Anda di halaman 1dari 9

Profil Perusahaan

a. Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI)


Architecten-Ingenicure-en Annemersbedrijf Associatie Selle en de Bruyn,
Reyerse en de Vries N.V. (Assosiate N.V.) merupakan Perusahaan milik
Belanda yang menjadi cikal bakal pendirian ADHI hingga akhirnya
dinasionalisasikan dan kemudian ditetapkan sebagai PN Adhi Karya pada
tanggal 11 Maret 1960. Nasionalisasi ini menjadi pemacu pembangunan
infrastruktur di Indonesia. Berdasarkan pengesahan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia, pada tanggal 1 Juni 1974, ADHI berubah status menjadi
Perseroan Terbatas. Hingga pada tahun 2004 ADHI telah menjadi perusahaan
konstruksi pertama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Status Perseroan ADHI sebagai Perseroan Terbatas mendorong ADHI untuk
terus memberikan yang terbaik bagi setiap pemangku kepentingan pada masa
perkembangan ADHI maupun industri konstruksi di Indonesia yang semakin
melaju. Adanya intensitas persaingan dan perang harga antarindustri konstruksi
menjadikan Perseroan melakukan redefinisi visi dan misi: Menjadi Korporasi
Inovatif dan Berbudaya Unggul untuk Pertumbuhan Berkelanjutan.
Visi tersebut menggambarkan motivasi Perseroan untuk bergerak ke bisnis lain
yang terkait dengan inti bisnis Perseroan melalui sebuah tagline yang menjadi
penguat yaitu “Beyond Construction”. Pertumbuhan yang bernilai dan
berkesinambungan dalam Perseroan menjadi salah satu aspek penting yang
senantiasa dikelola ADHI untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat
luas.
ADHI telah mampu menunjukkan kemampuannya sebagai perusahaan
konstruksi terkemuka di Asia Tenggara melalui daya saing dan pengalaman yang
dibuktikan pada keberhasilan proyek konstruksi yang sudah dijalankan.
Keberhasilan usaha yang sudah diraih ADHI bukan berarti tanpa dukungan dan
peran serta masyarakat, untuk itu ADHI berperan aktif dalam mengembangkan
program CSR serta Program Kemitraan & Bina Lingkungan Perseroan.
b. Adaro Energy Tbk (ADRO)
Sejarah Adaro dimulai dari guncangan minyak dunia pada tahun 1970an. Hal ini
menyebabkan Pemerintah Indonesia merevisi kebijakan energinya, yang pada
saat itu berfokus kepada minyak dan gas, untuk mengikut sertakan batubara
sebagai bahan bakar untuk penggunaan dalam negeri. Dengan meningkatnya
fokus terhadap batubara pada tahun 1976, Departemen Pertambangan membagi
Kalimantan Timur dan Selatan menjadi 8 blok batubara dan membuka tender
untuk blok-blok tersebut.
Perusahaan Pemerintah Spanyol, Enadimsa, memasang tawaran untuk Blok 8 di
wilayah Tanjung, Kalimantan Selatan, karena batubara diketahui keberadaannya
di daerah tersebut dari singkapan yang telah dipetakan oleh ahli-ahli geologi
Belanda pada tahun 1930an dan dari perpotongan pada sumur minyak yang telah
dibor oleh Pertamina pada tahun 1960an.
Tidak ada perusahaan lain yang memasang tawaran untuk blok tersebut, karena
pada waktu itu lokasi tersebut dianggap terlalu jauh di pedalaman dan memiliki
kualitas batubara yang rendah.
Nama ‘Adaro’ dipilih oleh perusahaan Enadimsa dalam rangka menghormati
keluarga Adaro, yang sangat terkenal dalam sejarah Spanyol, yang berperan
besar dalam kegiatan penambangan di Spanyol selama beberapa abad. Dengan
demikian lahirlah PT Adaro Indonesia.
Perjanjian Kerjasama Batubara Adaro Indonesia (CCA) ditandatangani pada
tanggal 2 November 1982. Enadimsa melaksanakan kegiatan eksplorasi di area
perjanjian dari tahun 1983 hingga 1989, ketika konsorsium yang terdiri dari
perusahaan Australia dan Indonesia membeli 80% kepemilikan Adaro Indonesia
dari Enadimsa.
Pada bagian awal tahun 1990an, Adaro melaksanakan studi kelayakan untuk
meletakkan dasar pembangunan proyek. Hal yang penting adalah memilih rute
transportasi untuk pengangkutan batubara, dan keputusan diambil untuk
membangun jalan pengangkutan batubara sepanjang 80km yang terletak di
sebelah barat Sungai Barito, daripada membangun jalan sepanjang 130 km yang
terletak sebelah timur dari Adang Bay di pesisir Kalimantan karena akan lebih
cepat dan murah, dan terutama karena dapat menghindari jalan yang melintasi
Pegunungan Meratus.
Produksi batubara juga diputuskan untuk dimulai dari tambang Paringin karena
memiliki nilai panas yang lebih tinggi daripada tambang Tutupan, dan juga
tambang tersebut memiliki lapisan penutup yang mengandung batulumpur,
batuan keras yang cocok dalam konstruksi jalan. Pengembangan tambang ini
dipercepat demi membawa batubara kepada pasar secepat mungkin untuk
membangun basis pelanggan.
Perusahaan memutuskan untuk berintegrasi sebanyak mungkin dengan
masyarakat setempat, dimana seluruh karyawan, baik asing maupun lokal,
tinggal di kota-kota setempat, dan rekrutmen difokuskan pada masyarakat
setempat dengan komitmen untuk mengadakan pelatihan dalam skala besar.
Penggunaan jasa kontraktor secara maksimum juga dijadikan fokus operasional,
terutama jasa kontraktor dan pemasok lokal bila memungkinkan.
Langkah yang pertama dalam pengembangan deposit batubara adalah
pengumpulan dana dan di bulan Mei 1990, dilakukan pendekatan dengan
sejumlah bank untuk memperoleh pembiayaan proyek sebesar AS$28 juta.
Namun semua bank yang didekati menolak memberikan pembiayaan karena
pertimbangan adanya masalah yang terkait dengan kualitas batubara karena jenis
batubara sub-bituminus Adaro belum diperdagangkan secara internasional
dengan volume yang signifikan dan pasar domestik pada saat itu relatif kecil.
Ada keraguan tentang kelayakan konstruksi jalan angkutan batubara, terutama
karena 27 km dari jalan yang diusulkan melintasi daerah rawa, yang bila
dianggap layak secara teknis pun akan menimbulkan biaya konstruksi yang
tinggi.
Oleh karena itu, para pemegang saham memberikan dana pembangunan sebesar
AS$20 juta dengan suku finansial komersial untuk konstruksi dan pembangunan
kegiatan operasional Adaro dengan syarat bahwa kebutuhan dana yang lebih
bersumber dari arus kas perusahaan.
Konstruksi jalan angkutan batubara dimulai pada bulan September 1990 dan
menghabiskan waktu sekitar satu tahun yang disebabkan oleh kesulitan dalam
peletakan jalan sepanjang 27 km diatas rawa-rawa di sisi Sungai Barito.
Konstruksi sistem penghancuran, stockpiling dan pemuatan tongkang sebesar 2
juta tonne per tahun di Sungai Kelanis dimulai pada bulan Maret 1991.
Pit Paringin dengan lapisan tunggalnya setebal 30 meter dibuka di bulan Maret
1991 dengan menggunakan jasa kontraktor lokal. Batubara yang pertama diuji
coba pada run-of-mine stockpile dan sampel kemudian dikirim ke Australia
untuk uji pembakaran. Hasilnya baik dan menunjukkan beberapa potensi hal
positif dari penggunaan batubara pada pemanas komersial. Pembukaan resmi
tambang Paringin dilaksanakan pada bulan Agustus 1991.
Selama tahun 1990, dikembangkan suatu program pemasaran yang berfokus
pada pasar potensial dimana batubara Adaro yang mengandung tingkat sulfur
dan abu yang sangat rendah dapat menawarkan manfaat yang besar. Untuk
membantu kegiatan pemasaran, diputuskan untuk mengadopsi merek dagang
untuk batubara yang akan mencerminkan kualitas-kualitas tersebut dan setelah
“aquacoal” didiskusikan dan ditolak, nama “envirocoal” terpilih untuk
digunakan sebagai merek batubara Adaro.
Penjualan pertama batubara Adaro adalah kepada Krupp Industries dari Jerman
yang tertarik dengan karakter ramah lingkungan Envirocoal. Kapal perusahaan,
MV Maersk Tanjong, yang memiliki peralatan roda gigi dan pengeruknya
sendiri berlayar ke Eropa pada tanggal 22 Oktober dengan 68,750 ton
Envirocoal.
Setelah uji coba lebih lanjut, pengiriman dilakukan pada tahun 1992 kepada
beberapa pelanggan potensial dan dengan penyelesaian pembangunan
infrastruktur batubara dan pembentukan basis pelanggan, Adaro dinyatakan
beroperasi secara komersil pada tanggal 22 Oktober 1992.
Sejak hari-hari awal tersebut, tambang Adaro Indonesia telah bertumbuh
menjadi lokasi tambang tunggal terbesar di belahan bumi bagian selatan, dan
produksi telah bertumbuh dari awal mula 1 juta ton pada tahun 1992, dan
beberapa tahun mencetak pertumbuhan yang luar biasa. Sebagai contoh, pada
tahun 2006, Adaro Indonesia meningkatkan produksi sebanyak lebih dari 28%
dari tahun sebelumnya menjadi 34,4 juta ton.
Hingga hari ini, produksi dan penjualan batubara Adaro Indonesia telah
memiliki tren pertumbuhan stabil, dan pada tahun 2018 produksi batubara Adaro
mencapai 54 juta ton.
c. AKR Corporindo Tbk (AKRA)
PT AKR Corporindo Tbk terbentuk 58 tahun lalu di Surabaya sebagai usaha
perdagangan bahan kimia dasar. AKR kemudian berkembang menjadi salah satu
distributor swasta terbesar untuk bahan kimia dasar, bahan bakar minyak
(BBM), logistik, dan solusi rantai pasokan di Indonesia. Bpk. Soegiarto
Adikoesoemo, seorang wiraswasta dan pengusaha dari Surabaya, merintis bisnis
ini pada tahun 1960-an dan membentuk PT Aneka Kimia Raya pada 28
November 1977. AKR kemudian memindahkan kantor pusatnya ke Jakarta pada
tahun 1985.
Pada tahun 1994, AKR membuka babak baru dalam pengembangan bisnisnya
dengan menjadi perusahaan terbuka publik di Bursa Efek Indonesia (dahulu
Bursa Efek Jakarta). Dana yang diperoleh kemudian digunakan untuk
mengembangkan infrastruktur Perseroan serta membangun terminal-terminal
penyimpanan baru dan aset lainnya di pulau Jawa dan Sumatra. Pada awal
dekade milenium, AKR mengembangkan area bisnisnya untuk distribusi produk
bahan bakar minyak (BBM) dengan memperluas infrastruktur yang ada. Seiring
dengan berkembangnya portofolio bisnis AKR, nama perseroan PT Aneka
Kimia Raya Tbk pun diubah menjadi PT AKR Corporindo Tbk untuk

mencerminkan ruang lingkup bisnis yang lebih besar.
 
 Pada tahun 2005,

AKR menjadi perusahaan nasional pertama yang beroperasi di bisnis BBM non
subsidi. Pengalaman dan juga infrastruktur yang dimiliki Perseroan dalam
mendistribusikan BBM non subsidi pada akhirnya mengantarkan Perseroan
untuk memperoleh kepercayaan dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas
(BPH Migas) untuk mendistribusikan BBM bersubsidi sejak tahun 2010. AKR
kemudian memperluas jaringannya dan kini telah memiliki tangki penyimpanan
dan terminal di 10 pelabuhan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. AKR
juga memiliki armada logistik yang lengkap meliputi kapal dan truk pengiriman
BBM dan kimia dasar, serta telah melayani lebih dari 2.000 perusahaan dan
industri di seluruh Indonesia.
Selain dikenal sebagai perusahaan penyedia jasa logistik, supply chain, dan
infrastruktur terkemuka di Indonesia. Dengan jaringan logistik yang luas, AKR
menjadi salah satu distributor swasta terbesar untuk Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan kimia dasar di Indonesia. Untuk sektor BBM bersubsidi, tahun 2017,
Perseroan kembali mendapat kepercayaan dan tugas dari BPH migas untuk
mendistribusikan BBM bersubsidi untuk kendaraan bermotor dan nelayan. Saat
ini, AKR telah mengoperasikan 135 SPBU bermerek AKR yang menjual diesel
dan bensin berkualitas tinggi untuk kendaraan bermotor dan nelayan di pulau
Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
AKR melanjutkan investasi ke fasilitas pelabuhan dan infrastruktur lainnya di
Indonesia untuk mengembangkan jasa perdagangan, distribusi dan bisnis
logistik. Pada tahun 2011, AKR bersama dengan mitra usahanya, Royal Vopak,
mendirikan terminal independen penyimpanan BBM terbesar bernama PT
Jakarta Tank Terminal (JTT) di Pelabuhan Tanjung Priok. JTT kini merupakan
penyedia jasa penyimpanan yang modern dan efisien untuk perusahaan minyak
Internasional maupun perusahaan Indonesia.
AKR tidak hanya berinvestasi pada peralatan berat, tetapi juga pada teknologi
penyediaan rantai pasokan yang efisien dan pengendalian operasional di seluruh
Indonesia. AKR telah memperkenalkan sistem teknologi inovatif yang mampu
memonitor dan mengendalikan pergerakan kargo, persediaan, serta distribusi
industri dan BBM bersubsidi. Dengan sistem IT ini, data mengenai pengiriman
ke pelanggan industri dan data pengisian bahan bakar kendaraan di SPBU dapat
dipantau dan dilaporkan secara tepat waktu. Solusi teknologi inovatif ini tidak
hanya dapat memberikan efisiensi bagi pelanggan, tetapi juga membantu BPH
Migas mengawasi dan mengontrol distribusi BBM agar tidak disalahgunakan.
AKR adalah pemasok pilihan untuk perusahaan industri yang bergerak dalam
bidang tekstil, alumina, industri kimia, serta industri sabun dan detergen. AKR
memasok bahan kimia dasar dari produsen kelas dunia seperti Asahimas kimia
(bagian dari Asahi Glass, Jepang), Solvay Eropa, dan Amerika Serikat. AKR
memasok produk olahan BBM dari kilang minyak berskala internasional untuk
industri pertambangan, pembangkit Listrik, pembangunan, serta sektor ritel
melalui SPBUnya. Beberapa anak usaha AKR seperti PT AKR Sea Transport
Indonesia, beroperasi pada bidang logistik laut untuk distribusi bahan bakar,
sedangkan PT AKR Transportasi Indonesia mengoperasikan lebih dari 400 jalur
untuk transportasi darat.
Perseroan kini tengah mengembangkan kawasan industri dan pelabuhan
terintegrasi bernama Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) yang
berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Proyek ini dikembangkan melalui entitas anak
Perseroan, PT Usaha Era Pratama Nusantara, yang bekerja sama dengan PT
Berlian Jasa Terminal Indonesia, entitas anak dari PT Pelabuhan Indonesia III
(Pelindo III). JIIPE memiliki konsep kawasan industri yang terintegrasi dengan
pelabuhan laut dalam yang akan menghasilkan nilai tambah signifikan bagi
Perseroan.
Saat ini, Perseroan juga sedang mengembangkan bisnis BBM ritel dan avtur
dengan menjalin kerja sama dengan BP Global. Dari sisi ritel, kedua belah pihak
melakukan joint venture untuk membentuk perusahaan bernama PT Aneka
Petroindo Raya, yang beroperasi di bawah nama “BP AKR Fuels Retail”. Joint
venture ini ditujukan untuk mengembangkan dan menawarkan pelayanan yang
berbeda kepada konsumen dengan memanfaatkan kemampuan serta keahlian BP
dan AKR di pasar ritel yang sedang berkembang di Indonesia. Dari sisi avtur,
perusahaan patungan PT Dirgantara Petroindo Raya akan beroperasi di bawah
nama Air BP-AKR Aviation dan diluncurkan untuk mengembangkan bisnis
bahan bakar penerbangan di Indonesia.
d. Astra International Tbk (ASII)
PT Astra International Tbk didirikan di Jakarta pada tahun 1957 sebagai sebuah
perusahaan perdagangan umum dengan nama Astra International Inc. Pada tahun
1990, telah dilakukan perubahan nama menjadi PT Astra International Tbk,
dalam rangka penawaran umum perdana saham Perseroan kepada masyarakat,
yang dilanjutkan dengan pencatatan saham Perseroan di Bursa Efek Indonesia
dengan menggunakan ticker ASII. Nilai kapitalisasi pasar Astra pada akhir tahun
2018 adalah sebesar Rp333,0 triliun.
Sesuai anggaran dasar Perseroan, kegiatan usaha yang dapat dijalankan oleh
Perusahaan mencakup perdagangan umum, perindustrian, pertambangan,
pengangkutan, pertanian, pembangunan, jasa dan konsultasi. Hingga tahun
2018, Astra telah mengembangkan bisnisnya dengan menerapkan model bisnis
yang berbasis sinergi dan terdiversifikasi pada tujuh segmen usaha, terdiri dari:
 Otomotif.
 Jasa Keuangan.
 Alat Berat, Pertambangan, Konstruksi & Energi.
 Agribisnis.
 Infrastruktur dan Logistik.
 Teknologi Informasi.
 Properti.

Dengan bisnis yang beragam, Astra telah menyentuh berbagai aspek kehidupan
bangsa melalui produk dan layanan yang dihasilkan. Dalam keseharian hidup,
masyarakat Indonesia menggunakan sepeda motor dan mobil, jalan tol, printer,
hingga layanan pembiayaan, perbankan dan asuransi milik Astra. Pelaku bisnis
bermitra dengan Astra memanfaatkan berbagai kendaraan komersial, alat berat,
layanan logistik, sistem teknologi informasi dan jasa pertambangan dari Astra.
Berbagai produk yang dihasilkan, antara lain minyak kelapa sawit, batu bara dan
kendaraan bermotor, senantiasa diekspor sehingga Astra dapat berkontribusi
dalam menyumbangkan devisa bagi negara.
Pada akhir tahun 2018, kegiatan operasional bisnis yang tersebar di seluruh
Indonesia dikelola melalui 229 anak perusahaan, ventura bersama dan entitas
asosiasi, dengan didukung oleh 224.488 karyawan. Sebagai salah satu grup
usaha terbesar nasional saat ini, Astra telah membangun reputasi yang kuat
melalui penawaran rangkaian produk dan layanan berkualitas, dengan
memperhatikan pelaksanaan tata kelola perusahaan dan tata kelola lingkungan
yang baik.
Astra senantiasa beraspirasi untuk menjadi perusahaan kebanggaan bangsa yang
berperan serta dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu, kegiatan bisnis Astra berupaya menerapkan
perpaduan yang berimbang pada aspek komersial bisnis dan sumbangsih non-
bisnis melalui program tanggung jawab sosial yang berkelanjutan di bidang
pendidikan, lingkungan, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) serta
kesehatan.
e. Bank Central Asia Tbk (BBCA)
f. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI)
g. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)
h. Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)
i. Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE)
j. Gudang Garam Tbk (GGRM)
k. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP)
l. Indofood Sukses Makmur Tbk ( INDF)
m. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP)
n. Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR)
o. Kalbe Farma Tbk (KLBF)
p. Lippo Karawaci Tbk (LPKR)
q. Media Nusantara Citra Tbk (MNCN)
r. Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)
s. Bukit Asam Tbk (PTBA)
t. PP (Persero) Tbk (PTPP)
u. Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR)
v. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM)
w. United Tractors Tbk (UNTR)
x. Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
y. Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA)
z. Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT)

Anda mungkin juga menyukai