Anda di halaman 1dari 9

PERBEDAAN PERATURAN PERKAWINAN YANG TERDAPAT

DALAM UU NO.1 TAHUN 1974 dengan KOMPILASI HUKUM ISLAM


Untuk memenuhi tugas hukum keluarga islam

Dosen : Mutimatun Ni’Ami,S.H.,M.Hum

NAMA :

- Ira Ayu Ananda Wari (C100180290)

- Tri Buana Dewi (C100180335)

- Mega Mawarni (C100180339)

KELAS : A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


KOMPILASI HUKUM KOMENTAR
No. PEMBAHASAN UU NO. 1 TAHUN 1974
ISLAM
perkawinan adalah perbuatan Di dalam UU No.1 Tahun 1974
yang suci (sakramen, maupun di KHI sama-sama
samskara), yaitu suatu mengandung arti bahwa suatu
perkawinan ialah ikatan lahir perkawinan adalah suatu ikatan
perikatanantara dua pihak
batin antara seorang pria antara seorang pria dan seorang
dalam memenuhi perintah dan
dengan seorang wanita wanita untuk untuk berkeluarga dan
1 anjuran Tuhan Yang Maha
Dasar Perkawinan sebagai suami isteri dengan harus berdasarkan dengan
Esa, agar berkehidupan
tujuan membentuk keluarga Ketuhanan Yang Masa Esa atau
keluarga dan berumah tangga
(rumah tangga) yang bahagia sesuai dengan ajaran agamanya
serta berkerabat tetangga
dan kekal berdasarkan masing-masing
berjalan dengan baik sesuai
Ketuhanan Yang Maha Esa.
dengan ajaran agama masing-
masing
Didalam UU No.1 Tahun 1974
Adapun syarat perkawinan maupun di KHI sama-sama
tercantum dalam Bab II, Pasal Pasal 14 Untuk melaksanakan mempunyai syarat perkawinan yaitu
6 sampai dengan 12 UU perkawinan harus ada : adanya calon suami dan istri dan
No.1/1974, antara lain: apa bila calon mempelai umurnya
a. Calon Suami kurang dari 21 tahun maka harus
2 Syarat Perkawinan ada persetujuan dari seorang wali.
a. Adanya persetujuan kedua b. Calon Isteri
calon mempelai. c. Wali nikah Yang membedakannya antara UU
b. Adanya izin kedua orang d. Dua orang saksi N0.1 tahun 1974 dengan HKI
tua/wali bagi calon mempelai e. Ijab dan Kabul. iyalah dalam HKI harus ada ijab dan
yang belum berusia 21 tahun. kobul.
Di dalam UU No.1 Tahun 1974
maupun di dalam KHI sama sama
menganut asas monogami relatif
karena, Pada dasarnya perkawinan
menurut Islam adalah monogamy,
Menurut UU No. 1 Tahun tetapi dalam kondisi tertentu
1974 pasal 3 adalah asas Asas monogami relatif. diperbolehkan seorang laki-laki
3 Asas-asas Perkawinan monogami relatif, artinya mempunyai isteri lebih dari satu
boleh sepanjang hukum dan (poligami) dengan syarat harus
agamanya mengizinkan. berlaku adil. Kebolehan poligami
bukanlah kebolehan yang bebas dan
terbuka, melainkan hanya sebagai
jalan keluar saja. Oleh karena itu
pula Islam tidak menutup rapat
pintu poligami.
dalam Pasal 116 UU no.1 KHI tidak memiliki ketentuan yang
tahun 1974 tentang jelas di dalam pembatalan
Dalam pasal 115 Kompilasi
Perkawinan. Pasal tersebut perkawian. Namun di dalam UU
Hukum Islam (KHI) dan pasal
berbunyi: No.1 Tahun 1974 dijelaskan secara
39 ayat (1) UU no.1 tahun
1. salah satu pihak terperinci menegnai alasan-alasan
1974 tentang Perkawinan
berbuat zina atau menjadi diadakannya pembatalan
dijelaskan bahwa putusnya
pemabuk, pemadat, penjudi perkawinan. Sehingga menurut
perkawinan yang disebabkan
Pembatalan dan lain sebagainya yang kelompok kami penggunaan UU
4 oleh perceraian hanya bisa
Perkawinan sukar disembuhkan. No.1 Tahun 1974 dainggap lebih
dilakukan di hadapan sidang
2. salah satu pihak efektif
pengadilan, tentunya setelah
meninggalkan pihak lain
pengadilan mengadakan
selama 2 (dua) tahun berturut-
usaha untuk mendamaikan
turut tanpa izin pihak lain dan
kedua belah pihak terlebih
tanpa alas an yang sah atau
dahulu namun tidak berhasil
karena hal lain diluar
kemampuannya.
3. salah satu pihak
mendapat hukuman penjara 5
(lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung.
4. salah satu pihak
melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang
lain.
5. salah satu pihak
mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami
atau istri.
6. antara suami dan istri
terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
7. suami melanggar
taklik-talak.
8. peralihan agama atau
murtad
Dalam ajaran Islam ada Pada KHI prinsip-prinsi yang
beberapa prinsip-prinsip ditentukan lebih lengkap dan lebih
dalam perkawinan, yaitu: jelas dibandingkan dengan peraturan
a. Harus ada persetujuan perkawinan yang ada pada UU No.l
secara suka rela dari pihak- Tahun 1974. Namun pada KHI juga
calon suami istri harus siap pihak yang mengadakan memiliki kelemahan yaitu
jiwa raganya untuk dapat perkawinan. Caranyanya didalamnya tidak ada peraturan
melangsungkan perkawinan, adalah diadakan peminangan yang mengatur perkawinan di
agar supaya dapat terlebuh dahulu untuk bawah umur.
mewujudkan tujuan mengetahui apakah kedua
perkawinan secara baik tanpa belah pihak setuju untuk
berakhir dengan perceraian, melaksanakan perkawinan
dan mendapat keturunan yang atau tidak.
baik dan sehat, untuk itu harus b. Tidak semua wanita dapat
dicegah adanya perkawinan dikawini oleh seorang pria,
5 Prinsip-Prinsip antara calon suami istri yang sebab ada ketentuan larangan-
Perkawinan masih di bawah umur, karena larangan perkawinan antara
perkawinan itu mempunyai pria dan wanita yang harus
hubungan dengan masalah diindahkan.
kependudukan, maka untuk
mengerem lajunya kelahiran c. Perkawinan harus
yang lebih tinggi, harus dilaksanakan dengan
dicegah terjadinya memenuhi persyaratan-
perkawinan antara calon persyaratan tertentu, baik
suami istri yang masih yang menyangkut kedua
dibawah umur. belah pihak maupun yang
berhubungan dengan
pelaksanaan perkawinan itu
sendiri.
d. Perkawinan pada dasarnya
adalah untuk membentuk satu
keluarga atau rumah tangga
tentram, damai, dan kekal
untuk selam-lamanya.
e. Hak dan kewajiban suami
istri adalah seimbang dalam
rumah tangga, dimana
tanggung jawab pimpinan
keluarga ada pada suami.

Didalam pasal 1 UU No.1 Tahun


Dalam pasal 1 UU No. 1 Dalam pasal 3 Kompilasi 1974 dan dalam KHI mempunyai
Tahun 1974 adalah untuk Hukum Islam tujuan tujuan yang sama yaitu, perkawinan
Tujuan Perkawinan
membentuk keluarga yang perkawinan adalah untuk adalah untuk mewujudkan
6
bahagia dan kekal mewujudkan kehidupan kehidupan yang bahagia, dan
berdasarkan Ketuhanan Yang berumah tangga yang sakinah, membuat seseorang itu merasa
Maha Esa. mawaddah, dan rahmah. tentram.
Di dalam UU No.1 Tahun Kedua calon mempelai dapat
1974 mengadakan perjanjian
perkawinan dalam bentuk :
1) Pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan, 1. Taklik talak dan
kedua pihak atas persetujuan 2. Perjanjian lain yang Di dalam UU No.1 Tahun 1974
bersama dapat mengadakan tidak bertentangan Bentuk dari perjanjian perkawinan
perjanjian tertulis yang dengan hukum Islam. tidak ditentukan secara tegas.
disahkan oleh Pegawai Sehingga tidak ada ketentuan yang
pencatat perkawinan, setelah mengatur tentang taklik talak.
mana isinya berlaku juga Namun pada KHI dijelaskan adanya
terhadap pihak ketiga aturan mengenai taklik talak.
sepanjang pihak ketiga Sehingga di dalam UU No.1 Tahun
tersangkut. 1974 peraturan pelaksananya dirasa
kurang lengkap, sehingga
Perjanjian
7 (2) Perjanjian tersebut tidak menimbulkan multi interpretasi
Perkawinan
dapat disahkan bilamana terutama mengenai substansi dari
melanggar batas-batas hukum, suatu perjanjian perkawinan.
agama dan kesusilaan.

(3) Perjanjian tersebut mulai


berlaku sejak perkawinan
dilangsungkan.

(4) Selama perkawinan


berlangsung perjanjian
tersebut tidak dapat dirubah,
kecuali bila dari kedua belah
pihak ada persetujuan untuk
merubah dan perubahan tidak
merugikan pihak ketiga.
Di dalam UU No.1 Tahun 1974
menjelaskan hak dan kewajiban
suami isteri secara universal
sedangkan di dalam KHI hak dan
Dalam KHI pasal 2 hakikat kewajiban suami isteri itu
hakikat perkawinan adalah
Hak dan Kewajiban perkawinan adalah untuk didasarkan adanya perintah dari
ikatan lahir batin antara
8 Suami-Isteri mentaati perintah Allah dan Allah SWT.
seorang pria dengan seorang
melaksanakanya merupakan
wanita sebagai suami isteri
ibadah

(1) Harta benda yang Baik pada UU no.1 Tahun 1974 dan
diperoleh selama perkawinan KHI keduanya menjelasan secara
menjadi harta bersama. jelas tentang harta yang didapat atas
usaha mereka atau atas usaha
(2) Harta bawaan dari masing- Adanya harta bersama dalam sendiri-sendiri selama masa
masing suami dan isteri dan perkawinan itu tidak menutup perkawinan.Dalam Peradilan
Harta Benda Dalam
9 harta benda yang diperoleh kemungkinan adanya harta Agama juga dijelaskan bahwa harta
Perkawinan
masing-masing sebagai milik masingmasing suami bersama yaitu harta yang diperoleh
hadiah atau warisan, adalah atau isteri. . dalam masa perkawinan dalam
dibawah penguasaan masing- kaitan dengan hukum perkawinan,
masing sepanjang para pihak baik penerimaan itu lewat perantara
tidak menentukan lain. istri maupun lewat perantara suami.
1) Perceraian hanya dapat Pada UU No.1 Tahun 1974
dilakukan didepan Sidang menjelaskan syarat suatu putusnya
Pengadilan setelah Pengadilan perkawinan dengan jelas tetapi di
yang bersangkutan berusaha dalam KHI tidak dijelaskan
Putusnya perkawinan yang
dan tidak berhasil mengenai syarat untuk dilakukannya
disebabkan karena perceraian
mendamaikan kedua belah perceraian harus memiliki dasar
dapat terjadi karena talak atau
pihak. atau alasan yang cukup untuk
berdasarkan gugatan
dilakukannya perceraian.
perceraian.
(2) Untuk melakukan
Putusnya Perkawinan Perceraian hanya dapat
10 perceraian harus ada cukup
Serta Sebabnya dilakukan di depan sidang
alasan, bahwa antara suami
Pengadilan Agama setelah
isteri itu tidak akan dapat
Pengadilan Agama
hidup rukun sebagai suami
tersebut berusaha dan tidak
isteri.
berhasil mendamaikan kedua
belah pihak
(3) Tatacara perceraian
didepan sidang Pengadilan
diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.

Anda mungkin juga menyukai