1
Sistem :
- mempunyai tujuan
- terdiri dari komponen - komponen
- komponen-komponen tersebut
d. Transportasi, misalnya mempunyai
elevator, fungsiban
eskalator, berjalan, kereta api,
masing-masing yang merupakan suatu kesatuan
pesawat terbang, dan sebagainya.
e. Servomekanis
f. Bidang
1.1.Konsep non
Dasar teknik,
Sistem misalnya bidang ekonomi, sosiologi, dan
Kontrol
biologi.
Sistem kontrol adalah hubungan antara komponen-komponen
Sebagai
yang dasar sebuah
membentuk dalam konfigurasi
menganalisis dan
sistem mendesain sistem kontrol
untuk
adalah mendapatkan
dengan menggunakan
tanggapan teori
sistemsistem linier. Plant atau proses yang akan
yang diinginkan
dikontrol dapat direpresentasikan oleh hubungan sebab akibat, hal tersebut
Dasar untuk menganalisis dan mendesain sistem kontrol
dapat dilihat dalam Gambar 1.1. Input merupakan sesuatu yang diinginkan
adalah teori sistem linier
dalam sistem kontrol, sedangkan output merupakan sesuatu yang terjadi atau
merupakan
Plant tanggapan
atau prosessistem.
yang akan dikontrol
dapat direpresentasikan oleh hubungan sebab akibat
input output
plant atau proses 1
Gambar 1.1 Hubungan Sebab Akibat dalam Sistem Kontrol.
2
Gambar 1.2 Diagram Balok Sistem Loop Terbuka Sistem
Pengaturan Temperatur Ruangan.
K1 h
- h tetap walau aliran fluida
pada katub K1 berubah-ubah
Gambar 1.3 Sistem Pengaturan Permukaan Cairan dalam Tangki.
- dicapai dengan pengaturan secara
manual pada katub K2 pada
Sistem tersebut dapat digambarkan dengan diagram balok
waktu sebagai seperti
tertentu
terlihat dalamDiagram
GambarBalok
1.4. :
3
Pengenalan Konsep Sistem Pengaturan
Sistem Pengaturan Loop Terbuka
* sistem
+V pengaturan peluncur rudal
Sinyal Penguat
Motor
+v kontrol Daya
Lokasisinyal Penguat
Motor
-V
remotekontrol Daya
-v
lokasi
remote
- posisi1.5
Gambar sudut peluncur
Sistem rudal diatur
Pengaturan Posisi Sudut Peluncur Rudal.
- komando (potensiometer) untuk menggerakkan peluncur rudal
Sedangkan- sinyal
diagram balok
kontrol sistem pengaturan
diperkuat posisi
menggerakkan motorsudut peluncur rudal
yang terhubung dengan peluncur
tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.6.
input Sistem Pengaturan output
(posisi sudut yang dikehendaki) (Penguat daya & Motor) (posisi sudut yang terjadi)
4
Pengenalan Konsep
Suatu proses Sistem
dalam sistem Kontrol
loop tertutup secara fungsional
dapat dinyatakan dalam diagram balok, seperti terlihat dalam Gambar
1.7.Block Diagram of a feedback control system
Disturbance
u
Reference Actuating Manipulated Controlled
Input Signal Control Variable Output
Plant
r + e=r b Element :g1 m g2 c
forward path
b
Feedback
Elements
h
feedback path
Secara umum, komponen sebuah sistem kontrol loop tertutup terdiri dari :
a. Reference Input (masukan acuan, r), merupakan sinyal acuan bagi
sistem kontrol. 14
b. Actuating Signal (e), merupakan sinyal kesalahan/error. yang
merupakan selisih antara sinyal acuan (r) dan sinyal b.
c. Control Element, (g1) merupakan elemen yang berfungsi untuk
memproses kesalahan/error yang terjadi dan setelah kesalahan
tersebut dimasukkan melalui elemen pengontrol.
d. Manipulated Variable (variabel yang dimanipulasi), merupakan
sinyal yang dihasilkan oleh control element yang berfungsi sebagai
sinyal pengontrol tanpa adanya gangguan.
e. Plant/proses, merupakan obyek fisik yang dikontrol, dapat berupa
proses mekanis, elektris, hidraulis maupun gabungannya.
f. Disturbance, merupakan sinyal gangguan yang tidak diinginkan.
g. Feedback Element (jalur umpan balik), merupakan bagian sistem
yang mengukur keluaran yang dikontrol dan kemudian
mengubahnya menjadi sinyal umpan balik.
h. Forward Path, merupakan bagian sistem tanpa umpan balik.
5
1.1 Sistem Kontrol Loop Tertutup
Respons
deteksi (keluaran)
Alat Kontrol Beban
input kesalahan
(masukan) forward path
umpan balik
feedback path
6
Contoh Loop Tertutup
input + output
Kontroler Plant
(temperatur ruangan - (temperatur ruangan)
yang diharapkan)
Pengukuran
Temperatur
K2
+V
pelampung
K1
h -V
Penguat Penggerak/
Daya motor
input + output
Kontroler Motor Tangki
(permukaan tangki _ (permukaan tangki
yang diinginkan) sesungguhnya)
sensor
7
Contoh sistem loop tertutup yang lain adalah sistem pengaturan
posisi sudut peluncur rudal secara otomatis seperti terlihat dalam Gambar
1.12.
+V
Sinyal +
kontrol Beda Error Penguat
Motor
_ penguat Daya
-V
+V
Feedback
-V
1.2.4 Sistem kontrol waktu kontinyu dan sistem kontrol waktu diskrit
Sistem kontrol waktu kontinyu jika semua variabel sistem adalah
fungsi dari waktu. Sistem kontrol waktu diskrit jika hanya melibatkan satu
atau lebih variabel yang hanya diketahui pada saat waktu diskrit.
8
masukan (kecepatan yang diinginkan) dan satu keluaran yang dikontrol
(kecepatan keluaran). Contoh sistem kontrol banyak masukan banyak
keluaran adalah misalnya pada sistem kontrol proses Yang mempunyai dua
masukan (masukan suhu dan masukan pH) dan dua keluaran (keluaran suhu
dan keluaran pH)
dimana a,b(a)
simbol lingkaran kecil dengan
dan c adalah variabel (b) tanda panah yang menunjukkan ara
Titik1.13
Gambar Operasi Penjumlahan dan Pengurangan. a, +b, dc dan d
Cabang
merupakan Variabel.
a Diperlukan untuk mengembalikan keluaran ke
z z
a+ c a+ c
masukan/bagian lain dalam sistem
Harga yang dikembalikan tetap sama dengan
1.4 Titik Cabangz harga pengembaliannya
Dalam sistem kontrol, seperti terlihat dalam Gambar 1.14 suatu titik
- c = a-b
cabang (a) diperlukan untuk mengembalikan keluaran ke masukan/bagian - c = a-b+d
lain dalam sistem. Dalam simbol ini harga yang dikembalikan tetap sama 15
b
dengan harga pengambilannya atau nilai z pada ketiga cabang tersebut b
harganya sama.
Titik Cabang
a. Sensor/transduser.
Sensor digunakan sebagai elemen yang langsung mengadakan
kontak dengan obyek yang diukur. Transduser berfungsi untuk
mengubah besaran fisis yang diukur menjadi besaran fisis lainnya.
Pada umumnya mengubah besaran-besaran tekanan, temperatur,
aliran, posisi dan sebagainya menjadi besaran listik.
b. Error Detector
Mengukur kesalahan (error) yang terjadi antara keluaran
sesungguhnya dan keluaran yang diinginkan. Beberapa transduser
ada yang dilengkapi dengan error detector.
10
pengontrol, pompa dan sebagainya. Elemen keluaran ini harus
mempunyai kemampuan untuk menggerakkan beban ke suatu harga
yang diinginkan.
d. Penguat / Amplifier
Power Amplifier merupakan unit yang dibutuhkan karena daya dari
error detector tidak cukup kuat untuk menggerakkan elemen
keluaran. Karena fungsi pengontrolan adalah untuk mengendalikan
keluaran agar kesalahan mendekati nol, maka diperlukan penguat
daya (power amplifier).
Penguat Tegangan (Voltage Amplifier), dalam bentuk fisiknya
penguatan ini banyak dilakukan oleh operational amplifier (op amp).
BAB II
MATEMATIKA SISTEM KONTROL
2.1 Transformasi Laplace
11
Transformasi Laplace merupakan metode operasional yang dapat
digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linier.
Transformasi tersebut dapat mengubah beberapa fungsi umum seperti
sinusoida, sinusoida teredam dan fungsi eksponensial menjadi fungsi aljabar
kompleks.
Penggunaan Transformasi Laplace ini memungkinkan penggunaan
teknik grafis untuk meramal kinerja sistem. Keuntungan lain penggunaan
Transformasi Laplace adalah diperolehnya secara serentak baik komponen
peralihan maupun komponen keadaan mantap (steady state) jawaban
persamaan pada waktu menyelesaikan persamaan deferensial
¥
F(s) = L [f(t)] = f(t) e -st dt
ò
0
dengan:
F(s) = Transformasi Laplace dari f(t).
A
=
s
Jika pada fungsi tersebut, nilai A = 1, maka fungsi tersebut dikenal dengan
istilah fungsi unit step/fungsi tangga satuan.
b) Fungsi sinusoida
Dalam Gambar 2.2 dapat dilihat suatu fungsi sinusoida, dimana
f(t) = Sin At .
f(t)
0 t
13
¥
F(s) = ò Sin A t e -st dt
0
¥
e jAt - e - jAt -st
=ò e dt
0
2j
A
=
s + A2
2
c) Fungsi pulsa
Dalam Gambar 2.3 dapat dilihat suatu fungsi pulsa, sebagai contoh adalah
f(t) = h ; 0 < t < t0
contoh :
= 0 ; t >t0
c. Pulsa
h
s
1 - e - st
= ( )
d) Fungsi eksponensial menurun
Dalam Gambar 2.4 dapat dilihat suatu fungsi eksponensial
menurun, dimana f(t) = e-at.
f(t)
f(t) = e-at , 14
t>0
Gambar 2.4 Fungsi Eksponensial Menurun.
1
=
s+a
f(t)
f(t) = kt , t > 0
15
t
Gambar 2.5 Fungsi Tanjak/ramp.
¥
F(s) = f(t)e - st dt
ò
0
¥
= te - st dt
ò
0
1
=
s2
Jika nilai k = 1, maka fungsi fungsi tersebut umumnya disebut dengan fungsi
unit ramp.
b) Superposisi
L [f1 (t) + f 2 (t)] = F1 (s) + F2 (s)
= L [f1 (t)] + L [f 2 (t)]
c) Translasi waktu
Jika F(s) merupakan Transformasi Laplace dari f(t), a merupakan
bilangan positif nyata dimana berlaku f(t - a) = 0 untuk 0 < t < a ,
maka:
L [ f(t - a)] = e -as F(s)
Bukti:
Misal t - a = τ
16
¥
F(s) = f(t ) esτ dt
ò
0
¥
- s(t - a)
= ò f(t - a) e dt
0
¥
= ò f(t - a) e - st easdt
0
¥
= e as f(t - a) e - st dt
ò
0
= e - as F(s)
Contoh:
Pada fungsi tangga/step seperti terlihat dalam Gambar 2.6, dimana
f(t) = 0 ; t < 0
= A;t ³0
f(t)
t
0
17
f(t) = A; t ³ a
f(t)
0 a t
18
[ ]
L e at f(t) = F(s - a)
A
(Sin A t) = 2 , sehingga
s + A2
A
(eat Sin A t) =
(s + a) 2 + A 2
é d f(t) ù
L ê ú = s F(s) - f(0)
ë dt û
é d 2 f(t) ù 2 d
L ê 2 ú
= s F(s) - s f(0) - f (0)
ë dt û dt
é d n f(t) ù n n -1 n -2 d n -2 d n -1
L ê n ú
= s F(s) - s f(0) - s f(0) - ... - f(0) - f(0)
ë dt û dt n -2 dt n -1
g) Integrasi
L [ò f(t) ] = F(s) +
ò f(0)
s s
n
én ù F(s) f(0)dtò
f(0) ò
êë ò
L ê f(t) dt ú = n +
úû s sn
+ ... +
s
dimana:
ò f(0) dt merupakan harga awal integral
f(0) merupakan harga f(t) untuk t = 0
h) Nilai akhir
Memberikan harga f(t) pada keadaan mantap (steady state) atau t ® ¥ ,
yaitu
19
lim f(t) = lim sF(s)
t ®¥ s ®0
i) Nilai awal
Memberikan harga f(t)pada keadaan awal atau t ® 0 , yaitu
lim f(t) = lim sF(s)
t ®0 s ®¥
CONTOH SOAL:
Tentukan Transformasi Laplace fungsi-fungsi :
Tentukan Tranformasi Laplace fungsi-fungsi berikut ini:
f(t) f(t) f(t)
1 1 1
t t t
0 t0 0 A 0 1 2
1
dt
h
r
t
t 0 t0
0
f(t) = 0, t < t0
= 1, t t0
0 - e-st0 )
20
t0 ¥
ò
F(s) = 0 e -st dt + 1 e -st dt
0
ò
t0
¥
òe
-st
= dt
t0
¥
1
= - e -st
s t0
1
= - (e -s¥ - e -st 0 )
s
1
= - (0 - e -st 0 )
s
1
= e -st 0
s
Tentukan Transformasi Laplace fungsi-fungsi :
Penyelesaian nomor (2)
f(t) f(t) f(t)
1 1 1
t t t
0 t0 0 A 0 1 2
21
place fungsi-fungsi :
Penyelesaian nomor (3)
f(t) f(t)
1 1
t t
0 A 0 1 2
ò ò
F(s) = t e dt + (-t + 2) e - st dt
- st
h
0 1
x
= [ f(t) ] = f(t) dt= F1 (s) + F2 (s)
e-stF(s)
0
ò u dv = uv - ò v du
u=t
du = dt
e - st dt = dv
1
v = - e - st
s
1
• ò
F1 (s) = t e - st dt
0
1 1
1 - st 1
F1 (s) = - t
s
e
0
+
s0 ò
e - st
1 1
1 1
= - t e - st - 2 e - st
s 0 s 0
1 1
= - e - s - 2 (e - s - 1)
s s
1
= 2 (1 - e - s - s e - s )
s
22
2
• ò
F2 (s) = (-t + 2) e - st dt
1
2
1 1
s s1 ò
F2 (s) = -(- t + 2) e - st + e - st
2 2
1 1
= - (- t + 2) e -st + 2 e -st
s 1 s 1
1 1
= -(0 + (-1 + 2)) e -s + 2 (e -2s - e -s )
s s
1 -s 1 -2s
= e + 2 (e - e -s )
s s
1 2
ò ò
F(s) = t e - st dt + (-t + 2) e - st dt
0 1
23
No. f(t) F(s)
1. Unit impuls δ (t) 1
1
2. Unit step 1(t)
s
1
3. t
s2
1
4. e - at
s+a
1
5. t e - at
(s + a) 2
ω
6. sin ωt
s + ω2
2
s
7. cos ωt
s + ω2
2
n!
8. t n e - at (n = 1,2,3,...)
(s + a ) n +1
1 s
9. (b e - bt - a e - at )
b-a (s + a)(s + b)
1 æ 1 ö 1
10. ç (b e - bt - a e - at ) ÷
ab è a - b ø s(s + a)(s + b)
ω
11. e - at sin ωt (s + a)2 + ω2
s+a
12. e - at cos ωt (s + a)2 + ω2
A A
13. (1 - e - at )
a s(s + a)
1
1- e -ξωn t sin (ω n 1 - ξ 2 t + f )
14. 1- ξ2 ωn2
1- ξ2 (s 2 + 2ξωn s + ωn2 )s
f = arctan
x
24
Transformasi Laplace balik merupakan proses matematik untuk
mengubah dari variabel kompleks ke bentuk fungsi waktu. Notasi
f(t) = L -1-1,[F(s)
Transformasi Laplace balik dinyatakan dengan ]
sehingga
f(t) = L [F(s)]
-1
2p j ò
f(t) = F(s)est ds (t > 0)
c - jω
dengan c, suatu absis konvergensi konstanta real dan dipilih lebih besar dari
bagian real dari semua titik singular F(s). Artinya lintasan paralel sumbu
jω dan berjarak sejauh c. Lintasan integral ini berada di sebelah kanan
semua titik singular.
Metode yang lebih sederhana untuk menentukan invers
Transformasi Laplace dari F(s) ke dalam bentuk fungsi waktu f(t) adalah
dengan menggunakan tabel Transformasi Laplace. Dalam hal ini,
Transformasi Laplace harus dibawa ke dalam bentuk yang ada dalam Tabel
Transformasi Laplace. Seringkali suatu fungsi yang harus diselesaikan tidak
terdapat dalam tabel, jika hal ini terjadi maka kita harus mengekspansinya
dan menulis F(s) dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dilakukan
Transformasi Laplace.
Contoh:
Tentukan Transformasi Laplace balik dari
s+4
F (s) =
( s + 1)( s + 3)
Ekspansi pecahan parsial dari F(s) adalah
s+4 a a
F (s) = = 1 + 2
( s + 1)( s + 3) s +1 s + 3
dengan a1 dan a2 adalah sebagai berikut
é s+4 ù és + 4ù
a1 = ê( s + 1) ú = ê = 3/ 2
ë ( s + 1)( s + 3) û s = -1 ë s + 3 úû s = -1
25
é s+4 ù és + 4ù
a 2 = ê( s + 3) ú =ê = -1 / 2
ë ( s + 1)( s + 3) û s = -3 ë s + 1 úû s = -3
Sehingga
f(t) = L [F(s)]
-1
-1 é 3/ 2 ù -1 é - 1 /
2ù
=L ê s + 1ú + L ê s+3ú
ë û ë û
= 3 / 2e -t - 1 / 2e -3t (t ³ 0)
2.4 Pemakaian Transformasi Laplace
Transformasi Laplace dapat digunakan dengan mudah untuk
menyelesaikan suatu persamaan diferensial. Adapun langkah-langkah dalam
menyelesaikan persamaan differensial dengan menggunakan Transformasi
Laplace adalah sebagai berikut:
a) Menuliskan persamaan diferensial sistem yang akan dianalisis.
b) Menuliskan Transformasi Laplace dari persamaan diferensial
tersebut.
c) Menentukan Transformasi Laplace dari tiap suku dalam persamaan
diferensial tersebut.
Syarat-syarat permulaan (kondisi awal) harus diberikan.
d) Menyatakan bentuk transformasi dalam daerah (fungsi) s.
e) Jika diinginkan dalam daerah (fungsi) t dapat digunakan tabel
Transformasi Laplace.
Contoh 1:
contoh :
1) Suatu bentuk rangkaian sistem elektris yang terdiri dari sumber listrik
suatuE,bentuk
searah sakelarsistem elektris
s, hambatan yang R
elektrik terdiri dari sumber
dan komponen listrikterhubung
L yang searah E,
sakelar
seri s, hambatan
(lihat Gambar 2.6). elektrik R dan komponen L
s
R
L
E
i
Jika diinginkan nilai arus sebagai fungsi waktu, kita dapat menggunakan
tabel Transformasi Laplace, dimana bentuk I(s) merupakan bentuk yang
sama dengan
A E R
dengan nilai A = dan a =
s(s + a) L L
A A
Invers Transformasi Laplace bentuk adalah (1 - e - at )
s(s + a) a
27
R
E -Lt
peralihan yaitu - (e ) yang menurun menuju nol sesuai dengan
R
pertambahan waktu.
Contoh 2.
Misal sebuah rangkaian seri RLC terdiri batere E, sakelar s, hambatan
elektrik R, kumparan L dan kapasitor C yang terhubung seri seperti terlihat
dalam Gambar 2.7. Nilai masing-masing komponen seperti tertera dalam
gambar tersebut.
s
R = 200W
i L = 1H
E = 0v
C = 50 µF
- +
Gambar 2.7 Rangkaian RLC Seri.
Penyelesaian:
di 1
L + Ri +
dt C ò
i dt = 0
28
ò i(0)dt = 0 Þ muatan awal q(0) kondensator
q 1 q(0) V
V = Þ
c
c Cs ò i(0) dt =
Cs
=
s
0
I(s) 1
sI(s) + 200I(s) + -6
- =0
50 × 10 s s
1
I(s) =
s + 200s + 2 × 104
2
1
=
( s + 100) 2 + 1002
1 é 100 ù
= ê 2 2ú
100 ë ( s + 100) + 100 û
Jika diinginkan nilai arus sebagai fungsi waktu, kita dapat memperolehnya
dengan cara menggunakan tabel Transformasi Laplace, sehingga didapatkan:
1
i(t) = (e -100t sin 100t) A
100
BAB III
PEMODELAN
29
3.1 Fungsi Alih
Dalam teori sistem kontrol, fungsi alih digunakan untuk mencirikan
hubungan masukan dan keluaran dari komponen/sistem yang dapat
digambarkan dengan persamaan diferensial linier, invarian waktu. Fungsi
alih persamaan diferensial, invarian waktu suatu sistem didefinisikan sebagai
perbandingan antara Transformasi Laplace keluaran terhadap Transformasi
Laplace masukan dengan anggapan semua syarat awal nol.
L (keluaran )
Fungsi alih = G(s) =
L (masukan ) keadaan awal nol
Y(s) b0 s m + b1s m -1 + ... + bm -1s + bm
= =
X(s ) a0 s n + a1s n -1 + ... + an -1s + an
30
cukup baik. Sebuah sistem dapat digambarkan dalam banyak cara yang
berbeda sehingga mungkin mempunyai banyak model matematika.
Satu model matematika mungkin lebih cocok daripada model
matematika yang lain, misalnya :
• Gambaran tempat kedudukan (state space) mungkin cocok untuk
mengerjakan sistem dengan banyak masukan dan banyak keluaran
(MIMO).
• Analisis tanggapan transien atau tanggapan frekuensi SISO linear, waktu
tidak berubah sehingga gambaran fungsi alih lebih baik dan mudah.
Dinamika sistem mekanik, listrik, panas, ekonomi dan sebagainya
mungkin dijelaskan dalam bentuk persamaan diferensial. Persamaan
Model matematis
diferensial tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan hukum fisika yang
mengendalikan sistem tertentu, misalnya Hukum Newton untuk sistem
Sistem
mekanikamekanika
dan Hukum Kirchoff untuk sistem listrik.
Berikut diberikan contoh pemodelan pada sistem mekanika. Hukum
Hukum dasar
dasar yang : Hukum
mengatur II Newton
sistem mekanika adalah hukum kedua Newton yang
dapat diterapkan pada sistem mekanika apapun.
- Sistem translasi mekanika
Sistem translasi mekanika.
sistem dashpot massa pegas yang dipasang pada kereta
Misalnya pada sistem dashpot-massa-pegas
u y
k
m
31
k = konstanta pegas
• •
dianggap gaya gesekan dash pot sebanding dengan y - u dan pegas
adalah pegas linier, yaitu gaya pegas sebanding dengan y – u.
Untuk sistem translasi, hukum Newton II menyatakan bahwa:
ma = Få
m = massa, kg
a = percepatan, m/dt2
F = gaya, N
Didapatkan:
d2y æ dy du ö
m 2
= -bç - ÷ - k(y - u)
dt è dt dt ø
d2y æ dy ö du
m 2
+ bç ÷ + ky = b + ku
dt è dt ø dt
32
(ms2 + bs + k)Y(s) = (bs + k) U(s)
Sehingga didapatkan fungsi alihnya, yaitu:
Y(s) bs + k
Fungsi alih = G(s) = =
U(s) ms + bs + k
2
J ω = -b ω + τ
Jω+bω= τ
dimana:
J = momen inersia beban, kg-m2
α = percepatan sudut beban, rad/dt2
τ = torsi yang diterapkan ke sistem, N-m
b = koefisien gesekan liat, Nm/rad/dt
ω = kecepatan sudut, rad/dt
J
T ω
b
Gambar 3.2 Sistem Rotasi Mekanika.
Ω(s ) 1
= , Ω(s ) = L [ω(t )], T(s ) = L [t (t )]
T(s ) Js + b
Sistem listrik
33
Misalnya pada rangkaian RLC seri dalam Gambar 3.3 bisa
didapatkan model matematika dan model fungsi alihnya.
L R
ei C e0
i
E 0 (s) 1
= 2
E i (s) LCs + RCs + 1
Penguat pembalik (inverting amplifier)
R2
i1 R1 i2
e'
ei e0
34
Penguat pembalik dalam Gambar 3.4 mempunyai model
matematika dan model fungsi alih sebagai berikut:
e1 - e'
i1 = ,
R1
e'-e0
i2 =
R2
e1 - e' e'-e0
=
R1 R2
R2
e0 = - ei
R1
e0 R
=- 2
ei R1
Rangkaian RC seri
v2 v1: masukan
v3: keluaran
R i2 i3
v1 C v3
i1
v1 +
1/RC
35 v3
x
- = 1/s
(a) (e) (c) (f) (d)
v1 + v2 i2 i3 Q v3
1/R 1 1/C
-
v3
v1 + v3
1/RC x
- = 1/s
ò =1
s
1
v3 =
RC ò
(v1 - v3 ) dt
Model fungsi alihnya bisa didapat dari fungsi alih diagram baloknya yaitu:
1 1
×
v3 1
= RC s =
v1 1 + 1 1 RCs + 1
×
RC s
Rangkaian RC paralel
i1
i2 i3
i1 : masukan
v1 v2 R C v3 v3 : keluaran
1/R
1 1
v3 =
C ò
(i1 - v 3 ) dt
R
1 1
×
V3 (s) s C R
Model fungsi alihnya : = =
I1 (s) 1 + 1 × 1 × 1 sRC + 1
s C R
3.3 Sistem linier
Suatu sistem linier jika pada sistem tersebut mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Pada sistem tersebut mempunyai persamaan diferensial linier (jika
koefisiennya konstanta atau hanya merupakan fungsi variabel bebasnya).
2) Berlaku prinsip super posisi (tanggapan terhadap beberapa masukan
dapat dihitung dengan mengerjakan masukan satu persatu dan
menjumlahkan hasilnya).
r(t) c(t)
SL
Gambar 3.7 Sistem Linier (SL) dengan r(t) sebagai Masukan dan c(t)
sebagai Keluaran.
Pada sistem linier dalam Gambar 3.7, jika sistem diberi masukan
r1(t), maka akan memberikan keluaran c1(t). Apabila sistem diberi masukan
r2(t) maka akan memberikan keluaran c2(t). Pada sistem linier, jika pada
sistem diberikan masukan r1(t) + r2(t) maka akan memberikan keluaran
sebesar c1(t) + c2(t).
37
Sebagai contoh persamaan pada sistem linier adalah sebagai berikut:
misalnya pada suatu sistem yang mempunyai persamaan y = 2x , dengan x
sebagai variabel masukan dan y sebagai variabel keluaran. Apabila sistem
diberi masukan x1(t)=1, maka akan menghasilkan keluaran y1(t)=2. Apabila
sistem diberi masukan x2(t)=4, maka akan menghasilkan keluaran y2(t)=8.
Apabila sistem diberi masukan x1 (t) + x 2 (t) =1+4=5, maka akan
menghasilkan keluaran y1 (t) + y 2 (t) =2+8=10.
x1 (t) = 1 ® y1 (t) = 2
x 2 (t) = 4 ® y 2 (t) = 8
x1 (t) + x 2 (t) ® y1 (t) + y 2 (t)
x1 (t) + x 2 (t) = 5
y = 2x = 2 ´ 5 = 10
y1 (t) + y2 (t) = 2 + 8 = 10
(linier)
Sebagai contoh persamaan pada sistem tak linier adalah sebagai
berikut:
misalnya pada suatu sistem yang mempunyai persamaan y = x 2 , dengan x
sebagai variabel masukan dan y sebagai variabel keluaran. Apabila sistem
diberi masukan x1(t)=1, maka akan menghasilkan keluaran y1(t)=1. Apabila
sistem diberi masukan x2(t)=4, maka akan menghasilkan keluaran y2(t)=16.
Apabila sistem diberi masukan x1 (t) + x 2 (t) =1+4=5, maka akan
menghasilkan keluaran y1 (t) + y 2 (t) =1+16=17, sehingga sistem yang
mempunyai persamaan y = x 2 merupakan sistem tak linier.
x1 (t) = 1 ® y1 (t) = 1
x 2 (t) = 4 ® y 2 (t) = 16
x1 (t) + x 2 (t) ® y1 (t) + y 2 (t)
x1 (t) + x 2 (t) = 5
y = x 2 = 52 = 25
y1 (t) + y 2 (t) = 1 + 16 = 17
(tak linier)
Persamaan pada sistem yang juga merupakan sistem tak linier adalah:
y = sin x, z = x 2 + y 2
38
3.4 Diagram balok
Seperti kita ketahui, suatu sistem kontrol dapat terdiri dari beberapa
komponen. Untuk menunjukkan fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen,
dalam sistem kontrol biasanya digunakan suatu diagram yang biasa disebut
diagram balok. Diagram balok suatu sistem adalah suatu penyajian
bergambar dari fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen dan aliran
sinyalnya. Diagram balok mengandung informasi perilaku dinamik, tetapi
tidak mengandung informasi mengenai konstruksi fisik sistem.
Dalam suatu diagram balok, semua variabel sistem saling
dihubungkan dengan menggunakan balok fungsional, yang merupakan suatu
simbol operasi matematik pada sinyal masukan balok yang menghasilkan
keluaran. Fungsi alih komponen biasanya ditulis di dalam balok, yang
dihubungkan dengan anak panah untuk menunjukkan arah aliran sinyal.
Fungsi alih sistem kaskade seperti terlihat dalam Gambar 3.8 adalah
sebagai berikut
B(s)
H(s)
39
B(s) = H(s) C(s)
E(s) = R(s) - B(s)
C(s) = G(s) E(s)
C(s) = G(s) {R(s) - B(s)}
= G(s) {R(s) - H(s) C(s)}
= G(s)R(s) - G(s)H(s)C(s)
C(s){1 + G(s)H(s)} = G(s)R(s)
C(s) G(s)
=
R(s) 1 + G(s)H(s)
dimana R(s) merupakan input/masukan sistem, sedangkan C(s) merupakan
output/keluaran sistem.Penyederhanaan diagram balok sistem berumpan
balik negatif tersebut dapat digambarkan kembali seperti terlihat dalam
Gambar 3.10.
Jika sistem berumpan balik positif, maka diagram baloknya seperti terlihat
dalam Gambar 3.11.
40
Diagram Balok Asal Diagram Balok Ekivalen
e1 e2 e1 e2
G G
e1 e1
1/G
e1 e2 e1 e2
G G
e2 e2
G
e1 e2 e1 e2
+
- G G
e3
e3
G
e1 e2 e1 e2
G +
- G
e3
e3 1/G
R C
+
- G
R G C
1 + GH
H
42
2. Signal Flow Graph
3.1 Fungsi Alih Sistem
Penyederhanaan diagram aliran kompleks
2.a.Signal
Jalur Flow Graph
berderet (simpul bertingkat)
Penyederhanaan diagram aliran kompleks
Pada agrafik aliran sinyal
b yang kompleks bisa dilakukan
penyederhanaan diantaranya
a. Jalur berderet adalah
(simpul sebagai berikut
bertingkat)
a.xJalur berderet (simpul
y bertingkat) z
a b ab
yx = a x y z x z
z = by = ab x ab
z = ab x
y=ax x z
z = by = ab x
b. Jalur paralel z = ab x
a
(a + b)
x b y x y
y =Alih
3.1 Fungsi a x +Sistem
bx
y=(a+b)x
=( a + b ) x
2. Signal Flow Graph
c. c.Absorbsi
Absorbsi simpul
simpul
x a x ac
c z z
y b y bc
z = ac x + bc y z = acx + bcy
d. Eliminasi loop
43
3.1 Fungsi Alih Sistem
2. Signal Flow Graph
c. Eliminasi loop
a b ab
x y z 1 - bc
c x z
z = by
y=ax+cz z = b(ax + cz)
ab z z = abx + bcz
x ab
z= x
1 - bc
bc
Diagram balok dan grafik aliran sinyal ekivalennya dapat dilihat dalam
Tabel 3.2 berikut.
-H(s)-H(s)
H(s) H(s)
44
2. Signal FlowFlow
2. Signal Graph
Graph
1
R(s) E(s) +
C(s)
+
- G1(s) + G2(s) 1 G(s) G(s)
E(s) C(s)
R(s)
3.1 Fungsi Alih Sistem
3.1 FungsiH(s)
Alih Sistem -H(s)
2. Signal Flow Graph
2. Signal Flow Graph
N(s)
N(s)
N(s) N(s)
R(s) E(s) + C(s) N(s)
+ 1 G(s) +
-
R(s) 1 G1(s)
E(s) G2(s)
+ C(s) 1
+
- G(s) +
R(s) E(s) C(s) 1 G(s) 1
1
H(s)
R(s) 1 C(s) C(s)
-H(s) G(s) 1
H(s)
R(s) -H(s) C(s) C(s)
G21(s)
G12(s) G21(s)
G12(s)
G22(s)
45
åP
n
n Δ n
T=
Δ
dimana:
T : fungsi alih sistem
Pn : lintasan maju
D : 1 - å L1 + å L 2 - å L3 + ... + (- 1) å L m
m
Contoh menentukan fungsi alih sistem dari grafik aliran sinyal adalah
sebagai berikut
1.
a b c
d
P1 = abc
D = 1 - bd
D1 = 1
sehingga fungsi alihnya adalah:
abc
T=
1 - bd
a b c d e
2.
g
f
P1 = abcde
D = 1 - cg - bcdf D1 = 1
sehingga fungsi alihnya adalah :
abcde
T=
1 - cg - bcdf
46
h
3. a b c d e f
i
g j
P1 = abcdef 1=1
P2 = agdef 2=1-i
= 1 - (i + cdh)
P3 = agjf 3=1-i
P4 = abcjf 4 =1
abcdef + agdef (1 - i) + agjf (1 - i) + abcjf
T=
1 - (i + cdh)
4.
a b c d e f g h
i j k
l
P1 = abcdefgh Δ1 = 1
Δ = 1 - (bi + dj + fk + bcdefgl) + (bidj + bifk + djfk) - bidjfk
abcdefgh
T=
1 - (bi + dj + fk + bcdefgl) + (bidj + bifk + djfk) - bidjfk
Contoh:
Tentukan fungsi alih sistem di bawah dengan menggunakan metode
penyelesaian
1) Manipulasi diagram balok
2) Signal flow graph (grafik aliran sinyal)
H2
-
R(s) C(s)
+ G1 + G2 + G3 G4
- +
H1
H3
47
R(s) C(s)
?
Penyelesaian
1) Mencari fungsi alih dengan menggunakan manipulasi diagram balok
H2
-
R(s) C(s)
+ G1 + G2 + G3 G4
- +
H1
H3
H2 /G4
-
R(s) C(s)
+ G1 + G2 + G3G4
- +
H1
H3
H2/G4
-
R(s) + G3G4 C(s)
+ G1 G2
1 – G3G4H1
-
H3
G 2 G 3G 4
1 - G 3G 4 H1 G 2 G 3G 4
=
æ G 2G 3G 4 öæ H 2 ö æH ö
1 + çç ÷÷çç ÷÷ (1 - G 3G 4 H1 ) + (G 2G 3G 4 )çç 2 ÷÷
è 1 - G 3G 4 H1 øè G 4 ø è G4 ø
G 2 G 3G 4
=
(1 - G 3G 4H1 ) + (G 2G 3H 2 )
sehingga fungsi alih sistem tersebut adalah
48
G1G 2G 3G 4
C(s) 1 - G 3G 4 H1 + G 2G 3H 2
=
R(s) 1 + G1G 2G 3G 4 H 3
1 - G 3G 4 H1 + G 2G 3H 2
G1G 2G 3G 4
=
1 - G 3G 4 H1 + G 2G 3H 2 + G1G 2G 3G 4 H 3
H1
H3
- H2(s)
H1(s)
- H3(s)
P1 = G1 G 2 G 3 G 4
D1 = 1
D = 1 - (-G 2 G 3 H 2 + G 3 G 4 H1 - G1 G 2 G 3 G 4 H 3 )
D = 1 + G 2 G 3 H 2 - G 3 G 4 H1 + G1 G 2 G 3 G 4 H 3
P1 Δ1
T =
D
G1 G 2 G 3 G 4
=
1 + G 2 G 3 H 2 - G 3 G 4 H1 + G1 G 2 G 3 G 4 H 3
49
BAB IV
KRITERIA PERFORMANSI
50
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sistem kontrol umumnya disebut
dengan spesifikasi performansi. Hal tersebut berkaitan dengan kestabilan,
ketelitian, kepekaan, kesalahan keadaan mantap dan spesifikasi respon
transien.
Performansi sistem kontrol loop tertutup seharusnya memenuhi
kriteria/spesikasi performansi, di antaranya adalah:
• stabilitas (kestabilan)
• sensitivitas (kepekaan)
• akurasi (ketelitian)
• transient response (tanggapan peralihan)
4.2 Stabilitas/kestabilan
Sistem loop tertutup seharusnya stabil bahkan ketika sistem
diberikan sinyal perintah, diberikan input tambahan di berbagai tempat
dalam loop, diberikan power supply yang bervariasi, dan adanya perubahan
parameter-parameter dalam loop umpan balik
Sistem stabil
Sebuah sistem dikatakan stabil jika sistem tersebut akan tetap dalam
keadaan diam/ berhenti kecuali jika dirangsang oleh suatu fungsi masukan,
dan akan kembali dalam keadaan diam jika rangsangan tersebut dihilangkan.
Ketidakstabilan merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi suatu sistem
loop tertutup, sedangkan pada sistem loop terbuka sistem harus stabil.
Masukan sistem tidak mempengaruhi kestabilan suatu sistem,
sehingga jika sistem tersebut stabil terhadap suatu masukan maka dia akan
stabil untuk masukan yang ada, sebaliknya stabilitas hanya bergantung pada
karakteristik sistem itu sendiri.
Respon suatu sistem yang stabil dapat dikenali dari adanya peralihan
yang menurun menuju nol terhadap pertambahan waktu, sehingga sistem
yang stabil koefisien suku eksponensial yang terdapat dalam respon
transiennya harus merupakan bilangan-bilangan nyata yang negatif atau
bilangan kompleks dimana bagian nyatanya harus negatif.
Suatu respon yang berosilasi dengan amplitudo yang berkurang
terhadap waktu secara eksponensial dapat dilihat dalam Gambar 4.1. Respon
sistem tersebut merupakan respon sistem yang stabil, yang merupakan
respon peralihan sistem.
51
i (A)1
0 t(dt)
1
Gambar 4.1 Respon Peralihan Sistem Stabil.
R(s) + C(s)
G(s)
-
C(s) G(s)
=
R(s) 1 + G(s)H(s)
H(s)
1 + G(s) + H(s) = 0
N(s) Gambar 4.2 Diagram Balok N(s)
Sistem D(s)
dengan Jalur Maju G(s) dan
+ N(s)
G(s)H(s) = sehingga
Umpan Balik H(s).
1 + G(s) + H(s) = 1 + = =0
D(s) D(s) D(s)
C(s) G(s) D(s) + N(s) = 0 = (s + r1)(s + r2)....(s + rn)
=
R(s) 1 + G(s)H(s)
52
1 + G (s) H (s) = 0
N (s)
G (s) H (s) =
D( s)
Sehingga:
N ( s) D( s) + N ( s)
1 + G ( s) H ( s) = 1 + = =0
D( s) D( s)
D( s ) + N ( s ) = 0 = ( s + r1 )( s + r2 )...( s + rn )
contoh :
Tentukan apakah sistem merupakan sistem yang stabil/tidak pada sistem di
bawah ini
2
1. Jika loop tertutup dengan G (s) = , H(s) = 1
s(s + 3)
persamaan karakteristiknya :
2 s 2 + 3s + 2
1 + G(s)H(s) = 1 + = =0
s(s + 3) s(s + 3)
s 2 + 3s + 2 = 0
(s + 2)(s + 1) = 0
akar-akarnya : r1= -2, r2 = -1
Syarat sistem stabil adalah bagian nyata akar-akar persamaan
karakteristiknya harus negatif.
Karena r1 dan r2 negatif maka sistem tersebut merupakan sistem yang
stabil.
211
2. Jika loop tertutup dengan G ( s ) = , H(s) = 1
s (0.01s )(0.02 s + 1)
persamaan karakteristiknya :
211
1 + G(s) + H(s) = 0 1+ =0
s(0.01s+1)(0.02s+1)
s(0.01s+1)(0.02s+1) + 211 = 0
0.002s3 + 0.03s2 + s + 211 = 0
s3 + 150s2 + 5000s + 1,056.106 = 0
(s +160)(s - 5 - 81j)(s - 5 + 81j) = 0
Akar-akarnya adalah r1,= -160; r2 = 5 + j 81; r3 = 5 -j 81
53
Karena r2 dan r3 bagian nyatanya positif maka sistem merupakan sistem
yang tidak stabil.
54
menandakan tidak ada akar pada bidang s sebelah kanan sehingga
sistem merupakan sistem yang stabil.
ü Jika ada perubahan tanda sebanyak x, maka akan terdapat akar
sebanyak x pada bidang s sebelah kanan
s3 1 100
s2 4 500
s -25 0
s0 500 0
Ada 2 perubahan tanda pada kolom pertama, yaitu 4 ke -25 dan -25 ke 500
sehingga ada 2 akar pada bidang s sebelah kanan, maka sistem merupakan
sistem yang tidak stabil.
55
- ε 2 + 4ε - 1
nilai pada kolom paling kiri, baris ke 5 berharga positif,
4ε - 1
sehingga ada 2 perubahan tanda yang berarti ada 2 buah akar yang
terletak pada bidang s sebelah kanan, sehingga sistem merupakan
sistem yang tidak stabil.
Contoh soal :
Tentukan harga K agar sistem dalam Gambar 4.3 stabil.
56
R(s) + K C(s)
- s(s2+s+1)(s+2)
57
dlnT dT T
STK = =
dlnK dK K
dimana:
C(s )
T=
R (s )
Sensitivitas merupakan fungsi frekuensi dan sebuah sistem yang ideal
mempunyai sensitivitas nol untuk segala parameter.
Dalam Gambar 4.4 diberikan contoh kepekaan fungsi alih terhadap
perubahan parameter dalam sistem. Sistem tersebut mempunyai fungsi alih
C K1G
T= =
R 1 + K 2G
R + C
K1 G
-
K2
58
dT
STK 2 = T = K 2 dT
dK 2 T dK 2
K2
dT G - K12G 2
= =
dK 2 (1 + K 2G )2 K1 (1 + K 2G )2
K 2 - K12G 2 - K 2T 2 - K 2G
STK 2 = = =
T K1 (1 + K 2G )2 TK1 1 + K 2G
Untuk K 2G >> 1 Þ STK 2 @ -1
Pada keadaan ini mungkin akan menimbulkan keluaran yang berubah-
ubah dengan cepat (berosilasi), dan bahkan tak stabil.
59
STK1 = 1
- 10 ×100
- K 2G s(s + 1)
STK 2 = =
1 + K 2 G 1 + 10 ×100
s(s + 1)
- 1000 -1
= = 3 2
s(s + 1) + 1000 10 s + 10 3 s + 1
1 -1 s2 + s
STG = = = 2
1 + K 2 G 1 + 10 ×100 s + s + 100
s(s + 1)
Soal:
Dalam w Gambar 4.5, tentukan kepekaan fungsi alih T terhadap perubahan
parameter G1, G2, H, dan K3 pada w = 1 rad/dtk. Jika diketahui
R + + C
K1 G1 G2 K3
- -
K2
H = 4s
K1 = K2 = 10 V/rad
K3 = 3 V/rad
10
G1 =
100 + s
20
G2 =
s(s + 2)
Penyelesaian:
60
s 3 + 182s 2 + 8200s
STG1 =
s 3 + 182s 2 + 8200s + 2000
s 3 + 102s 2 + 200s
STG 2 = 3
s + 182s 2 + 8200s + 2000
- (80s 2 + 8000s)
STH = 3
s + 182s 2 + 8200s + 2000
STK 3 = 1
H(s)
Gambar 4.6G(s)
C(s) = E(s) Sistem Loop Tertutup.
E(s)
=
1
E(s) = R(s) - C(s) H(s) R(s) 1 + GH
61 G(s) dan H(s)
E(s) = R(s) - E(s) G(s) H(s) 1
E(s) = R(s)
E(s)(1+GH) = R(s) 1 + GH
C(s) = E(s) G(s)
E(s) = R(s) - C(s) H(s)
E(s) = R(s) - E(s) G(s) H(s)
E(s)(1 + G(s) H(s)) = R(s)
E(s) 1
=
R(s) 1 + G(s) H(s)
1
E (s) = R(s)
1 + G(s) H(s)
[
ess = L lim e (t )
t ®¥
]
= lim s E (s )
s ®0
s R (s )
= lim
s ®0 1 + G(s)H(s)
1
=
1 + G (0 )H(0 )
Koefisien kesalahan posisi Kp
K p = lim G(s) H(s)
s ®0
= G (0 )H(0 )
62
Jadi, sinyal pembangkit kesalahan keadaan mantap dalam koefisien
kesalahan posisi adalah
1
ess =
1+ Kp
1
=
sG (s ) H(s )
koefisien kesalahan kecepatan Kv didefinisikan sebagai
K v = lim sG(s) H(s)
s ®0
63
maka pembangkit kesalahan keadaan mantap dalam koefisien
kesalahan kecepatan diberikan oleh
1
ess =
Kv
64
2
Pada masukan unit parabolik r(t) = t t³0
2
r(t) = 0 t<0
R(s) = 1
s3
s 1
ess = lim
1 + G (s )H(s ) s 3
s ®0
1
= 2
s G (s )H(s )
koefisien kesalahan keadaan mantap didefinisikan oleh persamaan
K a = lim s 2 G(s) H(s )
s ®0
sehingga pembangkit kesalahan keadaaan mantap ess unit
parabolik adalah
1
ess =
Ka
65
ess = ¥ untuk sistem tipe 0 dan 1
1
ess = untuk sistem tipe 2
K
ess = 0 untuk sistem tipe ≥ 3
Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa sistem tipe 2 dengan
umpan balik satuan dapat mengikuti masukan parabolik dengan sinyal
pembangkit kesalahan tertentu. Sistem tipe 3 atau lebih dengan umpan balik
satuan mengikuti masukan parabolik dengan pembangkit kesalahan nol pada
keadaan mantap.
4.5 Analisis Tanggapan Peralihan
Dengan menganalisis tanggapan peralihan (respon transien) sistem
dapat diketahui beberapa hal, diantaranya adalah mengenai waktu yang
diharapkan untuk mencapai keadaan mantap dan nilai kesalahan (error) yang
mengikuti sinyal masukan/input.
Selanjutnya yang akan dianalisis adalah mengenai respon sistem
untuk masukan unit step, ramp dan sebagainya. Dalam pembahasan ini
diasumsikan bahwa syarat awalnya adalah nol. Semua sistem yang
mempunyai fungsi alih sama akan menunjukkan respon/keluaran yang sama
dalam memberikan respon masukan yang sama.
R(s) + 1 C(s)
Ts
-
66
Jika sistem orde satu diberi masukan unit step r(t)= 1, dari Transformasi
Laplace fungsi ramp adalah R(s) = 1 . Keluaran sistem adalah sebagai
s
berikut
1
C(s) = R(s)
Ts + 1
1 1
C(s ) =
Ts + 1 s
1
=
s Ts + 1)
(
c(t) =L -1
[C(s )]
-t
c(t) =1- e T ( t³0 )
0,632
0 T 2T 3T 4T
t
67
Respon Unit Ramp Pada Sistem Orde Satu
Jika sistem orde satu diberi masukan unit ramp r(t) = t, dari Transformasi
Laplace fungsi ramp adalah R (s ) = 1 2 . Keluaran sistem adalah sebagai
s
berikut
1 1
C(s ) =
Ts + 1 s 2
c(t ) = L -1 [C(s )]
-t
c(t ) = t = T + Te T
Respon unit ramp sistem orde satu tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.9.
è ø
e(t ) = Tæç1 - e T ö÷
-t
è ø
e(¥ ) = T
yang merupakan kesalahan keadaan mantap.
r(t)
c(t)
6T error
steady state
T
T
4T
r(t)=t
2T
c(t)
0
2T 4T 6T T
68
Jika sistem orde satu diberi masukan fungsi unit impuls, dari Transformasi
Laplace fungsi unit impuls adalah R(s) = 1.
Keluaran sistem adalah sebagai berikut
1 1 -t
C(s ) = C(t ) = e T t ³ 0
Ts + 1 T
1 1 -t T
c(s ) = c(t ) = e t³0
Ts + 1 T
yang dapat dilihat dalam Gambar 4.10.
C(t)
1/T
0 t
T 2T 3T 4T
Gambar 4.10 Respon unit impuls sistem orde satu.
R(s) + wn 2 C(s)
s(s+2xwn)
-
wn2
C (s) s ( s + 2xwn )
=
R( s) wn2
1+
s ( s + 2xwn )
wn2
=
s ( s + 2xwn ) + wn2
69
wn2
=
s 2 + 2xwn s + wn2
= -xwn ± jwn 1 - x 2
s12 = -xwn ± jwd
dimana
x = rasio peredaman sistem (damping ratio)
wn = frekuensi natural/alamiah tak teredam
wd = frekuensi natural/alamiah teredam
70
Dari Tabel Transformasi Laplace didapatkan
1
c(t) = 1 - e -ξω n t sin (ω n 1 - ξ 2 t + f )
2
1- ξ
1- ξ2
f = arctan
x
Jika wd = wn 1 - x 2 ; maka
e -ξω n t æ 1- ξ2 ö
c(t) = 1 - sin ç ω d t + arctan ÷ t³0
ç ξ ÷
1- ξ2 è ø
1 s + 2xwn
C (s ) = - 2
s s + 2xwn s + wn2
1 s + xwn xwn
= - -
s ( s + xwn ) + wd ( s + xwn ) 2 + wd2
2 2
-1 é s + xwn ù
L ê 2ú
= e -xw n t cos wd t
ë ( s + xwn ) + wd û
2
é xwn ù
L -1 ê 2ú
= e -xw n t sin wd t
ë ( s + xwn ) + wd û
2
71
æ ξ ö
c(t) = 1 - e -ξωn t ç cos ω d t + sin ω d t ÷
ç ÷
è 1- ξ2 ø
e - ξω n t æ 1 - ξ ö÷
2
c(t) = 1 - sin ç ω d t + arctan t³0
ç ξ ÷
1- ξ2 è ø
Sinyal kesalahan / error adalah e(t) = r(t) – c(t), dimana
r(t) = 1
dan
æ ξ ö
c(t) = 1 - e -ξωn t ç cos ω d t + sin ω d t ÷
ç 1- ξ2 ÷
è ø
sehingga
æ ξ ö
e(t) = e -ξω n t ç cos ω d t + sin ω d t ÷ t³0
ç ÷
è 1- ξ2 ø
jika ξ = 0 Þ c(t) = 1 - cos ω n t
Dalam hal ini apabila dua pole C ( s ) hampir sama, maka sistem
R( s)
dapat didekati dengan bentuk teredam kritis. Jika input berupa unit
step dimana R(s) = 1/s dan C(s) dapat ditulis dengan
ω 2n
C(s) =
(s + ω n ) 2 s
c(t) = 1 - e - ω n t (1 + ω n t) t³0
72
ω 2n
C(s) =
(s + ω n ) 2 s
ω 2n
C(s) =
æç s + ξω + ω ξ 2 - 1 ö÷æç s + ξω - ω ξ 2 - 1 ö÷s
è n n
øè n n
ø
ωn æ e - s1t
e - s2t
ö
c(t) = 1 + ç - ÷ t³0
ç s2 ÷ø
2 ξ 2 - 1 è s1
dengan s1 = æç ξ + ξ 2 - 1 ö÷ω n
è ø
s 2 = æç ξ - ξ 2 - 1 ö÷ω n
è ø
Tanggapan c(t) terdiri dari dua suku eksponensial menurun.
TANGGAPAN PERALIHAN
Sistem dengan tenaga tidak dapat memberikan tanggapan seketika
dan akan menunjukkan tanggapan peralihan walaupun diberi masukan
ataupun gangguan. Karakteristik unjuk kerja sistem kontrol yang diinginkan
dicirikan oleh suku tanggapan peralihan terhadap masukan unit step karena
hal itu mudah dilakukan dan cukup drastis. Jika tanggapan terhadap masukan
unit step diketahui, secara matematis dapat dihitung tanggapan untuk
masukan yang lain.
Tanggapan peralihan sistem kontrol selalu menunjukkan osilasi
teredam sebelum mencapai keadaan mantapnya, hal ini juga menunjukkan
bahwa sistem tersebut mempunyai rasio peredaman (0 < x < 1) yang juga
berarti bahwa sistem tersebut merupakan sistem yang kurang teredam /
underdamped.
Tanggapan peralihan sistem kontrol terhadap masukan unit step
umumnya dikelompokkan sebagai berikut (lihat Gambar 4.12):
1) Delay Time / Waktu Tunda, td
Waktu yang dibutuhkan oleh respons untuk mencapai setengah
harga akhir pada saat lonjakan pertama
2) Rise Time / Waktu Naik, tr
Waktu yang dibutuhkan oleh respons agar bertambah dari 10%
menjadi 90% dari nilai akhir
3) Peak Time / Waktu Puncak, tp
Waktu yang dibutuhkan oleh respons untuk mencapai puncak
pertama lonjakan (maksimum)
4) Maximum Overshoot / Lonjakan Maksimum, Mp
Merupakan nilai puncak kurva respons diukur dari satu
73
c(t p ) - c(¥)
Mp = ´ 100%
c(¥)
dengan c(tp) = nilai respons pada saat lonjakan maksimum.
c(∞) = nilai respons pada saat keadaan mantap.
5) Settling Time / Waktu Turun, ts
Waktu yang dibutuhkan oleh respons untuk mencapai harga tertentu
dan tetap dalam range nilai akhir (biasanya 5% atau 2%)
C(t)
Mp 0,05
atau
1 0,02
0,9
td
toleransi yang
0,5 diijinkan
0,1
t
0 tr
tp
ts
ωd1- ξ2
tan ω d t r = - =
ξ σ
Maka diperoleh nilai rise time (tr)
1 æ ω ö π -β
tr = arctanç d ÷ =
ωd è - σ ø ωd
dengan nilai β seperti yang didefinisikan dalam Gambar 4.13.
74
jw
jwd
wn 1 - x2 wn
b
-s xwn 0 s
æ 1 - x 2 ö÷
Dapat dilihat bahwa arctanç - terletak diantara p dan π,
ç x ÷ 2
è ø
æ 1 - x 2 ö÷ p +
jika ξ = 0 + maka arctanç - =
ç x ÷ 2
è ø
æ 1 - x 2 ö÷
Jika ξ = 1 - maka arctanç - =p -
ç x ÷
è ø
75
Overshoot maksimum terjadi pada waktu puncak atau pada
π
t = tp =
ωd
Jadi dari persamaan keluaran, Mp diperoleh
M p = c (t p ) - 1
-ξ ωn ( π )æ ξ ö
= -e ωd ç cos π + sin π ÷
ç ÷
è 1- ξ2 ø
-æç σ ö÷ π
è ωd ø
=e
æ ö
-ç ξ ÷π
ç 1- ξ 2 ÷
=e è ø
e -ξω n t æ 1- ξ2 ö
c(t) = 1 - sin ç ω d t + arctan ÷ t³0
ç ξ ÷
1- ξ2 è ø
3 3
ts = 3T = =
s xw n
Contoh soal 1:
76
Dalam Gambar 4.14 dengan ξ = 0,6 dan ωn = 5 rad/dt. Tentukan waktu naik
tr, waktu puncak tp, overshoot maksimum Mp, dan waktu turun ts bila sistem
diberi masukan unit step.
Penyelesaian:
Diketahui: ξ = 0,6
ωn = 5 rad/dt
sehingga
wd = wn 1 - x 2
= 5 1 - (0,6) 2
= 4 rad/dt
σ = ξωn
= 0,6 . 5 = 3
77
Ada dua kriteria untuk menentukan waktu turun yaitu kriteria 2%
dan 5% :
Untuk kriteria 2%,
4 4
t s = 4T = = = 1,33 detik
s 3
Untuk kriteria 5%,
3 3
t s = 3T = = = 1 detik
s 3
Contoh soal 2
Pada sistem dalam Gambar 4.15, tentukan nilai penguatan K dan Kh
sehingga maksimum overshoot pada tanggapan unit step sebesar 0,2 dan
waktu puncak 1 detik. Dengan nilai K dan Kh tersebut di atas, tentukan
waktu naik dan waktu turun.
R(s) + K C(s)
s(s+1)
-
1 + Khs
Penyelesaian:
Nilai maksimum overshoot
1-ξ 2 )π p
M p = e -( ξ tp = =1
wd
1-ξ 2 )π
0.2 = e -( ξ wd = p = 3.14rad/dt
1-ξ 2 )π
ln e -( ξ = ln 0.2
2
e -( ξ 1-ξ )π
= -1.61
ξ = 0.456
78
1 - ξ 2 )π p
M p = e - (ξ tp = =1
wd
1 - ξ 2 )π
0.2 = e - ( ξ w d = p = 3,14rad/dt
1 - ξ 2 )π
ln e - ( ξ = ln 0.2 Karena ξ = 0,456 maka nilai
2 wd
e - (ξ 1 - ξ )π
= -1.61 wn =
ξ = 0.456 1-x 2
= 3,53
Karena frekuensi alami w n sama dengan K dalam contoh ini,
K = w = 12,5
2
n
Waktu naik t r :
p -b
tr =
wd
dengan
wd
b = arctan
-s
3,14
= arctan
- xw n
3,14
= arctan
0,456.3,53
= arctan 1,95
= 1,10
sehingga
79
3,14 - 1,10
tr =
3,14
t r = 0,65 detik
Waktu turun t s :
Untuk kriteria 2%,
4 4 4 4
ts = = = =
s xw n 0,456.3,53 1,61
= 2,48 detik
Untuk kriteria 5%
3 3 3 3
ts = = = =
s xw n 0,456.3,53 1,61
= 1,86 detik
BAB V
METODE ANALISIS SISTEM KONTROL
80
Metode letak kedudukan akar ini memberikan informasi penguatan
K jika penguatan K diubah dari nol menjadi tak terhingga. Metode ini
memungkinkan kita untuk untuk mencari pole loop tertutup dan zero loop
terbuka dengan penguatan sebagai parameter.
R(s) C(s)
K? G(s)
H(s)
syarat sudut
ÐG(s) H(s) = 180! (2K + 1); K = 0,1,2,3,...
syarat magnitud
G(s)H(s) = 1
81
contoh
K(s + 1)
1+ =0
s(s + 2)(s + 3)
s +1
G(s) H(s) =
s(s + 2)(s + 3)
zero digambarkan dengan ο , yaitu z = -1
pole digambarkan dengan ´ , yaitu p1 = 0, p 2 = -2, p 3 = -3 ,
jw
K= 0 K= 0 K= ∞ K= 0
-3 -2 -1 0 σ
Aturan 3
Jumlah cabang pada root locus adalah sama dengan jumlah yang
terbesar diantara pole dan zero G(s) H(s).
misal:
Untuk contoh diatas, zero-nya adalah 1, pole-nya adalah 3; maka
jumlah cabang adalah 3
Aturan 4
Gambar root locus selalu simetri terhadap sumbu real.
Aturan 5
Bila jumlah titik zero (nz), lebih kecil dari jumlah pole (np), dengan
selisih N = n p - n z , maka terdapat sejumlah N bagian akar yang harus
berakhir pada titik-titik zero di tak terhingga (Catatan: jumlah zero
sebanding dengan jumlah pole ketika zero berada di tak terhingga). Root
locus tersebut berjalan sepanjang suatu asimtot bila K menuju tak terhingga.
Root locus pada sumbu real dapat ditentukan dengan melihat bahwa jumlah
pole dan zero dari sebelah kanan adalah ganjil.
Aturan 6
Perpotongan asimtot dengan sumbu real pada titik:
h - h2
σ= 1
n-m
82
dengan
h1 = jumlah pole G (s) H(s)
h2 = jumlah zero G(s) H(s)
n = banyaknya pole
m = banyaknya zero
Aturan 7
Untuk K mendekati tak terhingga, sudut root locus terhadap sumbu real:
(2K + 1)180!
θK = ;
n-m
dengan
n = banyaknya pole
m = banyaknya zero
contoh:
K(s + 1)
G(s) H(s) =
s(s + 4)(s 2 + 2s + 2)
K=0 θ 0 = π = 60!
3
K =1 θ1 = 3π = 180!
3
K=2 θ 2 = 5π = 300!
3
(0 - 4 - 1 + j - 1 - j) - (-1) 5
σ= =-
3 3
Aturan 8
Menentukan titik potong tempat kedudukan akar dengan sumbu imajiner,
dapat diperoleh dengan 2 cara yaitu:
a. Kriteria kestabilan Routh-Hurwitz
Berdasarkan batas bahwa K ³ 0, dapat ditentukan nilai K dengan kriteria
kestabilan Routh-Hurwitz
b. Dengan memasukkan s = jω pada persamaan karakteristik, menyamakan
bagian nyata maupun imajiner dengan nol, kemudian mencari harga w
dan K.
contoh:
persamaan karakteristik :
s 3 + 3s 2 + 2s + K = 0
(jw ) 3 + 3(jw ) 2 + 2(jw ) + K = 0
(K - 3ω 2 ) + j(2ω - ω3 ) = 0
K - 3ω 2 = 0
83
2ω - ω3 = 0
diperoleh
ω = ± 2,
K =6
Berarti, root locus memotong sumbu imajiner di ω = ± 2 , harga K pada
titik ini adalah 6 (0 £ K £ 6)
Aturan 9
Menentukan titik breakaway dan breakin.
Titik breakin atau breakaway adalah titik dimana sepasang cabang root locus
bertemu atau berpisah dengan membesarnya harga K.
Titik breakin atau breakaway merupakan akar-akar persamaan:
dG(s) H(s)
=0
ds
dK
atau = 0 pada persamaan karakteristik sistem.
ds
Aturan 10
Sudut berangkat atau sudut datang root locus adalah berasal dari pole
kompleks atau zero kompleks. Sudut berangkat q d dari pole dan sudut
datang q a menuju zero dapat ditentukan dengan mengaplikasikan kondisi
sudut terhadap titik yang sangat dekat dengan pole atau zero. Sudut datang
pada zero, -z1 diperoleh dari
m n
θaz1+ å
i =2
Ð(- z1 + z i ) - å Ð(- z
i =1
1 + p i ) = ±180 ! (2 K + 1)
Misalnya:
Dalam root locus Gambar 5.2, tentukan sudut berangkat p2.
84
jω
θp2
-p2
2j
116,6º
-z1 33,7º
σ
-4 -2 -p1 1
90º
-p3 -2j
q z1 = tan -1 (2 / 3) = 33,7 !
q p1 = tan -1 (-2 / 1) = 116,6 !
q p 3 = 90 !
sehingga
33,7 ! - (90 ! + 116,6 ! + q p 2 ) = 180 !
q p 2 = -352,9 ! = +7,1!
Sehingga sudut berangkat dari p2 adalah +7,1 !
Contoh 1
85
Gambarkan root locus dan berikan analisis respon/tanggapan unit step untuk
berbagai nilai penguatan K pada sistem loop tertutup dalam Gambar 5.2.
Penyelesaian:
Fungsi alih sistem ini adalah
C (s) K / s ( s + 2) K K
= = = 2
R ( s ) 1 + K / s ( s + 2) s ( s + 2) + K s + 2 s + K
Untuk menggambarkan root locus diperlukan beberapa aturan yang dipakai
dalam root locus, yaitu
Aturan 1
Harga K = 0 pada root locus adalah pada pole G(s) H(s), yaitu pada s = 0 dan
s = -2.
pole digambarkan dengan tanda ´ , yaitu pada p1 = 0 dan p2 = -2.
Aturan 2
K = ∞ pada root locus adalah pada zero G(s) H (s), dalam soal ini tidak ada
nilai zero, yang berarti root locus berakhir di zero ∞.
Aturan 3
Jumlah cabang pada root locus adalah sama dengan jumlah yang terbesar
diantara pole dan zero G(s) H(s).
misal:
Untuk contoh diatas, zero-nya adalah 0, pole-nya adalah 2; maka jumlah
cabang adalah 2.
Aturan 4
Gambar root locus selalu simetri terhadap sumbu real.
Aturan 5
Bila jumlah titik zero (nz), lebih kecil dari jumlah pole (np), dengan selisih
N = n p - n z , maka terdapat sejumlah N bagian akar yang harus berakhir
pada titik-titik zero di tak terhingga.
Dalam soal ini N = 2 – 0 = 2 sehingga ada 2 bagian akar yang berakhir pada
titik-titik zero di ∞.
86
Root locus pada sumbu real dapat ditentukan dengan melihat bahwa jumlah
pole dan zero dari sebelah kanan adalah ganjil.
Aturan 6
Perpotongan asimtot dengan sumbu real pada titik:
h - h2 2 + 0
σ= 1 = =1
n-m 2-0
dengan
h1 = jumlah pole G (s) H(s)
h2 = jumlah zero G(s) H(s)
n = banyaknya pole
m = banyaknya zero
Aturan 7
Untuk K mendekati tak terhingga, sudut root locus terhadap sumbu real:
(2K + 1)180!
θK = ;
n-m
dengan
n = banyaknya pole
m = banyaknya zero
contoh:
K
G(s) H(s) =
s(s + 2)
180 0
K=0 θ0 = = 90 !
2
540
K =1 θ1 = = 270 !
2
Aturan 8
Titik potong tempat kedudukan akar dengan sumbu imajiner dalam soal ini
tidak akan mungkin terjadi karena untuk K mendekati ∞, sudut root locus
terhadap sumbu real adalah 90o dan 270 o.
Aturan 9
Titik breakaway merupakan akar-akar persamaan dari
dG(s) H(s)
= 0,
ds
d (1 / s ( s + 2) d ( s 2 + 2 s ) -1
= =0
ds ds
–2s – 2 = 0
s = -1
atau
87
dK
=0,
ds
Persamaan karakteristik sistem adalah 1 + KG(s)H(s) = 0 atau merupakan
penyebut fungsi alihnya, sehingga persamaan karakteristiknya adalah
s2 + 2s + K
atau
K = - s 2 - 2 s , sehingga
dK
=0
ds
d (- s 2 - 2s)
= -2 s - 2 = 0
ds
2s = - 2
s = -1
sehingga titik breakawaynya adalah pada s = - 1 .
Root locus pada contoh ini dapat dilihat dalam Gambar 5.4.
88
- 2 ± 4 - 4K
s=
2
s = -1 ± 1 - K
Titik breakaway :
Ketika dua atau lebih akar bertemu, mereka akan menjauh dari titik
tersebut dengan sudut tertentu. Titik tersebut dikenal sebagai titik
breakaway. Titik breakaway tersebut berhubungan dengan banyaknya akar
pada sistem. Beberapa contoh titik breakaway sehubungan dengan
banyaknya akar dapat dilihat dalam Gambar 5.6 berikut:
89
jω jω
σ σ
jω jω
45º
σ σ
Contoh 1:
Diketahui suatu fungsi alih suatu sistem loop adalah sebagai berikut
K
KG(s)H(s) = 2
s ( s + 4)( s + 4 s + 20)
Akar-akarnya adalah
s = 0, s = –4, s = –2 ± j4
Bagian sumbu real diantara 0 dan –4 .
Sudut asimtot:
(2K + 1)180!
θK =
n-m
(2K + 1)180 !
θK =
4-0
90
180 0
K=0 θ0 = = 45 !
4
540
K =1 θ1 = = 135 !
4
900
K=2 θ2 = = 225 !
4
1260
K =3 θ3 = = 315 !
4
Perpotongan asimtot dengan sumbu real pada titik:
h - h 2 (-4 - 2 + 4 j - 2 - 4 j - 0) - 8
σ= 1 = = = -2
n-m 4 4
Root locusnya dapat dilihat dalam Gambar 5.7.
jω
4j
asimtot
2j
45º
σ
-4 -2 1
-2j
-4j
(4 s 3 + 24 s 2 + 72 s + 80)
= - =0
( s 4 + 8s 3 + 36 s 2 + 80 s ) 2
91
atau s3 + 6s2 +18s +20 = 0
sehingga didapat nilai s adalah - 2,-2 ± j 2,45 , atau terdapat tiga titik
breakaway pada nilai s tersebut.
jω
4j
2j
45º
σ
-4 -2 1
-2j
-4j
Persamaan pembantu
26 s2 + 260 = 0
atau s2= -10
s = ± j 10 = ± j 3,16
92
Root locus secara lengkap dapat dilihat dalam Gambar 5.9.
jω
4j
3.16j
2j
45º
σ
-4 -2 1
-2j
-4j
Contoh 2:
Diketahui sistem loop tertutup seperti terlihat dalam Gambar 5.10,
gambarkan root locusnya.
R(s) K C(s)
s (0,1s + 1)( s + 3)
Penyelesaian:
å p -åz
a =
n p -nz
93
(0 - 10 - 3) - 0
=
3-0
- 13
=
3
= -4,33
(2k + 1) × 180!
qk =
n p - nz
1
q 0 = × 180! = 60!
3
3
q1 = × 180! = 180!
3
5
q 2 = × 180! = 300!
3
Y1
tan 60! =
4.33
Y1 = 4,33 tan 60 !
= 7,5
Y2 = 4,33 tan 300 !
= -7,5
94
jw
Y1
180o 60o
300o
0
s
-4.33
Y2
0,1s 3 + 1,35s 2 + 3s + K
=0
0,1s 3 + 1,35s 2 + 3s
0,1s 3 + 1,35s 2 + 3s + K = 0 s = jw
0,1( jw ) + 1,35( jw ) + 3( jw ) + K = 0
3 2
- 0,1 jw 3 - 1,3w 2 + jw + K = 0
j (-0,1w 3 + 3w ) + ( K - 1,3w 2 ) = 0
- 0,1w 3 + 3w = 0
0,1w 3 = 3w
w 2 = 30
w = ± 30 = ±5,47
95
K - 1,3w 2 = 0
K = 1,3w 2
K = 1,3 × 30 = 39
Titik breakaway
dK
=0
ds
0,1s 3 + 1,3s 2 + 3s + K = 0
K = -(0,1s 3 + 1,3s 2 + 3s )
(
d - (0,1s 3 + 1,3s 2 + 3s )
=0
)
ds
- (0,3s 2 + 2,63s + 3) = 0
0,3s 2 + 2,6 s + 3 = 0
- b ± b 2 - 4ac
s1, 2 =
2a
- 2,6 ± 6,76 2 - 3,6
=
0,6
- 2,6 ± 3,16
=
0,6
- 2,6 ± 1,78
=
0,6
- 2,6 + 1,78
s1 =
0,6
= -1.367
- 2,6 - 1,78
s2 =
0,6
= -7,3 (tidak memenuhi)
sehingga titik breakaway terletak pada s = -1,367. Root locus secara lengkap
dapat dilihat dalam Gambar 5.12.
96
jw
7.5
5.47
-5.47
-7.5
97
1. Penguatan K
2. Faktor orde pertama (1 + jw / w 0 ) !1
3. Faktor integral dan turunan ( jw )
!1
[
4. Faktor kuadratik 1 + 2x ( jw / w n ) + ( jw / w n ) ]
2 !1
s +1
G ( s ) = 100
s + 110 s + 100
2
98
1 + jw 1
G ( jw )H ( jw ) = 0,1
(1 + jw 10)(1 + jw 100)
jw é æ jw ö ù
ê1+
Ðç1 + ÷
1 øúû
= [ 0,1 Ð(0,1)]
1 ë è
[1 + jw 10 Ð(1 + jw 10)][1 + jw 100 Ð(1 + jw 100)]
Dalam menggambarkan magnitud dan fase pada setiap phasor secara
individual cukup mudah, kesulitan yang sering ditemui adalah ketika
menggambarkan magnitud dan fase dari G ( jw )H ( jw ) . G ( jw )H ( jw )
dapat ditulis sebagai suatu phasor tunggal, yaitu
æ 1 + jw 1 ö
G ( jw )H ( jw ) = ç 0,1 ÷(Ð(0,1) + Ð(1 + jw 1) - Ð(1 + jw 10) - (1 + jw 10 0))
ç 1 + jw 10 1 + jw 10 0 ÷
è ø
= G ( jw )H ( jw ) ÐG ( jw )H ( jw )
1 + jw 1
G ( jw )H ( jw ) = 0,1
1 + jw 10 1 + jw 10 0
Diagram Magnitud
Salah satu cara untuk mentransformasikan perkalian menjadi suatu
penambahan adalah dengan menggunakan logaritma. Tidak dengan
logaritma sederhana melainkan dengan desiBel. Hubungan antara nilai
G(j w )H(j w ) dan nilai desiBel (dB) ditunjukkan pada persamaan berikut:
dB = 20 × log10 (G ( jw ) H ( jw ))
Jadi jika G ( jw ) H ( jw ) = 100 maka X = 40 ; G ( jw ) H ( jw ) = 0,01
menghasilkan dB = -40 ; dan seterusnya.
Jika magnitud dari G ( jw )H ( jw ) ditampilkan dalam desiBel, diperoleh
1 + jw
1
G ( jw ) H ( jw ) = 0.1
1 + jw 1 + jw
10 100
99
æ
ç 1 + jw ö
÷
20 × log10 ( G ( jw ) H ( jw ) ) = 20 × log10 ç 0.1
1
÷
ç 1+ j w 1+ j w ÷
ç 10 100 ÷ø
è
= 20 × log10 ( 0.1 ) + 20 × log10 æç 1 + jw ö÷
è 1 ø
æ ö æ ö
ç 1 ÷ ç 1 ÷
+ 20 × log10 ç ÷ + 20 × log10 ç ÷
ç 1 + jw ÷ ç 1 + jw ÷
ç 10 ÷ø ç 100 ÷ø
è è
- 20 × log10 æç 1 + jw ö÷ - 20 × log10 æç 1 + jw ö
÷
è 10 ø è 100 ø
Diagram Fase
ÐG ( jw )H ( jw ) = Ð(0,1) + Ð(1 + jw 1) - Ð(1 + jw 10 ) - (1 + jw 10 0 )
Terdapat dua tipe bentuk, sebuah bentuk konstanta dan bentuk 1 + jw w 0 .
§ Fase
Fase juga merupakan bentuk konstan. Jika K adalah positif, nilai fase-
nya adalah 0° (atau semua kelipatan genap dari 180°). Jika K adalah
negatif maka nilai fasenya - 180! , atau semua kelipatan ganjil dari
180°.
Jika dalam bentuk radian apabila K positif, nilai fase-nya adalah 0
radian, jika K negatif maka fase-nya adalah - p radian.
Contoh 1:
100
misalnyaG (s )H ( s ) = G ( jw )H ( jw ) = 15
magnitud(dB ) = 20 log G ( jw )H ( jw ) = 20 log 15 = 23.5dB
fasa = ÐG ( jw )H ( jw ) = Ð15 = 0!
Hal tersebut dapat dilihat dalam Gambar 5.13 berikut.
(a)
(b)
Gambar 5.13 Diagram Bode Faktor Penguatan K. A Grafik
magnitud, B Grafik fasa
catatan:
• Untuk bentuk konstan, diagram magnitud berupa garis lurus.
• Diagaram fase juga berupa garis lurus, baik pada 0° (untuk konstanta
positif) maupun - 180! (untuk konstanta negatif).
!1
æ wö
2. Faktor orde pertama çç1 + j ÷÷
è w 0 ø
Pole Real
Misalnya suatu pole real sederhana
101
1
G (s )H ( s ) = ,
s
1+
w0
1
G ( jw )H ( jw ) =
w
1+ j
w0
Magnitud
Nilai magnitud diperoleh dari
1
G ( jw )H ( jw ) = , yaitu = 20 log G ( jw ) H ( jw )
w
1+ j
w0
æ 2 ö
ç 2 æç w ö÷ ÷
= -20 × log10 ç 1 + ç ÷ ÷ , dalam dB
ç
è è w 0 ø ÷ø
Terdapat tiga kondisi dari nilai frekuensi:
Kondisi 1) w << w0
Kondisi frekuensi rendah (low frequency). Dapat dituliskan suatu
pendekatan untuk nilai magnitud dari fungsi alih
æ 2 ö
ç 2 æç w ö÷ ÷
G ( jw )H ( jw ) = -20 × log10 ç 1 + ç ÷ ÷ , w << w 0
ç
è è w0 ø ÷ø
» -20 × log10 (1) = 0
Kondisi 2) w >> w0
Kondisi frekuensi tinggi (high frequency). Dapat dituliskan suatu
pendekatan untuk nilai magnitud dari fungsi alih
102
æ 2 ö
ç 2 æç w ö÷ ÷
G ( jw )H ( jw ) = -20 × log10 ç 1 + ç ÷ ÷ , w >> w 0
ç
è è w 0 ø ÷ø
æ æ ö2 ö æw ö
ç w ÷
» -20 × log10 ç çç ÷÷ ÷ = -20 × log10 çç ÷÷
ç è w0 ø ÷ è w0 ø
è ø
Grafik berupa garis lurus dengan kemiringan -20 dB/dekade
melewati break frequency pada 0 dB. Sehingga, setiap kenaikan
frekuensi 10, nilai magnitud turun sebesar 20 dB.
Kondisi 3) w = w0
Kondisi break frequency. Pada frekuensi ini
æ 2 ö
ç 2 æç w ö÷ ÷
G ( jw )H ( jw ) = -20 × log10 ç 1 + ç ÷ ÷ , w = w 0
ç
è è w 0 ø ÷ø
» -20 × log10 ( 2) = -3.01dB » -3dB
Kondisi ini ditunjukkan oleh sebuah lingkaran pada grafik magnitud
dalam Gambar 5.14.
103
§ Fase
Nilai fase dari suatu real pole diberikan oleh persamaan
æ ö
ç ÷
1 ÷ æw ö
ÐG ( jw )H ( jw ) = Ðç = - arctançç ÷÷
ç w ÷ è w0 ø
ç1+ j ÷
è w0 ø
Kondisi 1) w << w0
Kondisi frekuensi rendah (low frequency). Dapat dituliskan suatu
pendekatan untuk nilai fase dari fungsi alih
ÐG ( jw )H ( jw ) » - arctan(0) = 0! = 0 radian
Kondisi 2) w >> w0
Kondisi frekuensi tinggi (high frequency). Dapat dituliskan suatu
pendekatan untuk nilai fase dari fungsi alih
p
ÐG ( jw )H ( jw ) = - arctan(¥) = -90 ! = - radian
2
Kondisi 3) w = w0
Break frequency. Pada frekuensi
p
ÐG ( jw )H ( jw ) = - arctan(1) = -45! = - radian
4
Ditunjukkan oleh sebuah lingkaran pada diagram fase dalam Gambar
5.15.
104
Gambar 5.15 Diagram Fase.
Catatan:
• Untuk suatu pole real, garis asimtot diagram Bode untuk magnitud
adalah pada 0 dB sampai break frequency dan kemudian turun pada 20
dB/dekade (jika kemiringan adalah -20 dB/dekade). Pole dari orde ke-
n memiliki kemiringan dengan nilai -20n dB/dekade.
• Diagram fase adalah pada 0 derajat sampai sepersepuluh dari nilai
break frequency ( 0.1w0 ) dan kemudian turun secara linier sampai -90
derajat pada sepuluh kali nilai break frequency ( 10w0 ). Pole dari orde
ke-n turun sampai -90n derajat.
Contoh 2: Pada contoh pertama ini ditunjukkan pole real tunggal pada 10
radian per detik. Garis asimtot frekuensi rendah ditunjukkan oleh garis
putus-putus seperti terlihat dalam Gambar 5.16.
1
G (s) H (s) =
s
1+
10
105
Magnitude Plot
(a)
(b)
Gambar 5.16 Diagram Bode. A Grafik magnitude B Grafik Fasa.
Contoh 3: Pada contoh ini ditunjukkan pole ganda pada 30 radian per detik.
Perhatikan bahwa kemiringan dari garis asimtot adalah -40 dB/dekade dan
fase berada antara 0o sampai -180º seperti terlihat dalam Gambar 5.
106
1
G (s) H (s) = 2
æ s ö
ç1 + ÷
è 30 ø
(a)
(b)
Gambar 5.17 Diagram Bode. A Grafik magnitude B Grafik fasa.
Zero Real
Pendekatan linier untuk suatu zero hampir sama seperti pada pole. Misalnya
pada suatu zero sederhana:
107
s
G (s) H (s) = 1 + ,
w0
w
G ( jw ) H ( jw ) = 1 + j
w0
§ Magnitud
Nilai magnitud zero diberikan oleh
w
G ( jw ) H ( jw ) = 1 + j
w0
Terdapat tiga kondisi:
1. Pada frekuensi rendah, w << w0 , besarnya gain mendekati nol.
2. Pada frekuensi tinggi, w >> w0 , gain meningkat pada 20 dB/dekade
dan melewati break frequency pada 0 dB.
3. Pada break frequency, w = w0 , besarnya gain adalah sekitar 3 dB.
§ Fase
Nilai fase zero diberikan oleh:
æ wö æw ö
ÐG ( jw ) H ( jw ) = Ðçç1 + j ÷÷ = arctançç ÷÷
è w0 ø è w0 ø
Terdapat tiga kondisi:
1. Pada frekuensi rendah, w << w0 , nilai fase mendekati nol.
2. Pada frekuensi tinggi, w >> w0 , besarnya fase adalah 90º.
3. Pada break frequency, w = w0 , besarnya fase adalah 45º.
catatan:
• Untuk suatu real zero, garis asimtot diagram Bode untuk magnitud
adalah pada 0 dB sampai break frequency dan kemudian naik pada +20
dB/dekade (jika kemiringan adalah +20 dB/dekade). Pole dari orde ke-n
memiliki kemiringan dengan nilai -20n dB/dekade.
• Diagram fase adalah pada 0 derajat sampai sepersepuluh dari nilai
break frequency ( 0.1w0 ) dan kemudian naik secara linier sampai +90
derajat pada sepuluh kali nilai break frequency ( 10w0 ). Pole dari orde
ke-n naik sampai +90n derajat.
Contoh 3
Berikut diberikan suatu zero pada 30 radian per detik.
s
G (s) H (s) = 1 +
30
108
(a)
(b)
Gambar 5.18 Diagram Bode contoh 3. A Grafik magnitude B Grafik
fasa.
109
1
G (s) H (s) = ,
s
1 wo
G ( jw ) H ( jw ) = =-j
w w
j
w0
§ Magnitud
Nilai magnitud diberikan oleh:
w0 w0
G ( jw ) H ( jw ) = - j =
w w
Fungsi tersebut berupa garis lurus pada diagram Bode dengan
kemiringan sebesar - 20 dB/dekade dan melewati 0 dB pada 1
rad/detik. Dan juga melewati 20 dB pada 0.1 rad/detik, -20 dB pada 10
rad/detik dan seterusnya.
§ Fase
Nilai fase diberikan oleh:
w0
ÐG ( jw ) H ( jw ) = Ð - j = -90 0
w
Catatan:
• Untuk suatu pole sederhana pada titik origin gambarlah sebuah garis
lurus dengan kemiringan sebesar - 20 dB/dekade dan menuju 0 dB
pada 1 rad/detik. Pole orde ke-n memiliki kemiringan dengan nilai
- 20 n dB/decade.
• Diagram fase adalah pada -90º derajat. Pole dari orde ke-n memiliki
nilai sebesar - 90 n derajat.
Contoh 4
Contoh berikut menunjukkan sebuah pole sederhana pada titik origin.
110
(a)
(b)
Gambar 5.19 Diagram Bode contoh 4. A Grafik magnitude B Grafik
fasa.
111
catatan:
• Untuk suatu pole sederhana pada titik origin gambarlah sebuah garis
lurus dengan kemiringan sebesar + 20 dB/dekade dan menuju 0 dB
pada 1 rad/detik. Pole dari orde ke-n memiliki kemiringan dengan nilai
+ 20 n dB/dekade.
• Diagram fase adalah pada +90º derajat. Pole dari orde ke-n memiliki
nilai sebesar + 90 n derajat.
[
4. Faktor Kuadratik 1 + 2x ( jw / w n ) + ( jw / w n ) ]
2 !1
§ Magnitud
Nilai magnitud diberikan oleh:
1
G ( jw ) H ( jw ) =
2
æ æ w ö2 ö æ 2
ç1 - ç ÷ ÷ + ç 2x w ö÷
ç çè w0 ÷ø ÷ çè w0 ÷ø
è ø
æ æ æ w ö2 ö æ
2 2 ö
ç ç1 - ç ÷ ÷ + ç 2x w ö÷ ÷÷ , dalam dB
= -20 × log10 ç
ç ç çè w0 ÷ø ÷ çè w0 ÷ø ÷
è è ø ø
Berdasarkan nilai frekuensi terdapat tiga kondisi:
Kondisi 1) w << w 0 . Ini adalah kondisi frekuensi rendah. Pada kondisi
ini dapat dituliskan pendekatan terhadap magnitud dari fungsi alih
G ( jw ) H ( jw ) = -20 × log10 (1) = 0
Kondisi 2) w >> w 0 . Pada kondisi frekuensi tinggi, pendekatan
terhadap magnitud dari fungsi alih dituliskan
æ æ w ö2 ö æw ö
G ( jw ) H ( jw ) = -20 × log10 ç çç ÷÷ ÷ = -40 × log10 çç ÷÷
ç è w0 ø ÷ è w0 ø
è ø
112
Grafik merupakan sebuah garis lurus dengan kemiringan -40 dB/decade
melewati break frequency 0 dB. Yaitu, pada setiap kenaikan 10 faktor
dalam frekuensi, nilai magnitud turun 40 dB.
1
G (s) H (s) =
1 2 2
s + s +1
100 100
1
G (s) H (s) = 2
æ s ö æ s ö
ç ÷ + 2.0,1ç ÷ + 1
è 10 ø è 10 ø
1
G (s) H (s) = 2
,
æ s ö æ s ö
çç ÷÷ + 2x çç ÷÷ + 1
è w0 ø è w0 ø
w0 = 10, x = 0.1
Amplitudo puncak adalah 5.02 atau 14 dB seperti terlihat dalam Gambar
5.20.
113
Gambar 5.20 Amplitudo Puncak.
§ Fase
Nilai fase dari suatu pole sekawan kompleks ditunjukkan dalam
persamaan
æ ö
ç 2x w ÷
ç w0 ÷
ÐG ( jw ) H ( jw ) = - arctanç 2 ÷
ç æw ö ÷
ç 1 - çç ÷÷ ÷
è è w0 ø ø
114
ÐG ( jw ) H ( jw ) = -90!
Catatan:
• Untuk menggambarkan diagram fase adalah dengan mengikuti garis
asimtot frekuensi rendah pada 0º sampai
æ2ö
log10 çç ÷÷
w = w0 èx ø
2
Kemudian turun secara linier sampai menemui garis asimtot frekuensi
tinggi pada - 180! pada
115
2
w = w0
æ2ö
log10 çç ÷÷
èx ø
116
Gambar 5.21 Diagram Bode.
117
Untuk menggambarkan diagram Bode suatu system, juga dapat
menggunakan MATLAB. Sebagai contoh apabila menggunakan
MATLAB®
akan diperoleh suatu diagram seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5.22
berikut.
BAB VI
118
PERANCANGAN SISTEM KONTROL
6.1 Kontroler
Kontroler seringkali juga disebut dengan istilah kompensator,
pengendali ataupun penapis. Kontroler adalah suatu sistem dinamis yang
sengaja ditambahkan untuk mendapatkan karakteristik sistem keseluruhan
yang diinginkan. Fungsi kontroler otomatis pada umumnya adalah sebagai
berikut:
1) Membandingkan nilai masukan dan keluaran sistem secara
keseluruhan (plant).
2) Menentukan penyimpangan.
3) Menghasilkan sinyal kontrol (mengurangi penyimpangan menjadi
nilai nol/ nilai yang kecil).
Cara bagaimana kontroler otomatis menghasilkan sinyal kontrol disebut
Aksi Kontrol
Adapun tujuan kontrol secara khusus adalah sebagai berikut:
1) Meminimumkan error steady state.
2) Meminimumkan settling time.
3) Mencapai spesifikasi transien yang lain, mis : meminimumkan
maximum overshoot.
Aksi kontrol dasar yang sering digunakan dalam kontroler analog industri
adalah:
1. Kontroler dua posisi atau "on-off"
2. Kontroler proporsional (P)
3. Kontroler integral (I)
4. Kontroler proporsional + integral (PI)
5. Kontroler proporsional + turunan (PD)
6. Kontroler proporsional + integral + deferensial (PID)
119
+ e u1 u
u2
-
u(t) = K p e(t)
U(s)
= K p = fungsi alih
E(s)
+ E(s) U(s)
+ E(s) U(s)
120
Sehingga
du
= K i e(t)
dt
t
ò
u(t) = K i e(t) dt
0
U(s) K i
= = fungsi alih
E(s) s
t
Kp
u(t) = K p e(t) +
Ti ò e(t) dt
0
+ E(s) U(s)
U(s) æ 1 ö
= Kp çç1 + ÷
E(s) è Ti s ÷ø
K p (1 + Ti s)
=
Ti s
121
dengan Kp penguatan proporsional dan Ti disebut waktu integral, yang
keduanya dapat ditentukan. Waktu integral mengatur aksi kontrol internal
sedangkan perubahan nilai Kp berakibat pada pada bagian aksi kontrol
proporsional maupun integral.
d e(t)
u(t) = K p e(t) + K p Td
dt
+ E(s) U(s)
122
E(s) U(s)
+
U(s) 1
= K p (1 + + Td s)
E(s) Ti s
(1 + Ti s + Ti Td s 2 )
= Kp
Ti s
123
6.2 Prosedur Perancangan
Bagian terpenting dalam merancang sistem kontrol adalah
menyatakan spesifikasi performansi secara tepat sedemikian rupa sehingga
akan didapatkan sistem kontrol sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
124
Pendekatan yang digunakan adalah merancang dan
mengkompensasikan sistem kontrol linier parameter konstan satu masukan
satu keluaran. Kompensasi merupakan pengaturan suatu sistem agar
spesifikasi yang diinginkan dipenuhi.
Pendekatan coba-coba dalam merancang sistem adalah dengan
menyusun model matematik sistem kontrol dan mengatur parameter
kompensator. Pengecekan spesifikasi performansi dengan analisis untuk
setiap pengaturan parameter memerlukan waktu yang lama.
Setelah model matematik didapat, perancang harus membuat
prototipe dan menguji sistem loop terbukanya. Jika kestabilan mutlaknya
terjamin, perancang lalu menutup loop tersebut dan menguji performansi
sistem loop tertutup yang didapat. Karena pengabaian efek pembebanan
pada komponen-komponennya, ketidaklinieran dan sebagainya yang tidak
diperhitungkan pada awal perancangan, maka performansi sistem yang
sebenarnyan kemungkinan berbeda dari ramalan teoritisnya. Sehingga dalam
perancangan pertama kemungkinan belum memenuhi semua persyaratan
performansi. Dengan coba-coba perancang harus mengubah prototipe
tersebut sampai sistem yang diperoleh memenuhi spesifikasi yang
diinginkan. Dalam menyelesaikan ini, perancang harus menganalisis setiap
percobaan, dan hasil analisisnya harus digunakan pada percobaan
berikutnya. Perancang harus melihat bahwa sistem akhir yang diperoleh
memenuhi spesifikasi performansi, andal dan ekonomis.
Pada umumnya diinginkan bahwa sistem yang dirancang harus
menghasilkan kesalahan-kesalahan sekecil mungkin dalam menanggapi
sinyal masukan. Dalam hal ini, redaman sistem harus wajar dan dinamika
sistem harus relatif tidak sensitif terhadap perubahan kecil dalam parameter
sistem. Gangguan-gangguan yang tidak diinginkan harus dapat diperlemah
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
125
Dorf, R.C., Bishop R.H. 2004. Modern Control Systems (10th ed.). Prentice
Hall Inc.
Kuo, B.C. 2002. Automatic Control Systems (8th ed.). New York. John
Wiley & Sons.
Ogata, K. 2001. Modern Control Engineering (4th ed.). Prentice Hall Inc.
Phillips, C.L. & Royce D. 1996. Feedback Control Systems (3rd ed.).
Englewood Cliff. Prentice Hall Inc.
Shinners S.M. 2001. Advanced Modern Control System Theory and Design.
(3rd ed.). New York. John Wiley & Sons.
126
Elektro pada tahun 1988. Mulai tahun 1989 bekerja sebagai dosen di
Universitas Brawijaya Fakultas Teknik Jurusan Elektro. Selanjutnya
menyelesaikan kuliah pada Program Magister Sistem Pengaturan di Institut
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada tahun 1999. Mulai tahun 2005
sampai sekarang, sedang mengikuti Program Doktor Ilmu Kedokteran
dengan minat Teknologi Kedokteran di Universitas Brawijaya.
127