Anda di halaman 1dari 24

A.

Judul Praktikum : Konstanta Kesetimbangan


B. Waktu Praktikum : Senin, 11 November 2019 07.00-09.30 WIB
C. Tujuan Praktikum :
1. Untuk mengetahui konstanta kesetimbangan suatu reaksi dan
memperhatikan bahwa konstanta kesetimbangan tidak bergantung pada
konsentrasi awal reaksi
D. Dasar Teori
a. Kesetimbangan
Suatu reaksi kimia dikatakan setimbang, apabila dapat terjadi bolak-
balik. Dalam artian produk yang sudah terbentuk dapat kembali menjadi
reaktan lagi (Chang, 2003).
Kesetimbangan kimia adalah proses dinamis ketika reaksi kedepan
dan reaksi balik terjadi pada laju yang sama tetapi pada arah yang
berlawanan. Konsentrasi pada setiap zat tinggal tetap pada suhu konstan.
Banyak reaksi kimia tidak sampai berakhir dan mencapai satu titik ketika
konsentrasi zat-zat bereaksi dan produk tidak lagi berubah dengan
berubahnya waktu. Molekul-molekul tetap berubah dari pereaksi menjadi
produk dan dari produk berubah menjadi pereaksi, tetapi tanpa perubahan
konsentrasinya (Bresnick, 2002).
b. Karakteristik Keadaan Kesetimbangan
Ada empat aspek dalam keadaan kesetimbangan yaitu (Chang,2003 ) :
1. Keadaan kesetimbangan tidak menunjukkan perubahan mikroskopik
yang nyata,
2. Keadaan kesetimbangan dicapai melalui proses yang berlangsung
spontan,
3. Keadaan kesetimbangan menunjukkan keseimbangan dinamik antara
proses maju, atau balik
4. Keadaan kesetimbangan adalah sama walaupun arah pendekatannya
berbeda.
c. Macam - macam Sistem Kesetimbangan
Macam macam sistem kesetimbangan yaitu (Keenan,1991) :
1. Kesetimbangan dalam sistem homogen
Kesetimbangan dalam sistem gas–gas
Contoh:
2 SO2(g) + O2(g) 2 SO3(g)
Kesetimbangan dalam sistem larutan–larutan
Contoh:
NH4OH(aq) NH4 + (aq) + OH–(aq)
2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen
Kesetimbangan dalam sistem padat–gas
Contoh:
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)
Kesetimbangan dalam sistem padat–larutan
Contoh:
BaSO4(s) Ba2+ (aq) + SO42– (aq)
Kesetimbangan dalam sistem larutan–padat–gas
Contoh:
Ca(HCO3)2(aq) CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g)
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Kesetimbangan
Menurut Le Chatelier, suatu sistem kesetimbangan akan tetap
mempertahankan posisinya jika terdapat perubahan yang mengakibatkan
terjadinya pergeseran reaksi kesetimbangan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi reaksi kesetimbangan adalah sebagai berikut (Bresnick,
2002) :
1. Perubahan konsentrasi.
Jika konsentrasi reaktan diperbesar, maka reaksi kesetimbangan akan
bergeser ke produk, demikian sebaliknya.
2. Perubahan volume.
Jika volume diperbesar, reaksi kesetimbangan bergeser ke jumlah
koefisien zat yang besar, sebaliknya jika diperkecil volumenya, maka
reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien zat yang
kecil. Tetapi perubahan volume tidak berpengaruh jika jumlah
koefisien reaktan dan produk sama.
3. Perubahan tekanan.
Merupakan kebalikan dari perubahan volume. Jika tekanan diperbesar
maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien
zat yang lebih kecil, demikian sebaliknya.
4. Perubahan suhu.
Jika suhu dinaikkan, reaksi bergeser ke reaksi endoterm. Sedangkan
jika suhu diturunkan, reaksi bergeser ke eksoterm. Perubahan suhu
mengakibatkan perubahan harga tetapan kesetimbangan.
5. Katalis.
Penambahan katalis tidak akan menggeser reaksi kesetimbangan
karena katalis hanya berfungsi mempercepat laju reaksi.
e. Konstanta Kesetimbangan
Pada reaksi yang berlangsung bolak balik seperti reaksi :
A + B  C + D dan C + D  A + B
Maka kondisi tertentu akan terjadi suatu keadaan dimana
konsentrasi A, B, C, dan D selalu konstan, selama sistem tersebut tidak
diganggu. Pada keadaan dmikian, reaksi dalam sistem tersebut dikatakan
dalam keadaan setimbang. Perbedaan nilai konsentrasi produk dan reaktan
pada keadaan setimbang dapat dinyatakan secara sistematis, harga Kc
untuk reaksi tersebut :
aA + bB  cC + Dd
Dapat dinyatakan sebagai Kc = [C]c[D]d
[A]a[B]b

Dimana, [A] , [B], [C], [D] adalah konsentrasi A, B, C, dan D pada


keadaan setimbang (Sukardjo, 1985).

Dalam pengukuran konstanta kesetimbangan, pada prakteknya akan


ditemui beberapa kesulitan. Dalam menentukan harga Kc suatu reaksi,
pertama-tama reaksi harus ditunggu sampai mencapai kesetimbangan.
Kemudian konsentrasi reaktan dan produk diukur dan baru nilai Kc dapat
ditentukan. Akan tetapi, dalam pengukuran konsentrasi reaktan atau
produk sering kali sejumlah larutan diambil untuk dianalisis. Pengambilan
larutan ini akan mempengaruhi kesetibangan. Idealnya harus digunakan
suatu metode yang tidak melibatkan pengambilan larutan untuk dianalisis.
Salahsatu metode yang tidak melibatkan pengambilan larutan dalam
menentukan konsentrasi reaktan atau produk adalah metode calorimeter
(Sears dan Zemansky, 1995).

Tetapan kesetimbangan menjelaskan hubungan antara konsentrasi


(tekanan parsial dalam kasus tertentu) dari senyawa-senyawa dalam sistem
yang setimbang nilai numeris yang ada dalam antara konstanta pereaksi
dan hasil yang setimbang pada suhu tertentu dari suatu reaksi yang dapat
dibalik. Kp adalah tetapan kesetimbangan tekanan parsial yang
menyatakan hubungan tekanan gas parsial pereaksi dan hasil yang
terbentuk gas pada suhu tertentu dari suatu reaksi yang dapat dibalik
(Petrucci,1985).

Reaksi kimia yang digunakan dalam pemeriksaan kimia seringkali


berlangsung bolak-balik. Jalannya reaksi bergantung pada keadaan luar.
Seperti kadar zat yang bereaksi, suatu dan sebagainya misalkan reaksi
berikut : aA + bB mM + nN reaksi ini dapat berjalan dalam dua arah,
kekiri atau kekanan, seperti ditunjukkan oleh tanda panah kembar. Reaksi
diatas berjalan sampai tercapai kesetimbangannya, yaitu sampai tidak
terliat lagi perubahan susunan kimia sistem itu. Tetapi yang terpenting
dalam pemeriksaan kimia adalah mengetahui kearah mana suatu reaksi itu
telah berjalan sempurna (Rivai, 1999).

f. Hukum Guldberg dan Wange


“Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap maka hasil kali
konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi per
reaksi yang sisa dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan
dengan koefisien reaksinya adalah tetap.” Pernyataan tersebut juga dikenal
sebagai hukum kesetimbangan ( Atkins, 1997).
g. Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dari suatu asam karboksilat
dan alkohol menjadi suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi
ini juga sering disebut esterifikasi. Ester adalah suatu senyawa yang
mengandung gugus –COOR dengan R dapat berbentuk alkil. Suatu ester
dapat dibentuk dengan reaksi esterifikasi berkatalis asam. Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi yang dapat balik (reversible) (Keenan,
1991).
h. Laju reaksi esterifikasi
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada
halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya, kuat asam dan
asam karboksilatnya hanya memainkan peranan kecil dalam
permbentukan ester. Untuk alasan sterik, urutan reaktivitas alkohol untuk
reaksi esterifikasi adalah metanol > alkohol 10 > alkohol 20 > alkohol 30
(Atkins, 1997).
Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh molekul reaktan dan
radikal yang terbentuk dalam senyawa. Data tentang laju reaksi serta
mekanisme disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data
tentang perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta
kesetimbangan. Secara umum, laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat
sebagai berikut :
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat disusul alkohol sekunder, dan
paling lambat alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatic ( benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi
mempunyai batas konversi yang tinggi.
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau
tidak terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi.

Konstanta kesetimbangan teoritis untuk esterifikasi CH3COOH dan


C2H5OH :

Kc = [CH3COOC2H5 ] = 4,2 x 10-2.


[CH3COOH] [C2H5OH]
(Sukardjo, 1985).
i. Karakteristik Bahan
a. NaOH
Natrium hidroksida adalah bahan yang bersifat korosif terhadap
jaringan tubuh seperti kulit, mata dan mulut. NaOH memiliki titik didih
sebesar 100oC dan titik leleh sebesar 0oC. NaOH biasanya berwujud cair,
tidak berwarna dan tidak tidak berbau. NaOH merupakan basa kuat yang
pH-nya dapat mencapai 14. NaOH bersifat berlawanan dengan asam,
senyawa organic dan logam. Pertolongan pertama pada kecelakaan
menggunakan NaOH sama dengan asam oksalat. NaOH sebaiknya
disimpan ditempat khusus bahan korosif. Tempat penyimpanan
seharusnya kering, dingin dan berventilasi baik. Selain itu, diusahakan
tempat selalu tertutup rapat dan terhindar dari bahan yang tidak cocok
dengn NaOH (Anonim, 2015)
b. Indikator Phenolphthalein
Indikator fenolptalein terdiri dari 5% air, 95% etil alcohol dan 1%
bubuk fenolptalein. Bahan ini bersifat iritan dan permeator terhadap kulit,
iitan pada mata dan berbahaya jika terhirup. Indicator fenolptalein dapat
terbakar pada 363oC, dan dapat meledak jika terjai kontak dengan agen
oksidasi asam, tapi tidak meledak jika terkena guncangan. Bahan ini
berwujud cair, tidak berwarna pada asam dan berwarna pink atau merah
pucat dalam basa. Indicator ini juga tidak berbau memiliki titik didih
78,5oC dan titik leleh -114,1oC. Bahan ini sangat mudah larut dalam air
panas, air dingin, methanol dan dietil eter, juga larut dalam aseton. Bahan
ini termasuk bahan yang stabil. Indicator ini sangat reaktif dengan agen
oksidasi, asam dan alkali. Indicator ini sebaiknya disimpan dalam area
yang khusus. Wadah yang digunakan untuk menyimpan sebaiknya ditutup
dengan rapat dan dikunci sampai akan digunakan, hindari sumber-sumber
kebakaran seperti api dan suhu yang panas. Tempat diusahakan sejuk dan
berventilasi baik (Anonim, 2015).
O
HO O

HO

Gambar struktur Phenolphthalein

c. Etanol
Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan
aroma yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru
yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.
Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan
gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol.
Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga
membuatnya cair dan lebih sulit menguap daripada senyawa organik
lainnya dengan massa molekul yang sama.
Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut
organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon
tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena
glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ia juga larut dalam
hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga
larut dalam senyawa klorida alifatik
seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena.
Campuran etanol-air memiliki volume yang lebih kecil daripada
jumlah kedua cairan tersebut secara terpisah. Campuran etanal dan air
dengan volume yang sama akan menghasilkan campuran yang volumenya
hanya 1,92 kali jumlah volume awal. Pencampuran etanol dan air
bersifat eksotermik dengan energi sekitar 777 J/mol dibebaskan pada
298K.
Campuran etanol dan air akan membentuk azeotrop dengan
perbandingkan kira-kira 89 mol% etanol dan 11 mol% air. Perbandingan
ini juga dapat dinyatakan sebagai 96% volume etanol dan 4% volume air
pada tekanan normal dan T = 351 K. Komposisi azeotropik ini sangat
tergantung pada suhu dan tekanan. Ia akan menghilang pada temperatur di
bawah 303 K
Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186 °C. Ikatan hidrogen
menyebabkan etanol murni sangat higroskopis, sedemikiannya ia akan
menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar
menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion,
utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium
klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida,
dan natrium bromida Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut
dalam etanol. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia
juga larut dalam senyawa nonpolar, meliput kebanyakan minyak atsiri dan
banyak perasa, pewarna, dan obat.
Penambahan beberapa persen etanol dalam air akan
menurunkan tegangan permukaan air secara drastis. Campuran etanol
dengan air yang lebih dari 50% etanol bersifat mudah terbakar dan mudah
menyala. Campuran yang kurang dari 50% etanol juga dapat menyala
apabila larutan tersebut dipanaskan terlebih dahulu.
Indeks refraksi etanol adalah 1,36242 (pada λ=589,3 nm dan
18,35 °C).
d. Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa
kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi
rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3–
COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat pekat (disebut asam
asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik
beku 16,7°C. Asam asetat adalah komponen utama cuka (3–9%) selain air.
Asam asetat berasa asam dan berbau menyengat. Selain diproduksi untuk
cuka konsumsi rumah tangga, asam asetat juga diproduksi sebagai
prekursor untuk senyawa lain seperti polivinil asetat dan selulosa asetat.
Meskipun digolongkan sebagai asam lemah, asam asetat pekat bersifat
korosif dan dapat menyerang kulit.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling
sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan
sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian
menjadi ion H+ dan CH3COO–. Asam asetat merupakan pereaksi
kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan
dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat,
dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat, dengan kode aditif makanan E260,
digunakan sebagai pengatur keasaman.
E. Alat dan Bahan
Alat :
- Buret 50 mL 1 buah
- Pipet tetes Secukupnya
- Erlenmeyer tertutup 4 buah
- Gelas ukur 10 mL 1 buah
- Gelas kimia 50mL 1 buah
Bahan :
- NaOH 2 N Secukupnya
- Indikator PP Secukupnya
- Etanol absolute Secukupnya
- HCl 2 N Secukupnya
- Asam asetat Secukupnya
F. Alur

Alur Percobaan
1. Percobaan I
5 mL HCl 2 N
- Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan 2 tetes indikator PP
- Dititrasi dengan NaOH 2 N
- Diamati

Larutan berwarna merah muda

Reaksi :
HCl (aq) + NaOH(aq)  NaCl (aq) + H2O(l)
2. Percobaan II
5 mL HCl 2 N

Erlenmeyer 1 Erlenmeyer 2 Erlenmeyer 3 Erlenmeyer 4


- Ditambah - Ditambah - Ditambah - Ditambah

1 mL etanol 2 mL etanol 3 mL etanol 4 mL etanol

- Ditambah 4 mL - Ditambah 3mL - Ditambah 2 mL - Ditambah 1mL

asam asetat asam asetat asam asetat asam asetat

- Ditutup
- Diletakkan dalam penangas bertermostat pada
suhu kamar atau diletakkan pada ruangan
yang variasi temperaturnya kecil

- Disimpan selama ± 1 minggu (min 3 hari)


- Dicatat suhu ruang atau penangas
- Ditambah 2 tetes indikator PP
- Dititrasi dengan NaOH 2N
- Ditentukan mol etanol absolute dan mol asam
asetat
Volume Larutan NaOH

Reaksi :

CH3COOH(aq) + C2H5OH(aq)  CH3COOC2H5(aq) + H2O(l)

CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq)  CH3COONa (aq) + CH3CH2OH(aq)


G. Hasil Pengamatan

No Hasil Pengamatan
Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Perc Sebelum Sesudah

1.  HCl  HCl larutan + Indikator - HCl (aq) + - Pada


larutan PP  Larutan tak NaOH(aq)  NaCl percobaan 1,
tak berwarna (aq) + H2O(l) didapatkan :
berwarna  HCl larutan + Indikator
 Indikator PP + 4,6 mL larutan - Kc Teoritis = mol blanko =
PP NaOH  Larutan 0,042 0,0092 mol.
larutan berwarna merah muda
tak VNaOH = 4,6 mL
berwarna
 NaOH,
larutan
tak
berwarna
2.  HCl  HCl larutan + etanol - CH3COOH(aq) + - Pada
larutan larutan + asam asetat C2H5OH(aq)  Erlenmeyer 1,
tak larutan  Larutan tak CH3COOC2H5(aq) didapatkan Kc
berwarna berwarna + H2O(l) sebesar 0,2508
 CH3CO  Erlenmeyer 1
OH HCl larutan + etanol - CH3COOC2H5(aq) - Pada
larutan larutan + asam asetat + NaOH(aq)  Erlenmeyer 2,
tak larutan +indikator PP + CH3COONa (aq) + didapatkan Kc
berwarna 34,5 mL NaOH larutan CH3CH2OH(aq) sebesar 0,2043
 Etanol  Larutan berwarna
larutan merah muda. - Pada
tak  Erlenmeyer 2 Erlenmeyer 3,
berwarna HCl larutan + etanol didapatkan Kc
 Indikator larutan + asam asetat sebesar 0,1628
PP larutan +indikator PP +
larutan 23,4 mL NaOH larutan - Pada
tak  Larutan berwarna Erlenmeyer 4,
berwarna merah muda. didapatkan Kc
 NaOH  Erlenmeyer 3 sebesar 1,1760
larutan HCl larutan + etanol
tak larutan + asam asetat
berwarna larutan +indikator PP +
15,4 mL NaOH larutan
 Larutan berwarna
merah muda
 Erlenmeyer 4
HCl larutan + etanol
larutan + asam asetat
larutan +indikator PP +
5,8 mL NaOH larutan
 Larutan berwarna
merah muda
 Erlenmeyer 1
V NaOH = 34,5 mL
 Erlenmeyer 2
V NaOH = 23,4 mL
 Erlenmeyer 3
V NaOH = 15,4 mL
 Erlenmeyer 4
V NaOH = 5,8 mL
T = 320C
H. Analisis dan Pembahasan
Percobaan dengan judul konstanta kesetimbangan, bertujuan untuk
mengetahui konstanta kesetimbangan suatu reaksi dan memperhatikan bahwa
konstanta kesetimbangan suatu reaksi tidak bergantung pada konsentrasi awal
reaksi. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi, yaitu reaksi pengubahan
dari suatu asam karboksilat dengan alkohol menjadi suatu ester dengan
menggunakan katalis asam. Reaksi ini juga sering disebut esterifikasi Fischer.
Esterifikasi menghasilkan ester, yaitu suatu senyawa yang mengandung gugus
-COOR dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Reaksi esterifikasi
merupakan reaksi dapat balik (reversible). Dalam praktikum ini digunakan
asam asetat (CH3COOH) dengan etanol (C2H5OH). Teknik penentuan
konstanta kesetimbangan dalam percobaan ini adalah dengan titrasi.

Pertama yang dilakukan yaitu preparasi sampel dengan 4 sampel yang


berbeda-beda, dimana volume asam asetat dan volume etanol sebagai variabel
manipulasinya. Selanjudnya masing-masing erlenmeyer diisi dengan 5 ml
larutan HCl (larutan tak berwarna) 2M, Erlenmeyer ke-1 di tambahkan 4 mL
larutan asam asetat (larutan tak berwarna) dan 1 mL larutan etanol (larutan tak
berwarna), erlenmeyer ke-2 di tambahkan 3 mL larutan asam asetat dan 2 mL
larutan etanol, erlenmeyer ke-3 di tambahkan 2 mL larutan asam asetat dan 3
mL larutan etanol, dan erlenmeyer ke-4 di tambahkan 1 mL larutan asam asetat
dan 4 mL larutan etanol.

Penambahan larutan HCl dengan jumlah yang sama untuk masing-


masing erlenmeyer berfungsi sebagai katalis. Dimana HCl akan terion dalam
air menghasilkan ion H+ yang dapat mempercepat laju reaksi. Katalis adalah
suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi kimia dengan tujuan untuk
mempercepat reaksi. Penambahan katalis memberikan jalan baru bagi reaksi
yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah, sehingga lebih banyak
molekul yang bertumbukan pada suhu normal dan laju reaksi semakin cepat.

Setelah semua larutan dimasukkan dalam erlenmeyer, segera ditutup


dengan Alumunium foil atau plastik Cling Wrap agar etanol tidak menguap
serta disimpan dalam termos tertutup. Salian itu, penutupan dan penyimpanan
larutan sampel juga untuk mempertahankan suhu dalam tabung agar tidak
berubah secara drastis (konstan), sehingga reaksi kesetimbangan tidak
terganggu dan reaksi reversible dapat berjalan sempurna. Setelah itu,
erlenmeyer yang telah ditutup rapat disimpan selama ±1 minggu. Hal ini
dilakukan karena reaksi esterifikasi berjalan sangat lambat meskiput telah
diberi katalis berupa larutan HCl. Reaksi yang terjadi:

CH3COOH (aq) + C2H5OH (aq) →CH3COOC2H5 (aq) +H2O (l)

Setelah disimpan selama ±1 minggu maka ester terbentuk, larutan


tersebut kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 2M. Sebelum dititrasi
masing-masing larutan ditambahkan dengan 2 tetes indikator PP (fenolftalein)
berupa larutan tak berwarna. Hasil dari penambahan tersebut adalah larutan
jernih, tak berwarna. . Karena Phenolftalein tidak berwarna ketika dalam
suasana asam. Penambahan indikator PP dilakukan karena PP memiliki trayek
pH antara 8,3-9,6. Rentang trayek ini sesuai untuk titrasi etanol dan asam asetat
yang memiliki titik ekuivalen pada rentang trayek tersebut. Reaksi erter saat
dititrasi dengan NaOH :
CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) ⇌ CH3COONa (aq) + CH3CH2OH (aq)
Pada tahap penitrasian dapat diidentifikasi bahwa titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna dari tak berwarna menjadi merah
muda jernih. Selain itu pada tahap ini juga ternyata timbul panas, hal ini
menandakan bahwa terjadi reaksi eksoterm dan merupakan sistem tertutup.
Setelah titrasi larutan sampel, dilakukan titrasi terhadap larutan blanko (HCl
2M) dengan larutan NaOH 2M untuk mengetahui konsentrasi ion H+ yang
menjadi katalis pada reaksi esterifikasi. Perlakua larutan blanko hampir sama
dengan larutan sampel yaitu 2 mL larutan HCl 2M ditambahkan indikator PP
dan dititrasi dengan larutan NaOH 2M. Mol larutan blanko yang didapat
digunakan sebagai pengurang mol dalam menentukan mol sisa HCl yang
menjadi katalis pada setiap tabung reaksi. Pengurangan dengan blanko
dilakukan karena untuk mengetahui mol CH3COOH sehingga mol C2H5OH
sisa reaksi dan CH3COOC2H5 dapat diketahui.
Setelah dilakukan titrasi didapat volume titran (NaOH 2M) yang
digunakan, yaitu :
Erlemeyer V C2H5OH V CH3COOH V NaOH
1 1 mL 4 mL 34,5
2 2 mL 3 mL 23,4
3 3 mL 2 mL 15,4
4 4 mL 1 mL 5,8
Untuk larutan blanko volume NaOH yang digunakan untuk titrasi sebesar
4,6 mL.
Pada table diatas dapat dijelaskan bahwa volume C2H5OH semakin
banyak dan volume CH3COOH yang semakin menurun (keduanya sebagai
pereaktan). C2H5OH bertindak sebagai bahan baku untuk esterifikasi,
sedangkan CH3COOH mempengaruhi titrasi. Semakin besar volume C2H5OH
yang dipakai reaksi, membutuhkan volume NaOH yang lebih sedikit agar
mencapai titik akhir titrasi. Hal ini dikarenakan laju esterifikasi suatu asam
karboksilat bergantung terutama pada halangan sterik dalam alkohol dan asam
karboksilatnya . Kuat asam pada Alkohol adalah (15-19) sedangkan pada asam
karboksilat kuat asamnya adalah (5) sehingga asam karboksilat hanya
memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester. Kuat asam pada
alkohol mempengaruhi kecepatan titrasi dengan NaOH untuk mencapai titik
ekivalen, sehingga semakin banyak volume C2H5OH semakin sedikit volume
NaOH.
Dari data diatas dapat ditentukan nilai Kc pada masing-masing
erlenmeyer, pertama adalah menghitung mmol HCl blanko dengan persaman
sebagai berikut :
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘 𝐻 + = 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘 𝑂𝐻 +

Selanjutnya menghitung mol mula-mula untuk etanol dan asam asetat


dengan menggunakan persamaan berikut :
𝜌. 𝑉
𝑚𝑜𝑙 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟
𝜌. 𝑉
𝑚𝑜𝑙 𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻 =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟
Dimana massa jenis asam asetat 1,049 g/mL dan massa molarnya 60
g/mol, sedangkan massa jenis etanol 0,7893 g/ml dan massa jenisnya 46 g/mL.
Perhitungan dilanjudkan dengan menghitung mol titrasi dengan menggunakan
persamaan berikut :
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘 𝐻 + = 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘 𝑂𝐻 +

Untuk menghitung mol CH3COOH sisa menggunakan persamaan


berikut :
𝑚𝑜𝑙 𝐻 + 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘 𝐻 + − 𝑚𝑜𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

Setelah diketahui mol sisa dari seluruh zat, maka dapat dihitung
konstanta kesetimbangannya dengan persamaan berikut :
[CH3 COOC2 H5 ]
𝐾𝑐 =
[CH3 COOH]. [C2 H5 OH]
Perbedaan volume antara kedua pereaktan pada Erlenmeyer 1,2,3,4
mempengaruhi jumlah mol tiap pereaktan, sehingga untuk menentukan mol
CH3COOH yang mol sisa bereaksi juga berbeda. Hal tersebut menyebabkan
konsentrasi sisa untuk tiap komponen yang dihitung dalam setiap erlenmeyer
juga berubah. Pada perhitungan (lampiran) mennunjukkan bahwa Kc pada
setiap Erlenmeyer tidak berbedah jauh . Hal tersebut membuktikan bahwa
Konstanta Kesetimbangan tidak dipengaruhi konsentrasi awal pereaksi .
Setelah dilakukan langkah praktikum dan perhitungan didapatkan nilai
konstanta kesetimbangan pada masing-masing larutan, yaitu :

Erlenmeyer Kc

1 0,2508

2 0,2043

3 0,1628

4 1,1760

Nilai Kc rata-rata yang diperoleh 0,4485 yang tidak sesuai dengan teori
4,2 x 10-2. Hal ini dikarenakan pengambilan volume pada tiap reaktan tidak
benar-benar sesuai dengan volume yang diinginkan, adanya kesalahan dalam
membaca skala pada buret, dan tidak rapatnya dalam menutup Erlenmeyer,
sehingga etanol dapat menguap memyai dan mempengaruhi jumlah pereaktan,
kesetimbangan reaksi belum tercapai sempurna.
I. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dan data yang diperoleh, didapat
kesimpulan sebagai berikut:
Pada setiap Erlenmeyer diperoleh harga Kc berturut - turut 0,2508;
0,2043; 0,1628; 1,1760. Kc tersebut tidak beda jauh meskipun volume awal
tiap komponen berbeda . Dan dapat dibuktikan bahwa konstanta
kesetimbangan tidak bergantung pada konsentrasi awal reaksi, melainkan
bergantung pada konsentrasi sisa setelah reaksi, Konstanta kesetimbangan
yang diperoleh dari percobaan tidak sesuai dengan Kc secara teori yaitu 4,2 x
10-2.
J. Daftar Pustaka
Anonym. 2015. MSDS Indicator Phenolphthalein. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9921345. Diakses tanggal
10 November 2019.
Anonym. 2015. MSDS NaOH. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924359. Diakses tanggal
10 November 2019.
Atkins, PW. 1997. Kimia Fisika 2. Jakarta : Erlangga.
Bresnick, Stephen. 2002. Intisari Fisika. Jakarta : Hipokrates.
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Keenan, CW. 1991. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.
Petrucci, Ralph H. 1985. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta :
Erlangga.
Rivai, Harrizul. 1999. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press.
Sears, FW dan M.W. Zemansky. 1995. University Physics. New York :
Addison Wesley Publishing Company Inc.
Sukardjo. 1985. Kimia Fisika. Jakarta : Bina Aksara.
K. Lampiran
1) Perhitungan
 Larutan blanko
Diketahui:
V NaOH : 4,6 ml
N NaOH : 2 N = 2 M
mol blanko = V NaOH x N NaOH
= 4,6 x 2
= 9,2 mmol = 0,0092 mol
 Larutan sampel
ρCH3COOH = 1,049 g/ml
ρC2H5OH = 0,7893 g/ml
 Erlenmeyer 1
ρ×V
n CH3COOH =
𝑀𝑟
gr
1,05 × 4 mL
cm3
=
60 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

= 0,0700 mol
ρ C2H5OH = 0,79 gr/cm3
V C2H5OH = 1 mL
ρ×V
n C2H5OH =
𝑀𝑟
gr
0,79 cm3 × 1 mL
=
46 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

= 0,0172 mol

n ekivalen H+ = n ekivalen OH-

= M NaOH × V NaOH

= 2 mol/L × 33,4 mL

= 2 mol/L × 33,4×10-3 L

= 66,8 ×10-3 mol

= 0,06 mol
n sisa = n ekivalen H+ – n larutan blanko

= 0,069 mol - 0,0092 mol

= 0,0598 mol

CH3COOH (aq) + C2H5OH (aq) ⇄ CH3COOC2H5 (aq) + H2O (l)

M 0,0700 0,0170 - -

R 0,0102 0,0102 0,0102 0,0102

S 0,0598 0,0068 0,0102 0,0102

𝑛 0,0598 mol
[CH3COOC2H5] = = = 5,98 M
𝑉 0,01 𝐿

𝑛 0,0068 mol
[CH3COOH] = = = 0,68 M
𝑉 0,01 𝐿

𝑛 0,0102 mol
[C2H5OH] = = = 1,02 M
𝑉 0,01 𝐿

[CH3 COOC2 H5 ]
Kc1 =
[CH3 COOH] [C2 H5 OH]

1,02 M
=
5,98 M ×0,68 M

= 0,2508
 Erlenmeyer 2
ρ×V
n CH3COOH =
𝑀𝑟

gr
1,05cm3 × 3 mL
=
60 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

= 0,0525 mol
ρ C2H5OH = 0,79 gr/cm3
V C2H5OH = 2 mL
ρ×V
n C2H5OH =
𝑀𝑟
gr
0,79 cm3 × 2 mL
=
46 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

= 0,0343 mol
n ekivalen H+ = n ekivalen OH-
= M NaOH × V NaOH
= 2 mol/L × 23,4 mL
= 2 mol/L × 23,4×10-3 L
= 0,0468 mol
n sisa = n ekivalen H+ – n larutan blanko
= 0,0468 mol - 0,0092 mol
= 0,0376 mol

CH3COOH (aq) + C2H5OH (aq) ⇄ CH3COOC2H5 (aq) + H2O (l)

M 0,0525 0,0343 - -

R 0,0149 0,0149 0,0149 0,0149

S 0,0376 0,0194 0,0149 0,0149

𝑛 0,0376 mol
[CH3COOC2H5] = = = 3,76 M
𝑉 0,01 𝐿
𝑛 0,0194 mol
[CH3COOH] = = = 1,94 M
𝑉 0,01 𝐿
𝑛 0,0149 mol
[C2H5OH] = = = 1,49 M
𝑉 0,01 𝐿
[CH3 COOC2 H5 ]
Kc2 =
[CH3 COOH] [C2 H5 OH]
1,49 M
=
3,76 M ×1,94 M

= 0,2043
 Erlenmeyer 3
ρ×V
n CH3COOH =
𝑀𝑟

gr
1,05cm3 × 2 mL
=
60 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

= 0,035 mol

ρ C2H5OH = 0,79 gr/cm3

V C2H5OH = 3 mL

ρ×V
n C2H5OH =
𝑀𝑟

gr
0,79 cm3 × 3 mL
=
46 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

= 0,0515 mol

n ekivalen H+ = n ekivalen OH-

= M NaOH × V NaOH

= 2 mol/L × 15,4 mL

= 2 mol/L × 15,4×10-3 L

= 0,0308 mol

n sisa = n ekivalen H+ – n larutan blanko

= 0,0308 mol - 0,0092 mol

= 0,0216 mol
CH3COOH (aq) + C2H5OH (aq) ⇄ CH3COOC2H5 (aq) + H2O (l)

M 0,0350 0,01515 - -

R 0,0134 0,0134 0,0134 0,0134

S 0,0216 0,0381 0,0134 0,0134

𝑛 0,0216 mol
[CH3COOC2H5] = = = 2,16 M
𝑉 0,01 𝐿
𝑛 0,0381 mol
[CH3COOH] = = = 3,81 M
𝑉 0,01 𝐿
𝑛 0,0134 mol
[C2H5OH] = = = 1,34 M
𝑉 0,01 𝐿
[CH3 COOC2 H5 ]
Kc3 =
[CH3 COOH] [C2 H5 OH]
1,49 M
=
2,16 M ×3,81 M

= 0,1628

 Erlenmeyer 4
ρ×V
n CH3COOH =
𝑀𝑟

gr
1,05cm3 × 1 mL
=
60 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

= 0,0175 mol

ρ C2H5OH = 0,79 gr/cm3

V C2H5OH = 4 mL

ρ×V
n C2H5OH =
𝑀𝑟

gr
0,79 cm3 × 4 mL
=
46 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
= 0,0686 mol

n ekivalen H+ = n ekivalen OH-

= M NaOH × V NaOH

= 2 mol/L × 5,4 mL

= 2 mol/L × 5,4×10-3 L

= 0,0116 mol

n sisa = n ekivalen H+ – n larutan blanko

= 0,0116 mol - 0,0092 mol

= 0,0024 mol

CH3COOH (aq) + C2H5OH (aq) ⇄ CH3COOC2H5 (aq) + H2O (l)

M 0,0525 0,0343 - -

R 0,0149 0,0149 0,0149 0,0149

S 0,0376 0,0194 0,0149 0,0149

𝑛 0,0024 mol
[CH3COOC2H5] = = = 0,24 M
𝑉 0,01 𝐿
𝑛 0,0535 mol
[CH3COOH] = = = 5,35 M
𝑉 0,01 𝐿
𝑛 0,0151 mol
[C2H5OH] = = = 1,51 M
𝑉 0,01 𝐿
[CH3 COOC2 H5 ]
Kc1 =
[CH3 COOH] [C2 H5 OH]
1,51 M
=
0,24 M ×5,35 M

= 1,1760

Anda mungkin juga menyukai