Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Model Problem Based Learning


Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang
digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi siswa, dan memberi
petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.
Model pembelajaran matematika adalah kerangka kerja konseptual tentang
pembelajaran matematika. Model pembelajaran matematika dapat meliputi strategi
pembelajaran, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Sedangkan
komponen-komponennya adalah sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sarana, dan
dampak pembelajaran dan pengiring (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014).
Wina Sanjaya (dalam Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, 2014) menyatakan
bahwa model Problem Based Learning (PBL) dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara alamiah. Berdasarkan hal tersebut, terdapat tiga ciri utama model
PBL, yaitu:
1. PBL merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya
ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Siswa tidak hanya
sekedar mendengarkan, melihat, mencatat, dan menghafal materi pelajaran,
tetapi siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari, dan mengolah data
serta menyimpulkan.
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
ilmiah. Proses berpikir ilmiah dilakukan secara sistematis dan empiris.
Sistematis artinya melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris
artinya proses penyelesaian masalah berdasarkan pada data dan fakta yang
jelas.

10
11

Menurut Barrow (dalam Alimul Muniroh, 2015) menjelaskan enam ciri


khusus dari PBL, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran
terjadi pada kelompok kecil siswa, (3) guru berperan sebagai fasilitator, (4) masalah
merupakan fokus dan stimulus dalam pembelajaran, (5) masalah merupakan jalan
untuk pengembangan kemampuan pemecahan masalah secara klinis, dan (6)
informasi baru diperoleh melalui pembelajaran yang mengarahkan diri.
Ciri utama yang membedakan model pembelajaran dengan strategi atau
metode pembelajaran adalah adanya sintaks atau langkah-langkah pembelajaran.
Demikian pula halnya dengan model pembelajaran berbasis masalah. Model
pembelajaran berbasis masalah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
Arends (dalam Zulkarnain dan Susda, 2011) yaitu terdiri atas lima fase yaitu:
Tabel 2.1. Sintaks atau langkah-langkah Problem Based Learning
Tahap/Sintaks Tingkah Laku Guru
Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa kepada masalah menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi
atau cerita untuk memecahkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam
pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2 Guru membantu siswa mendefinisikan
Mengorganisasikan siswa untuk belajar dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah.
Tahap 3 Guru mendorong siswa untuk
Membimbing penyelidikan individual mengumpulkan informasi yang sesuai,
maupun kelompok melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4 Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan dan menyajikan hasil merencanakan dan menyiapkan karya
karya yang sesuai sebagai hasil pelaksanaan
tugas, misalnya berupa laporan, video,
dan model serta membantu mereka
untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5 Guru membantu siswa untuk melakukan
Menganalisis dan mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap
pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses-proses
yang mereka gunakan.
Sumber: Zulkarnain dan Susda Heleni, 2011
Berikut penjelasan dari kelima langkah pembelajaran berbasis masalah
(dalam Zulkarnain dan Susda, 2011).
12

1. Orientasi siswa kepada masalah


Pada awal pembelajaran dimulai, guru seharusnya mengkomunikasikan
tujuan pelajaran secara jelas, menumbuhkan sikap-sikap positif terhadap
pelajaran. Guru perlu memberikan penegasan seperti berikut:
a. Tujuan utama dari pelajaran adalah untuk belajar bagaimana
menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi
pembelajar yang mandiri.
b. Pertanyaan atau masalah yang diselidiki tidak memiliki jawaban yang
mutlak “benar”. Sebuah masalah yang kompleks memiliki banyak
penyelesaian dan seringkali bertentangan.
c. Tahap penyelidikan dari pelajaran ini, siswa akan didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan untuk mencari informasi. Guru bertindak
sebagai pembimbing.
d. Tahap analisis dan penjelasan dari pelajaran ini, siswa harus didorong
untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan bebas.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pembelajaran berbasis masalah membutuhkan keterampilan kolaborasi
di antara siswa dan guru membantu siswa untuk menyelidiki masalah secara
bersama hingga siswa menemukan apa yang diketahui dan ditanyakan dari
masalah yang diberikan.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen mental atau eksperimen yang sesungguhnya
sampai mereka betul-betul memahami dimensi-dimensi situasi masalah
tersebut. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi
untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Selama tahap
penyelidikan, guru seharusnya menyediakan bantuan yang dibutuhkan
tanpa mengganggu.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (artifak)
Artifak meliputi berbagai karya seperti video tape yang menunjukkan
situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan, model yang terdiri dari
13

suatu perwujudan secara fisik dan situasi masalah atau pemecahannya, dan
program komputer serta sajian multimedia. Setelah artifak dikembangkan,
guru mengorganisasikan pameran untuk memamerkan dan
mempublikasikan hasil karya tersebut.
5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Tahap akhir pembelajaran berbasis masalah meliputi aktivitas untuk
membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir siswa dan
juga keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka
gunakan, guru meminta siswa untuk melakukan rekontruksi pemikiran dan
aktivitas siswa selama tahap-tahap pelajaran yang telah dilewatinya.

B. Hasil Belajar Matematika


Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010).
Belajar hanya dialami oleh siswa sendiri yang memperoleh sesuatu dari lingkungan
sekitarnya oleh karena itu siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya
proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006).
Kegiatan belajar dapat dilihat sebagai hasil dan proses. Belajar sebagai hasil
adalah perubahan tingkah laku seseorang melalui proses belajar, sedangkan
perubahan tersebut harus dan dapat digunakan untuk meningkatkan penampilan diri
dalam dunia kehidupannya. Belajar sebagai proses adalah kegiatan seseorang yang
dilakukan secara sengaja melalui penyesuaian tingkah laku dirinya dalam upaya
untuk meningkatkan kualitas kehidupannya (Sudjana, 2000). Berdasarkan
penjelasan di atas maka belajar ditekankan sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku akibat pengalaman, yang relatif menetap, menuju kebaikan, perubahan
prositif-kualitatif. Konsep belajar ini menekankan belajar tidak hanya dari segi
teknis, tetapi juga tentang nilai dan norma (Suyono dan Hariyanto, 2012).
Paradigma melihat output berupa perubahan tingkah laku lebih mengarah
kepada aliran behaviorisme. Setelah paradigma pembelajaran berkembang, belajar
dimaknai sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman.
14

Tanggungjawab belajar ada pada diri siswa sedangkan guru bertanggungjawab


untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggungjawab
siswa untuk belajar sepanjang hayat. Belajar baru bermakna jika ada pembelajaran
dari dan oleh siswa. Siswa sebagai subjek didik harus secara aktif meraih dan
memperoleh pengetahuan baru sesuai dengan minat, bakat, perilaku dan norma-
norma serta nilai-nilai yang berlaku (Suyono dan Hariyanto, 2012).
Siswa akan memperoleh suatu hasil belajar setelah berakhirnya proses
belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil
belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak
proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Dimyati dan Mudjiono (2006)
berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-
angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar setiap akhir pembelajaran.
Sementara itu, menurut Bloom (Agus Suprijono, 2009), hasil belajar mencakup :
1. Ranah kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek berupa knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),
analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
evaluation (menilai).
2. Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek
berupa receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons),
valuing (nilai), organization (organisasi), dan characterization
(karakterisasi).
3. Ranah psikomotor
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Kemampuan psikomotor mencakup
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
15

Hasil belajar matematika diartikan Gagne (dalam Muhammad Zainal


Abidin, 2011) sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar matematikanya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dalam
diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan,
tingkah laku, sikap dan keterampilan dalam mempelajari matematika. Pendapat
tersebut didukung oleh Andi Pratama (2013) yang menyatakan bahwa hasil belajar
matematika adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan seseorang siswa terhadap
bidang studi pendidikan matematika setelah menempuh proses belajar mengajar
yang terlihat pada nilai yang diperoleh dari hasil tes hasil belajarnya. Hasil belajar
matematika siswa dapat dilihat dari kemampuannnya menyelesaikan soal
matematika yang terdiri dari soal pengiraan (soal hitungan) dan soal cerita
(Zulkarnain, 2011).
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar matematika adalah skor yang diperoleh siswa dari tes hail belajar
matematika setelah melakukan proses pembelajaran matematika. Skor atau nilai
siswa diperoleh melalui penilaian aspek kognitif. Hasil belajar matematika yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan kognitif siswa terhadap materi
pelajaran matematika yang dinyatakan dalam bentuk skor atau angka dari hasil
ulangan harian I dan II setelah mengikuti proses pembelajaran dengan penerapan
problem based learning pada materi pokok trigonometri.

C. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning


Supaya penerapan model PBL dapat berjalan dengan baik, maka kegiatan
belajar mengajar harus dilakukan sesuai dengan tahap model PBL yang dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Kegiatan pendahuluan
a. Guru mempersiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran dengan cara:
b. Guru meminta ketua kelas untuk menyiapkan dan memimpin siswa
untuk berdoa dan mengucapkan salam.
c. Guru meminta informasi tentang kehadiran siswa.
16

d. Guru memotivasi siswa dengan memberikan contoh manfaat yang


diperoleh setelah mempelajari materi yang akan diajarkan.
e. Guru melakukan apersepsi dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari, serta terkait dengan
materi yang akan dipelajari.
f. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
g. Guru menyampaikan informasi cakupan materi yang akan dipelajari.
h. Guru memberikan penjelasan tentang kegiatan pembelajaran yang
akan dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan permasalahan.
i. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok diskusi dengan
masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen.
j. Guru membagikan LAS (Lembar Aktivitas Siswa) kepada masing-
masing siswa di setiap kelompok.
2. Kegiatan Inti
Fase 1: Orientasi siswa kepada masalah
a. Guru mengajukan masalah yang tertera pada LAS.
b. Siswa diminta mengamati (membaca) dan memahami masalah pada
LAS. (mengamati)
c. Siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan terkait hal yang belum
dimengerti dari permasalahan. (menanya)
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang
permasalahan dengan mencoba mengidentifikasi hal-hal yang diketahui
dan ditanya dalam masalah yaang ada di LAS..
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
a. Siswa secara berkelompok membaca buku siswa atau sumber lain
untuk melakukan penyelidikan guna memperoleh informasi yang
berkaitan dengan masalah yang diberikan sehingga siswa tertantang
dan memiliki rasa ingin tahu yang lebih tinggi. (mengumpulkan
informasi).
17

b. Secara berkelompok, siswa mengolah informasi dengan cara


melakukan tanya-jawab dalam kelompok, menganalisis, menalar,
meneliti, menyimpulkan, berdasarkan informasi yang telah
diperoleh, dalam rangka memahami permasalahan yang berkaitan
dengan materi. (menalar/mengasosiasi)
c. Guru berkeliling mencermati siswa bekerja, memperhatikan dan
menemukan berbagai kesulitan yang dialami siswa, serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal-hal yang
belum dipahami. (menanya)
d. Guru memberikan bantuan berkaitan kesulitan yang dialami siswa
secara individu dan kelompok.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Siswa memilih perwakilan dari kelompok untuk maju mempresentasikan
hasil diskusi kelompok di depan kelas. (mengkomunikasikan).
Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
a. Siswa diberikan kesempatan bertanya.
b. Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan terhadap presentasi
kelompok temannya. (mengkomunikasikan)
c. Siswa mengevaluasi jawaban kelompok penyaji serta masukan dari
siswa yang lain dan membuat kesepakatan, bila jawaban yang
disampaikan siswa sudah benar.
3. Kegiatan Penutup
a. Guru bersama siswa merumuskan kesimpulan dari materi yang sudah
dipelajari.
b. Guru mengajak siswa melakukan refleksi tentang kegiatan yang sudah
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan:
“Apakah kalian sudah mengerti dengan materi yang kita pelajari hari
ini?”
“Apakah masih ada pertanyaan?”
c. Guru mempersilakan siswa untuk duduk kembali ke tempat duduknya
masing-masing.
18

d. Guru memberikan tes formatif untuk menguji pemahaman siswa.


e. Untuk memberi penguatan, siswa diberikan pekerjaan rumah
f. Guru meminta siswa untuk membaca materi yang akan dipelajari
selanjutnya
g. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.

D. Hubungan Penerapan Model Problem Based Learning dengan Hasil


Belajar Matematika
Jean Piaget dan Vygotsky mempunyai peran instrumental dalam
mengembangkan konsep konstruktivisme yang menjadi landasan Problem Based
Learning (PBL). Teori belajar keduanya tentang perkembangan intelektual anak-
anak sangat membantu dalam mengembangkan model PBL. Perspektif kognitif-
konstruktivis yang menjadi landasan PBL, banyak meminjam dari Piaget.
Perspektif ini mengatakan bahwa siswa dengan umur berapa pun terlibat secara
aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya
sendiri. Menurut Piaget (dalam Arends, 2008), pedagogi yang baik itu harus
melibatkan penyodoran berbagai situasi dimana anak bisa bereksperimen.
Model PBL merupakan pembelajaran student-centered yang dirancang
untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan
menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya. Selain itu, model PBL
juga dapat membantu siswa menjadi mandiri dan otonom (Arends, 2008). Jika
dibandingkan antara peran guru dalam model pembelajaran langsung dan PBL,
maka peran guru dalam model PBL hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing
sementara itu dalam model pembelajaraan langsung guru berperan sebagai
narasumber utama. Guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing agar siswa
dapat aktif berpikir sendiri dan menyelesaikan masalah sendiri. Guru yang
bertindak sebagai narasumber utama akan melihat apa yang dikerjakan siswa saja
bukan apa yang dipikirkan siswa selama mereka mengerjakan. Pada akhirnya, PBL
sangat menekankan pada bagaimana siswa menkonstruksi pikirannya sendiri.
Penerapan model PBL tidak sebatas untuk mengembangkan keterampilan
berpikir saja akan tetapi banyak manfaat melalui pembelajaran berbasis masalah.
19

Model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki beberapa manfaat (Smith


dalam Taufiq Amir, 2010) yaitu:
1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar
Jika pengetahuan diperoleh dekat dengan konteks prakteknya, maka akan
mudah diingat. Dengan konteks yang dekat, maka pembelajar akan lebih
mudah memahami materi.
2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan
Selama ini apa yang disajikan di dalam kelas jauh dari apa yang terjadi di
dunia nyata. Melalui PBL penyajian pembelajaran di dalam kelas
disesuaikan dengan dunia nyata sehingga pembelajar akan merasakan
kegiatan prakteknya lebih bermakna.
3. Mendorong untuk berpikir
Pembelajar dianjurkan agar tidak terburu-buru menyimpulkan, mencoba
menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang mendukung.
Logika pembelajar dilatih dan kemampuan berpikir ditingkatkan. Tidak
sekedar tahu tapi juga mengerti.
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial
Penerapan PBL dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan
kerja tim dan kecakapan sosial karena dikerjakan dalam kelompok-
kelompok kecil. Pengalaman kepemimpinan juga dapat dirasakan dalam
hal tertentu. Mereka mempertimbangkan strategi, memutuskan dan
persuasif dengan orang lain.
5. Membangun kecakapan belajar (long-life learning skill)
Siswa merumuskan struktur masalah yang disajikan serta dituntut untuk
mencari sendiri pengetahuan yang relevan sehingga melatih mereka cakap
dalam belajar.
6. Memotivasi pembelajar
Penerapan PBL akan membangkitkan minat dalam pembelajar karena
masalah diciptakan dengan konteks yang dekat dengan siswa. Masalah
yang menantang akan membuat siswa merasa lebih semangat untuk
menyelesaikannya.
20

Manfaat penerapan model PBL dapat dibahas dengan melihat langkah per
langkah prosedur penerapan model PBL. Arends menjelaskan secara rinci kelima
fase ini dalam buku Learning to Teach yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia oleh Pustaka Pelajar. Fase pertama yaitu memberikan orientasi tentang
permasalahannya kepada siswa. Seperti semua tipe pelajaran lainnya, guru
seharusnya mengkomunikasikan dengan jelas maksud pelajarannya, membangun
sikap positif terhadap pelajarannya itu dan mendeskripsikan sesuatu yang
diharapkan untuk dilakukan oleh siswa.
Guru perlu menyodorkan situasi bermasalah dengan hati-hati atau memiliki
prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi permasalahan. Guru
seharusnya menyuguhkan situasi bermasalah itu kepada siswa dengan semenarik
mungkin dan seakurat mungkin. Hal yang penting di sini adalah dalam fase pertama
orientasi tentang situasi bermasalah itu menyiapkan panggung untuk investigasi
selanjutnya, jadi presentasinya harus dapat memikat siswa dan membangkitkan rasa
ingin tahu dan gairah mereka untuk menyelidiki.
Berdasarkan penjelasan pada fase pertama, PBL muncul dengan ide uniknya
bagaimana membuat siswa tertarik untuk menyelidiki dengan menghadirkan
masalah nyata. Keunikan inilah yang membuat PBL akan menarik minat siswa dan
membuat siswa tertantang untuk menyelesaikan masalah dihadapannya. Faktor
yang membuat hasil belajar rendah salah satunya adalah minat yang kurang untuk
belajar. Faktor ini dapat diatasi apabila minat siswa untuk belajar dapat
ditingkatkan.
Fase kedua yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar atau meneliti. PBL
mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara
siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama.
PBL juga mengharuskan guru untuk membantu siswa dalam merencanakan tugas
investigatif dan pelaporannya. Keterampilan kolaborasi ini dibentuk dengan
membuat kelompok belajar kooperatif yang heterogen. Setiap kelompok hendaknya
memiliki kemampuan, suku dan gender yang berbeda.
Melalui belajar secara berkelompok, siswa akan meningkatkan kecakapan
sosialnya. Siswa yang menjadi ketua kelompok akan belajar bagaimana menjadi
21

pemimpin sementara anggota kelompok akan belajar bagaimana bekerja sama


menyelesaikan masalah dengan mematuhi ketua. Keragaman kemampuan juga
berguna untuk membantu guru dalam mengatasi siswa yang lambat dalam
memahami materi. Siswa yang pintar dapat membantu siswa yang belum
memahami materi.
Fase ketiga yaitu membimbing penyelidikan individu dan kelompok terdiri
dari: (1) perencanaan kooperatif, (2) mengumpulkan data dan eksperimentasi, (3)
mengembangkan hipotesis, menjelaskan dan memberikan solusi. Sebelum memulai
penyelidikan, guru memberikan target lama waktu penyelesaikan LAS dan
membantu siswa dalam membagi tugas masing-masing siswa dalam kelompok.
Kemudian langkah selanjutnya, guru mendorong siswa mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen mental atau aktual sampai mereka memahami
sepenuhnya dimensi-dimensi situasi bermasalahnya. Maksudnya adalah agar siswa
mengumpulkan informasi yang cukup untuk menciptakan dan mengontruksikan
ide-idenya sendiri.
Guru seharusnya membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber, dan mereka seharusnya menyodorkan berbagai pertanyaan untuk
membuat siswa memikirkan tentang pertanyaan itu dan tentang jenis informasi
yang dibutuhkan untuk sampai pada solusi yang dapat dipertahankan. Setelah siswa
mendapatkan data yang cukup dan melaksanakan eksperimen terhadap fenomena
yang diselidiki, mereka akan menawarkan hipotesis, penjelasan, dan solusi.
Disepanjang fase investigatif ini, guru semestinya memberikan bantuan yang
dibutuhkan tanpa bersikap intrusif. Untuk siswa-siswa tertentu, guru akan perlu di
dekat siswa untuk membantunya menemukan bahan-bahan dan mengingatkan
mereka tentang tugas yang harus mereka selesaikan.
Investigasi autentik merupakan salah satu fitur khusus PBL yang
membedakannya dari pendekatan teacher-centered karena dengan menyelidiki
siswa bertugas mencari sendiri informasi dan menyusun hubungan antar informasi
sehingga menemukan jawaban tanpa didikte oleh guru. PBL tidak dirancang untuk
membantu guru menyampaikan informasi dengan jumlah besar kepada siswa
karena metode ceramah lebih tepat untuk ini. PBL dirancang untuk membantu
22

mengembangkan keterampilan berpikir (Arends, 2008). Oleh karena itu, fase ketiga
ini terbentuk untuk membuat siswa berpikir dan belajar mandiri.
Fase keempat yaitu pengembangan dan presentasi artefak dan ekshibits.
Guru memberikan waktu kepada siswa untuk menyusun laporan yang akan
dipresentasikan. Siswa juga boleh memilih siapa yang akan menjadi perwakilan
kelompok. Melalui fase ini, siswa belajar menyampaikan informasi yang
diketahuinya kepada orang lain. Dalam proses belajar, tingkatan tertinggi adalah
dengan menyampaikan kepada orang lain. Hal itu akan mempercepat pemahaman
dan memperpanjang ingatan.
Fase terakhir yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi
masalah yang menurut Arends dimulai dengan guru meminta siswa
merekonstruksikan pikiran dan kegiatan mereka selama pelajaran. Guru bertanya
kepada siswa seperti, “Kapan mereka mulai yakin dengan solusi itu? Mengapa
mereka menolak penjelasan tertentu? Apa yang akan mereka lakukan dengan cara
yang berbeda di masa mendatang?” Hal ini dimaksudkan agar siswa dibantu dalam
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan
investigatif dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Siswa yang
mengalami kesalahan dalam penyelesaian masalahnya dapat belajar dan
memperbaiki kesalahannya.
Kelima fase dalam PBL yang telah dijelaskan memiliki manfaat masing-
masing sehingga membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar yang
efektif. Kegiatan belajar yang efektif tidak hanya meningkatkan pemahaman dan
daya serap siswa pada materi pembelajaran tetapi juga melibatkan keterampilan
berpikir. Meningkatnya pemahaman, daya serap siswa dan keterampilan berpikir
akan mempermudah siswa dalam mendapatkan hasil belajar matematika yang
tinggi. Hal ini juga didukung oleh penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh
Muhammad Sergio Virnando (2015) yang menunjukkan bahwa penerapan model
PBL dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII.5 SMP Negeri 4
Pekanbaru dengan persentase peningkatan hasil belajar dari 39,39% pada skor
dasar, 45,46% pada UH I hingga 84,85% pada UH II.
23

Dengan demikian berdasarkan uraian diatas, problem based learning jika


diterapkan dapat memungkinkan terjadinya perbaikan pada proses pembelajaran
yang berdampak pada peningkatan hasil belajar matematika siswa.

E. Materi Pembelajaran
Menurut Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang standar proses
pendidikan dasar dan menengah mengatakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau
lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran
siswa dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Terdapat 13 komponen yang
minimal harus termaktub dalam setiap RPP, salah satunya adalah materi
pembelajaran.
Materi pembelajaran memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang
relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompetensi. Berikut pengertian fakta, konsep, prinsip dan prosedur
merujuk kepada In House Training (dalam Supriyanto, 2017) Pengimbasan
Implementasi Kurikulum 2013:
1. Fakta yaitu kejadian atau peristiwa yang dapat dilihat, didengar, dibaca,
disentuh, atau diamati.
2. Konsep merupakan ide yang mempersatukan fakta-fakta atau dengan kata
lain konsep merupakan suatu penghubung antara fakta-fakta yang saling
berhubungan.
3. Prinsip merupakan generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep
yang berkaitan.
4. Prosedur merupakan sederetan langkah yang bertahap dan sistematis
dalam menerapkan prinsip.

F. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian ini adalah: Jika diterapkan model problem based learning pada
24

pembelajaran matematika maka dapat memperbaiki proses pembelajaran dan


meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X Sosial 2 MA Darul Hikmah
Pekanbaru tahun pelajaran 2017/2018 pada materi pokok trigonometri.

Anda mungkin juga menyukai