Anda di halaman 1dari 20

Daftar Isi

1. Daftar Isi...........................................................................................................1
2. BAB I PENDAHULUAN.................................................................................2
A. Latar Belakang............................................................................................2
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................3
3. BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4
A. Pengertian perilaku hewan...........................................................................4
B. Pengertian stimulus atau rangsangan dan respon.........................................5
C. Mekanisme terjadinya tingkah laku.............................................................7
D. Teori stimulus-respon...................................................................................8
E. Pengaruh genetik dan lingkungan terhadap perilaku hewan......................10
F. Bentuk-bentuk perilaku hewan..................................................................13
4. BAB III PENUTUP........................................................................................19
A. Kesimpulan...............................................................................................19
5. Daftar Pustaka................................................................................................20

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons


terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila
respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama
terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu
organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita
cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan
menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini
adalah antropomorfisme (berasal dari bahasa Yunani,Anthropos: manusia), yaitu
interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa
mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara
antropomorfik.
Suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan
lahir atau “innatebehavior”), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman
yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku
terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat
pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan
atau pemeliharaan. Hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Dari
berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh
keduanya, yaitu genetis atau bawaan dan lingkungan (proses belajar), sehingga
terjadi suatu perkembangan sifat. Semua hewan memiliki perilaku yang berbeda-
beda, baik perilaku bawaannya, yang sudah diajari maupun adaktifnya.
Apabila kita melakukan eksplorasi terhadap beberapa macam interaksi
makhluk hidup, banyak contoh telah dikemukakan para peniliti pada bidang
perilaku hewan. Suatu spesies hewan mampu berinteraksi dengan lingkungan,
hewan tersebut dapat berkomunikasi, bergerak, berinteraksi secara sosial dan
mencari makanan. Kajian perilaku hewan merupakan salah satu aspek biologi
yang telah lama diteliti, bahkan dapat dikatakan sebagai kajian yang paling tua.

2
Dalam ilmu yang mempelajari perilaku, banyak peneliti menggunakan hewan
percobaan dibandingkan tumbuhan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perilaku hewan?


2. Apa yang dimaksud stimulus atau rangsangan dan repon?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya tingkah laku?
4. Jelaskan teori stimulus-respon?
5. Bagaimana pengaruh genetik dan lingkungan terhadap perilaku hewan?
6. Apa saja bentuk-bentuk perilaku hewan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian perilaku hewan.


2. Untuk mengetahui pengertian stimulus atau rangsangan dan respon.
3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya tingkah laku.
4. Untuk mengetahui teori stimulus-respon.
5. Untuk mengetahui pengaruh genetik dan lingkungan terhadap perilaku
hewan.
6. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku hewan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perilaku atau Tingkah Laku Hewan

Perilaku (behavior) berarti bertindak, bereaksi, atau berfungsi dalam suatu


cara tertentu sebagai respons terhadap beberapa stimulus (rangsangan).
Atau dengan kata lain, perilaku merupakan tanggapan ataupun merespon terhadap
berbagai stimulus, baik yang berasal dari lingkungan luar maupun yang dari
dalam tubuh sendiri berkaitan dengan apa yang dilakukan makhluk hidup dan
bagaimana makhluk hidup tersebut melakukannya. Perilaku juga
merupakan aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Perilaku
organisme ini meliputi perilaku hewan, tumbuhan, ataupun mikroorganisme.
Perilaku juga merupakan kebiasaan-kebiasaan satwa liar dalam aktivitas
hidupnya seperti sifat kelompok, waktu aktif, wilayah pergerakan, cara mencari
makan, cara membuat sarang, hubungan sosial, tingkah laku bersuara, interaksi
dengan spesies lainnya, cara kawin dan melahirkan anak.
Perilaku merupakan suatu adaptasi agar makhluk hidup tetap bertahan
hidup pada lingkungan tertentu. Perilaku individual adalah suatu tindakan yang
dilakukan oleh otot atau kelenjar di bawah kendali sistem saraf sebagai respon
terhadap suatu rangsangan. Contohnya perilaku hewan ini antara lain yaitu hewan
yang menggunakan otot-otot di dada dan kerongkongannya untuk berkicau, atau
melepaskan bau tertentu untuk menandai teritorinya. Perilaku adalah bagian
esensial pemerolehan nutrien untuk pencernaan dan pencarian pasangan untuk
reproduksi seksual. Selain itu juga turut berperan dalam homeostasis, misalnya
lebah madu berdempetan untuk menghasilkan atau mengonservasi panas.
Tingkah laku hewan sendiri terdiri dari dua macam yaitu “klise” yang
merupakan konsekuensi dari sistem syaraf yang diturunkan secara genetik bersifat
tetap dan utuh “fixed action pattern”. Tingkah laku ini antara lain taksis yaitu
orientasi tubuh dalam menghadapi aspek lingkungan, refleks yaitu respon yang
dilakukan oleh sebagian tubuh dan insting yaitu interaksi antara hormon,
stimulus eksternal dan sistem syaraf. Tingkah laku dipelajari ”acquired” adalah

4
tingkah laku yang terbentuk melalui proses belajar sepanjang masa kehidupan,
berubah berdasarkan pengalaman, non genetik dan tidak
berkaitan dengan stimulus tertentu. Tingkah laku ini terbagi menjadi tingkah laku
belajar dan reasoning yaitu kemampuan merespon situasi baru tanpa proses
belajar sebelumnya.
Menurut Alcock (1979), bila mengamati tingkah laku, maka terdapat dua
pengertian, yaitu proksimat dan ultimat. Proksimat merupakan mekanisme yang
berkaitan dengan stimulus lingkungan atau penyebab tingkah laku yang secara
langsung berasal dari dalam tubuhnya. Stimulus yang muncul dapat
mengakibatkan perubahan hormon atau neural yang menstimulasi tingkah laku,
yang berhubungan dengan produksi seperti kicauan burung dan pembuatan
sarang. Sedangkan ultimat merupakan perilaku yang berasal dari dalam hewan itu
sendiri karena faktor genetik yang terbentuk melalui gen tertentu karena hewan
harus mempertahankan hidupnya. Lebih jelas mengenai perilaku hewan ini,
dipelajari dalam cabang ilmu etologi. Etologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku hewan dalam kondisi alami.

B. Pengertian Stimulus atau Rangsangan dan Repon

1. Pengertian Stimulus
Untuk perubahan lingkungan menyebabkan organisme sebagai stimuli
“jamak dari stimulus”, oleh karena itu dapat dipertimbangkan bahwa setiap
perubahan dalam lingkungan akan menghasilkan stimulus jika itu bisa membuat
impuls saraf pada hewan. Namun tidak ada saraf di pohon untuk membuat impuls
saraf, namun rangsangan yang dihasilkan di dalam tanaman karena perubahan
lingkungan. Rangsangan dibuat di dalam organisme tidak selalu harus berupa
impuls saraf, tetapi perubahan fisiologis yang cukup.
Oleh karena itu, setiap perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologis pada suatu organisme ialah stimulus. Pada stimulus dapat
mengarah ke proses lain dalam suatu organisme yang dapat menjadi stimulus lain
untuk proses lain. Yang ketika intensitas cahaya matahari menjadi tinggi, pupil
mata menjadi kecil. Peningkatan intensitas cahaya matahari ialah stimulus, impuls

5
saraf dengan informasi tentang tingginya jumlah sinar matahari dibawa ke otak
dan bahwa impuls saraf menjadi stimulus bagi otak untuk memicu tindakan yang
diperlukan untuk mengontrol paparan berlebih.
Tumbuhan yang ada di tempat teduh menunjukkan gerakan fototropik
ketika ada perubahan intensitas cahaya matahari dari satu sisi ke sisi lain.
Kenaikan di bawah sinar matahari di satu sisi menyebabkan hormon untuk pindah
ke sisi lain dari batang tanaman, maka sisi yang dinaungi tumbuh cepat dengan
sel-sel lebih dari sisi lainnya dan batang tumbuh ke arah sinar matahari. Ada
sejumlah perubahan tak terbatas yang dapat menyebabkan rangsangan pada
organisme. Stimulus dapat berupa eksternal maupun internal dan mereka bisa
sebesar apapun.
2. Pengertian Respon
Reaksi hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkunganya dinyatakan
sebagai respons hewan terhadap lingkunganya. Respons hewan terhadap
lingkungan dapat berupa perubahan fisik, fisiologis dan tingkah laku. Respons
hewan terhadap kondisi dan perubahan linkungan ada yang bersifat reaktif, artinya
respons itu terbentuk dan berlaku pada saat pengaruh kondisi dan perubahan
lingkungan berlaku. Misalnya, ayam mencari tempat yang teduh ketika hujan
turun. Respons-respons seperti itu merupakan respons untuk semua anggota
spesies. Respons itu merupakan perubahan pada hewan yang bersifat reaktif
terhadap lingkunganya.
Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan.
Tujuan akhir dari respon adalah untuk mempertahankan hidupnya. Respon hewan
terhadap lingkungannya bervariasi tergantung dari jenis dan intensitas stimulus,
jenis spesies, stadium perkembangan, umur, kondisi fisiologis dan kisaran
toleransi terhadap lingkungannya.
Apabila kondisi lingkungan menjadi sangat tidak baik, maka yang terjadi
adalah pertama, hewan meninggalkan tempat itu dan mencari tempat dengan
kondisi yang lebih baik. Kedua, hewan memberikan respon tertentu yang mampu
mengatasi efek negative perubahan tersebut. Ketiga, hewan itu akan mati.

6
a. Respon Dasar Hewan
Selama periode ontogeny pada hewan dikenal tiga macam respon dasar
yaitu respon pengaturan, respon penyesuaian, dan respon perkembangan.
Mekanisme ketiga respon itu berdasarkan sistem umpan balik negatif. Agar
mekanisme itu berhasil maka respon yang dihasilkan harus sesuai besarnya, waktu
tepat dan berlangsung cukup cepat.
1) Respon Reversibel
Tipe respon dasar hewan yang reversible dan paling sederhana adalah
respon pengaturan (regulatori). Respon fisiologi terjadi sangat cepat (refleks).
Contoh: perubahan pupil mata terhadap intensitas cahaya. Tipe respon lain yang
bersifat reversible adalah respon penyesuaian (aklimatori), berlangsung lebih lama
dari respon regulatori karena proses yang fisiologi yang melandasinya melibatkan
perubahan struktur dan morfologi hewan. Contoh: di lingkungan bertekanan
parsial oksigen rendah, terjadi proliferasi dan pengingkatkan jumlah eritrosit,
tubuh terpapar pada kondisi kemarau terik, kulit mengalami peningkatan
pigmentasi. Respon aklimatori umum terdapat pada hewan berumur panjang, yang
menghadapi perubahan kondisi musiman. Reversibilitas respon penting sekali
karena tiap tahun kondisi khas musiman selalu berulang.
2) Respon Tak-reversibel
Tipe respon tak-reversibel selama ontogeny adalah respon perkembangan.
Respon berlangsung lama karena melibatkan banyak proses yang menghasilkan
perkembangan beraneka ragam macam struktur tubuh. Hasilnya bersifat permanen
dan tak reversible. Contoh : perubahan jumlah mata facet pada Drosophila yang
dipelihara pada suhu tinggi, atau terbentuknya keturunan cacat akibat respon
perkembangan embrio terhadap senyawa teratogenik dalam lingkungannya.

C. Mekanisme Terjadinya Tingkah Laku

Suatu tingkah laku memiliki hubungan yang erat dengan beberapa sistem
hormon dan adanya stimulus. Selain itu dalam mekanisme tingkah laku organ
yang berfungsi menerima atau mengambil informasi yaitu organ
sensori. Berdasarkan macam rangsangan organ sensori terbagi menjadi beberapa

7
macam yaitu mekanoreseptor, kemoreseptor, termoreseptor, elektroreseptor dan
photoreseptor. Semua organ sensori ini dipengaruhi oleh adanya stimulus baik
stimulus internal maupun
stimulus eksternal (Campbell
dkk.,2000).
Berikut ini adalah
skema mekanisme stimulus
terhadap tingkah laku secara
umum (Alcock, 1979).
Dari Gambar bila
dijelaskan mekanismenya
yaitu stimulus yang datang
baik eksternal maupun internal yang disampaikan oleh sistem syaraf dan campur
tangan sistem hormon yang disampaikan keseluruhan tubuh untuk memberikan
komando melakukan suatu tingkah laku.

D. Teori Stimulus-Respon

Ada beberapa teori stimulus-respons, salah satu dari teori-teori tersebut


yaitu teori dari Ivan Petrovich Pavlov.
Teori Ivan Petrovich Pavlov, Stimulus Respons
Di sebut teori stimulus-respons karena teori ini memiliki dasar pandangan
bahwa perilaku itu, termasuk perilaku berbahasa, bermula dengan adanya stimulus
(rangsangan, aksi) yang segera menimbulkan respons, (reaksi, gerak balas). Teori
ini berasal dari hasil eksperimen Ivan Paplov, seorang ahli fisiologi rusia,
terhadap seekor anjing percobaannya.
Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti
sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Dalam hal ini,
eksperimen yang dilakukan oleh pavlov menggunakan anjing sebagai subyek
penelitian. Berikut adalah tahap-tahap eksperimen:
a. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom
anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).

8
b. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan
air liur.
c. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS)
setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan
mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
d. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing
mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing
akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini
bagaimana cara untuk
membentuk perilaku
anjing agar ketika bunyi
bel di berikan ia akan
merespon dengan
mengeluarkan air liur
walapun tanpa diberikan
makanan. Karena pada
awalnya anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan
kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan.
Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons
(air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses
akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui
kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh:
makanan.
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral
dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah
stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa
makanan.

9
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara
otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan
bunyi bel dengan makanan.
Dari Teori Ivan Petrovich Pavlov, tentang Stimulus Respons, dapat
disimpulan bahwa teori stimulus-respons adalah suatu teori dimana apabila
terdapat suatu rangsangan atau tindakan maka akan mendapatkan suatu respons,
dimana respons tersebut berupa reaksi serta suatu gerakan untuk membalasnya.

E. Pengaruh Genetik dan Lingkungan Terhadap Perilaku Hewan

Ada anggapan bahwa perilaku disebabkan oleh pengaruh gen (nature atau
alam) atau oleh pengaruh lingkungan (nurture atau pemeliharaan). Sejauh mana
gen dan lingkungan mempengaruhi sifat fenotipik, yang meliputi sifat perilaku?
Fenotipe bergantung pada gen dan lingkungan, sifat atau ciri perilaku memiliki
komponen genetik dan lingkungan, seperti halnya semua sifat anatomis dan
fisiologis seekor hewan.

Seperti ciri fenotipik lainnya, perilaku memperlihatkan suatu kisaran


variasi fenotipik (suatu “norma reaksi”) yang bergantung pada lingkungan, di
mana genotipe itu diekspresikan. Studi kasus menujukkan perilaku dengan
pengaruh genetik yang kuat dan dapat diturunkan dari induknya. Hal ini
dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Charles Henry, Lucia Martinez,
dan Kent Holsinger yang menyilangkan serangga sayap-pita-hijau Chrysoperla
plorabunda dengan Chrysoperla jonshoni. Percobaan tersebut lebih jelasnya dapat
diamati pada gambar berikut ini.

10
Pada percobaan tersebut, para
peneliti membandingkan nyanyian
percumbuan induk jantan Chrysoperla
plorabunda dan induk betina
Chrysoperla jonshoni, dengan
nyanyian keturunan hibrid (F1) yang
telah dibesarkan dalam isolasi dari
serangga sayap-pita-hijau lainnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa
keturunan hibrid (F1) menyanyikan
lagu yang panjang ‘unit berulang
standarnya’ (standar drepeating unit)
serupa dengan yang dinyanyikan oleh
induk jantan Chrysoperla plorabunda. Namun untuk ‘periode rentetan nada’
(volleyperiod) pada interval antara dua rentetan getaran lebih mirip dengan induk
betina Chrysoperla jonshoni. Oleh karena nyanyian dari keturunan hibrid tersebut
memiliki ciri-ciri dari kedua induknya, maka ini mengindikasikan bahwa
nyanyian percumbuan Chrysoperla plorabunda dan Chrysoperla jonshoni
dikontrol oleh lebih dari satu gen dan diturunkan pada keturunannya.

Selain dipengaruhi oleh faktor genetik, perilaku hewan dalam usahanya


untuk beradaptasi dengan lingkungan juga dipengaruhi oleh lingkungan.
Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan
lahir atau “innatebehavior”), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman
yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi perilaku adalah semua kondisi dimana gen yang mendasari
perilaku itu diekspresikan. Hal ini meliputi lingkungan kimiawi di dalam sel, dan
juga semua kondisi hormonal dan kondisi kimiawi dan fisik yang dialami oleh
seekor hewan yang sedang berkembang di dalam sebuah sel telur atau di dalam
rahim. Maka dari itu lingkungan sekitar dapat mendorong hewan bertingkah laku
untuk menyesuaikan diri dan bahkan terjadi pula penyesuaian hereditas.
Implikasinya, jenis atau spesies hewan mempengaruhi reaksi dalam beradaptasi

11
dengan lingkungannya. Perilaku dapat dimodifikasi oleh lingkungan dimana
hewan tinggal, yang mana merupakan produk interaksi antara kapasitas genetik
dan pengaruh lingkungan.

Contoh perilaku yang


dimodifikasi akibat pengaruh
lingkungan dijabarkan oleh percobaan
Niko Tinbergen pada perilaku
penentuan lokasi sarang pada tawon
penggali (Philanthus). Perilaku
bawaan (genetik): bagaimana cara
menggali, bagaimana cara menutup
sarangnya. Perilaku terajar:
menentukan lokasi galian. Pada
percobaan ini Tinbergen tergelitik oleh
perilaku tawon penggali betina
(Philanthustriangulum), yang
bersarang dalam liang kecil dalam
gumuk pasir. Ia mengamati bahwa ketika tawon meninggalkan sarangnya untuk
pergi berburu, ia menutupi pintu masuk ke liang dengan pasir. Setelah pergi
selama 30 menit atau lebih ia kembali dan terbang langsung ke sarangnya yang
tersembunyi. Tinbergen mengajukan hipotesis bahwa tawon menentukan letak
sarangnya dengan mempelajari posisi sarang relatif terhadap penanda (Landmark)
atau indikator lokasi yang kasat mata atau dengan penanda visual. Untuk menguji
hipotesis tersebut, Tinbergen melakukan sebuah percobaan di habitat alami tawon
dengan memanipulasi objek di sekeliling pintu masuk sarang dengan menyusun
rujung pinus mengitari sarang sebagai penanda saat tawon berada di dalam liang.
Setelah tawon pergi berburu dan kembali lagi ke sarangnya yang telah ditandai
seperti pada gambar
Setelah dua hari, Tinbergen menggeser lingkaran rujung pinus ke sisi lain.
Saat tawon pulang, ia terbang ke tengah lingkaran pinus yang telah digeser

12
posisinya bukan ke sarang yang ada di dekat rujung pinus. Dari hal ini
menunjukkan bahwa tawon penggali melakukan penanda visual pada lingkungan
di sekitar sarangnya untuk melacak sarangnya.

Suatu mitos yang masih diabadikan oleh media populer adalah bahwa
perilaku disebabkan oleh pengaruh gen (nature/alam) atau oleh pengaruh
lingkungan (nuture/pemeliharaan). Pada perkembangannya, hal ini semakin
menjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang
merupakan pengaruh alami atau akibat hasil asuhan atau pemeliharaan. Lambat
laun diketahui bahwa hasil kajian diketahui terjadinya suatu perilaku disebabkan
oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi
suatu perkembangan sifat yang dimodifikasi oleh lingkungan.

F. Bentuk-Bentuk Perilaku Hewan

Bentuk dari perilaku hewan dapat dibagi menjadi 2 yaitu perilaku hewan
yang berasal dari bawaan yangumumnya diwariskan, dan perilaku yang terajar
(terlatih).

1. Perilaku Bawaan (Innate Behavior)


Perilaku bawaan (innate, instinct, FAP) merupakan perilaku yang bersifat
tetap; diprogram sacara genetik; kisaran perbedaan lingkungan pada individu
kelihatannya tidak mengubah perilaku; tanpa pengalaman spesifik sebelumnya.
Untuk melakukan perilaku bawaan kadang-kadang diperlukan suatu
isyarat tertentu, isyarat tersebut disebut release atau pelepas. Release (pelepas) ini
dapat berupa warna, zat kimia, dan lain-lain.
a. Release berupa warna, misalnya pada ikan berduri punggung tiga. Selama
musim berbiak biasanya ikan betina akan mengikuti ikan jantan yang perutnya
berwarna merah ke sarang yang telah disiapkannya. Tetapi ternyata ikan
betina akan mengikuti setiap benda yang berwarna merah yang diberikan
kepadanya. Dan benda apapun yang menyentuh dasar ekornya, akan
menyebabkan ikan betina tersebut bertelur.

13
b. Release berupa zat kimia, misalnya feromon (pheromone). Banyak hewan
yang berkomunikasi melalui aroma dengan mengeluarkan zat kimia berupa
feromon ini. Feromon berfungsi sebagai release pada berbagai serangga sosial
seperti semut, lebah dan rayap. Feromon ini seringkali berkaitan dengan
perilaku reproduktif, namun di samping itu juga berkaitan dengan perilaku
non reproduktif. Jadi hewan-hewan serangga mempunyai berbagai feromon
untuk setiap tingkah laku, misalnya untuk perilaku kawin, perilaku mencari
makan, perilaku adanya bahaya, dan lain-lain. Perhatikan gambar berikut yang
menunjukkan salah satu contoh release berupa feromon pada semut yang
mencari makan.
1 2

3 4

14
Ketika semut menemukan makanan, dia akan dapat mengikuti jejak
feromon sendiri kembali ke sarang. Dalam perjalanan kembali ke sarang, semut
memberitahukan kepada rekannya akan adanya makanan dengan meletakkan
feromon lebih atau menciptakan jejak dengan aroma lebih kuat. Pada gambar di
atas, semut A mencapai makanan yang pertama. Semut A ini mengikuti kembali
jejaknya sendiri untuk kembali ke sarang, sementara ketiga semut lainnya masih
terus mengembara mencari makanan. Ketika semut lain (yang belum menemukan
makanan) menemukan jejak feromon, mereka mulai mengikuti jejak. Oleh karena
jejak feromon semut A cukup kuat aromanya maka ketika mereka menemukan
jejak feromon semut A, mereka akan mengikuti jejaknya. Sehingga dengan
demikian mereka akan dapat menemukan makanan dan bergotong royong
membawa makanan tersebut ke sarangnya.
Pada perilaku bawaan ini ada beberapa bentuk perkembangan sifat yaitu
innate, instinct, dan FAP.

a. Innate
Innate merupakan perilaku atau
suatu potensi terjadinya perilaku
yang telah ada di dalam suatu
individu. Perilaku yang timbul
karena bawaan lahir berkembang
secara tetap atau pasti. Perilaku ini
tidak memerlukan adanya pengalaman atau memerlukan proses belajar, seringkali
terjadi pada saat baru lahir, dan perilaku ini bersifat genetis (diturunkan).
Contohnya seperti tampak pada gambar yang menunjukkan bahwa tukik yang
baru menetas secara alamiah mampu menuju laut tanpa adanya pemandu.

15
b. Instinct (Insting atau Naluri)
Insting adalah perilaku terhadap suatu stimulus (rangsangan) tertentu pada
suatu spesies, biarpun perilaku tersebut tidak didasari pengalaman lebih dahulu,
dan perilaku ini bersifat menurun. Hal ini dapat diuji dengan menetaskan hewan
di tempat terpencil, sehingga apapun yang dilakukan hewan-hewan tersebut
berlangsung tanpa mengikuti contoh dari hewan-hewan yang lain. Tetapi hal
tersebut tidak dapat terjadi pada hewan-hewan menyusui, karena pada hewan-
hewan menyusui selalu ada kesempatan

pada anaknya untuk belajar dari induknya.


Insting merupakan perilaku innate klasis yang sulit dijelaskan, walaupun
demikian terdapat beberapa perilaku insting yang merupakan hasil pengalaman,
belajar dan adapula yang merupakan faktor keturunan. Semua makhluk hidup
memiliki beberapa insting dasar. Contoh perilaku hewan yang menggunakan
insting, yaitu pada pembuatan sarang laba-laba diperlukan serangkaian aksi yang
kompleks, tetapi bentuk akhir sarangnya seluruhnya bergantung pada nalurinya.
Dan bentuk sarang ini adalah khas untuk setiap spesies, walaupun sebelumnya
tidak pernah dihadapkan pada pola khusus tersebut. Hal ini lebih jelas dapat
dilihat pada gambar

16
Contoh lain dari perilaku hewan yang berupa insting, yaitu pada
pembuatan sarang burung misalnya sarang burung manyar (Ploceus manyar)
seperti yang dapat dilihat pada gambar.
Meskipun burung tersebut belum pernah melihat model sarangnya, burung
manyar secara naluriah akan membuat sarang yang sama.

c. FAP (Fixed Action Pattern atau Pola Aksi Tetap)


FAP atau pola aksi tetap adalah suatu perilaku steretipik yang disebabkan
oleh adanya stimulus yang spesifik. FAP ini merupakan salah satu tipe perilaku
yang terkait langsung dengan rangsangan sederhana, yang mana urut-urutan
tindakan yang tidak dipelajari yang pada dasarnya tidak dapat diubah, dan
umumnya dilakukan sampai selesai jika sudah dimulai. Pemicunya adalah
petunjuk eksternal yang dikenal sebagai rangsangan tanda (sign stimulus).
Timbergen mempelajari kasus yang telah menjadi contoh klasik rangsangan tanda
dan pola tindakan tetap pada ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus
aculeatus) jantan yang menyerang ikan jantan lainnya yang memasuki wilayah
atau teritori sarangnya.
Penyerangan dipicu oleh rangsangan tanda warna merah pada bagian
perut. Hal ini mulai terpikirkan oleh Timbergen ketika secara kebetulan ia
menjumpai ikan tersebut berperilaku agresif terhadap truk warna merah yang
lewat di depan akuarium. Berdasarkan hal tersebut, ia melakukan sebuah
percobaan dan menunjukkan bahwa warna merah di bagian bawah tubuh ikan
jantan lain normalnya memicu perilaku menyerang. Ia membuktikannya dengan
menggunakan sebuah model.
Model realistik (tanpa warna merah), tidak menghasilkan respon yang
agresif pada Ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteusaculeatus) jantan. Model-
model lain dengan bagian bawah berwarna merah, menghasilkan respon yang
kuat.
Berdasarkan pengamatannya terhadap model-model tersebut ia tahu bahwa
Ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteusaculeatus) jantan tidak akan
menyerang ikan yang tidak memiliki warna merah yang umumnya ikan ini

17
merupakan ciri ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteusaculeatus) betina
(Campbell dkk., 2008:296).
2. Perilaku Terajar (Learned)
Perilaku terajar merupakan perilaku yang mana perilaku ini memerlukan
adanya memori untuk ingatan atau modifikasi dari pengalaman (Rakhmawati,
2014). Sementara menurut Dwi dan Sugiharti (2011), menyebutkan bahwa
Perilaku terajar adalah perilaku yang lebih kurang diperoleh atau dimodifikasi
secara permanen sebagai akibat pengalaman individu.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Perilaku (behavior) berarti bertindak, bereaksi, atau berfungsi dalam suatu
cara tertentu sebagai respons terhadap beberapa stimulus (rangsangan).
Atau dengan kata lain, perilaku merupakan tanggapan ataupun merespon
terhadap berbagai stimulus, baik yang berasal dari lingkungan luar
maupun yang dari dalam tubuh sendiri berkaitan dengan apa yang
dilakukan makhluk hidup dan bagaimana makhluk hidup tersebut
melakukannya.
2. Stimulus ialah setiap perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologis pada suatu organisme. Sedangkan Respon adalah
reaksi hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkunganya. Respons
hewan terhadap lingkungan dapat berupa perubahan fisik, fisiologis dan
tingkah laku. Respons hewan terhadap kondisi dan perubahan linkungan
ada yang bersifat reaktif, artinya respons itu terbentuk dan berlaku pada
saat pengaruh kondisi dan perubahan lingkungan berlaku.
3. mekanisme stimulus yaitu rangsangan yang datang baik eksternal maupun
internal yang disampaikan oleh sistem syaraf dan campur tangan sistem
hormon yang disampaikan keseluruhan tubuh untuk memberikan
komando melakukan suatu tingkah laku.
4. Dari Teori Ivan Petrovich Pavlov, tentang Stimulus Respons, dapat
disimpulan bahwa teori stimulus-respons adalah suatu teori dimana
apabila terdapat suatu rangsangan atau tindakan maka akan mendapatkan
suatu respons, dimana respons tersebut berupa reaksi serta suatu gerakan
untuk membalasnya.
5. terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan
lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat
yang dimodifikasi oleh lingkungan.

19
Daftar Pustaka
Anonim. 2018. Teori Stimulus dan Respon. https://www.kompasiana.com/wiwin
ratna/552073808133117b7419f95a/teori-stimulusrespons
Anonim. 2018. Pengenalan Perilaku Hewan. https://yusufpojokkampus.
Wordpress .com/materi/perilaku-hewan/pengenalan-perilaku-hewan/
Anonim. 2018. Perbedaan Stimulasi dan Respon dalam Biologi. https://www.
gurupendidikan.co.id/perbedaan-stimulasi-dan-respon-dalam-biologi/

20

Anda mungkin juga menyukai