Anda di halaman 1dari 5

Dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya,

melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan sejumlah tawaran dan
alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi.
Sebagaimana strategi dan pendekatan komprehensif yang pernah dikembangkan oleh Rasulullah
SAW manakala mendesain dan menggerakkan program serta agenda Dakwah yang bermuatan
pengembangan atau pemberdayaan umat serta bewawasan pembebasan.
Sementara itu di sisi lain, masyarakat sasaran Dakwah sangatlah heterogen, mereka
terdiri dari kalangan intelektul, pejabat, pengusaha sampai rakyat jelata. Ada laki-laki, ada
perempu’an, ada orang tua, remaja, dan ada anak-anak, ada masyarakat kota (urban) dan ada
masyarakat desa (rural), disamping masyarakat, yang sering terlupakan, dengan berbagai
problem kehidupan yang mereka hadapi. Senyatanya, bahwa ternyata Dakwah selama ini
tidak/belum/kurang menyentuh kelompok-kelompok ‘masyarakat sebagai salah satu subjek dan
juga obyek dakwah. Selaku masyarakat yang terpinggirkan, jelas, proses dakwah sangat
diharapkan untuk mengangkat citra, martabat, dan memperbaiki derajat kehidupan serta
kesejahteraan. Dalam berbagai bidang, fisik, sosial, ekonomi, budaya, pemerintahan, agama dan
juga lingkungan.
Kelompok masyarakat yang menjadi obyek dakwah dengan sejumlah ciri khas,
karakteristik dan lain sebagainya, membutuhkan dai~ atau pelaku pembangunan kultur yang
relatif berbeda dengan kelompok masyarakat obyek Dakwah lainnya.[5] Metode, teknik, strategi
maupun pendekatan Dakwah yang diterapkan untuk masyarakat juga berbeda dan memiliki ciri
khusus dari yang lain. Karena itu pemberian ruang gerak yang lebih luas dan penekanan terhadap
metode Dakwah bil-amal atau bil-hal menjadi sangat penting dan signifikan disamping metode
Dakwah yang lain. Dakwah bil-hal yaitu metode Dakwah yang lebih menekankan pada amal
usaha atau karya nyata yang bisa dinikmati dan bisa mengangkat harkat, martabat, kesejahteraan
hidup kelompok masyarakat. Model strategi Dakwah bil-amal ini dilakukan melalui proses dan
hasil karya nyata bagi masyrakat. Bertujuan untuk menjadikan masyarakat sebagai masyarakat
yang terberdaya dalam kehidupan, baik secara fisik, agama, ekonomi, sosial, budaya maupun
politik.
Jika ditelaah lebih mendalam, akan didapati bahwa sebagian besar usaha pengembangan
atau pembangunan masyarakat (community development) atau pemberdayaan masyarakat (social
empowerment) di daerah perdesaan atau di negara-negara yang sedang berkembang, masih
bersifat mentransfer teknologi, memindahkan produk budaya suatu masyarakat ke masyarakat
yang lain.
Karena itu pendekatan dan strategi pengembangan Dakwah bil-amal atau bil-hal terhadap
pengembangan masyarakat cukup relevan. Menurut Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei ada
empat model metode pengembangan Dakwah yang bisa diterapkan dan harus dilaksanakan
secara sinergis, simultan, terkoordinasi dan berkesinambungan, yakni tadbir, tathwir, irsyad dan
tabligh/ta’lim. Keempatnya menghendaki keterlibatan da’i secara langsung dalam pengentasan
kemiskinan dan solusi dari beragam persoalan kehidupan yang mereka hadapi.

a. Tadbir[6]
Tadbir adalah Dakwah melalui dakwah dan manajemen dakwah masyarakat yang
dilakukan dalam rangka perekayasaan sosial dan pemberdayaan masyarakat menuju kehidupan
yang lebih baik, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), pranata sosial keagamaan
serta menumbuhkan pengembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan
kegiatan pokok seperti penyusunan kebijakan, perencanaan program, pembagian tugas dan
pengorganisasian, pelaksanaan dan monitoring serta pengevaluasian dalam dakwah masyarakat
dari aspek perekonomian dan kesejahteraannya. Dengan kata lain tadbir berkaitan dengan
Dakwah melalui dakwah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
b. Tathwir[7]
Tathwir dilakukan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi keumatan, yakni
pengembangan masyarakat.
Pertama tathwir dilakukan dalam rangka peningkatan sosial budaya masyarakat melalui
upaya pentransformasian dan pelembagaan nilai-nilai ajaran islam dalam realitas kehidupan
masyarakat luas seperti kegiatan humaniora, seni budaya, penggalangan ukhuwah islamiyah,
pemeliharaan lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dengan kata lain tathwir berkaitan dengan
kegiatan Dakwah melalui pendekatan washilah sosial budaya atau Dakwah kultural.
Kedua, melalui program jaring pengaman sosial (sosial safety net) yang lebih menyentuh
persoalan kebutuhan primer dan berorientasi pada kesetiakawanan serta keperdulian sosial.
Ketiga, melalui pemberdayaan (empowerment) fungsi institusi-institusi sosial dalam
menangani problematika kehidupan masyarakat.
Keempat, melalui upaya kondisioning dalam pemahaman, sikap dan persepsi tentang
keberagaman dan dakwah manusia seutuhnya.
Kelima, membentuk atau melalui upaya kerjasama dengan panti-panti rehabilitasi sosial,
seperti panti jompo, panti anak yatim dan terlantar, program anak asuh, dakwah rumah singgah
yang aman dan nyaman untuk anak-anak jalanan dan sebagainya.
c. Irsyad[8]
Irsyad merupakan upaya-upaya Dakwah yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan dan
konseling islam. Dakwah model ini dilakukan dalam rangka pemecahan masalah sosial (problem
solving) psikologis melalui kegiatan pokok bimbingan dan konseling pribadi, keluarga dan
masyarakat luas baik secara preventif maupun kuratif.
Mengapa hal ini harus dilakukan? Sebab Dakwah mestinya bisa memberi jawaban dan
solusi jitu atas ragam persoalan yang melanda kehidupan masyarakat.
Jika Paulo Friere pernah mengemukakan gagasan brilian tentang pendidikan yang
membebaskan bagi manusia” maka semestinya Dakwah pun harus berorientasi pada “Dakwah”
yang membebaskan manusia dari ragam persoalan kehidupan. Terlebih bagi manusia yang hidup
di zama modern sekarang ini, menurut analisis sosiolog problem hidup manusia sekarang tidak
keluar dari apa yang dinamakan oleh sosiolog Lyman sebagai angkara murka, kesombongan diri,
iri hati/ dengki, rakus dan lahap jalaluddin rahmat. Ketujuh persoalan ini pada prinsipnya lebih
bersifat kultural psikologis, dalam hal ini agama (melalui pendekatan Dakwah) harus
ditransformasikan secara akurat agar bisa menjawab berbagai problem dan tantangan budaya
kontemporer dimaksud.
Itulah sebabnya, fokus dan sentra tema Dakwah tidak lagi hanya sekadar dialog tentang
halal-haram, baik-buruk, wajib-sunnah dan seterusnya. Akan tetapi Dakwah juga harus bisa
digandengkan dengan berbagai persoalan lain yang lebih aktual, misalnya upaya dalam
meningkatkan kesejahteraan (perekonomian) hidup umat, penguasaan ilmu dan teknologi,
informasi dan komunikasi, kesehatan jiwa dan mental, ketenteraman dan kedamaian, dan
sebagainya. Dakwah mestinya hadir dalam berbagai lingkup dan dimensi, baik sebagai upaya
pencerahan, pengembangan dakwah, maupun pemberdayaan umat. Sebab pada intinya Dakwah
tidak semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, melainkan juga merupakan
sebuah proses transfomasi sosial, yang berisikan sejumlah tawaran dan alternatif solusi bagi
umat dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan yang merekahadapi.
Dengan demikian jelaslah bahwa Dakwah yang diarahkan kepada problem solving
menjadi deteminant untuk digali dan dilaksanakan. Sebab sebagaimana yang dijelaskan Munir
Mulkhan, bahwa konsep dan strategi Dakwah yang di arahkan pada problem solving atau
pembebasan terhadap berbagai pedasalahan kehidupan umat di lapangan, pada gilirannya nanti
akan melahirkan imege dan tiga kondisi positif dalam diri umat, yakni
 Tumbuhnya kepercayaan dan kemandirian umat serta masyarakat, sehingga akan lahir dan
berkembang sikap optimis, dan dinamis.
 Tumbuhnya kepercayaan terhadap kegiatan Dakwah guna mencapai tujuan kehidupan yang
lebih baik dan ideal.
 Berkembangnya suatu kondisi sosio-ekonomi, budaya, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai landasan peningkatan kualitas hidup, atau peningkatan kualitas sumber daya umat.
Dengan demikian, menurut Munir Mulkhan Dakwah pemecahan masalah merupakan
upaya yang demokratis bagi pengembangan dan peningkatan ‘ kualitas hidup sebagai bagian ‘
dari pemberdayaan manusia dan masyarakat, termasuk dalam menuntaskan berbagai persoalan
dan problematika kehidupan obyektif dihadapi.
Ringkasnya, melalui Dakwah pemecahan masalah dan pengembangan masyarakat seperti
itu, suatu komunitas masyarakat muslim terkecil sekalipun dapat dikembangkan menjadi
komunitas sosial yang mempunyai kemampuan internal yang berkembang secara mandiri dalam
menyelesaikan persoalannya. Itulah sebabnya pengembangan kemampuan kualitas sumber daya
umat dalam lingkup kecil, seperti keluarga (usrah), atau kelompok (jamaah) pengajian, harus
menjadi persoalan yang perlu mendapat perhatian seluruh lembaga formal Dakwah Islam dan
organisasi sosial keagamaan secara terencana dan sistematis, guna menatap masa depan Dakwah
yang lebih cerah.
d. Tabligh/ta’lim[9]
Model Tabligh atau ta’lim dilakukan sebagai upaya penerangan dan penyebaran pesan
Islam dan dalam rangka pencerdasan serta pencerahan masyarakat melalui kegiatan pokok,
sosialisasi, internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, baik dengan menggunakan
sarana mimbar maupun media massa (cetak dan audio visual).
Melalui upaya Dakwah yang sistematis, metodologis dan sirnultan, akhirnya masyarakat
akan mampu berkembang menjadi salah satu unsur kekuatan dakwah. Apalagi jika keberadaan
dan survivalitas mereka dibina, dijaga dan dikembangkan melalu sistem ke-Dakwah-an yang
harmonis dan terpadu. Karena itu menjadi satu keharusan bagi setiap subyek Dakwah untuk
memahami metodologi Dakwah secara detail. Ke-Dakwah-an, objek Dakwah pada masyarakat
dan lain sebagainya, bertujuan agar bisa melaksanakan agenda Dakwah dengan baik, lebih
profesional, bermutu, dan elegan. Tanpa pemahaman yang baik terhadap metodologi dan strategi
Dakwah dan karakte’ristik dari objek yang dihadapi, rasanya susah untuk berharap jika aktivitas
Dakwah yang dilaksanakan oleh juru Dakwah mampu membentuk dan membawa masyarakat
kepada kondisi pemberdayaan dan pencerahan yang diharapkan, yakni masyarakat yang
memiliki kemandirian dan keswadayaan.
Dan Dakwah pada masyarakat menggunakan metode Bi al-Hikmah. Yaitu suatu
pendekatan yang sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang
didakwahkan atas kemauanya sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik, maupun rasa tertekan.
Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilaksanakan atas dasar
persuasive. Karna dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah
pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis.

Kesimpulan
Pengertian Dakwah Secara estimologi kata dakwah adalah derivasi dari bahasa Arab
“Da’wah”. Kata kerjanya da’a yang berarti memanggil, mengundang atau mengajak.
Dan secara istilah dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun
non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui
penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di
dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan,
adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Esensi dari masyarakat adalah menyangkut kemungkinan atau probabilitas orang atau
keluarga miskin untuk melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupan.
Ciri utama yang menandai masyarakat basanya ialah titik terjadinya apa yang disebut
sebagai mobilitas sosial vertikal, Karena itu pendekatan dan strategi pengembangan Dakwah bil-
amal atau bil-hal terhadap pengembangan masyarakat cukup relevan. Menurut Asep Muhyidin
dan Agus Ahmad Safei ada empat model metode pengembangan Dakwah yang bisa diterapkan
dan harus dilaksanakan secara sinergis, simultan, terkoordinasi dan berkesinambungan, yakni
tadbir, tathwir, irsyad dan tabligh/ta’lim. Keempatnya menghendaki keterlibatan da’i secara
langsung dalam pengentasan kemiskinan dan solusi dari beragam persoalan kehidupan yang
mereka hadapi.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Mahfuz,2009, Hidayat al- Mursyidin ila Thuruq al Wa’zi wa al-Khitabath, Beirut: Dar al-Ma’rif,
tt.
H.M.S Nasarudin Latif, 2007, Teori dan Praktik Dakwah Islamiah, Jakarta: PT Firma Dara.
Shihab , Quraish, 1997, dakwah dalam Alam Pembangunan, Semarang: CV Toha Putra.
Malaikah , Mustafa,1997, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qordhowi Harmoni antara kelembutan dan
Ketegasan, Jakarta Pustaka Al-Kautsar.
Bachtiar , Wardi,1997, Metodologi Penelitian ilmu dakwah, Jakarta: Logos.
Rakhmat , Jalaludin, 1991, Psikologi Komunikasi, Bandung; Remaja Rosda Karya.

http://holongmarinacom.blogspot.com/2017/01/pendekatan-dakwah-berbasis-masyarakat.html

Anda mungkin juga menyukai