Anda di halaman 1dari 24

TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Nomer 1

Metode-Metode Meningkatkan Recovery pada Flotasi


Ukuran partikel dikatakan fine particle yaitu merupakan partikel yang memiliki ukuran
lebih halus dibanding ukuran minimum partikel untuk recovery flotasi yang optimal. Gambar
1.3.1 ini menunjukan bahwa recovery sulfide rendah untuk fine particle size .

Fine particle memiliki performa yang rendah dalam recovery flotasi, dimana kaitannya
dengan karakteristik mereka yang memiliki ukuran kecil, massa rendah,spesifik surface area
yang tinggi dan surface energi yang tinggi. Massa yang rendah dari partikel menyebabkan flow
rate rendah karena probabilitas dari partikel dan bubble bersatu dan mengalami adhesi akan
rendah. Surface energy yang tinggi dan surface area yang tinggi menyebabkan konsumsi reagen
tinggi, meningkatkan oksidasi permukaan dan solubilitas sehingga mengurangi selektivitas.
Metode untuk meningkatkan fine particle recovery adalah meningkatkan particle size dan
menurunkan bubble size.

Metode peningkatan recovery pada proses flotasi diantaranya dengan shear flocculation
dimana caranya adalah peningkatan kecepatan pengadukan. Kecepatan pengadukan yang
meningkat atau optimal akan meningkatkan recovery flotasi. Hal ini akan membuat flokulasi
partikel meningkat berkaitan dengan waktu flotasi yang lebih singkat dan recovery partikel lebih
banyak. (Gambar 1.3.2). Cara lainnya yaitu dengan pengaturan collector dosage. Response
flotasi yang tinggi dihubungkan dengan meningkatnya floc hydrophobicity dan larger flocs.
Meningkatnya konsentrasi kolektor menyebabkan penyerapan kolektor pada permukaan
sehingga meningkatkan daya tarik hidrofobik dan meningkatkan flokulasi (Gambar 1.3.3).

Selain itu, peningkatan recovery pada proses flotasi dapat dilakukan dengan penyesuaian
jumlah reagen, penggunaan Ph yang optimum dimana menurut literatur pH optimum recovery
untuk PbS sekitar 9.

Gambar 1.3.1 Variasi recovery sulfur dengan fraksi ukuran partikel


TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Gambar 1.3.2 Pengaruh kecepatan pengadukan pada flotability

Gambar 1.3.3 Pengaruh Collector Dossage terhadap flotability

Nomer 2

Ideal Jigging Process


Merupakan proses pemisahan partikel berdasarkan densitasnya yang dipengaruhi oleh
frekuensi denyut dan karakter feed (rasio densitas, volume fraksi, dan ukuran partikel). Proses ini
memanfaatkan kecepatan aliran air yang mendorong lapisan – lapisan partikel. Dalam konteks
aliran air, proses ini merupakan proses fluidization dan defluidization yang terjadi secara
berulang dan cepat. Proses segregasi partikel dikontrol oleh perubahan kecepatan aliran air
dalam kondisi fluidization. Pada kondisi defluidization, partikel terstratifikasi berdasarkan
beratnya, yang kemudian akan tersegregasi kembali pada kondisi fluidization. Segregasi partikel
yang terjadi dalam kondisi fluidization merupakan kunci efisiensi proses jigging. Proses
stratifikasi yang terjadi pada bed merupakan kombinasi dari tiga mekanisme, yaitu:
 Ketika terjadi aliran air ke atas (pulsion), maka seluruh lapisan akan terangkat dan akan
turun dengan percepatan yang berbeda
 Partikel akan mengalami perlambatan akibat pengaruh dari partikel lain yang lebih besar
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

 Ketika terjadi aliran air ke bawah (suction), maka akan terjadi dispersi inheren akibat dari
stratifikasi ideal sesuai dengan kecepatan pengendapan, yakni mineral berat akan
mengendap, sedangkan material ringan akan ada pada bagian atas

Nomer 3

Pengaruh froth velocity dan froth depth terhadap froth flotation

Froth velocity merupakan kecepatan aliran gelembung udara pada proses saat proses
froth flotation berlangsung. Untuk memperoleh hasil recovery maupun konsentrat yang
maksimal, diperlukan froth velocity yang optimum. Jika froth velocity terlalu cepat, maka akan
mengakibatkan beberapa mineral berharga belum sempat berikatan dengan gelembung udara.
Sehingga, menyebabkan mineral berharganya masih tercampur dengan pengotornya. Namun,
jika froth velocity terlalu lambat, maka proses pemisahan mineral berharga dari pengotornya
akan menjadi kurang efektif dan efisien.

Lapisan buih pada pross froth flotation merupakan zona berlangsungnya proses
pemisahan mineral berharga dengan mineral tidka berharga atau pengotornya. Pada suatu
kondisi, aka nada partikel atau mineral hidrofilik yang terjebak pada antar gelembung udara ang
berada di dalam fluida. Jika buih terlalu dangkal, maka partikel hidrofilik yang terperangkap di
dalam buih tersebut tidak sempat jatuh ke dasar fluisa dan akan terangkat ke permukaan fluida
menjadi buih. Akibatnya, mineral tidak berharga atau pengotornya akan tercampur ke dalam
kosnentrat dan proses froth flotation menjadi tidak maksimal. Sehingga, froth depth sangat
berpengaruh terhadap proses froth flotation.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Nomer 4

PRINSIP DAN MEKANISME BIOFLOTATION

Bioflotasi adalah salah satu metode lain dari flotasi. Metode ini memanfaatkan
organisme, dalam hal ini adalah bakteri, yang berperan sebagai collector salah satu jenis reagen
untuk proses flotasi. Bakteri yang digunakan sebagai collector berinteraksi dengan permukaan
mineral yang akan diapungkan. Interaksi antara bakteri dan permukaan mineral dapat berupa
sifat hidrofilik atau hidrofobik dari mineral dan adhesi atau adsorpsi dari reagen biologis di atas
permukaan mineral. Perbedaan interaksi dapat terjadi karena perbedaan jenis bakteri, sifat
permukaan mineral, dan faktor-faktor spesifik lain. Penggunaan agen biologis merupakan salah
satu solusi dalam proses flotasi mineral seperti menjadikan proses flotasi berbiaya rendah dalam
memroses bijih kualitas rendah, keselektifan dalam pemrosesan mineral halus dan sangat halus,
dan menghasilkan konsentrat berspesifikasi ketat.

Pengelompokan bakteri umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif. Jenis bakteri gram positif memiliki ciri dinding sel tebal yang sebagian
besar tersusun dari peptidoglikan, sebuah polimer mengandung turunan gula dan asam amino.
Polimer gula – alkohol dan asam amino yang terdistribusi di dinding sel disebut asam teikoik.
Polimer ini bermuatan sangat negatif melebar pada permukaan bakteri melalui peptidoglikan dan
berkontribusi pada muatan sel secara keseluruhan. Contoh dari bakteri gram positif adalah
Rhodococcus opacus (kolektor hematit pada suspensi hematit – kuarsa). Bakteri gram negatif
memiliki dinding sel yang lebih rumit. Membran fosfolipid dan lipopolisakarida mengelilingi
sebuah lapisan tipis peptidoglikan sebagai dinding sel. Susunan protein-protein dan
lipoporisakarida pada permukaan sel berperan terhadap muatan sel dan kehidrofobikan. Contoh
dari bakteri gram negatif adalah Acidithiobaccilus ferrooxidans.

Ada tiga jenis mekanisme yang dapat terjadi pada proses bioflotasi; pertama, penempelan
sel bakteri ke permukaan mineral; kedua, mikroorganisme bisa memicu reaksi oksidasi atau
reduksi yang mengubah mineral untuk memperoleh energi guna pertumbuhan; ketiga, protein di
luar sel dan polisakarida diproduksi oleh mikroorganisme dapat berinteraksi dengan permukaan
mineral.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Nomer 5

Faktor yang mempengaruhi proses collectorless flotation

Faktor yang memengaruhi proses collectorless flotation pada mineral sulfida

1. pH Modifiers

Gambar 5 menunjukkan pengaruh dari pH Modifiers terhadap collectorless flotation pada


chalcopyrite. Dengan menggunakan Na2S sebagai pH modifier, proses berhenti ketika keadaan
pH lebih dari 10 dikarenakan adanya penurunan Eh. Ketika CaO digunakan sebagai modifier,
batas atas pH dari flotasi dapat mencapai 12. Eh control yang stabil juga bisa dicapai dengan
menggunakan CaO dengan peningkatan waktu flotasi seperti yang ditunjukkan Gambar 6.

2. Kondisi agitasi
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Gambar 6 menunjukkan bahwa agitasi dengan memasukkan udara (aeration agitation) sebelum
flotasi, akan meningkatkan Eh sampai level tertentu untuk bijih tembaga sulfida. Hal ini sangat
penting dalam proses collectorless flotation.

3. Tipe Frother

Efek dari frothers tergadap collectorless flotation pada mineral fluida dapat dilihat pada Tabel di
samping. Tipe alkohol frother, khususnya buthyl-eter alcohol, efektif untuk proses ini. Nilai HLB
(Hydrophile-Lipophile Balance), merupakan nilai untuk menentukan kecenderungan senyawa
terhadap sifat hidrofilik/hidrofobiknya, yang dimiliki frother pada tabel tersebut terdapat pada
sekitaran 4-7. Frother dengan nilai HLB yang lebih tinggi akan lebih efektif daripada nilai HLB
yang lebih rendah.

Nomer 6
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Nickel Pig Iron diproduksi di china mulai tahun 2006 untuk menjawab tingginya harga dan
permintaan nikel. Nickel Pig Iron (NPI) merupakan ferronickel yang memiliki kadar nikel yang
rendah (1,5-8%). Pembuatan NPI dilakukan dengan mini blast furnace dan electric arc furnace
(EF). Proses produksi NPI pada mini blast furnace menggunakan kokas sebagai reduktor dan
sumber energi. Karbon akan mereduksi besi sehingga kandungan FeO di dalam terak akan sangat
kecil. Pada proses ini juga ditambahkan bahan imbuh berupa limestone untuk mengatasi
temperatur leleh terak tinggi akibat rendahnya kandungan FeO dan tingginya kadar silika dan
magnesia di dalam terak. NPI ini disebut sebagai dirty nickel karena akan menghasilkan slag
yang banyak, konsumsi energi yang tinggi, polusi lingkungan dan menghasilkan produk dengan
kualitas rendah. Tetapi bagaimanapun produksi NPI akan tetap menjadi sesuatu yang ekonomis
selama harga nikel relatif tinggi. Proses produksi NPI yang lain yaitu menggunakan electric
furnace. Dengan peningkatan kualitas EF maka proses ini diyakini mempunyai efisiensi energi
yang lebih tinggi dari proses blast furnace. Sehingga pada prakteknya dalam 10 tahun terakhir
pembuatan NPI meningkat signifikan terutama di China dan Indonesia. Kelebihan utama dalam
proses ini yaitu dapat mengolah bijih kadar rendah yang sulit dilakukan dengan proses
pirometalurgi lain [1].
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Nomerr 7

Flash smelting adalah suatu proses pirometalurgi yang ditujukan untuk smelting logam
sulfida. Proses ini biasa dilakukan untuk konsentrat copper dan nikel sulfida. Pada proses
ini, oksidasi sulfida dapat dilakukan lebih awal daripada proses smelter biasa, yang
biasanya dilakukan pada converter. Flash smelting dari copper dilakukan dengan
meniupkan konsentrat copper sulphide dan fluks silika dengan udara, udara kaya oksigen,
atau oxygen blast ke dalam hearth-type furnace bersuhu ±15000C. Proses ini menyebabkan
mineral-mineral sulfida dari konsentrat tersebut bereaksi dengan oksigen dari udara. Reaksi
ini menghasilkan oksidasi terkontrol Fe dan S dari konsentrat dan pelelehan padatan. Pada
outotec flash smelting dan recovery, proses flash smelting dan recovery ini dapat dilakukan
dengan lebih efisien. Hal ini dikarenakan bahan bakar eksternal yang dibutuhkan untuk
melakukan proses ini tidaklah besar karena panas reaksi yang dihasilkan oleh reaksi yang
terjadi digunakan sebagai bahan bakar proses ini. Meskipun begitu, nilai sulfur yang dapat
terbebaskan serta copper dan nikel yang ter-recovery tetap tinggi nilainya.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Gambar flash smelting furnace

Nomer 8

“Pengaruh temperatur dan penambahan agen pereduksi pada proses pirometalurgi


nikel”
Pada proses pirometalurgi nikel yang terdiri atas proses pengeringan, proses reduksi –
kalsinasi, proses peleburan, proses pemurnian dan proses granulasi temperatur yang
digunakan haruslah sesuai. Agar proses yang dilakukan dapat berlangsung efisien dan
menghasilkan nikel matte dengan kadar yang baik.
Sebagai contoh, pada proses pengeringan yang menggunakan temperatur 800oC.
Apabila temperatur yang digunakan terlalu rendah, maka akan menghasilkan bijih nikel yang
masih cenderung basah dan lengket. Dan apabila temperatur yang digunakan terlalu tinggi,
maka bijih nikel akan menjadi terlalu kering sehingga membentuk debu yang mudah
beterbangan yang akan mempersulit penanganannya pada proses berikutnya.
Selanjutnya pengaruh penambahan agen pereduksi yang umunya menggunakan
reduktor padat. Reduktor menggunakan karbon merupakan jenis reduktor yang paling banyak
digunakan untuk reduksi bijih nikel karena memiliki kelimpahan yang sangat besar. Salah
satu proses yang popular yaitu produksi ferronikel menggunakan Krupp-Renn process.
Tahapan prosesnya terdiri atas penggerusan bijih dengan mencampurkan material yang
mengandung karbon yaitu batu-bara antrasit, kokas dan limestone sebagai flux kemudian
dibuat briket. Tahapan selanjutnya direduksi dengan dialiri gas panas dari hasil pembakaran
batu bara. Lalu, produk yang terbentuk didinginkan, digerus, dipisahkan secara fisik dan
terakhir dilakukan pemisahan secara magnetik. Produk akhir berupa partikel dengan ukuran 2
- 3 mm dengan komposisi Ni 18-22%
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Nomer 9

COREX Process

Proses COREX merupakan proses reduksi peleburan yang dibuat oleh Siemens VAI sebagai
alternatif yang lebih ramah lingkungan dari blast furnace karena emisi gas CO2 yang dihasilkan
proses corex jauh lebih sedikit dibandingkan dengan blast furnace dan proses corex memiliki
efisiensi konsumsi energi yang lebih baik.

Proses Corex terdiri dari dua bagian utama yaitu Reduction Shaft (atas) dan Melter-Gasifier
(bawah). Melter gasifier sendiri terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu zona bebas gas,Char
bed dan zona perapian. Reagen utama untuk proses Corex adalah bijih besi, batubara non-kokas,
dan oksigen. Proses Corex dapat menggunakan oksida besi yang mengandung lump ore hingga
80% dan menggunakan batubara non kokas secara langsung sebagai agen pereduksi.

Pada Reduction Shaft, bijih besi bersamaan dengan limestone dan aditif dolomite akan
ditambahkan kemudian direduksi dengan gas pereduksi hingga diperoleh Direct Reducted Iron
(DRI) atau besi sponge sebanyak 95% yang kemudian akan dikalsinasi dan dialirkan ke melter –
gasifier oleh screw conveyor. Pada melter – gasifier akan masuk ke dalam bagian Char Bed
dimana besi dan slag akan dilelehkan lalu setelah selesai akan dialirkan ke zona perapian (hearth
zone) dan akhirnya akan diperoleh lelehan logam besi yang dapat dicetak yang kemudian dapat
dilakukan proses manufaktur berikutnya. Secara singkat reaksi yang terjadi pada proses corex
dapat terlihat pada reaksi berikut:

3Fe2O3 + CO  2Fe3O4+ CO2


Fe3O4+ CO  3FeO +CO2
FeO + CO  Fe + CO2
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Nomer 10

EKSTRAKSI LANGSUNG NIKEL DAN BESI MENGGUNAKAN PROSES KARBONIL


Proses ekstraksi langsung besi
dan nikel dari bijih limonite atau
saprolite dilakukan dengan
pembentukan besi karbonil dan nikel
karbonil, yang selanjutnya diekstraksi
hingga menghasilkan nikel dan besi
murni. Pertama-tama, sampel bijih
ditempatkan pada reaktor logam, dan
ditiupkan gas argon. Reaktor kemudian
dipanaskan hingga 650˚C dengan laju
5˚C per menit. Pada suhu 350˚C, gas
argon digantikan dengan hydrogen. Gas
reagen yang berupa campuran gas CO
dan CO2 yang telah dipanaskan
kemudian ditiupkan ke reaktor sebanyak
5 L per menit, untuk mereduksi nikel
dan besi. Proses reduksi dilakukan pada
suhu 650˚C, dengan reaksi:
NiO + CO  Ni + CO2
Fe2O3 + 3CO  2Fe + 3CO2
Setelah proses reduksi selesai, reactor didinginkan hingga 180˚C, lalu dihubungkan
dengan sistem ekstraksi. Pada tahap ekstrasi, unit pilot ditiupkan argon lalu diberi tekanan
hingga 60 bar dengan gas CO dengan suhu tetap 180˚C. Disinilah inti dari proses karbonilisasi,
dimana nikel volatile dan besi karbonil terbentuk dengan reaksi:
Ni + 4CO  Ni(CO)4
Fe + 5CO  Fe(CO)5
Kedua karbonil yang fasanya gas ini kemudian diletakkan di thermal oxidizer lalu dialiri gas CO
kembali melalui bubble bed reactor. Gas CO bereaksi dengan nikel dan besi, membentuk
campuran karbonil volatile. Campuran gas kemudian dilewatkan ke heat exchanger dan karbonil
dikondenasikan di tanki penyimpanan. Besi dan nikel dipisahkan dengan distilasi fraksi, lalu
diarahkan ke decomposer. Proses dekomposisi membutuhkan suhu berkisar 175 – 240˚C, dengan
persamaan reaksi:
Ni(CO)4  Ni + 4CO
Fe(CO)5  Fe + 5CO
Kemudian nikel dan besi akan diolah lebih lanjut menghasilkan bubuk besi dan nikel.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Nomer 11

Ekstraksi Emas Menggunakan Karbon Aktif

Terdapat tiga metode utama yang dipakai oleh industri untuk mengabsorpsi kandungan
emas yang terlarut dari aliran pulp kepada karbon aktif. Metode tersebut ialah Carbon-in Leach
(CIL), Carbon-in Pulp (CIP), dan teknologi pumpcell. CIL dan CIP merupakan operasi yang
melawan arus sedangkan teknologi pumpcell menggunkan operasi yang melibatkan perputaran.
Walaupun demikian, beberapa operasi CIL melibatkan perputaran juga dikembangkan dalam
beberapa tahun ini.

Carbon-In Pulp

Didalam operasi CIP mayoritas dari emas yang dapat terlarut telah dilarutkan sebelumnya
menuju tahapan pertama adsorpsi karbon. Adsorpsi emas dilakukan didalam tangka yang secara
spesifik didesain yang disituasikan setealah tangka
pelarutan. Tangka adsorpsi secara tipikal seperempat sampai sepersepuluh dari volume
tangki pelarut.
Mode dari operasi CIP terdapat didalam beberapa tangka adsorpsi yang diletakkan
secara serie. Pulp mengalir secara kontinu dari tangka pertama hingga terakhir,
sementara karbon dipompa melawan arus dari tangka terakhir menuju tangka pertama.
Pergerakan karbon dibawa menggunakan interstage pumps. Cadangan karbon secara
progresif memompa aliran adsorpsi, cadangan dalam tiap tangka kemudian dimonitor
untuk memastikan cadangan karbon seimbang didalam sirkuit ini.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Selama pulp mengalir didalam aliran adsorpsi CIP nilai emas didalam larutan
berkurang untuk memberikan barren solution value pada tangki terakhir. Pada pabrik
adsorpsi karbon, larutan akhir yang terdapat dalam tangki absorpsi secara khusus
kurang dari 0.010 mg/l emas dalam larutan. Emas dalam pemuatan karbon akan
bertambah selama karbon memompa tangki adsorpsi. Karbon yang terdapat dalam aliran pertama
didalam aliran adsorpsi disebut loaded carbon. Loaded carbon tersebut
kemudan ditransport kepada bagian elusi/elution.

Carbon-In Leach

Operasi dari mode CIL ialah pada saar sirkuit pelarutan dan adsorpsi
dikombinasikan menjadi satu proses. Sirkuit CIL memiliki keuntungan disaat adanya
karbon menambah efisiensi pelarutan dengan dipertemukannya dengan adsorpsi emas
lain (preg robbers) konstituen didalam bijihnya.
Operasi CIL memiliki kesamaan dengan operasi CIP. Pulp mengalir menuju aliran
adsorpsi sementara fasa diantara screening karbon membiarkan pulp emas yang terkuras
lolos dengan mempertahankan granula karbon didalam tangki. Karbon tersebut
kemudian dipompa secara perlahan aliran CIL menggunakan interstage pump.
Perbedaan utama antara CIP dan CIL terdapat pada emas yang mana yang
dilarutkan sebelumnya menuju adsorpsi karbon. Dalam proses CIP emas yang dapat
terlarut umumnya telah dilarutkan sebelumnya menuju tahapan pertama adsorpsi.
Dalam operasi CIL, karbon ditambah didalam tangki pelarutan, maka dari itu reaksi
pelarutan dan adsorpsi terjadi secara simultan.

Pumpcell CIP
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Teknologi pumpcell telah dikembangkan dengan memperkenalkan pendekatan


alternative untuk desain dari sirkuit adsorpsi CIP berputar yang konvensional.
Mode berputar dari operasi (Carousel Mode) ialah dimana posisi lepas pulp feed
dan tailing berotasi yang telah sebagaimananya dimana karbon dengan arah sebaliknya
tercapai tanpa dengan secara fisik memindahkan karbon dari satu tangki ke tangki
lainnya. Operasi Carousel mode ini telah menunjukkan hasil yang signifikan dalam
perkembangannya didalam efisiensi secara metalurgi sebagai pencampuran balik telah
tereliminasi dan manajemen karbon kemudian berkembang selama karbon diatur
didalam kumpulan diskrit. Berikut perpetaan Pumpcell CIP.

Nomer 12

TEORI TAMBAHAN : Ekstraksi Logam dari Printed Circuit Board

Masa pemakaian suatu peralatan elektronik yang pendek mengakibatkan penumpukan peralatan
limbah elektronik bekas pakai yang menjadi komponen yang sulit diuraikan. Salah satu upaya
untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan recovery (pengambilan kembali) logam-
logam berharga salah satunya yaitu emas (Au) dari komponen-komponen seperti PCB (Printed
Circuit Board), melalui proses daur ulang atau dimanfaatkan kembali dengan proses
hidrometalurgi. Proses pelindian emas yang dilakukan terhadap PCB Handphone merupakan
salah satu metode hidrometalurgi dalam proses recovery emas. Sampel berupa PCB Handphone
dipisahkan bagian-bagiannya dengan cara dipanaskan. Hal ini dilakukan untuk memperbesar
kontak pelarut dengan sampel, sehingga emas pada PCB Handphone dapat larut dengan
sempurna. Pada proses pelindian, pelarut yang digunakan adalah aqua regia. Aqua regia
merupakan campuran larutan HNO3 pekat dan HCl pekat. Kedua larutan asam tersebut harus
dicampur agar dapat melarutkan emas, karena jika digunakan secara terpisah larutan HNO3
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

maupun HCl tidak dapat bereaksi dengan emas. Hal ini disebabkan karena kedua larutan asam
tersebut memiliki fungsi yang berbeda dalam proses pelarutan emas. Karena daya oksidasinya
yang sangat tinggi akua regia dapat melarutkan hampir semua logam, termasuk logam-logam
mulia, seperti Au, Pt, Pd, dan lain-lain yang bersifat refractory (tahan panas). konsentrasi HNO3
yang lebih banyak berpengaruh terhadap efektifitas pelarut dalam bereaksi dengan emas.
Semakin banyak bagian HNO3 dalam campuran pelarut semakin banyak emas yang terlarut.
PCB pun lebih baik menggunakan hidrometalurgi dibanding pirometalurgi, hal ini dikarenakan
pirometalurgi membutuhkan cost yang tinggi serta membuat polusi udara.

Nomer 13
Ekstraksi titanium dioksida (TiO2) dengan menggunakan metode hidrometalurgi.

Terdapat banyak mineral ilmenite di Indonesia, yang menjadi sumber utama titanium
murni. Titanium merupakan jenis logam yang memiliki banyak kualitas khusus, yaitu ringan,
mengkilap, kuat, tahan panas, tidak beracun, tahan korosi serta memiliki biokompatibilitas tinggi
pada tubuh. Senyawa titanium umumnya terdapat dalam kombinasi dengan besi sebagai ilmenite
(FeTiO3), yang sering disebut dengan pasir besi titanium. Ilmenite mengandung kurang lebih
53% TiO2 (rutile).
Titanium merupakan logam yang tahan terhadap korosi dan suhu tinggi, dengan titik
leleh tinggi, dan berat yang rendah. Titanium dapat diekstraksi dengan metode hidrometalurgi
yang mencakup pelindian ilmenite dengan asam klorida dan asam sulfat. Proses hidrometalurgi
ini adalah salah satu metode pemisahan yang efektif untuk memisahkan mineral dari elemen lain.
Ekstrak titanium yang diperoleh dapat diproses lebih lanjut secara khusus tergantung pada tujuan
penggunaannya, salah satunya sebagai bahan dasar dalam produksi TiO2.
Material yang diperlukan dalam penelitian ekstraksi Titanium dioksida ini ialah pasir
besi, H2SO4, air suling, HNO3, dan HCl. Preparasi yang dilakukan untuk separasi pasir mineral
berupa pengeringan pasir di bawah sinar matahari selama ± 4 jam. Selanjutnya pasir diaduk dan
dipisahkan secara magnetis. Pemisahan pasir mineral secara magnetis dan non-magnetis
dilakukan dengan menggunakan magnet batang dengan kekuatan magnet 0.42 Tesla. Pemisahan
pasir secara magnetis dan non-magnetis dilakukan dengan menggerakkan magnet di bawah
selembar kertas, sehingga pasir magnet akan menarik medan magnet yang disediakan oleh
magnet.
Terdapat dua tahap proses ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini :
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Pasir mineral digiling


Serbuk ditambahkan Slurry didinginkan dan
menggunakan
dengan H2SO4, kemudian disaring dengan kertas
Laboratory Discmill
dipanaskan hingga saring dan pompa vakum
selama 10 menit hingga
hampir membentuk untuk menarik filtrat dari
menghasilkan serbuk dan
slurry slurry.
disaring

Filtrat dipanaskan
Menentukan kristal yang dengan menambahkan
Endapan dicuci dan
terbentuk TiO2 dengan air sampai terbentuk
dikalsinasi pada suhu
menguji sampel endapan putih dan
500 ° C dan 1000 ° C
menggunakan XRD dan disentrifugasi untuk
selama 7 jam.
XRF memisahkannya dari
larutan asam.

a. Preparasi ekstraksi proses pelindian pasir mineral dan TiO2

b. Pemurnian ekstrak TiO2 menggunakan HCl dan HNO3


Ekstrak TiO2 dilakukan pada HNO3 dan HCl dengan dicuci berulang kali
menggunakan HNO3 dan HCl sambil dipanaskan selama satu jam, hingga
ekstrak menjadi warna putih.
Dengan melakukan tahapan di atas diperoleh dengan menggunakan XRF, diketahui bahwa
sebagian besar senyawa yang ada dalam pasir mineral berbentuk Fe2O3, TiO2, MgO, dan SiO2,
dengan persentase TiO2 19.58%. Sehingga dapat dipastikan bahwa setelah proses pelindian,
ekstrak TiO2 diperoleh dengan persentase yang cukup besar.

Nomer 14

PENGARUH NILAI PH PADA EKSTRAKSI EMAS MENGGUNAKAN METODE


SIANIDASI
Pada proses ekstraksi emas sering menggunakan metode hidrometalurgi terutama pada metode
penggunaan sianida karena pelarutan menggunakan sianida dapat memisahkan emas dengan
pengotornya. Leaching emas menggunakan metode ini dilakukan dengan rekasi :
4Au + 8NaCN + O2 + H2O  4Na[Au(CN)2] + 4NaOH
Pada reaksi tersebut terlihat pH sangat menentukan dalam melakukan proses tersebut. Jika pH
tidak optimum (umumnya pH 11-12) bisa terjadi reaksi yang lain. Alasan utamanya adalah pada
suhu yang rendah dapat terbentuk HCN yang sangat berbahaya seperti reaksi berikut :
NaCN + H2O  HCN
Biasanya pengotrolan pH digunakan Calcium Hydroxide (lime), dengan demikian pH pada
reaksi perlindian bisa terjaga. Namun, jika lime terlalu banyak sehingga pH terlalu tinggi juga
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

dapat mengurangi efisiensi ekstraksi emas tersebut, maka dari itu adanya pH optimum pada saat
reaksi.

Nomer 15

Ekstraksi Cu dengan proses hidrometalurgi

Proses ekstraksi bijih tembaga secara umum dilakukan dengan proses pirometalurgi.
Namun, banyak publikasi yang diterbitkan oleh para ilmuwan membahas proses ekstraksi
tembaga secara hidrometalurgi. Adapun yang menjadi batasan diskusi para ilmuwan pada proses
ini adalah mineral chalcopyrite yang diketahui sebagai mineral copper based yang cukup sulit
untuk dilakukan proses hidrometalurgi, sehingga dalam mempertimbangkan efisiensi dari proses
hidrometalurgi tembaga, proses tersebut juga harus mampu mengekstraksi chalcopyrite. Berikut
beberapa proses hidrometalurgi tembaga yang secara umum dibahas di dalam forum penelitian:

1. Sheritt Gordon Ammonia Pressure Leaching Process

Pertambangan Sheritt Gordon dikenal sebagai pionir dalam proses hidrometalurgi dengan
berbagai jenis teknologi canggih yang diaplikasikan di dalamnya. Adapun flowsheet treatment
dari konsentrat zinc-copper ditunjukkan pada Gambar 4 dengan persamaan reaksi disolusi
sebagai berikut:

2CuFeS2 + 8½O2 + 12NH3 + 2H2O =


2Cu(NH3)4SO4 + 2(NH4)2SO4 + Fe2O3, dan ZnS +
2O2 + 4NH3 = Zn(NH3)4SO4

Adapun tekanan yang digunakan adalah 690


kPa untuk proses leaching. Logam tembaga dapat
diperoleh melalui presipitasi dengan hidrogen pada
tekanan yang tinggi, dan zinc diperoleh
melalui presipitasi dengan karbon dioksida pada
tekanan yang tinggi. Tekanan tinggi yang
digunakan pada proses ini membutuhkan biaya
yang besar sehingga sangat sulit untuk
menggantikan proses ekstraksi tembaga
Gambar 4 Ammonia Pressure-Leaching
konvensional.
Process
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

2. The Arbiter Process

Proses Arbiter merupakan modifikasi dari proses Sheritt Gordon yang mana tetap
menggunakan senyawa ammonia tetapi mengeliminasi penggunaan tekanan tinggi. Pada proses
leaching, oksigen digunakan ketimbang udara bebas sehingga memungkinkan penggunaan suatu
teknik agitasi khusus yang menghasilkan dispersi oksigen yang lebih baik pada slurry. Setelah
dilakukan presipitasi, tahap selanjutnya adalah solvent extraction dengan reagen LIX sehingga
logam tembaga dapat diperoleh dengan proses electrowinning. Proses Arbiter menjawab
kelemahan dari proses Sheritt Gordon dimana pada penggunaan High Pressure Leaching,
recovery tembaga tidak berjalan baik sehingga tembaga yang tidak bereaksi akan mengapung di

permukaan sebagai residu.

Gambar 5 The Arbiter Process

Nomer 16
Wohlwill Process
Wohlwill process merupakan electrolytic refining terhadap emas hingga
mencapai kemurnian 99.99%. Metode ini ditemukan oleh Hans Emil Wohlwill pada
tahun 1874. Pada proses Wohlwill menggunakan tiga komponen utama, yaitu:
Anoda yang terbuat dari emas dengan kemurnian sekitar 95% atau lebih.
Katoda dibuat dari emas murni ataupun titanium.
Elektrolit berupa chlorolauric acid yang dibuat dengan cara melarutkan
emas dalam gas klorin dan asam hidroklorik.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Reaksi pembentukan elektrolit: 2 Au + 3 Cl2 + 2 HCl → 2 H[AuCl4]


Reaksi pada anoda: Au→Au3++ 3 e-.
Au3+ + 4Cl- →AuCl4
-
Reaksi pada katoda: AuCl4
-→ Au3+ + 4Cl-
AuCl4
–+ 3 e- → Au0 + 4 Cl-
Emas pada anoda larut dan menempel pada katoda, silver membentuk insoluble
chloride slime sedangkan tembaga, platinum dan palladium membentuk klorida terlarut.

Nomer 17

Proses FFC Cambridge (Fray-Farthing-Chen Cambridge process) dikembangkan oleh Prof.


Derek Fray, Dr. Tom W. Farthing, dan Dr. George Zheng Chen dari Universitas Cambridge.
Nama proses ini diambil dari nama ketiga peneliti tersebut dan daerah dimana prinsip ini
dikembangkan. Proses ini bekerja dengan meletakkan logam oksida di dalam salt bath yang
dipanaskan pada suhu antara 800°C dan 1000°C, lalu melewatkan arus di antara logam oksida ini
menggunakan sebuah elektroda. Pada antarmuka, dimana ion-ion dari oksida logam terbawa oleh
arus yang tercipta dari kolektor disebabkan oleh molten salt. Ion-ion tersebut terbawa menuju
anoda dimana ion ini kemudian terlepas menjadi gas sehingga meninggalkan logam murni di sisi
tersebut.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Penelitian mengenai proses ini pada awalnya dilakukan secara tidak sengaja ketika para
peneliti tersebut sedang berusaha memurnikan titanium. Titanium biasanya mengandung oksigen
larut di dekat permukaannya dalam jumlah kecil, yang disebut kasus alpha, yang bisa melunakan
material. Kandungan ini akan dihilangkan dengan menggunakan metode elektrolisis. Idenya
adalah mengalirkan arus melewati titanium yang akan membuat ion oksigen pada permukaan
hilang.

Proses FFC Cambridge, mineral disiapkan dalam bentuk yang sesuai (misalkan dalam
bentuk pelet silinder kecil), lalu dipasangkan ke catoda dan ditempatkan di dalam lelehan garam
bersamaan dengan anoda yang sesuai. Dengan aliran tegangan yang cukup besar (namun belum
cukup besar untuk mendekomposisi lelehan garam), oksigen (atau sulfur) dalam mineral padatan
awal tersebut dengan mudah terionisasi, meninggalkan katoda, memasuki lelehan garam, dan
terlepas bebas pada anoda. Pada proses FFC Cambridge, tidak diperlukan proses peleburan dan
pengendapan dari mineral.

Seperti proses elektrolisis kebanyakan, proses FFC Cambridge menggunakan larutan


elektrolit. Jenis elektrolit yang paling sering digunakan dalam proses ini adalah CaCl2, namun
penggunaan LiCl dan BaCl2 juga suda mulai digunakan karena kedua jenis garam klorida murni
ini mampu untuk melakukan proses FFC Cambridge untuk mereduksi logam oksida. Penggunaan
proses FFC Cambridge saat ini tidak hanya terbatas pada logam titanium saja. Proses ini telah
digunakan untuk mereduksi banyak jenis logam oksida bahkan beberapa jenis logam paduan dan
logam sulfida. Namun, tidak semua logam oksida dapat direduksi pada elektrolit jenis ini. Seperti
misalkan jenis logam oksida dari logam tanah jarang dan logam aktinida yang dapat stabil dalam
lelehan garam klorida.

Keuntungan dari menggunakan proses FFC dibandingakan teknologi pyrometallurgy lain


adalah karena proses ini jauh lebih simpel dan memutuhkan energi yang lebih sedikit pula.
Proses ini menggunakan elektroda yang dapat digunakan kembali sehingga memiliki akan
berakibat sedikit terhadap lingkungan.

Nomer 18

Proses Refining Al

Digestion : Bauksit digiling halus di pabrik, kemudian dicampur dengan larutan soda kaustik
daur ulang dan uap di kapal digester yang beroperasi pada suhu dan tekanan tinggi. Ini
melarutkan kandungan alumina bauksit. Solusinya kemudian didinginkan dalam serangkaian
tangki flash. Klarifikasi : Kotoran yang tetap tidak larut dibiarkan mengendap sebagai lumpur
halus di tangki penebalan. Setelah beberapa tahap pencucian untuk memulihkan soda kaustik,
residu dipompa ke bendungan penyimpanan. Solusi alumina dalam soda kaustik lebih lanjut
diklarifikasi dengan filtrasi.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Pengendapan : Kristal alumina diperoleh dari larutan kaustik dengan mengaduk larutan secara
mekanis dalam tangki terbuka. Pertumbuhan kristal dibantu oleh penyemaian dengan alumina
yang sebelumnya diendapkan.

Kalsinasi : Bahan yang diendapkan (disebut hidrat) dicuci dan dikeringkan pada suhu melebihi
1000 derajat Celcius. Ini membentuk bubuk aluminium oksida (alumina) anhidrat putih kering
yang didinginkan dan dibawa ke penyimpanan. Soda kaustik diperoleh kembali dan
dikembalikan ke awal proses dan digunakan lagi.

Nomer 19

Microbial Electro-metallurgy (MEM)

Microbial electro-metallurgy (MEM) merupakan tekologi yang menghasilkan

interaksi antara mikroorganisme, logam, dan elektroda, dimana rantai transfer

elektron terkait dengan respirasi mikroba dan berperan penting untuk proses

pemurnian logam. Mikroorganisme yang aktif secara elektrokimia telah digunakan

baik di anoda untuk menurunkan konsumsi energi keseluruhan proses dengan

mengoksidasi senyawa organik yang ada ataupun di katoda untuk mengkatalisasi

pengurangan logam teroksidasi dan reduksi mikroba atau pengendapan ion logam.

Berdasarkan mekanisme yang digunakan untuk mengubah dan memulihkan


TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

logam, sistem MEM dapat dibagi menjadi empat kategori umum. Kategori A

(Gambar 4.4 A) meliputi sistem dengan anoda mikrobiologis (biotik) dan katoda

(abiotic). Logam secara langsung direduksi oleh elektron dari katoda dan bentuk

tereduksi dari logam diperoleh. Dalam kebanyakan kasus, logam tereduksi dapat

diperoleh sebagai endapan atau endapan pada permukaan katoda.

Dalam sistem kategori B (Gambar 4.4 B), reduksi elektrokimia di katoda

digunakan untuk menghasilkan reduktor kimia, yang bereaksi dengan logam

teroksidasi dalam larutan. Dalam sistem kategori C (Gambar 4.4 C), reduksi

elektrokimia pada permukaan katoda diikuti oleh re-oksidasi kimia (atau reduksi

lebih lanjut) dari logam. Tujuan mengurangi dan kemudian mengoksidasi ulang

logam.

Dalam sistem kategori D (Gambar 4.4 D), mikroorganisme yang aktif secara

elektrokimia dapat dilekatkan pada katoda. Pertama, mikroorganisme dapat

berfungsi sebagai bio-electrocatalysts dari reaksi elektrokimia di katoda, dimana

mikroorganisme memfasilitasi pengurangan logam yang mana pengurangan

elektrokimia abiotik akan sulit atau memerlukan potensi besar yang berlebihan.

Kedua, metabolisme mikroba dapat distimulasi oleh produksi elektrokimia in-situ

dari donor electron.

Nomer 20

“Pengurangan Acid Mist dengan Penambahan Surfaktan”

Acid mists yang terbentuk di tungku electrowinning mengandung asam sulfur dan tembaga
sulfat. Kedua zat ini dapat menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan. Oleh karena itu, paparan
terhadap acid mist dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Acid mist dapat dikurangi dengan
menambahkan surfaktan ke dalam tungku electrowinning, yang akan dibahas lebih lanjut.

Terbentuknya Acid Mist


TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Dalam proses electrowinning tembaga, logam tembaga terdeposit pada katoda. Di anoda, air
terdekomposisi dan hidrogen bercampur dengan sulfat membentuk asam sulfat, menyisakan oksigen
sebagai produk sampingan. Gelembung gas oksigen terbentuk pada permukaan anoda. Ketika gaya
buoyancy pada gelembung melebihi gaya tegang permukaan yang menahannya pada permukaan anoda,
gelembung gas akan lepas dan naik melewati elektrolit dan meletus di permukaan bebas. Ledakan
gelembung ini membuat adanya tetesan halus dari cairan yang membentuk acid mist. Menurut Newitt
et al (1954), mekanisme ledakan gelembung diilustrasikan pada gambar 4.4 [1].

Gambar 4.4 Mekanisme ledakan gelembung gas pada free surface

Penambahan Surfaktan

Surfaktan, seperti Pluronic F67, deterjen, saponin, telah digunakan untuk membuat foam layer
[2]. Foam layer ini membuat persatuan dan mengurangi laju ledakan gelembung, namun ia mengganggu
kualitas deposit tembaga karena kelarutannya yang rendah dan kecenderungan untuk melapisi
elektroda saat elektroda diangkat dan diganti. Konsentrasi yang tinggi juga mengurangi current
efficiency [3]. Oleh karena itu, sulit untuk menjaga agar foam layer seragam dan tidak terlalu tebal di
atas permukaan elektrolit.
TALITHA ARISTA NIA – 1606827630

Anda mungkin juga menyukai