Anda di halaman 1dari 10

INVESTIGASI PREVALENSI TUBERKULOSIS DENGAN

PEWARNAAN ACIDFAST, KULTUR DAN METODE REAL-TIME


PCR PADA OTOPSI FORENSIK

ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu penyakit terpenting dan salah
satu penyebab kematian di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki
prevalensi TB pada kasus otopsi forensik di Turki dengan pewarnaan basil tahan asam
(BTA), kultur TB dan metode reaksi rantai polimerase (RT-PCR) dalam jaringan
yang ditanamkan parafin. Sejak Januari 2012 hingga Januari 2015, 1.676 sampel
jaringan diperiksa berdasarkan pewarnaan BTA dan kultur TB, dan 85 sampel
jaringan disematkan parafin di bawah RT-PCR dari 14.083 kasus otopsi forensik yang
diselidiki secara prospektif di Dewan Kedokteran Forensik Istanbul. Didapatkan hasil
positif dengan metode mikrobiologis (pewarnaan BTA dan / atau kultur TB dan / atau
RT-PCR) terdeteksi pada 43 (0,3%) dari 73 (0,5%) kasus di mana TB didiagnosis
dengan temuan histopatologis. Basil tahan asam terdeteksi pada 14 sampel jaringan
dengan pewarnaan BTA, dan total 11 sampel jaringan ditemukan kultur positif
dengan medium Löwenstein-Jensen. DNA Mycobacterium tuberculosis ditemukan
positif pada 36 sampel dengan menggunakan RT-PCR. Sebelas kasus (15%)
terdeteksi sebagai tuberkulosis milier. Pengambilan sampel mikrobiologis harus
menyertai temuan otopsi dan pengambilan sampel histopatologis untuk identifikasi
post-mortem dan pemberitahuan TB aktif selama otopsi forensik. Diagnosis TB dalam
otopsi forensik akan berkontribusi untuk mengklarifikasi penyebab kematian dan
pengumpulan data epidemiologi di Turki, terutama dalam kasus yang tidak
terdiagnosis ante-mortem.

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi di dunia, khususnya di Asia dan Afrika, yang menyebabkan 1,5 juta kematian
dari 9 juta orang yang terinfeksi pada tahun 2013 - menurut laporan WHO 2014.
Perkiraan sekitar 480.000 orang menderita TB resistan multi-obat (MDR-TB), dan
210.000 orang meninggal karena TB-MDR pada 2013.1-3 Jumlah orang di seluruh
dunia yang terinfeksi TB tetapi tidak terdiagnosis atau dilaporkan diperkirakan sekitar
3 juta.4
Demikian juga, ratusan orang di Turki meninggal karena TB tanpa
terdiagnosis atau karena resistan obat. Menurut data dari laporan TB global 2013,
tingkat prevalensi, insidensi dan mortalitas TB di Turki masing-masing adalah 23, 22
dan 0,53 dari setiap 100.000 kasus, dengan tingkat deteksi kasus 87% pada 2012. Hal
ini mengharuskan identifikasi kasus post-mortem yang meninggal karena infeksi TB,
karena akan menjadi langkah penting dalam mengidentifikasi dan merawat 3 juta
pasien TB yang tidak terdeteksi.5-8
Berdasarkan fakta-fakta di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menyelidiki
prevalensi TB dengan pewarnaan basil tahan asam (BTA), kultur TB dan metode
reaksi rantai polimerase (RT-PCR) dalam jaringan tertanam parafin yang diperoleh
dari kasus-kasus post-mortem di Dewan Spesialis Forensik Kedokteran Istanbul.

MATERIAL DAN METODE


Spesimen
Semua kasus dalam penelitian ini dipilih berdasarkan izin dari Komite Ilmiah
Kedokteran Forensik Istanbul. Sebanyak 1.676 sampel jaringan dan 85 sampel
jaringan yang tertanam di parafin dari 14.083 kasus otopsi forensik yang diselidiki
secara prospektif antara Januari 2012 sampai Januari 2015 di Institusi Kedokteran
Forensik Istanbul.

Pewarnaan BTA dan kultur TB


Sebanyak 1.676 sampel jaringan (paru-paru, limpa, hati, ginjal, otak dan
jaringan peritoneum) diperiksa dengan pewarnaan BTA dan kultur TB. Sampel
jaringan dipotong kecil-kecil dengan lancet steril dalam cawan petri steril. Setelah
apusan disiapkan dari potongan-potongan kecil jaringan dan diwarnai sesuai dengan
metode Erlich Ziehl-Neelsen (EZN) untuk mikroskop (Gambar 1), sampel
didekontaminasi dan dicerna dengan NaOH-N-asetil-L-sistein (Salubris, Turki ) dan
kemudian disentrifugasi pada 3500 g selama 15 menit. sesuai dengan protokol
standar. Kultur dibentuk melalui inokulasi sedimen dalam medium Löwenstein-
Jensen (LJ).
Gambar 1. Tampilan ARB secara mikroskopis di preparasi jaringan paru-paru (EZN; 1000 ×).

Pewarnaan hematoxylin dan eosin (pemeriksaan histopatologis)


Sampel jaringan dari otopsi distabilkan dengan larutan formaldehida 10%, yang
diikuti oleh hematoxylin rutin dan pewarnaan eosin (Gambar 2).

Real Time PCR


Dalam penelitian ini, 85 sampel jaringan yang tertanam paraf (68 paru-paru,
lima hati, empat otak, dua limpa, dua pankreas, satu peritoneum, satu ginjal, satu
sumsum tulang belakang, satu jaringan limfoid) yang menunjukkan temuan
histopatologis yang terdiri dari TB ( peradangan granulosa nekrotikans, pneumonia
caseous gelatin, nodul fibrosis nekrotik, dll) diperiksa di bawah PCR. Mycobacterium
tuberculosis (M. tuberculosis) DNA diperiksa di bawah RT-PCR.
DNA diekstraksi dari 85 jaringan tertanam parafin yang diformalin. Tiga atau empat
bagian tebal 10-m dari masing-masing blok dipotong dengan mikrotom. Jaringan
parafin yang ditanamkan dihilangkan bentuknya dua kali dengan 1,5 ml xylene dan
dua kali dengan 1,5 ml etil alkohol. Setelah 20 μl proteinase K dan 600 μl
penambahan buffer ATL, mereka diinkubasi selama 24 jam9. Isolasi DNA
diwujudkan dengan QIAsymphony DSP Virus / Pathogen Midi kit dalam perangkat
QIAsymphony mengikuti protokol jaringan. Proses amplifikasi DNA dilakukan
dengan menggunakan Artus M. tuberculosis RG-PCR. Master mix yang bekerja
disiapkan sesuai dengan protokol kit dengan menambahkan 13,5 μl master mix, 2 μl
Mg2 +, dan kontrol internal 0,5 μl. Akhirnya, 15 μl campuran master yang bekerja
dan 10 μl DNA dikeluarkan di masing-masing kapiler dan dijalankan pada perangkat
gen Rotor Q (Qiagen, Jerman). Parameter amplifikasi standar adalah sebagai berikut:
40 siklus 95°C selama 2 menit, 95°C selama 15 detik, 64°C selama 30 detik, dan
72°C selama 20 detik.

Gambar 2. Peradangan granulomatosa nekrotikans di paru-paru (H&E; 200 ×).

HASIL
Sebanyak 14,083 kasus otopsi diinvestigasi selama 3 tahun. Studi ini termasuk
pewarnaan AFB dan kultur TB pada 1676 spesimen post mortem dan RT-PCR dari 85
sampel parafin embedded tissue di laboratorium mikrobiologi.
Hasil positif diidentifikasi dengan metode mikrobiologi (pewarnaan AFB dan/atau
kultur TB dan/atau RT-PCR) pada 43 (0.3%) dari 73 (0.5%) dari 14,083 kasus otopsi
dengan diagnosis TB yamg dilakukan pemeriksaam secara histopatologi. Basil tahan
asam ditemui pada 14 sampel jaringan (10 paru paru, 2 limpa, 1 ginjal, 1 peritoneum)
dengan pewarnaan AFB, 11 kultur dinyatakan positif pada sampel karingan (6paru
paru, 3 limpa, 1 peritoneum, 1 sampel jaringan ginjal) dengan media LJ. DNA M.
Tuberkulosis didapatkan positif pada 36 sampel (32 paru paru, 2 pankreas, 1 otak, dan
1 medula spinalis) dengan RT-PCR.
Selama otopsi, penemuan TB (lesi nodular, struktur kavernosa, perlengketan
pada paru dan pleura, penebalan pleura, cairan purulen) secara makroskopis
ditemukan pada paru atau jaringan lain dari 73 kasus (gambar 3). Dua dari 73 kasus
(2.7%) positif HCV dan HIV, 3 kasus (4.1%) positif HIV. Dua puluh (28.4%) dari 73
kasus berkebangsaan asing (Libia, Turmenistan, Pakistan, Georgia, Syria, Nigeria,
Senegal, Bangladesh, Mongolia, China, Gambia, Yordania, Uganda, Romania).
Sebelas (15%) kasus terdeteksi sebagai tuberkulosis milier (limpa, hati, otak, ginjal,
usus, pancreas, miokardium, esofagus, peritoneum), dan orang berkebangsaan asing
dihitunh terdapat 8 dari 11 kasus TB milier.

Gambar 3. Lesi nodul nekrotik di usus pada kasus tuberkulosis milier


Temuan histopatologi dan data epidemiologi dari 73 kasus dirangkum dalam Tabel 1.

PEMBAHASAN
Sebagai hasil penelitian untuk menentukan prevalensi TB dengan metode
mikrobiologi (pewarnaan AFB, kultur TB, RT-PCR) dari 14,083 kasus otopsi yang
didiagnosis secara histopatologis dari tahun 2012 hingga 2015, positif dengan metode
mikrobiologi (pewarnaan AFB dan/atau kultur RT-PCR) teridentifikasi di 43 (0.3%)
dari 73 (0.5%) kasus terdiagnosis TB. Identifikasi TB pada otopsi akan berkontribusi
dalam mengklarifikasi penyebab kematian dan sebagai koleksi data epidemiologi di
Turki, khususnya kasus antemortem yang belum terdiagnosis. Pewarnaan tahan asam
dan kultur TB, bersama dengan pengambilan sampel penting untuk diagnosis TB aktif
pada kasus post mortem. Tanpa pewarnaan mikrobiologi pada post mortem, diagnosis
histopatologi sebagaimana mendeteksi DNA M. Tuberkulosos di jaringan parafin
embedded dengan PCR masih memiliki nilai diagnostik, tetapi sensitivitasnya lebih
rendah.
TB menyebabkan gangguan kesehatan pada jutaan manusia setiap tahunnya,
dan menempati peringkat kedua sebagai penyebab utama kematian yang dikarenakan
oleh penyakit infeksi di seluruh dunia, setelah HIV. Angka kematian TB sangat tinggi
dimana seharusnya bisa dicegah jika orang bisa pergi ke layanan kesehatan untuk
diagnosis dan terapi10. Namun diagnosis dan laporan kasus postmortem juga penting
sebagai pelengkap data epidemiologi frekuensi TB11.
Tabel 1. Data dari 73 kasus tuberculosis yang ditemukan pada otopsi (n: 73)
Temuan Histopatolgis kasus %
Necrotising granulomatous inflammation/ Necrotising granuloma 31 42,5
Necrotising granulomatous inflammation with pneumonia 15 20,5
Gelatinous caseous pneumonia 8 11
Necrotic fibrous nodules 4 5,8
Miliary tuberculosis 11 15
Tuberculosis meningitis 1 1,3
Myocarditis 1 1,3
Temuan lain 2 2,7
Temuan epidemiologis
Pria 61 83,5
Wanita 12 16,5
Kematian dirumah 33 45,2
Kematian diluar 12 16,5
Kematian di rumah sakit dengan pneumonia atau insufisiensi respirasi 5 6,8
Kematian di rumah sakit dengan diagnosis tuberculosis 7 9,6
Kematian di rumah sakit dengan dengan diagnosis lain 16 21,9
HIV dan HCV positif 2 2,7
HIV positif 3 4,1
Warga turki 53 72,6
Warga asing 20 28,4
Narapidana 10 13,6
DISKUSI
Sejauh ini, pemeriksaan histopatologi dengan pengecatan H&E, pengecatan
AFB atau kultur TB lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB pada beberapa
penelitian kasus post mortem. Pavic et al menemukan 61 kasus TB (1,8%)
teridentifikasi dengan pengecatan H&E atau pengecatan AFB atau kultur TB pada
3479 otopsi. Ozsoy et al melaporkan bahwa pengecatan AFB dan kultur positif hanya
ditemukan pada tiga (1%) kasus dari 302 kasus otopsi. Flavin et al mengidentifikasi
15 kasus TB aktif (0,3) sebagai hasil dari review catatan otopsi dan slide histologis
dan pengecatan AFB selama 14 tahun. Penelitian yang mirip dari DeRiemer et al.
menemukan hanyak 4% dari 3102 kasus TB yang terdiagnosis dari 1986 hingga 1955.
Lum et al melaporkan terdapat 30 kasus TB ditemukan pada otopsi, dan 70% tidak
terdiagnosis sebelum meninggal, namun masing-masing kasus berpotensi infektif.
Selanjutnya, Rowinska-Zakrzewska et al menemukan proporsi kasus TB terdiagnosis
saat otopsi dengan mikroskopik sebanyak 7,9% dari 1500 otopsi. Kemudian pada
akhirnya penelitian ini mendiagnosis infeksi TB dengan RT-PCR sebagai tambahan
dari metode pengecatan AFB, kultur TB dan pengecatan H&E , dan positivitas
dengan metode mikrobiologis terdeteksi pada 43 (0,3%) diluar 73 (0,5%) kasus
dimana tuberculosis terdiagnosis dengan temuan histopatologis di 14,083 kasus
otopsi.
Hanya 23 diluar 73 kasus dari diagnosis histopatologis sesuai dengan TB pada
penelitian memiliki sampel mikrobiologis saat otopsi untuk pengecatan AFB dan
kultur TB. Positivitas dengan pengecatan AFB dan atau kultur TB terdeteksi pada 13
dari 23 kasus dan M. tuberculosis DNS ditemukan positif pada 10 dari 23 kasus.
Positivitas pada pengecatan AFB dan kutur TB dan metode PCR tidak terdeteksi pada
6 dari 23 kasus (Tabel 2). Kasus-kasus diagnosis histopatologis ini sesuai dengan
kemungkinan TB tidak aktif, menurut opini penelti.
DNA M. Tuberculosis ditemukan positif pada jaringan dalam paraffin
sebanyak 26 kasus tanpa sampel mikrobiologis selama otopsi. Tanpa adanya sampel
mikrobiologis post-mortem, deteksi DNA M tuberculosis pada jaringan dalam
paraffin dengan PCR merupakan metode penting untuk endiagnosis infeksi M
tuberculosis. Marchetti et al membandingkan keefektivan dari empat PCR test dalam
mendeteksi M tuberculosis dari jaringan dalam paraffin pada pasien HIV positif saat
otopsi, dan ditemukan diagnosis retrospektif infeksi M tuberculosis dapat berguna
saat material segar tidak tersedia untuk kultur.
Tabel 2. Perbandingan EZN, kultur dan PCR dari kasus dengan sampel mikrobiologis
(n=23)
Kasus Sampel EZN Kultur PCR Kasus Sampel EZN Kultur PCR
1 Paru neg pos Neg 11 Paru pos Pos Neg
2 Paru pos neg ND 12 Paru Pos ND Neg
2 Lien pos neg ND 12 m. spinalis ND ND Pos
2 Peritoneum Pos Pos neg 13 Paru Pos ND Neg
3 Paru Pos Pos Pos 14 Paru Neg Neg Pos
3 Lien Pos Pos ND 15 Paru Neg Neg Pos
3 Pancreas ND ND Pos 16 Paru Neg ND Pos
4 Ginjal Pos Pos Neg 16 Otak neg ND Pos
5 paru Pos Pos Neg 17 Paru Neg Neg Pos
6 Paru Pos ND Neg 18 Paru Neg Neg Neg
7 paru Pos ND Neg 19 Paru Neg Neg Neg
7 Pancreas ND ND Pos 20 Paru Neg Neg Neg
8 Paru Pos Pos Neg 21 Paru Neg Neg Neg
9 Lien Neg Pos Neg 22 Paru Neg Neg Neg
10 Paru Pos Pos Pos 23 Paru neg ND Neg
10 lien Neg pos ND
EZN: Ehrlich-Ziehl-Neelsen, PCR: Polymerase Chain Reaction, pos: positif, neg:
negative, ND: not done

Tarng et al. 18 menekankan bahwa uji PCR pada jaringan yang ditanamkan
paraffin adalah pendekatan yang berpotensi bermanfaat jika pewarnaan dan budaya
mikobakteri negatif. Namun, penelitian klinis pada jaringan yang tertanam parafin
telah dilaporkan memiliki sensitivitas rendah karena kegagalan untuk mencapai
standarisasi lengkap selama deparafnisasi dan proses PCR.19,20 Oleh karena itu,
pengembangan standardisasi dan pemilihan yang tepat primer memberikan
sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi M. tuberculosis pada jaringan yang
21,22
ditanamkan. Akhirnya, uji RT-PCR jaringan yang ditanamkan parafin
direkomendasikan untuk studi banding dengan budaya TB sebagai standar emas untuk
menunjukkan sensitivitas yang sebenarnya.
Tuberkulosis milier dapat mempengaruhi beberapa sistem organ, dan hampir
selalu berakibat fatal 23 . Dalam studi saat ini, situs luar paru TB ditentukan dalam
limpa, hati, otak, ginjal, pankreas, miokardium, esofagus, usus, kelenjar getah
bening dan peritoneum oleh histopatologi. Usia, jenis kelamin, kebangsaan, riwayat
klinis, histopatologi dan mikrobiologi dari kasus TB miliar dirangkum dalam Tabel
3.
Fakta bahwa sebagian besar kasus dalam penelitian ini memiliki riwayat klinis
yang ditemukan tewas di rumah (33 kasus, 45,2%), dan menemukan di luar mati
(12 kasus, 16,5%) menekankan pentingnya TB yang tidak terdiagnosis dalam kasus
meninggal. Dalam kasus yang dirawat di rumah sakit, 5 (6,8%) dari 73 kasus
meninggal karena kegagalan pernafasan atau pneumonia,dan 16 (21,9%) kasus
karena alasan lain (kecelakaan lalu lintas, trauma, riwayat kanker, HIV atau
pengobatan HCV, dll). TB yang tidak terdiagnosis dapat bertindak sebagai sumber
infeksi silang di masyarakat dan di rumah sakit. Diamati bahwa 7 (9,6%) dari 73
kasus telah didiagnosis dengan TB dan meninggal di rumah sakit.
Diagnosis TB biasanya dilakukan setelah otopsi karena ada sedikit riwayat klinis
dan TB klinis yang belum diakui mengenai orang yang sudah meninggal sebelum
otopsi forensic.24 Oleh karena itu, otopsi berperan penting dengan mengidentifikasi
kasus-kasus sebelumnya tidak terdiagnosis TB. Untuk identifikasi dan
pemberitahuan post-mortem TB aktif selama otopsi forensik, pengambilan sampel
mikrobiologis harus menyertai pengambilan sampel histopatologis. Karena
tingginya tingkat TB tak terduga pada otopsi, pekerja kedokteran forensik memiliki
risiko pekerjaan yang lebih besar untuk tertular.25,26 Selain itu, mendeteksi
prevalensi TB aktif memungkinkan peningkatan kesadaran staf otopsi berkaitan
dengan upaya perlindungan pribadi.
Tabel 3. Klinis, Histopatologis, MIkrobiologi dari kasus TB Milier
Kasus Seks Umur Kebangsaan Temuan Temuan Histopatologi Riwayat Klinis
Mikrobiologi
1 F 25 Libya EZN (+) NGI (paru-paru, limpa, Diagnosis TB, Kematian
Kultur (+) peritoneum) di rumah sakit
2 M 53 Jordan PCR (+) GCP (paru-paru), NGI Kematian di hotel
(limpa, hepar)
3 M 37 Turkmenista PCR (+) NGI (paru-paru, hepar) Trauma, kematian di
n rumah sakit
4 M 57 Turki PCR (-) NGI (paru-paru, limpa, Kematian di rumah
hepar, miokardium)
5 M 50 Turkmenista EZN (+) NGI (paru-paru, limpa, HIV (+), HCV (+), Mati
n Kultur (+) hati, ginjal, otak) diluar
PCR (+)
6 M 36 Nigeria PCR (+) NGI (paru-paru, limpa, Tahanan, Kematian di
hati, ginjal, esofagus) rumah sakit
7 M 41 Senegal PCR (+) NGI (paru-paru, hepar, Kematian di rumah
limfonodi, otak)
8 F 10 Warga EZN (+) NGI (paru-paru, limpa, HIV (+), Kematian di
Negara asing PCR (+) hepar, ginjal, pankreas, rumah sakit
miokardium, usus halus,
otak)
9 M 51 Turki EZN (+) NGI (paru-paru, hepar) Tahanan, kematian di
Kultur (+) rumah sakit
10 M 40 Gambia Kultur (+) NGI (paru-paru, limpa, Kematian di rumah
hepar, ginjal, otak,
miokardium)
11 M 33 Turki EZN (+) NGI (paru-paru, limpa, HIV (+), kematian di
PCR (+) otak) rumah sakit

Konflik Kepentingan
Semua penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan

Anda mungkin juga menyukai