gerakan perlahan kemudian semakin cepat.
Percobaan Telunjuk – Telunjuk
1. Suruh pasien Penderita mengabduksikan lengan pada bidang
horizontal.
2. Kemudian suruh pasien untuk menggerakkan ke 2 ujung jari
telunjuknya saling bertemu / bersentuhan tepat di tengah – tengah
di bidang horizontal tersebut.
3. Pertama – tama dengan gerakan perlahan kemudian dipercepat,
baik dengan mata terbuka dan tertutup.
Percobaan Tumit Lutut
1. Pasien dalam posisi berbaring.
2. Kemudian suruh pasien untuk menggerakkan tumit kakinya ke
lutut kontralateral, diteruskan dengan mendorong tumit,
menelusuri tibia, secara lurus menuju jari – jari kakinya.
Diadokokinesia
1. Pasien boleh dalam posisi berbaring ataupun duduk.
2. Suruh pasien menggerakkan kedua tangannya bergantian, pronasi
dan supinasi dengan posisi siku diam
3. Gerakan tersebut dilakukan secepat mungkin, baik dengan mata
terbuka maupun tertutup.
PEMERIKSAAN TANDA PERANGSANGAN MENINGEAL
Pemeriksaan Kaku Kuduk (Nuchal/ Neck Rigidity)
4. Letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring. Rotasikan kepala ke kanan dan ke kiri untuk
menyingkirkan adanya proses lokal.
5. Fleksikan kepala pasien dan diusahakan agar dagu dapat
menyentuh dada.
6. Perhatikan ada / tidaknya tahanan
Pemeriksaan Brudzinski I
1. Letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring.
2. Fleksikan kepala pasien dan diusahakan agar dagu dapat
menyentuh dada.
3. Perhatikan ada / tidaknya fleksi kedua tungkai. Dikatakan positif ,
jika terjadi fleksi kedua tungkai.
Pemeriksaan Brudzinski II
1. Penderita disuruh berbaring, dengan kedua tungkai ekstensi.
2. Fleksikan salah satu sendi panggul sampai membuat sudut 900,
sementara sendi lutut difleksikan maksimal.
3. Ekstensikan sendi lutut hingga mencapai 1350 antara tungkai
bawah dan tungkai atas
4. Perhatikan ada / tidaknya fleksi tungkai kontralateral. Dikatakan
positif, jika terjadi fleksi tungkai kontralateral.
I. PENDAHULUAN
Pada minggu ini mahasiswa akan diajarkan untuk melakukan pemeriksaan refleks
primitive pada bayi baru lahir. Dengan mengetahui adanya kelainan pada refleks
primitive ini, mahasiswa dapat menilai ada tidaknya kelainan neurologi pada bayi
tersebut.
III.TUJUAN KEGIATAN
IV. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi atas kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin seorang instruktur yang telah ditetapkan koordinator
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
- Demonstrasi: Instruktur bertindak sebagai pelaksanaan demonstrasi
- Coaching: Mahasiswa melakukan pemeriksaan refleks primitive bayi
dengan bimbingan instruktur, mahasiswa lain sebagai pengamat.
- Self Practice: Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan
pemeriksaan refleks primitive bayi baru lahir. Mahasiswa bergantian
melakukannya.
4.Waktu pelaksanaan
- Kegiatan skill lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuakan dengan jadwal skill lab Blok Brain and Mind System.
5. Tempat pelaksanaan:
Ruang skills lab lantai 3
6. Sarana yang diperlukan:
- Formulir pemeriksaan refleks primitive bayi baru lahir
- Boneka
- Pensil
- Video
V. RUJUKAN
1. Tricia Lacy, Gomella. Neonatology, fourth edition, Appleton Lange,International,
2006
2. Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM. Pediatric Neurology, fourth edition, Mosby
Elsevier, 2006
3. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson BH, Nelson Text Book of Pediatrics,
Saunders, 17th edition, 2004
VI. LEMBAR PENGAMATAN
I. PENDAHULUAN
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN
Pada skill lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan komunikasi
dokter-pasien (history taking) mengenai riwayat gangguan psikiatrik yang diperoleh dari
pasien secara umum.
2. Pembicaraan
Mendeskripsikan pembicaraan pasien : isi, produktivitas, nada suara, perbendaharaan
kata, arus (flow )
4.Pikiran
Gangguan pikiran terdiri dari :
a. Gangguan Umum Bentuk Pikiran: kemampuan menilai realitas baik atau ter
ganggu (tanda terganggu dijumpai waham atau halusinasi)
b. Gangguan Spesifik bentuk pikiran (mengobservasi kata-kata yang diucapkan
pasien)
neologisme :
circumstantiality :
tangentiality
dll ( baca di textbook)
c. Gangguan spesifik isi pikiran, antara lain : untuk menanyakan ada waham atau
tidak
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang didasarkan atas kesimpulan yang
salah tentang kenyataan eksternal yang tidak sesuai dengan latar belakang
intelegensia dan budaya pasien yang tidak dapat dikoreksi dengan alasan apapun
Contoh pertanyaan untuk menggali waham :
” Apakah kamu mempunyai kemampuan/ bakat yang orang lain tidak punya?”
waham kebesaran
5. Persepsi
Gangguan persepsi antara lain terdiri dari :
Halusinasi: Persepsi sensoris yang salah yang tidak disertai stimulus eksternal
yang nyata
Pertanyaan dapat berupa : Pernahkah anda mendengar suara-suara yang orang lain
tidak pernah mendengar ? Seberapa sering anda mendengar suara-suara tersebut ?
Ilusi : mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimulus eksternal
6. Sensorium
a. Alertness (compos mentis, apatis, somnolens, sopor, koma, delirium, twilight
state)
b. Orientasi
Orientasi terdiri dari personal,tempat, waktu, situasional
Dapat dilakukan dengan pertanyaan :
Tempat : ”Dimana kita berada sekarang ?”
Waktu : hari, tanggal, bulan, tahun sekarang
Personal :” Siapa nama yang menemani kamu datang berobat?”
”Apakah kamu tahu siapa yang memeriksa kamu saat ini ? ”
c. Konsentrasi
Menilai konsentrasi :
Mulai dari 100 dikurangi 7, kurangi lagi 7 (sampai 5 kali pengurangan 7)
d. Daya ingat
Menilai daya ingat jangka panjang / kejadian yang terjadi lebih
” Dimana anda menjalani pendidikan sekolah dasar ?”
Menilai daya ingat jangka sedang (kejadian yang terjadi beberapa bulan sampai
beberapa tahun)
”Kapan terjadinya gempa tsunami di Aceh ?”
Menilai daya ingat jangka pendek
” Apa yang anda makan saat sarapan tadi pagi ?”
Dengan mengulang 3 nama benda setelah beberapa menit
Menilai daya ingat segera: dengan mengulang 5-digit angka segera setelah
diucapkan pemeriksa
e. Pengetahuan umum (siapa 3 nama presiden yang pernah menjabat di Indonesia)
f. Berpikir abstrak: apa arti besar pasak dari tiang atau apa persamaan jeruk dan apel
9. Pengendalian impuls
Observasi pasien selama wawancara apakah sabar atau ada memaki, memukul atau
menangis, mau bunuh diri.
VII. RUJUKAN :
1. Shea SC. Wawancara Psikiatri: Seni Pemahaman (Edisi Terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1996.
2. Zimmerman M. Interview Guide for Evaluating DSM-IV Psychiatric Disorders
and the Mental Status Examination. East Greenwich: Psych Products Press,
1994.
3. Carlat DJ. The Psychiatric Interview. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 1999.
4. Othmer O, Othmer SC. The Clinical Interview Using DSM-IV. Vol 1.
Washington, DC: American Psychiatric Press, Inc, 1994.
5. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi ke-10. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2007.
6. Othmer E, Othmer SC, Othmer JP. Psychiatric Interview, History, and Mental
Status Examination. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA, ed. Kaplan & Sadock’s
Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi ke-8. Vol I. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2005. h. 794-827.
PENGAMATAN
NO LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
1. Menyapa pasien dan keluarga pasien dengan ramah ;
- Memberi salam
- Mempersilahkan duduk
- Mengkondisikan suasana yang menyenangkan sehingga
pasien tidak segan untuk bercerita
- Melakukan observasi, seperti ; melihat penampilan wajah,
pandangan mata, cara berbicara, dan perilaku
2. Memperkenalkan diri & berkenalan
- Menanyakan identitas pasien
3. Menjelaskan tentang tujuan dan cara pemeriksaan
- Menunjukkan penghargaan pada pasien
- Memberikan waktu yang cukup untuk bercerita
4. Menggali perjalanan penyakit yang ada (sudah berapa lama,
tiba-tiba/perlahan, apakah ada yang memperberat penyakitnya
seperti aktifitas yang banyak, apakah ada penyebaran misalnya
nyeri kepala, kapan timbulnya terus menerus atau sesaat)
5. Menanyakan riwayat pernyakit terdahulu yang berhubungan
dengan penyakit sekarang.
Medikamentosa
Ilness
Doctor
Allergy
Substance
Surgery
6. Menanyakan riwayat keluarga.
7. Menanyakan stresor psikososial
8. Melakukan pemeriksaan pada afek, mood dan emosi lainnya
- Menyatakan mood yang dialami pasien
- Menyatakan afek yang dialami pasien, menilai kesesuaian
9. Melakukan pemeriksaan pada proses pikir
- Mengobservasi gangguan bentuk pikiran pasien secara
umum dan spesifik
- Menanyakan gangguan spesifik isi pikiran pasien
10. Melakukan pemeriksaan pada persepsi
- Menanyakan gangguan persepsi yang dialami pasien
11. Melakukan pemeriksaan fungsi neuropsikiatri :
- Sensorium
- Orientasi
- Konsentrasi
- Pengetahuan umum
- Pikiran abstrak
- Insight
- Judgment
12. Menegakkan diagnosis dan diagnosis banding
13. Memberikan penatalaksanaan farmakoterapi
14. Memberikan edukasi
Nama :............................................................
( ditulis dengan huruf balok )
Jenis kelamin :............................................................
Tempat & tanggal lahir / Umur :............................................................
Status perkawinan :............................................................
Bangsa :............................................................
Suku :............................................................
Agama :............................................................
Pendidikan :............................................................
Pekerjaan :............................................................
Alamat & Telepon :............................................................
Nama, alamat, No KTP keluarga :............................................................
terdekat di Medan ( untuk pasien
dari luar Kota Medan ) : ...........................................................
Pernah masuk Rumah Sakit dengan
keluhan yang sama atau berbeda :……………………………………….
KETERANGAN DIRI ALLO / INFORMAN
Nama : ...........................................................
Jenis kelamin :............................................................
Umur :............................................................
Pekerjaan :............................................................
Pendidikan :............................................................
Alamat & Telepon :............................................................
Hubungan dengan pasien :............................................................
Keakraban dengan pasien :............................................................
Sudah berapa lama mengenal pasien :............................................................
Kesan pemeriksa / dokter terhadap
keterangan yang diberikannya :............................................................
I. ANAMNESIS
Keterangan / anamnesis di bawah ini diperoleh dari ( lingkari angka di bawah ini ) :
Pasien Sendiri ( autoanamnesis )
Informan ( alloanamnesis )
Bila keterangan yang diperoleh melebihi ruangan / kolom yang tersedia maka dapat
dilanjutkan pada halaman sebelah kiri dengan mencantumkan nomor dari topik yang
ditanyakan
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf yang
sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa / Hakim
e. Dan lain – lain
3. Keluhan utama (Chief Complaint) pasien dan telah berapa lama keadaan ini
berlangsung
4. Riwayat perjalanan penyakit sekarang ini. Buat laporan singkat secara kronologis dari
awal sampai keadaan saat ini yang meliputi : kapan terjadinya, gejala–gejala utama,
bagaimana perjalanan penyakitnya, apakah dapat pengobatan (dokter atau bukan
dokter) dan bagaimana hasilnya (apakah pernah sembuh, makin parah atau tidak ada
perubahan)
I. PENDAHULUAN
Pada skill lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan untuk mendeteksi
gangguan kognitif pada pasien.
V. SKENARIO KASUS
Laki-laki, 47 tahun datang dibawa anaknya dengan keluhan mudah lupa. Lakukanlah
pemeriksaan MMSE pada pasien tersebut!
VI. LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN MMSE (MINI MENTAL STATE
EXAMINATION)
PENGAMATAN
NO LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
1. Menyapa pasien dan keluarga pasien dengan ramah ;
- Memberi salam
- Mempersilahkan duduk
- Mengkondisikan suasana yang menyenangkan sehingga
pasien tidak segan untuk bercerita
- Melakukan observasi, seperti ; melihat penampilan wajah,
pandangan mata, cara berbicara, dan perilaku
2. Memperkenalkan diri & berkenalan
- Menanyakan identitas pasien
3. Menanyakan tahun, musim, bulan, tanggal, dan hari
4. Menanyakan negara, propinsi, kota, kamar, lantai
5. Menanyakan 3 nama benda
6. Melakukan pemeriksaan konsentrasi (100 – 7) sampai 5 x
7. Menanyakan 3 nama benda di atas kembali
8. Menanyakan nama benda yang ditunjukkan
9. Meminta pasien mengulang 3 kata yang diucapkan pemeriksa
10. Meminta pasien melakukan 3 instruksi dari pemeriksa
11. Meminta pasien untuk membaca dan melakukan perintah
12. Meminta pasien menulis sebuah kalimat
13. Meminta pasien meniru gambar 2 segi lima berpotongan
14. Memberikan interpretasi hasil penilaian