CORPORATE GOVERNANCE
Dosen Pengampu: Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, S.E., M.Si., Ak. CA.
Kelompok 9
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
Pengertian dan Peran Investor Institusional
Investor Institusional adalah investor yang berupa lembaga institusi yang sudah
berbadan hukum seperti reksa dana, asuransi, dana pensiun, bank, dan lain sebagainya.
Cara investor institusional untuk berperan serta dalam mendorong penerapan GCG
adalah dengan melakukan investasi yang bertanggung jawab dengan membuat kebijakan
hanya akan melakukan penempatan investasi pada perusahaan-perusahaan yang menerapkan
GCG, dan tentu secara konsisten menerapkan kebijakan tersebut dalam melakukan investasi.
Dengan cara ini, institusi tersebut bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dana-nya
mereka kelola, karena dana tersebut hanya di investasikan pada perusahaan-perusahaan yang
memang dapat dipercaya, sehingga risiko hilangnya dana masyarakat karena penempatan
yang salah menjadi lebih kecil, dan di lain pihak, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan
di bursa juga menjadi lebih memberi perhatian terhadap penerapan GCG karena dengan
menerapkan GCG secara konsisten, saham mereka menjadi lirikan investor dan masuk dalam
daftar saham yang desirable atau ingin dimiliki oleh investor, lebih jauh hal ini akan
menaikan nilai saham yang secara tidak langsung juga menaikan nilai perusahaan.
Tentu untuk bisa menerapkan investasi yang bertanggung jawab dibutuhkan usaha
tambahan oleh investor institusional, karena harus ada fungsi di dalam institusi tersebut yang
bertanggung jawab melakukan analisis secara berkesinambungan terhadap penerapan GCG
perusahaan-perusahaan target dengan menggunakan acuan yang benar sebagai dasar
penerapan GCG.
1
Pengertian dan Peran Kreditur dalam GCG
Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang
memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan jasa yang
diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) di mana diperjanjikan bahwa
pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua
ini disebut sebagai peminjam atau yang berhutang. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
kreditur adalah pihak yang memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak lainnya.
Kreditur dalam hal ini contohnya bank, bank harus dapat menilai apakah perusahaan
yang mengajukan permintaan kredit mampu mengembalikan pinjaman atau tidak. Kreditur
akan menolak usulan kredit dari suatu perusahaan bila informasi akuntansi perusahaan itu
meragukan atau tidak menunjukkan perkembangan yang positif.
Perusahaan yang mempunyai leverage tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk
memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang. Dengan semakin tinggi leverage,
yang mana akan menambah beban untuk program corporate social responsibility menjadi
terbatas atau semakin tinggi leverage, maka semakin rendah program CSR.
2
2. Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan secara akurat, tepat waktu,
transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder.
Fungsi dan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam
LK) suatu negara sangat strategis, karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh
pemerintah untuk mengawasi semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang
harus dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa dapat berjalan
secara adil, efektif, dan efisien. Jadi, fungsi Bapepam LK dalam hal ini adalah memastikan
agar semua lembaga penunjang yang terkait dibursa menjalankan tata kelola lembaga
masing-masing secara sehat dan mematuhi peraturan yang berlaku, termasuk seperangkat
peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam LK.
3
kewajaran (fairness) yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF. Perusahaan-perusahaan
yang menjalankan prinsip keterbukaan informasi dituntut untuk menyediakan informasi yang
cukup, akurat, tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Perusahaan yang
menerapkan prinsip akuntabilitas secara efektif mensyaratkan adanya kejelasan akan fungsi,
hak, kewajiban, wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris,
dan dewan direksi. Sementara itu, prinsip pertanggung jawaban mengharuskan kepatuhan
perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya masalah pajak, hubungan
industrial, kesehatan dan keselamatan keria, perlindungan lingkungan hidup, memelihara
lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Prinsip kemandirian
mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan
dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-
peraturan yang berlaku. Prinsip kesetaraan dan kewajaran menuntut adanya perlakuan yang
adil dalam memenuhi hak para pemangku kepentingn (stakeholders) sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
4
Dalam Kasus ini PT Bank Global telah melanggar prinsip Good Corporate
Governance yang telah ditetapkan, diantaranya adalah Transperency dan Akuntabilitas.
Sebagai perusahaan terbuka, semestinya Bank Global transparan dan menerapkan dengan
seksama asas good corporate governance. Tak boleh ada informasi material yang
disembunyikan. Penurunan CAR dari 44,84 % per September 2004 menjadi minus 39 %
dalam tempo dua bulan menunjukkan ada informasi material yang disembunyikan. Para
investor yang hanya mengandalkan data September 2004 tentu akan terkecoh.
Kehancuran Bank Global disebabkan oleh sebuah kolusi antara pengelola Bank Global
dengan Prudence Asset Management (PAM). Bank Global memperdagangkan surat berharga
yang disebut reksadana, di mana para pembelinya adalah nasabah bank itu. Karena reksadana
yang dijual bernama prudence, wajar saja jika orang langsung menghubungkan dengan PAM.
Meski pihak PAM membantah, masyarakat cenderung berpendapat bahwa reksadana
prudence diterbitkan oleh PAM.
Keroposnya pengelolaan manajemen perbankan kita, kelemahan struktural dalam
pengelolaan usaha bank sebagai lembaga kepercayaan, kurangnya transparansi dan
pemahaman nasabah terhadap laporan keuangan bank bersangkutan, serta kelemahan
infrastruktur pengawasan bank, kerapkali menjadi kendala hampir kebanyakan bank di
Indonesia. Mungkin hal ini juga tidak terlepas dari kondisi perbankan nasional secara
menyeluruh.
Sehatnya sebuah bank tidak hanya berpatokan pada aset (modal) semata, tetapi juga
harus memperhitungkan faktor manajemen risiko yang meliputi delapan faktor, yakni risiko
kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko strategi, risiko
kepatuhan dan risiko reputasi. Tidak sedikit para bankir yang tidak bisa mengelola
manajemen risiko dengan baik, sehingga terjadi pelanggaran prinsip kehati-hatian bank. Yang
terpenting dari kasus-kasus pembekuan bank adalah pembelajaran bagi pemilik maupun
pengurus bank untuk bercermin diri dalam pengelolaan keuangan dan manajemen perbankan
agar tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada, serta diharuskan menerapkan
prudent banking. Lebih khusus lagi, bagi para nasabah agar tidak gegabah dan senantiasa
berhati-hati jika ingin menempatkan dananya pada lembaga perbankan maupun lembaga
keuangan lainnya.
5
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/404673944/cg-implementasi-terhadap-emiten-dan-
perusahaan-publik (diakses pada 10 November 2019, pukul 22.20 WITA)
http://greatariana.blogspot.com/2013/07/analisa-kasus-bank-global-bab-1.html?m=1(diakses
pada 10 November 2019, pukul 22.45 WITA)
https://zahiraccountingbanyuwangi.wordpress.com/2017/10/27/pengertian-debitur-dan-
kreditur/ (diakses pada 11 November 2019, pukul 10.55 WITA)