Anda di halaman 1dari 123

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2017

Analisis Pelaksanaan Program


Pemberantasan DBD di Puskesmas
Medan Johor Kecamatan Medan Johor
Tahun 2016

Murtika, Nova Mekar

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3047
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN
DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR
KECAMATAN MEDAN JOHOR
TAHUN 2016

SKRIPSI

OLEH
NOVA MEKAR MURTIKA
NIM: 131021054

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN
DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR
KECAMATAN MEDAN JOHOR
TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjan Kesehatan Masyarakat

OLEH
NOVA MEKAR MURTIKA
NIM: 131021054

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN


DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR
KECAMATAN MEDAN JOHOR
TAHUN 2016

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 12 Januari 2017

Nova Mekar Murtika


131021054

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN


DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR
KECAMATAN MEDAN JOHOR
TAHUN 2016

Yang disiapkan dan dipertahankan oleh

NOVA MEKAR MURTIKA


NIM: 131021054

Disahkan oleh:
Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Heldy B.Z., MPH dr. Rusmalawaty, M.Kes


NIP. 19520601 198203 1 003 NIP. 19750804 200112 2 001

Medan, 12 Januari 2017


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

ii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh


virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk
dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus. Penyakit DBD
dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur.
Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.
Jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kota Medan dalam
kurung waktu dua tahun Puskesmas Medan Johor mengalami peningkatan kasus
DBD. program pemberantasan DBD yang dilakukan Puskesmas Medan Johor
meliputi Fogging, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Abatisasi, Pemeriksaan
Jentik Berkala (PJB), dan Penyuluhan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
menganalisis pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan
Johor Kecamatan Medan Johor. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
mendalam. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk
narasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pemberantasan
DBD belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh sumber daya manusia yang
terbatas dan kurangnya pelatihan terhadap petugas, kurangnya kesadaran dari
masyarakat adanya pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dalam penjualan
bubuk abate, serta kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait lainnya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dinas kesehatan untuk
melakukan pengawasan terhadap petugas fogging dan kegiatan yang telah
dilaksanakan, diharapkan kepada Puskesmas untuk melakukan pengawasan
terhadap kader jumantik dan pemberian bubuk abate terhadap masyarakat,
diharapkan kepada masyarakat agar berpartisipasi dalam mengikuti penyuluhan,
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan kegiatan gotong royong.

Kata Kunci : Demam berdarah dengue (DBD), Pemberantasan DBD,


Abatisasi, Fogging

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is caused by dengue virus which
enters human blood vessel through the bites of mosquito from genus aedes type
such as aedes albovictus. It can appear throughout the year and can attack all
age-groups, and it is related to environmental conditions and people’s behaviour.
DHF number of cases in the region of Medan Johor health service parentheses
Year prayer time Puskesmas Medan Johor increased DBD CASE. DHF
eradication program conducted by Medan Johor health service center include
Fogging, mosquito nest eradication (PSN), abatisasi, larva Periodic Inspection
(PJB), and socialization.
This study is a qualitative study aimed to analyze the implementation of
the dengue eradication program in Medan Johor health service district of Medan
Johor. The data collection is done by in-depth interviews. The data were analyzed
descriptively and presented in narrative form.
The results showed that the implementation of the dengue eradication
program is not maximized. This is due to limited human resources and lack of
training of the personnel, the lack of public awareness of their parties are not
responsible for the sale of abate powder, as well as the lack of supervision of
other related parties.
From the results of research conducted expected health authorities to
supervise the officers fogging and activities that have been implemented, it is
expected that the health centers to carry out supervision of cadres jumantik and
provision of abate powder to the community, it is expected the public to
participate in follow counseling, mosquito eradication (PSN) and mutual
assistance.

Keywords: Dengue hemorrhagic fever (DHF,)DHF Eradication, abatisasi,


Fogging

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nova Mekar Murtika

Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 12 November 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku Bangsa : Minang

Nama Ayah : H. Abdul Muis

Suku Bangsa Ayah : Minang

Nama Ibu : Dra. Hj. Nurmaini

Suku Bangsa Ibu : Minang

Alamat : Jl. Arengka GG. Muslim No. 8 RT/RW. 03/10 Kel.


LB. Timur Kec. Payung Sekaki Pekanbaru, Riau

Pendidikan Formal

1. SD Negeri 015 Pekanbaru : 1997-2003


2. SMP Islam As-Shofa Pekanbaru : 2003-2006
3. SMA Negeri 2 Pekanbaru : 2006-2009
4. D-III Akademi Kebidanan Internasional Pekanbaru : 2009-2012
5. Lama Studi Di Fkm USU : 2013-2016

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul judul “Analisis Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD

di Puskesmas Medan Johor Tahun 2016”. Usulan ini sebagai salah satu syarat

dalam menyelesaikan Program Studi Strata 1 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan banyak pihak

yang telah membantu dan memberikan dukungan baik secara moril maupun

material, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Heldy B.Z, M.PH, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara, sekaligus Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak

memberikan kritik serta saran dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. dr. Rusmalawaty, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Penguji I

yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu, memberikan pengarahan,

dukungan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

vi

Universitas Sumatera Utara


5. Puteri Citra Cinta Asyura Nst, SKM, MPH selaku Dosen penguji II yang telah

memberi kritik dan saran serta pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Penguji III yang telah memberi kritik dan saran

serta pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staff di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjadi

Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ini.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian ini.

9. Kepala Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor dan seluruh staf

yang telah membantun penulis dalam penelitian ini.

10. Kepala Camat Medan Johor dan staf yang telah membantu penulis dalam

penelitian ini

11. Teristimewa untuk keluarga tercinta Ayahanda H. Abdul Muis dan Ibunda

Dra. Hj. Nurmaini yang tidak pernah putus asa memberikan do’a dan

dukungan terbaik buat penulis, Abangnda Robi Ismarison, SE, Kakanda Mega

Mekar Dwinta, S.Pd dan dr. Siska Mekar Tri Andika, dan Adinda Rabiul

Ikhsan Jaya, serta seluruh keluarga besar. Terima kasih atas doa, nasihat, kasih

sayang, perhatian, dukungan serta motivasi yang telah diberikan dalam

penyelesaian skripsi ini.

12. Terkhusus orang terkasih dr. Deo Aprianto EG yang selalu memberi semangat

dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

vii

Universitas Sumatera Utara


13. Para sahabat tersayang (Santi, Mifta, Puspa, Kak Kiki Hrp, Putri Dasopang,

Kak Adek Saragih, Bang Dame Gulo, dan kawan-kawan seperjuangan

Ekstensi-FKM USU 2013) terima kasih atas dukungan, motivasi serta do’a-

do’a kalian selama ini.

14. Seluruh rekan dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang

telah membantu, memberikan semangat, dukungan dan do’a dalam penulisan

skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan agar dapat dipergunakan dengan

sebaik-baiknya, serta penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik

dari pemahaman materi, pemakaian bahasa, penyampaian materi, dan lain-lain.

Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

agar dapat memperbaiki dan menyempurnakan Skripsi ini.

Medan, 12 Januari 2017


Hormat saya

Nova Mekar Murtika

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
ABSTRAK................................................................................................... iii
ABSTRACT.................................................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH .................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 9


2.1 Puskesmas ........................................................................................ 9
2.1.1 Definisi Puskesmas ................................................................ 9
2.2.1 Tujuan Puskesmas ................................................................. 9
2.1.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas ...................................... 10
2.1.4 Fungsi dan Wewenang Puskesmas ......................................... 11
2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD) ...................................................... 13
2.2.1 Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)........... 13
2.2.2 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue (DBD) .................. 13
2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti .................................... 15
2.2.3.1 Telur ................................................................................ 15
2.2.3.2 Larva (Jentik) ................................................................... 15
2.2.3.3 Pupa (Kepompong) .......................................................... 16
2.2.3.4 Dewasa (Nyamuk) ........................................................... 17
2.2.4 Gejala dan Tanda DBD … ..................................................... 17
2.2.5 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti… ........... 18
2.2.6 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti........................................ 19
2.2.7 Ekologi Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD).................. 19
2.3 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue
(DBD) ............................................................................................... 20
2.3.1 Pengertian Program................................................................ 20
2.3.2 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah
Dengue (DBD)....................................................................... 20

ix

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Tujuan Program Pencegahan dan Penanggulangan DBD ........ 21
2.3.4 Strategi Penanggulangan DBD ............................................... 21
2.3.5 Monitoring dan Evaluasi ........................................................ 22
2.4 Kegiatan Pokok Pengendalian DBD .................................................. 22
2.5 Tatalaksana Penanggulangan Demam Berdarah Dengue .................... 25
2.5.1 Penyelidikan Epidemiologi (PE) ............................................... 25
2.5.1.1 Pengertian Penyelidikan Epidemiologi ............................. 25
2.5.1.2 Tujuan Penyelidikan Epidemiologi................................... 25
2.5.1.3 Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Epidemiologi ..... 26
2.5.2 Penanggulangan Fokus (PF) ..................................................... 28
2.4.2.1 Pengertian Penanggulangan Fokus (PF) ........................... 28
2.4.2.2 Tujuan Penanggulangan Fokus (PF) ................................. 28
2.4.2.3 Kriteria Penanggulangan Fokus (PF) ................................ 28
2.4.2.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Penanggulangan
Fokus ............................................................................... 29
2.6 Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue
(DBD) ............................................................................................... 31
2.6.1 Penyemprotan Insektisida (Fogging)......................................... 31
2.6.2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(DBD) ...................................................................................... 33
2.6.3 Larvasida (Abatisasi) ................................................................ 35
2.6.4 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)............................................. 37
2.6.5 Penyuluhan ............................................................................... 38
2.7 Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) .............................................. 40
2.7.1 Tugas dan Fungsi POKJANAL DBD ........................................ 40
2.7.2 Susunan Organisasi POKJANAL DBD ..................................... 41
2.8 Komponen dalam Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
(DBD) ............................................................................................... 42
2.8.1 Masukan (Input) .................................................................... 42
2.8.1.1 Sumber Daya Manusia ..................................................... 42
2.8.1.2 Sarana dan Prasarana........................................................ 44
2.8.1.3 Dana ................................................................................ 45
2.8.2 Proses .................................................................................... 46
2.8.3 Keluaran (Output) .................................................................. 46
2.9 Kerangka Pikir ................................................................................. 46

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 49


3.1 Jenis Penelitian ................................................................................. 49
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 49
3.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................. 49
3.2.2 Waktu Penelitian.................................................................... 49
3.3 Informan Penelitian .......................................................................... 49
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 50
3.4.1 Data Primer ........................................................................... 50
3.4.2 Data Sekunder ...................................................................... 50

Universitas Sumatera Utara


3.5 Instrumen Pengambilan Data ............................................................. 50
3.6 Triangulasi ........................................................................................ 51
3.7 Metode Analisis Data ....................................................................... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................. 52


4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ............................................ 52
4.1.1 Letak Geografi ....................................................................... 52
4.1.2 Demografis ............................................................................ 53
4.1.3 Gambaran Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Johor ...... 54
4.1.4 Gambaran Sarana dan Prasarana di Puskesmas Medan Johor . 54
4.1.4.1 Sarana dan Prasarana Gedung .......................................... 54
4.1.4.2 Sarana Kesehatan ............................................................. 55
4.2 Karakteristik Informan ...................................................................... 56
4.3 Struktur Organisasi Puskesmas Medan Johor ..................................... 57
4.4 Hasil Wawancara Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di
Puskesmasn Medan Johor Tahun 2016 .............................................. 58
4.3.1 Pernyataan Informan tentang Tenaga Kesehatan yang terlibat
dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di
Puskesmas Medan Johor ........................................................ 58
4.3.2 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana
Kesehatan yang tersedia dalam Mendukung Program
Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ................... 58
4.3.3 Pernyataan Informan tentang Dana yang tersedia dalam
Program Pemberantasan DBD ................................................ 60
4.3.4 Pernyataan Informan tentang Kerjasama Lintas Sektor dalam
Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas
Medan Johor .......................................................................... 60
4.3.5 Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat dalam
Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas
Medan Johor .......................................................................... 62
4.3.6 Pernyataan Informan tentang Program Pemberantasan DBD
di Puskesmas Medan Johor .................................................... 63
4.3.7 Pernyataan Informan tentang Laporan Kasus DBD dan
Ketepatan Wakti Penyerahan Laporan di Puskesmas Medan
Johor...................................................................................... 66
4.3.8 Pernyataan Informan tentang Pelatihan yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kota Medan dalam Program Pemberantasan
DBD di Puskesmas Medan Johor ........................................... 66
4.3.9 Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi antar
Lintas Sektor.......................................................................... 67
4.3.10 Pernyataan Informan tentang Evaluasi terhadap Program
Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ................... 68

xi

Universitas Sumatera Utara


BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 69
5.1 Masukan (Input) ................................................................................ 69
5.1.1 Sumber Daya Manusia ........................................................... 69
5.1.2 Sarana dan Prasarana ............................................................. 73
5.1.3 Dana ...................................................................................... 76
5.2 Proses (Process) ................................................................................ 77
5.2.1 Fogging ................................................................................. 77
5.2.2 Abatisasi ................................................................................ 78
5.2.3 PSN DBD .............................................................................. 80
5.2.4 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) .......................................... 81
5.2.5 Penyuluhan ............................................................................ 82
5.3 Keluaran (Output) ............................................................................. 84

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 86


6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 86
6.2 Saran ................................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Kasus DBD di Kota Medan Tahun 2011 s/d 2015 .. 3

Tabel 1.2 Tabel Jumlah Kasus DBD di Puskesmas Medan Johor Tahun
2011 s/d 2015 .............................................................................. 4

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor


Tahun 2015 ................................................................................. 53

Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Johor Tabel ........... 54

Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Gedung Puskesmas Medan Johor ............... 54

Tabel 4.4 Data Sarana Kesehatan di Kecamatan Medan Johor ..................... 55

Tabel 4.5 Karakteristik Informan ................................................................. 56

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan tentang Tenaga Kesehatan yang


terlibat dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di
Puskesmas Medan Johor .............................................................. 58

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana


Kesehatan yang tersedia dalam Mendukung Program
Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ......................... 58

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan tentang Dana yang tersedia dalam
Program Pemberantasan DBD ..................................................... 60

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan tentang Kerjasama Lintas Sektor


dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas
Medan Johor ................................................................................ 60

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat


dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas
Medan Johor ................................................................................ 62

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Program Pemberantasan


DBD yang ada di Puskesmas Medan Johor .................................. 63

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan tentang Laporan Kasus DBD dan
Ketepatan Waktu Penyerahan Laporan Puskesmas Medan Johor . 66

xiii

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang Pelatihan yang dilakukan
Oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam Program
Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ......................... 66

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi


antar Lintas sektor ....................................................................... 67

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan tentang Evaluasi terhadap Program


Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ......................... 68

xiv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes...................................................... 15

Gambar 2.2 Telur Aedes ................................................................................ 15

Gambar 2.3 Jentik Aedes ............................................................................... 16

Gambar 2.4 Pupa Aedes ................................................................................ 16

Gambar 2.5 Nyamuk Aedes Dewasa .............................................................. 17

Gambar 2.6 Bagan Penyelidikan Epidemiologi ............................................. 30

Gambar 2.7 Kerangka Pikir ........................................................................... 42

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Puskesmas Medan Johor .......................... 57

xv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Surat Izin Survei Pendahuluan dari FKM USU

Lampiran 4 Surat Izin Pendahuluan Puskesmas Medan Johor

Lampiran 5 Surat Izin Pendahulan PMK Dinas Kesehatan Kota Medan

Lampiran 6 Surat Izin Peneltian dari FKM USU

Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Medan Johor

xvi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISTILAH

Singkatan : Singkatan dari


3M : Menutup, Menguras dan Mengubur
AJB : Angka Bebas Jentik
BOK : Bantuan Operasional Kegiatan
CFR : Case Fatality Rate
DBD : Demam Berdarah Dengue
Depkes : Departemen Kesehatan
DHF : Dengue Haemorrhagic Fever
Jumantik : Juru Pemantau Jentik
IR : Incidence Rate
Kemenkes : Kementrian Kesehatan
Kepermenkes : Keputusan Mentri Kesehatan
KLB : Kejadian Luar Biasa
P2M : Pemberantasan Penyakit Menular
PE : Penyelidikan Epidemiologi
Permenkes : Peraturan Mentri Kesehatan
PJB : Pemeriksaan Jentik Berkala
Pokja : Kelompok Kerja
Pokjanal : Kelompok Kerja Nasional
Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu
PSM : Peran Serta Masyarakat
PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk
Puskesmas : Pusat Kesehatan Msayarakat
PV : Pengendalian Vektor
PVT : Pengendalian Vektor Terpadu
PWS : Pemantau Wilayah Setempat
RS : Rumah Sakit
SKD : Sistem Kewaspadaan Dini
TPA : Tempat Penampungan Air
UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP : Upaya Kesehatan Perorangan
ULV : Ultra Low Volume
WHO : World Health Organization

xvii

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki iklim tropis yang

tidak luput dari serangan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Khususnya di

musim hujan, DBD ini menjadi insiden yang sangat mengerikan. Dalam waktu

yang singkat penyakit DBD ini dapat menyerang banyak korban jiwa dan masih

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Infeksi dengue terjadi

secara endemis di Indonesia selama dua abad terakhir dari gejala yang ringan dan

self limiting disease. Beberapa tahun terakhir penyakit ini semakin berat sebagai

demam berdarah dengue dan frekuensi kejadian luar biasanya meningkat (Satari,

dkk, 2008, Mumpuni, 2015).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui

gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes alabovictus.

Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh

kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku

masyarakat (Kemenkes RI, 2014).

Demam Berdarah Dengue adalah salah satu jenis penyakit yang

berkembang di daerah tropis. Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia penyakit

DBD bukan suatu hal baru lagi, apalagi penyakit ini merupakan wabah yang

menakutkan masyarakat. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk

terjangkit penyakit DBD, karena virus penyebab dan nyamuk penularannya

Universitas Sumatera Utara


2

tersebar luas baik di rumah maupun ditempat-tempat umum, kecuali yang

ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan air laut. Penyakit DBD ini

perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, mengingat jumlah kasusnya

yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Jumlah orang yang meninggal jauh

lebih banyak dibandingkan kasus kematian manusia karena flu burung atau avian

influenza (Ginanjar, 2008).

Di dunia diperkirakan yang beresiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5

sampai 3 miliar orang yang tinggal di daerah perkotaan di wilayah yang beriklim

tropis dan subtropis. Pada saat ini dengue diperkirakan hanya sebagai masalah

yang timbul di daerah perkotaan, ternyata di beberapa wilayah pedesaan di Asia

Tenggara masalah ini menjadi masalah yang signifikan. Diperkirakan untuk

wilayah Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam berdarah dengue (DBD)

yang terjadi setiap tahunnya dan 500.000 kasus dengue haemorrhagic fever

(DHF) yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan 90% penderitanya

merupakan anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dengan jumlah angka

kematian akibat DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap

tahunnya (WHO, 2004).

Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember di seluruh

Indonesia tercatat 71.668 orang penderita DBD dan 641 orang diantaranya

meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2013 dengan

jumlah penderita sebanyak 112.511 kasus dengan kasus meninggal dunia

sebanyak 871 orang. Meskipun secara umum sudah mengalami penurunan kasus

DBD di tahun 2014, namun pada beberapa provinsi mengalami peningkatan kasus

Universitas Sumatera Utara


3

DBD, diantaranya Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta,

Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Bali dan Kalimantan Utara (Kemenkes RI,

2014).

Sumatera Utara merupakan daerah endemis DBD dimana setiap tahunnya

terdapat kasus DBD dan penyebaran penyakitnya semakin meluas. Program P2

DBD sejak lama telah dilaksanakan untuk menunjang upaya pengendalian DBD

di Sumatera Utara. Namun berdasarkan laporan kasus DBD selama 6 (enam)

tahun terakhir dari 2008-2013 menunjukkan bahwa beberapa kabupaten yang

awalnya tidak ada laporan kasus DBD (daerah bebas DBD) menjadi daerah

sporadik dan daerah sporadik menjadi daerah endemik salah satunya di kota

medan (Dinkes Provsu, 2014).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

kesehatan di Kota Medan yang cenderung menimbulkan kekhawatiran

masyarakat. Karena perjalanan penyakitnya sangat cepat dan dapat menyebabkan

kematian dalam waktu yang singkat serta dapat menimbulkan kejadian luar biasa

(KLB) atau wabah. Seluruh kecamatan di Kota Medan merupakan daerah endemis

DBD, dimana setiap tahunnya terdapat kasus DBD (Dinkes Kota Medan, 2014).

Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2015, jumlah kasus

DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kota Medan Tahun 2014 s/d 2015

dapat dilihat pada table 1.1 berikut:

Universitas Sumatera Utara


4

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas


Kecamatan Kota Medan Tahun 2014 s/d 2015
Tahun
N Puskesmas 2014 2015
o Kecamatan IR/100.000 IR/100.000
Kasus CFR% Kasus CFR%
Penduduk Penduduk
1 Medan
171 147,8 0 93 127,7 0
Sunggal
2 Medan
158 105,5 1,3 58 263,0 0
Helvetia
3 Medan Deli 141 79,2 0 74 245,2 1,3
4 Medan
121 115,8 0,8 134 79,9 1,5
Selayang
5 Medan Johor 120 92,0 1,7 165 123 0
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2015

Dari data surveilans Dinas Kesehatan Kota Medan pada tabel 1.1, Tahun

2014 terdapat 1.699 kasus DBD dengan jumlah kematian 15 orang (IR/Angka

Kesakitan = 77,5 per 100.000 penduduk dan CFR/Angka Kematian = 0,9 %).

Jumlah kasus tertinggai terdapat di Kecamatan Medan Sunggal yaitu 171 kasus

dengan jumlah kematian 0 orang (CFR 0%). Kemudian dengan kasus DBD

tertinggi kedua adalah kecamatan Medan Helvetia yaitu 158 Kasus dengan jumlah

kematian 2 orang (CFR 1,3%) (Dinkes Kota Medan, 2014).

Puskesmas Medan Johor membawahi tiga kelurahan dengan jumlah

penduduk sebanyak 115.396 jiwa (Profil Puskesmas Medan Johor, 2015).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan angka kejadian penyakit

DBD di Puskesmas Medan Johor tahun 2014 sebanyak 109 kasus dengan jumlah

penduduk 130.414 jiwa (IR = 83,6 per 100.000 penduduk), terjadi peningkatan di

tahun 2015 sebanyak 128 kasus (IR = 110,9 per 100.000 penduduk).

Universitas Sumatera Utara


5

Tabel 1.2 Tabel Jumlah Kasus DBD di Puskesmas Medan Johor Tahun 2011
s/d 2015
Σ
Tahun Kasus IR Mati CFR %
Penduduk
2011 95.797 25 26,1 0 0
2012 97.584 32 32,8 0 0
2013 101.413 74 72,9 0 0
2014 105.294 109 103,5 2 1,8
2015 115.396 128 110,9 0 0
Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor tahun 2015

Dari data Puskesmas Medan Johor kasus DBD mengalami peningkatan

dalam lima tahun terakhir. Dan kasus tertinggi terjadi pada tahun 2015 dengan

128 kasus (IR = 110,9 per 100.000 penduduk).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penanggung jawab

program DBD di Puskesmas Medan Johor diketahui dalam upaya melakukan

pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor telah dilakukan, namun masih

ada kendala yang dihadapi terkait masalah koordinasi antar jejaring kerja di

Puskesmas dan masalah pelaporan dari masyarakat terhadap penderita DBD yang

terlambat dilaporkan ke Puskesmas Medan Johor. Disini Puskesmas tidak

berperan aktif dalam pengendalian DBD. Petugas hanya menunggu laporan dari

masyarakat jika terhadap kasus DBD tersebut. Tatalaksana kasus dilakukan jika

telah ditemukannya kasus DBD. Upaya pemberantasan yang dilakukan untuk

pemberantasan DBD yaitu fogging (pengasapan) bila telah ditemukan kasus,

Abatisasi, penyuluhan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB).

Penelitian Rosiana (2006) tentang studi pelaksanaan program

pemberantasan vektor penyakit demam berdarah dengue terhadap kejadian DBD

diwilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Makassar periode 2001-2005

Universitas Sumatera Utara


6

menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang mendukung dan menghambat

kegiatan pelaksanaan program pemberantasan DBD yaitu kurangnya dukungan

dan partisipasi masyarakat, pola musim, pemberian bubuk abate yang tidak sesuai

dosis frekuensinya, keterbatasan tenaga yang dimiliki oleh Puskesmas dan faktor

dana.

Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan

dengan cara pelaksanaan kegiatan pengendalian DBD yaitu: Surveilans

Epidemiologi, Penemuan dan Tatalaksana Kasus, Pengendalian Vektor,

Peningkatan peran serta Masyarakat, Sistem Kewaspadaan Dini dan

Penanggulangan KLB, Penyuluhan, Kemitraan/jejaring kerja, Pengembangan

SDM, Penelitian dan survey, Monitoring dan evaluasi. Upaya pemberantasan

DBD difokuskan pada penggerakan potensi masyarakat untuk berperan serta

dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD) melalui 3M Plus (3M :

menguras, menutup, mendaurulang barang bekas dan Plus: menabur larvasida

(abatisasi), memelihara ikan pemakan jentik, memakai kawat kasa, menghindari

menggantung pakaian di dalam kamar, mengenakan kelambu dan memakai

obat/lotion anti nyamuk) (Kemenkes, 2011).

Penelitian Rosidi AR dan Adisasmito (2009) tentang hubungan faktor

penggerakan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)

dengan angka bebas jentik di Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Majalengka

Jawa Barat adalah penyuluhan kelompok tentang demam berdarah dengue,

kegiatan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue, sarana

pendukung PSN DBD, serta pemantauan jentik secara berkala.

Universitas Sumatera Utara


7

Hasil penelitian yang dilakukan Manda (2012) tentang evaluasi

pelaksanaan program pemberantasan penyakit DBD (P2 DBD) di wilayah kerja

Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar memberikan gambaran bahwa dari segi

input yaitu tenaga kesehatan belum mencukupi, sarana yang digunakan Jumantik

hanya diberikan tiga tahun terakhir. Komponen proses berupa pelaksanaan

kegiatan berupa penyelidikan epidemiologi (PE) dan pemeriksaan jentik berkala

(PJB) telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur sedangkan fogging focus dan

larvasida selektif terkadang tidak sesuai prosedur yang telah ditentukan.

Komponen output berupa hasil capaian beberapa kegiatan hasil PE telah tercapai

tetapi hasil capaian ABJ yang merupakan indikator keberhasilan PSN dan PJB

belum memenuhi standar.

Penanggung jawab program DBD juga menyatakan bahwa selain

permasalahan kurang kerjasama antar jejaring kerja di Puskesmas Medan Johor.

Masalah yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran masyarakat sehingga

kegiatan yang dibuat oleh Puskesmas kurang berjalan dengan baik. Program

abatisasi kurang berjalan karena tidak semua masyarakat yang mengetahui

kegunaan bubuk abate dan pemberian bubuk abate yang belum merata diberikan

keseluruh masyarakat, hanya difokuskan pada sekolah-sekolah, mesjid, dan

tempat-tempat umum lainnya. Keadaan geografis yang mendukung tingginya

kejadian DBD di Kota Medan karena kepadatan penduduk dan curah hujan yang

cukup tinggi pada bulan-bulan tertentu.. Selain itu pelaksanaan penyuluhan dalam

pencegahan DBD dilakukan satu kali dalam sebulan di sekolah-sekolah dan saat

posyandu. Penyuluhan dilakukan jika sudah ditemukannya kasus DBD.

Universitas Sumatera Utara


8

Penyuluhan juga biasanya disampaikan oleh mahasiswa/i yang sedang

menjalankan PKL di Puskesmas tersebut. Tetapi penyuluhan pasif juga dilakukan

melalui radio, leaflet, brosur, pamflet, poster, dan buku pegangan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah

“Bagaimana Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD Di Puskesmas Medan

Johor Kecamatan Medan Johor Tahun 2016”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk “Menganalisis Pelaksanaan Program

Pemberantasan DBD Di Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor Tahun

2016”.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan Informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Medan tentang

Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD Di Puskesmas Medan Johor Tahun

2016.

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan

Johor mengenai dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD Di

Puskesmas Medan Johor Tahun 2016.

3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan dan dapat

dijadikan sebagai acuan penelitian berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Definisi Puskesmas

Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama dengan

lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI

No. 75 tahun 2014).

Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas merupakan pelayanan

yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif

(pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan

kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua pendududk dengan tidak

membedakan jenis kelamin, golongan umur, sejak dari pembuahan dalam

kandungan sampai tutup usia (Permenkes RI No. 75 tahun 2014).

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang:

1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat.

2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.

3. Hidup dalam lingkungan sehat; dan

Universitas Sumatera Utara


10

4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat (Permenkes RI No. 75 tahun 2014).

2.1.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Sesuai Permenkes RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, prinsip

penyelenggaraan Puskesmas meliputi:

1. Paradigma Sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen

dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat.

2. Pertanggungjawaban Wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya.

3. Kemandirian Masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat.

4. Pemerataan

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses

dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa

membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan.

5. Teknologi tepat guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan

teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah

dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


11

6. Keterpaduan dan Kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan

UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem

rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas.

2.1.4 Fungsi dan Wewenang Puskesmas

Menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, dalam

melaksanakan tugasnya Puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di

wilayah kerjanya, Puskesmas berwewenang untuk:

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang

bekerjasama dengan sektor lain yang terkait;

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya

kesehatan berbasis masyarakat;

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,

dan cakupan pelayanan kesehatan;

Universitas Sumatera Utara


12

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat termasuk

dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan

penyakit.

2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di

wilayah kerjanya, Puskesmas berwewenang untuk:

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komperehensif,

berkesinambungan dan bermutu;

b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya

promotif dan preventif;

c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat;

d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan

dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan

kerja sama inter dan antar profesi;

f. Melaksanakan rekam medis;

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap mutu akses

pelayanan kesehatan;

h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;

i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya;

j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem

rujukan (Permenkes RI No. 75 tahun 2014).

Universitas Sumatera Utara


13

2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.2.1 Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran darah manusia melalui

gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus.

Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh

kelompok umur. Penyakit ini berhubungan dengan kondisi lingkungan dan

perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2013).

Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan

oleh virus dengue yang utamanya ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti. Penularan melalui gigitan nyamuk, virus dengue akan terinkubasi selama

3-15 hari. Dengue ini kemudian menyebabkan sakit mirip flu dan nyeri, demam

tinggi, kehilangan nafsu makan, sakit kepala dan ruam (Mumpuni, 2015).

2.2.1 Vektor Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), ada tiga faktor yang

memegang peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu: manusia, virus

dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi dan nyamuk Aedes aegypti dapat

mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami

viremia. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir seluruh pelosok di

Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter

diatas permukaan laut.

Universitas Sumatera Utara


14

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah

perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes

aegypti adalah:

1. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih;

2. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,

WC, tempayan, drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng,

barang bekas, pot tanaman air, tempat minuman burung, dan lain-lain.

3. Jarak terbang ± 100 meter

4. Nyamuk betina bersifat multiple biters (menggigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

5. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2008).

Nyamuk menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang terinfeksi

saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam

darahnya). Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama

dalam kelenjar air liurnya. Jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus

dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia virus ini

akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit

demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia

dan berada dalam darah selama satu minggu (Widoyono, 2008).

Universitas Sumatera Utara


15

2.2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes aegypti mengalami empat tahapan dalam siklus hidupnya

yaitu : Telur, Jentik, Kepompong, Nyamuk.

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes

2.2.2.1 Telur

Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih secara

individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir.

Telurnya berbentuk elips atau oval memanjang berwarna hitam dengan ukuran

0,5-0,8 mm. Telur dapat bertahan di tempat yang kering (tanpa air) selama 6

bulan. Telur akan menetas menjadi larva (jentik) dalam waktu kurang dua hari

setelah terendam air (Kepmenkes RI, 2013).

Gambar 2.2 Telur Aedes

2.2.2.2 Larva (Jentik)

Larva nyamuk Aedes aegypti memanjang tanpa kaki dan memiliki bulu-

bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Dalam pertumbuhan dan

perkembangannya mengalami pergantian kulit. Pada bagian kepala terdapat

Universitas Sumatera Utara


16

sepasang mata majemuk, sepanjang antena tanpa duri-duri, bagian dada tampak

paling besar, perut tersusun atas 8 ruas, larva berbentuk langsing dan bergerak

sangat lincah, dan waktu istirahat posisinya tegak lurus dengan permukaan tempat

penampungan air. Larva membutuhkan waktu 6-8 hari untuk bekembang menjadi

pupa (kepompong) (Kepmenkes RI, 2013).

Gambar 2.3 Jentik Aedes

2.2.2.3 Pupa (Kepompong)

Pupa nyamuk Aedes aegypti berbentuk bengkok dengan bagian kepala-

dada lebih besar bila di bandingkan dengan bagian perutnya. Pada bagian

punggung dada terdapat alat bernapas seperti terompet. Pada ruas perut ke 8

terdapat sepanjang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Pupa Aedes

geraknya lamban, lebih sering berada dipermukaan air karena memerlukan

oksigen untuk bernafas. Pupa membutuhkan waktu 1-2 hari untuk menjadi

nyamuk dewasa (Kepmenkes RI, 2013).

Gambar 2.4 Pupa Aedes

Universitas Sumatera Utara


17

2.2.2.4 Dewasa (Nyamuk)

Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian yaitu: kepala,

dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat mata majemuk dan antena yang

berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap dan termasuk lebih

menyukai manusia. Bagi nyamuk betina darah merupakan sumber protein

essensial yang berguna untuk mematangkan telur, sedangkan nyamuk jantan pada

bagian mulutnya lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia dan

lebih menyukai cairan tumbuhan (Soegijanto, 2006).

Gambar 2.5 Nyamuk Aedes Dewasa

2.2.3 Gejala dan Tanda DBD

1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas;

2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+)

sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah

hitam;

3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 µL),

hematokrit meningkat (normal: pria < 45, wanita < 40);

4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DS, Dengue Shock Syndrome) (Widoyono,

2008).

Universitas Sumatera Utara


18

2.2.4 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti memiliki tempat perkembangbiakan utama adalah

tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu

tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah. Nyamuk ini biasaya tidak dapat

berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tana. Jenis

tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum,

tangki, tempayan, bak mandi, dan ember.

2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti: tempat

minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan brang-barang bekas (ban,

kaleng, botol, plastik, dan lain-lain).

3. Tempat-tempat penampungan air alamiah, seperti: lobang pohon, lobang batu,

pelepah daun, temputung kelapa, dan potongan bamboo (Ditjen PP & PL,

2014).

2.2.5 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina mampu terbang rata-rata 40 meter dan

maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angina tau terbawa

kendaraan, nyamuk dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti sebagai vektor

DBD tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, nyamuk ini dapat

tersebar dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 meter dari

permukaan laut. Nyamuk tidak dapat berkembang biak di atas ketinggian 1.000

Universitas Sumatera Utara


19

meter karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak

memungkinkan kehidupuan bagi nyamuk tersebut (Ditjen PP & PL, 2014).

2.2.6 Ekologi Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit DBD melibatkan tiga organisme yaitu virus dengue, nyamuk

Aedes aegypti, dan host manusia. Untuk memahami penyakit yang ditularkan

vektor dan untuk pengendalian penyakit sebagai ekosistem alam dimana

subsistem yang terkait dalam ekosistem ini adalah virus, nyamuk Aedes aegypti,

manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi (Depkes, 2007).

1. Virus Dengue. Virus ini termasuk dalam genus flavivirus dari family

flaviviridae terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.

2. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor yang menularkan virus dengue

melalui gigitan nyamuk dari orang sakit ke orang sehat.

3. Manusia merupakan sebaran inang (organisme dimana parasit hidup dan

mendapatkan makanan) untuk penyakit DBD.

4. Lingkungan fisik, meliputi:

a. Tempat penampungan air (TPA) baik di dalam maupun di luar rumah

sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.

b. Ketinggian tempat, dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut

tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti.

c. Curah hujan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan

kelembaban udara terutama untuk daerah pantai.

d. Kecepatan angin juga mempengaruhi pelaksanaan pemberantasan vektor

dengan cara fogging.

Universitas Sumatera Utara


20

e. Suhu udara mempengaruhi perkembangan virus di salam tubuh nyamuk

(Depkes, 2007).

2.3 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue


(DBD)
2.3.1 Pengertian Program

Program adalah suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan

rencana yang konkret. Rencana ini konkret, karena dalam “program sudah

tercantum, baik sasaran, kebijakan, prosedur, waktu maupun anggarannya”. Jadi,

program juga merupakan usaha-usaha untuk mengefektifkan rangkaian tindakan

yang harus dilaksanakan menurut bidangnya masing-masing (Hasibuan, 2011).

2.3.1 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue


(DBD)

Program pemberantasan DBD adalah suatu upaya terpadu yang melibatkan

berbagai instansi pemerintah maupun seluruh masyarakat di dalam mencegah dan

menanggulangi adanya kasus DBD (Depkes RI, 1996).

Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:

581/MENKES/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit demam berdarah

dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah semua upaya untuk mencegah dan

menangani kejadian DBD. Adanya keputusan tersebut bertujuan untuk

memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan

sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran

penyakit sehingga program penanggulangan dan pemberantasan penyakit DBD

(P2DBD) dapat tercapai. Program P2DBD mempunyai tujuan utama diantaranya

Universitas Sumatera Utara


21

adalah untuk menurunkan angka kesakitan, menurunkan angka kematian, dan

mencegah terjadinya KLB penyakit DBD.

Upaya pemberantasan penyakit DBD berdasarkan Kepmenkes No.

581/MENKES/SK/VII/1992, dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh

pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi:

1. Pencegahan dengan melakukan PSN.

2. Penemuan, Pertolongan, dan Pelaporan.

3. Penyelidikan Epidemiologi dan Pengamatan Penyakit.

4. Penanggulangan seperlunya.

5. Penanggulangan lain.

6. Penyuluhan Kesehatan.

2.3.2 Tujuan Program Pencegahan dan Penanggulangan DBD

Tujuan Jangka Panjang : Membatasi penularan dan penyebaran penyakit

DBD agar tidak lagi menjadi masalah kesehatan

masyarakat Indonesia.

Tujuan Jangka Pendek : Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian

akibat DBD, mencegah dan menanggulangi

adanya KLB DBD (Depkes RI, 1996).

2.3.3 Strategi Penanggulangan DBD

1. PSN secara sektoral mengikutsertakan peran serta aktif masyarakat secara

rutin dan bekesinambungan;

2. Fogging massal;

3. Fogging fokus

Universitas Sumatera Utara


22

4. Abatisasi selektif

5. Pemberantasan terpadu

6. Promosi kesehatan (Depkes RI, 1996).

2.3.4 Monitoring dan Evaluasi

1. Penentuan dan pelaporan kasus DBD

2. Penentuan jumlah kasus DBD per minggu per desa melalui Pemantauan

Wilayah Setempat (PWS) P2DBD

3. Angka bebas jentik pada 100 rumah sampel > 95%

4. Abatisasi selektif di desa endemis dan sporadic dilaksanakan 4 kali per tahun

5. PSN dengan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) 4 kali per tahun

6. Cakupan fogging fokus

7. Penyelidikan epidemiologi (Depkes RI, 1996).

2.4 Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Surveilans Epidemiologi

Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus

secara aktif ataupun pasif, surveilan vektor (Aedes), surveilans laboratorium dan

surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh cuaca hujan,

kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim

(climate change).

2. Penemuan dan Tatalaksana Kasus

Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan

penanganan penderita DBD di Puskesmas dan Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara


23

3. Pengendalian Vektor

Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan

jentik nyamuk. Pada fese nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan

untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada

manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan cara 3M Plus yaitu:

a. Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas;

b. Secara kimiawi dengan larvasida (abatisasi);

c. Secara biologis dengan pemberian ikan sebagai predator, seperti memelihara

ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air.

d. Cara lainnya (melakukan rumple leede, obat nyamuk bakar/semprot, kelambu,

lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan

menggantung pakaian dalam kamar, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi

ruang yang memadai).

Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara:

a. Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan

dimonitor oleh petugas Puskesmas.

b. Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim

penularan.

c. Pemeriksan Jentik Berkala (PJB) setiap tiga bulan sekali dan dilaksanakan

oleh petugas puskesmas.

d. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan

wilayah pada rapat bulanan Kelompok Kerja Operasional DBD (Pokjanal

DBD), yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).

Universitas Sumatera Utara


24

4. Peningkatan Peran Serta Masyarakat

Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK

dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan

pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat ibadah).

5. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan KLB

Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya

KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan

tepat. Upaya dilapangan yaitu: dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan

epidemiologi (PE) dan penanggulanagn seperlunya meliputi fogging fokus,

penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasida.

6. Penyuluhan

Promosi kesehatan tentang penyakit DBD dan tidak hanya menyebarkan

leaflet atau poster tetapi juga kearah perubahan perilaku dalam pemberantasan

sarang nyamuk sesuai dengan kodisi setempat.

7. Kemitraan/Jejaring Kerja

Diketahui bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan oleh sektor

kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar.

Wadah kemitraan telah terbentuk melalui KEPMENKES 581/1992 dan

KEMENDARGRI 44/1994 dengan nama kelompok kerja opelasional (Pokjanal).

Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam

pengendalian DBD.

Universitas Sumatera Utara


25

8. Capacity Building

Peningkatan kapasitas dari sumber daya baik manusia maupun sarana dan

prasarana sangat mendukung tercapainya taget dan indikator dalam pengendalian

DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan sosialisasi/penyegaran/pelatihan

kepada petugas dari tingkat kader, puskesmas, sampai dengan pusat.

9. Penelitian dan Survey

Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap harus

dilaksanakan oleh berbagai pihak antara lain: Universitas, Rumah Sakit, Litbang,

LSM, dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik vektor,

penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal, dan saat ini sedang

dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.

10. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat

kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian

DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap

tahun (Kemenkes RI, 2011).

2.5 Tatalaksana Penanggulanagan Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.5.1 Penyelidikan Epidemiologi (PE)

2.5.1.1 Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD

atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di

tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat

umum dalam radius 100 meter.

Universitas Sumatera Utara


26

2.5.1.2 Tujuan Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Tujuan umum dari PE adalah untuk mengetahui potensi pennularan dan

penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan

di wilayah sekitar tempat tinggal penderita DBD, dan tujuan khusus PE adalah

untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui

ada/tidak jentik nyamuk penular DBD, dan mengetahui jenis tindakan

(penanggulangan fokus) yang akan dilakukan.

2.5.1.3 Langkah-langkah pelaksanaan Kegiatan Epidemiologi (PE)

1. Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas

Puskesmas/Koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan harian

penderita DBD.

2. Menyiapkan peralatan survey, seperti tensimeter, thermometer, senter,

formulir PE, dan surat tugas.

3. Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan ketua RW/RT setempat bahwa di

wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilakukan PE.

4. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran

pelaksanaan PE.

5. Pelaksanaan PE, sebagai berikut:

a. Petugas Puskemas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan

wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada/tidaknya penderita

DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari rumah sakit atau unit pelayanan

kesehatan lainnya), dan penderita demam saat itu dalam kurun waktu 1

minggu sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


27

b. Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan

pemeriksaan kulit (peteki), dan uji tourniquet.

c. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan

tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti baik di dalam maupun di luar rumah/bangunan.

d. Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal

penderita.

e. Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain dilakukan

dirumah, PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita oleh

puskesmas setempat.

f. Hasil pemerikasaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan

terhadap penderita DBD (tersangka DBD) dan pemeriksaan jentik dicatat

dalam formulir PE.

g. Hasil PE segera dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupate/Kota, untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan dengan

Kades/Lurah.

h. Bila hasil PE positif (ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya

dan/atau 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (5%), dilakukan

penanggulangan fokus (fogging, penyuluhan, PSN dan larvasidasi

selektif), sedangkan bila negative dilakukan penyuluhan, PSN dan

larvasida selektif.

Universitas Sumatera Utara


28

2.5.2 Penanggulangan Fokus (PF)

2.5.2.1 Pengertian Penanggulangan Fokus (PF)

Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantas nyamuk penular DBD

yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam

berdarah dengue (PSN DBD), larvasida, penyuluhan dan pengabutan panas

(pengasapan/fogging) dan pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida

sesuai dengan kriteria pada bagan PE.

2.5.2.2 Tujuan Penanggulangan Fokus (PF)

Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD dan

mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan

rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi menjadi sumber

penular DBD lebih lanjut.

2.5.2.3 Kriteria Penanggulangan Fokus (PF)

1. Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3 atau

lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik 5% dari rumah/banguanan yang

diperiksa, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD,

larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan dengan insektisida di rumah penderita

DBD dan rumah/bangunan sekitarnya radius 100 meter sebanyak 2 siklus

dengan interval 1 minggu.

2. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut diatas, tetapi

ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD,

larvasidasi, dan penyuluhan.

Universitas Sumatera Utara


29

3. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut diatas dan tidak

ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.

2.5.2.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Penanggulangan Fokus (PF)

1. Setelah Kades/Lurah menerima laporan hasil PE dari Puskesmas dan rencana

koordinasi penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT agar warga

membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus.

2. Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari petugas

Puskesmas setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam kegiatan-

kegiatan penanggulanagn fokus.

3. Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE:

a. Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi

1) Ketua RW/RT, Toma (Tokoh Masyarakat) dan kader memberikan

pengarahan langsung kepada warga pada waktu waktu pelaksanaan

PSN DBD.

2) Penyuluhan dan penggerakan masyarakat PSN DBD dan larvasidasi

dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan dengan insektisida.

b. Penyuluhan

Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau

kelompok kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan

petugas Puskesmas, dengan materi antara lain:

1) Situasi DBD di wilayahnya.

2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh indicidu,

keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan kondisi setempat.

Universitas Sumatera Utara


30

c. Pengabutan dengan insektisida

1) Dilakukan oleh petugas Puskesmas atau bekerjasama dengan Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota. Petugas penyemprot adalah petugas

Puskesmas atau petugas harian lepas terlatih.

2) Ketua RT, Toma, atau Kader mendampingi petugas dalam kegiatan

pengabutan (di lapangan tidak hanya mendampingi tetapi juga

melakukan penyuluhan).

4. Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh Puskesmas kepada

Dinas Kesehatan Kabupate/Kota dengan tembusan kepada Camat dan

Kades/Lurah setempat.

5. Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh Puskesmas Kepada dinas

Kesehatan Kabupate/Kota setiap bulan (Kemenkes RI, 2011).

Penderita DBD

Penyelididkan Epidemiologi (PE)

Pencarian suspek infeksi Dengue lainnya dan pemeriksaan jentik di


lokasi temppat tinggal penderita dan rumah bangunan lainnya dengan
radius 100 m (minimal 20 rumah/bangunan secara random)

Positif: Negatif:
1. Bila ditemukan 1 atau lebih - Jika tidak memenuhi 2 kriteria
penderita DBD positif
2. 3 orang suspek infeksi dengue
lainnya dan ditemukan jentik ≥ 5 %

1. PSN DBD 1. PSN DBD


2. Larvasidasi Selektif 2. Larvasidasi Selektif
3. Penyuluhan 3. Penyuluhan
4. Fogging radius 200 m (2 siklus
interval 1 minggu)
Gambar 2.6 Bagan Penyelidikan Epidemiologi

Universitas Sumatera Utara


31

2.6 Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.6.1 Penyemprotan insektisida (Fogging)

Fogging adalah penyemprotan menggunakan insektisida yang dilakukan

disebagian atau seluruh wilayah desa rawan I untuk membunuh nyamuk dewasa.

Dilaksanakan dalam penanggulangan penyakit DBD dengan memutus rantai

penularan secara cepat pada daerah-daerah yang terjangkit penyakit DBD.

Dimaksudkan untuk pencegahan penularan lebih lanjut dengan membunuh

nyamuk dewasa membawa virus dengue atau populasi nyamuk penular ditekankan

serendah-rendahnya (Soegeng, 2001).

Fogging dilakukan di desa rawan I dengan sasaran dirumah penderita dan

sekitarnya dalam radius 100 meter. Dengan siklus interval sekitar 1 minggu dari

jarak pengasapan pertama. Fogging dilakukan sebelum musim penularan dan

dilaksanakan oleh pihak pemerintah dengan puskesmas sebagai pelaksana

teknisnya (Soegeng, 2001).

Kegiatan pengendalian vektor dengan pengasapan (fogging) focus

dilakukan di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang

diperkirakan menjadi sumber penularan. Fogging (pengabutan dengan insektisida)

dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologi (PE) positif, yaitu ditemukan

penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukannya tiga atau lebih penderita

panas tanpa sebab dan ditemukan jentik > 5 %. Fogging dilaksanakan dalam

radius 100 meter dan dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu (Depkes

RI, 2007).

Universitas Sumatera Utara


32

Pelaksana : Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas dan

tenaga lain yang telah dilatih.

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit.

Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum.

Insektisida : Sesuai dengan dosis.

Alat : Mesin fogging atau ULV

Cara : - Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu

minggu;

- Pengasapan dimulai dari rumah bagian belakang ke depan

dan dari lantai 2 ke bawah (untuk rumah bertingkat);

- Selanjutnya di luar rumah/bangunan (jangan melawan arah

angin).

Operasional : - Sasaran fogging: rumah/bangunan dan halamam/ perkarangan

penderita DBD dan sekitarannya dalam radius 100 meter.

- Waktu operasional: pagi atau sore hari (Aedes aegypti) dan

malam hari (Anopheles atau culex).

- Kecepatan gerak fogging seperti orang berjalan biasa (2-3

km/jam).

- Temperatur udara ideal 18°C maksimal 28°C.

- Fogging di dalam rumah, dimulai dari ruangan yang paling

belakang, jendela dan pintu ditutup kecuali pintu depan untuk

keluar masuk petugas.

Universitas Sumatera Utara


33

- Fogging di luar rumah, tabung pengasap harus searah dengan

arah angin, dan petugas berjalan mundur.

- Penghuni rumah, selama rumah di fogging dengan sistem

thermal, semua penghuni supaya berada di luar rumah.

Setelah fogging dalam ruangan menghilang baru para

penghuni boleh masuk rumah kembali (15-30 menit setelah

fogging).

- Binatang peliharaan, makanan dan minuman, untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka dianjurkan

semua makanan, bahan makanan, dan tempat penampungan

air minum agar ditutup.

- Berdasarkan pengalaman, lama fogging dari berbagai studi

dan pengalaman selama ini untuk rumah dan halaman di

daerah urban di Indonesia memakan waktu fogging antara 2-3

menit/rumah. Output petugas: 1 hari kerja ± 20-25 rumah per

petugas atau disesuaikan dengan keadaan setempat.

Kebutuhan bahan bakar (bahan bakar untuk mesin fogging

setiap 10 liter larutan malathion 4,8% diperlukan 1,2 liter

bahan bakar) (Kemenkes RI, 2011).

2.6.2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Deman Berdarah Dengue (PSN


DBD)

Pengendalian vektor DBD yang paling efesien dan efektif adalah dengan

memutuskan rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di

masyarakat dilakukan melalui upaya pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dalam

Universitas Sumatera Utara


34

bentuk 3M Plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3M Plus ini

harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan.

Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat

suksesnya gerakan ini. Untuk itu, sosialisasi kepada masyarakat/individu untuk

melakukan kegiatan ini secara rutin, serta peran tokoh masyarakat sebagai penguat

untuk secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui

kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media massa, serta reward bagi yang

berhasil melaksanakannya (Kemenkes, 2011).

Pelaksana : Semua anggota keluarga dan pengelola tempat-tempat umum

(TTU)

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya

yang merupakan satu kesatuan epidemiologi.

Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukan nyamuk seperti:

- tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari;

- tempat penampungan air alamiah (lubang pohon, tiang

pagar, pelepah pisang), barang bekas (botol, pecahan gelas,

ban bekas);

- tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hati,

seperti tempat minum burung, dispenser, penampung air di

bawah kulkas, dll.

Cara : Melakukan kegiatan 3M Plus:

- Menguras dan menyikat tempat penampungan air (TPA)

sekurang-kurangnya satu minggu sekali;

Universitas Sumatera Utara


35

- Menutup rapat-rapat TPA;

- Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau

mendaurulang/menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menampung air hujan.

PLUS:

- Menganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat

lainnya seminggu sekali;

- Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer/rusak;

- Menabur bubuk larvasida (abate);

- Memelihara ikan pemakan jentik;

- Menanam pohon/tumbuhan pengusir nyamuk (sereh, zodia,

lavender, geranium);

- Memakai obat/lotion anti nyamuk;

- Menggunakan kelambu saat tidur;

- Memasang kawat kasa di rumah;

- Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang

memadai;

- Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah;

- Tutup lubang-lubang pada potongan bambo, pelepah pisang,

dll (Dirjen P2 dan PL Depkes RI, 2006).

2.6.3 Larvasida (abatisasi)

Abatisasi adalah penaburan bubuk insektisida pembasmi jentik berupa

bahan kimia larvasida/temephos sebagai salah satu cara untuk menghentikan

Universitas Sumatera Utara


36

perkembangbiakan nyamuk dalam penampungan air. Abatisasi dimaksudkan

untuk memutuskan daur hidup nyamuk/membunuh jentik nyamuk dengan

memanfaatkan efek residu pada larva.

Abatisasi dilakukan di daerah rawan I dan II, khususnya diberikan di

wilayah yang sulit air bersih dan tidak memungkinkan untuk dikuras secara

berkala. Sedangkan untuk daerah cukup air bersih disarankan untuk melakukan

PSN 3M Plus secara rutin dan berkesinambungan. Efek residu larvasida selama 3

bulan sehingga dilakukan abatisasi sebanyak 4 kali setahun. Permintaan

masyarakat atas abate dilakukan melalui Puskesmas dan hanya dilayani oleh

Puskesmas setempat sesuai seleksi prioritas di Puskesmas (Soegeng, 2001).

Abatisasi dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di sekolah dan

tempat-tempat umum. Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan

yang ditemukan jentik nyamuk ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok

makan peres (10 g) abate untuk 100 liter air (Irianto, 2014).

Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas

Puskesmas/Dinas KesehatanKabupaten/Kota.

Lokasi : Rumah/Bangunan, Sekolah dan Fasilitas kesehatan di

Desa/Kelurahan endemis dan sporadis.

Sasaran : Tempat-tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-

tempat umum (TPU).

Alat : Lavasidasi (bubuk abate) sesuai dengan dosis.

Cara : - Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah dengan 4 siklus

(3 bulan sekali).

Universitas Sumatera Utara


37

- Menggunakan bubuk abate 1 G (takaran 100 liter air cukup

dengan 10 gr bubuk abate 1 G);

- Menggunakan Altosid 1,3 G (untuk 100 liter air cukup

dengan 2,5 gr bubuk altosid 1,3 G atau 5 gr untuk 200 liter

air);

- Menggunakan sumilarv 0,5 G (DBD) (untuk 100 liter air

cukup dengan 0,25 gr bubuk sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0,5

gr untuk 200 liter air).

2.6.4 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan pemeriksaan tempat

penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk

mengetahui adanya jentik nyamuk. Kegiatan ini dilakukan di rumah-rumah dan

tempat-tempat umum untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) melalui 3M Plus. Selain melakukan pemeriksaan jentik

berkala petugas memberikan penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk

kepada masyarakat atau pengelola tempat-tempat umum. Dengan kunjungan yang

berulang-ulang yang disertai dengan penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat

dapat termotivasi untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk secara

teratur.

Pelaksana : Kader Jumantik

Lokasi : Rumah/Bangunan, Sekolah dan Fasilitas kesehatan di

Desa/Kelurahan endemis dan sporadis.

Sasaran : Tempat-tempat perkambang-biakan nyamuk Aedes aegypti

Universitas Sumatera Utara


38

Cara : - PJB juga dilakukan oleh masing-masing Puskesmas pada di

100 sampel rumah/bangunan yang dipilih secara acak dan

dilaksanakan secara teratur setiap 3 bulan sekali untuk

mengetahui hasil kegiatan PSN DBD oleh masyarakat;

- pemeriksaan pada bak mandi/WC, tempayan, drum dan

tempat-tempat penampungan air lainnya. Jika tempatnya

gelap gunakan senter untuk pemeriksaan.

- Memberikan penyuluhan (perorangan atau kelompok) dan

melaksanakan pemberantasan jentik di rumah-

rumah/bangunan;

- Rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik;

- Melaporkan hasil pemeriksaan jentik ke puskesmas sebulan

sekali (Dirjen P2 dan PL Depkes RI, 2006).

2.6.5 Penyuluhan

Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus

dilakuna adalah pemberdayaan masyarakat, pembinaan suasana lingkungan

sosialnya, dan advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya

program pengendalian DBD.

Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama

puskesmas. Adapun materi pesan dalam penyuluhan adalah mengenai waspada

nyamuk demam berdarah, gejala demam berdarah, perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di rumah dan 3 M Plus dengan

Universitas Sumatera Utara


39

menggunakan media antara lain media massa cetak dan elektronik (radio, televisi,

koran, majalah, situs internet, dan lain-lain) serta media tradisional.

Hasil yang ingin dicapai adalah adanya opini positif yang berkembang di

masyarakat tentang pentingnya pengendalian DBD, semua kelompok potensial di

masyarakat ikut menyuarakan dan mendukung pengendalian DBD serta adanya

dukungan sumber daya (SDM, Dana, sumber daya lain) dari kelompok potensial

masyarakat (Ditjen PP & PL, 2014).

Pelaksana : Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama Puskesmas

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya

yang merupakan satu kesatuan epidemiologi.

Sasaran : Seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja puskesmas

Cara : - Penyuluhan Perorangan, seperti kunjungan rumah bisa

dilakukan pada saat melakukan pendataan kasus maupun saat

warga berkunjung ke Puskesmas;

- Penyuluhan Kelompok, seperti pada saat pertemuan desa,

forum pengajian atau majelis taklim, khotbah jum’at, khotbah

minggu, kunjungan posyandu, pertemuan PKK, dan

pertemuan karang taruna;

- Penyuluhan Massa, dapat dilakukan pada saat digelarnya

pesta rakyat, kesenian tradisional, pemutaran film, ceramah

umum, tablig akbar. Selain itu juga bisa dilakukan dengan

cara memasang media massa seperti poster, iklan, spanduk

ditempat-tempat keramaian yang sesuai dengan kelompok

Universitas Sumatera Utara


40

sasaran (balai desa, posyandu, poskesdes, dll) (Kemenkes RI,

2011).

2.7 Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah


Dengue (POKJANAL DBD)

Kelompak kerja operasional pemberantasan penyakit demam berdarah

dengue (POKJANAL DBD) adalah kelompok kerja yang membantu Tim Pembina

LKMD dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan

pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. POKJANAL DBD dibentuk

dengan tujuan melakukan pembinaan operasional terhadap pelaksanaan berbagai

kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit

DBD di wilayah kerjanya secara berjenjang dan berkesinambungan. Disebutkan

secara berjenjang dan berkesinambungan, karena prinsip kerja POKJANAL DBD

adalah membina dan mengendalikan aktivitas POKJANAL DBD setingkat

dibawahnya secara berjenjang dan berkesinambungan, mulai dari Tingkat Pusat,

Tingkat Provinsi, Tingkat Kabupaten/Kota sampai Tingkat Kecamatan dan

akhirnya sampai pada Tingkat Pelaksana Operasional oleh POKJA DBD yang

dapat dibentuk di Tingkat Desa/Kelurahan/Dusun/Lingkungan/RW/RT (Depkes

RI, 1997)

2.7.1 Tugas dan Fungsi POKJANAL DBD

POKJANAL DBD mempunyai Tugas dan Fungsi sebagai berikut:

a. Menyiapkan data dan informasi tentang keadaan dan perkembangan POKJA

DBD/POKJANAL DBD, cakupan program serta pencapaian hasil kegiatan;

b. Menganalisa masalah dan kebutuhan pembinaan serta menetapkan alternatif

pemecahan masalah yang dihadapi POKJA DBD/POKJANAL DBD;

Universitas Sumatera Utara


41

c. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap pemecahan masalah;

d. Melakukan pemantauan dan bimbingan teknis pengelolaan program;

e. Menginformasikan masalah yang dihadapi berdasarkan butir d) tersebut diatas

kepada instansi/lembaga yang bersangkutan dalam rangka pemecahan

masalah;

f. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan POKJANAL DBD kepada Kepala

Wilayah/Daerah pada tingkat pemerintahan yang setingkat lebih tinggi

sekurang-kurangnya setiap 3 bulan (Kemenkes RI, 2011).

2.7.2 Susunan Organisasi POKJANAL DBD

Susunan Organisasi POKJANAL DBD yaitu:

a. POKJANAL DBD Tingkat Kecamatan, Tingkat Dati II dan Tingkat Dati I,

masing-masing dibentuk olah Camat, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah

Tk II, Gubernur Kepala daerah Tk I, dan merupakan Forum Koordinasi dalam

wadah Tim Pembinaan LKMD. Anggotanya terdiri dari unsure instansi dan

lembaga terkait dalam pembinaan penatalaksanaan pemberantasan penyakit

DBD termasuk Tim Penggerak PKK Pusat, tingkat II dan PKK tingkat

Kecamatan.

b. Pokjanal DBD Tingkat Pusat dibentuk oleh Menteri Kesehatan, Departemen

Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen

Penerangan, Departemen Agama, Departemen Keuangan, Bappenas,

Departemen Sosial, Tim Penggerak PKK Pusat dan instansi lain terkait

(Kemenkes RI, 2011).

Universitas Sumatera Utara


42

2.8 Komponen dalam Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


(DBD)

2.8.1 Masukan (Input)

2.8.1.1 Sumber Daya Manusia

Dalam Kemenkes No. 581/MENKES/SK/VII/1992, untuk memberantas

penyakit demam berdarah dengue diperlukan pembinaan peran serta masyarakat

guna mencegah dan membatasi penyebaran penyakit. Pembinaan peran serta

masyarakat dilaksanakan dengan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat.

Oleh karena itu, pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan

melalui kerjasama lintas program dan sektoral yang dikoordinasikan oleh kepala

wilayah/daerah.

Sumber Daya Manusia (SDM) untuk penanggulangan DBD meliputi

petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas yang meliputi

pelaksanaan surveilans kasus DBD, Kader/PKK/Jumantik, pengelola program

DBD Puskesmas, pengelola program DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,

petugas penyemprot untuk fogging serta tokoh masyarakat dan masyarakat umum

(Ditjen PP & PL, 2014).

Tugas dan Tanggungjawab Sumber Daya Manusia dalam Pemberantasan

DBD yaitu:

1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

a. Memberi bimbingan teknis kepada Puskesmas;

b. Menganalisis dan membuat laporan hasil kegiatan untuk semua daerah

kegiatan pemberantasan di wilayahnya;

c. Mengirimkan umpan balik ke Puskesmas.

Universitas Sumatera Utara


43

2. Kepala Puskesmas

a. Bertanggungjawab atas pelaksanaan upaya pemberantasan DBD;

b. Memberikan Pelatihan pada kader Jumantik;

c. Menganalisis dan membuat laporan hasil kegiatan untuk semua daerah

kegiatan pemberantasan di wilayahnya setiap bualan.

3. Petugas P2M, mempunyai tugas:

a. Menyusun rencana kegiatan P2M (Pencegahan dan pemberantasan

penyakit menular) berdasarkan data program puskesmas.

b. Melaksanakan P2TB, P2 DBD, P2 ISPA, P2 Diare, P2 HIV-AIDS,

Imunisasi dan koordinasi lintas program sesuai dengan prosedur/SOP.

c. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan serta visualisasi data sebagai

bahan informasi dan pertanggung jawaban kepada kepala puskesmas.

d. Melakukan evaluasi hasil kinerja kegiatan surveilans.

e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala puskesmas.

4. Petugas SE, mempunyai tugas:

a. Menyusun rencana kegiatan surveilans berdasarkan data program

puskesmas.

b. Melakukan pengamatan penyakit yang berkesinambungan, meliputi

pengumpulan data, pengolahan, analisis dan visualisasi data serta

melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan KLB dan

koordinasi lintas program terkain sesuai prosedur dan ketentuan.

c. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan serta visualisasi data sebagai

bahan informasi dan pertanggung jawaban kepada kepala puskesmas.

Universitas Sumatera Utara


44

d. Melakukan evaluasi hasil kinerja kegiatan surveilans.

Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala puskesmas.

5. Kader Jumantik

a. Membuat rencana/jadwal kunjungan seluruh rumah yang ada di wilayah

kerjanya;

b. Memberikan penyuluhan (perorangan atau kelompok) dan melaksanakan

pemberantasan jentik di rumah-rumah/ bangunan;

c. Berperan sebagai penggerak dan pengawas masyarakat dalam PSN DBD;

d. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik;

e. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik ke Puskesmas sebulan sekali;

f. Bersama petugas DBD melakukan pemantauan wilayah setempat (PWS)

dan pemetaan per RW hasil pemeriksaan jentik, setiap bulan sekali.

2.8.1.2 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana adalah seluruh bahan, peralatan dan fasilitas yang

digunakan dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD serta pemeriksaan

penunjang lainnya di Puskesmas Medan Johor. Dalam pelaksanaan program

pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor sarana yang dibutuhkan adalah

abate, PSN Kit isinya senter, pulpen, buku tulis, formulir pemeriksaan jentik,

pipet, plastik tempat jentik, laboratorium, alat transportasi, mesin fogging¸media

penyuluhan. Menurut Mursid (2003) menyatakan bahwa pelaksanaan suatu

program selalu membutuhkan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung

sehingga program tersebut dapat terlaksana sesuai dengan yang telah

direncanakan.

Universitas Sumatera Utara


45

Untuk melaksanakan kegiatan penanggulanagn DBD diperlukan berbagai

alat dan bahan. Dalam standar penanggulanagan DBD alat dan bahan yang harus

tersedia antara lain formulir pemekriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti

leaflet, poster, formulir penyelidikan epidemiologi, alat semprot minimal 4 buah

per Puskesmas Kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan

bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Depkes

RI, 2002).

Menurut Siagian (1996) tersedianya sarana dan prasaranan kerja yang

jenis, jumlah, dan mutunya sesuai dengan kebutuhan dapat juga mendorong

keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Suatu organisasi tidak dapat

berjalan dengan sempurna tanpa adanya sarana maupun prasaranan untuk

menggerakkan sumber daya lainnya dalam organisasi (Azwar, 1996).

2.8.1.3 Dana

Menurut Kempmenkes RI No. 581/MENKES/SK/VII/1992 biaya yang

diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dibebankan kepada

masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I, APBD II,

swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah. Salah satu sumber dana lain

untuk kegiatan penanggulangan DBD berasal dari dana Bantuan Operasional

Kesehatan (BOK). BOK merupakan upaya masyarakat dalam bentuk bantuan

dana dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam membantu

pemerintahan daerah melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan. Bantuan Operasional Kesehatan di

Puskesmas dan jaringannya tidak lagi menafikan dan mempunyai tujuan

Universitas Sumatera Utara


46

meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui

kegiatan promotif dan preventif.

2.8.2 Proses

Proses (Process) adalah kegiatan pemberantasan DBD yang dilakukan

untuk menurunkan jumlah kasus DBD yaitu dengan fogging focus, pemberantasan

darang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvasidasi, pemeriksaan

jentik berkala (PJB), dan penyuluhan.

2.8.3 Keluaran (Output)

Keluaran hasil dari pelaksanaan program pemberantasan DBD ini,

diharapkan terlaksananya program pemberantasan DBD untuk menurunkan

jumlah kasus DBD.

2.9 Kerangka Pikir

Kerangka pikir ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan

program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor melalui indikator

masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu, kerangka

pikir disusun sebagai berikut:

Input: Process: Output:

1. SDM 1. Fogging Terlaksananya


2. Sarana dan 2. PSN DBD program
Prasarana 3. Larvasidasi pemberantasan DBD
3. Dana 4. PJB untuk menurunkan
(Pemeriksaan jumlah kasus
Jentik Berkala)
5. Penyuluhan
Gambar 2.7 Kerangka Pikir

Universitas Sumatera Utara


47

Berdasarkan gambar 2.7, dapat dirumuskan definisi kerangka pikir sebagai

berikut:

1. Input (masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat

melaksanakan program pemberantasan DBD dengan optimal, meliputi: SDM,

Sarana dan Prasaranan, Dana.

a. SDM adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan untuk

melaksanakan program pemberantasan DBD seperti Dokter dan Tenaga

Kesehatan lainnya yang telah mendapatkan pelatihan untuk terlibat dalam

pelaksanaan program pemberantasan DBD.

b. Sarana dan Prasarana adalah seluruh bahan, peralatan dan fasilitas yang

digunakan dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD serta

pemeriksaan penunjang lainnya.

c. Pendana adalah dana yang digunakan untuk melaksanakan program

pemberantasan DBD.

2. Process (proses) adalah kegiatan pemberantasan DBD yang dilakukan untuk

menurunkan jumlah kasus DBD yaitu :

a. Fogging adalah suatu metode untuk penanggulangan DBD dengan cara

pengasapan. Sehingga dapat membunuh nyamuk Aedes dewasa,

pengasapan ini lebih efektif dilakukan 2x di suatu wilayah yang sudah

ditemukan kasus DBD.

b. Abatisasi adalah proses pemberian serbuk kimia (serbuk Abate) kepada

masyarakat, Institusi Pemerintahan, Sekolah, Mesjid, dan tempat-tempat

umum lainnya.

Universitas Sumatera Utara


48

c. PSN DBD adalah gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama

pemerintah yang dilakukan secara berkesinambungan bersamaan dengan

3M Plus.

d. Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat

penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti

untuk mengetahui adanya jentik nyamuk.

e. Penyuluhan adalah suatukegiatan secara aktif maupun pasif yang

disampaikan oleh tenaga kesehatan mengenai bahaya DBD dan cara

penanggulangannya kepada masyarakat.

3. Output (keluaran) adalah hasil dari pelaksanaan program DBD diharapkan

tercapainya keberhasilan program pemberantasan DBD.

Universitas Sumatera Utara


49

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan pendekatan

kualitatif untuk mendeskripsikan informasi analisis pelaksanaan program

pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor. Untuk

keabsahan hasil penelitian ini dilakukan menggunakan metode triangulasi dengan

membandingkan dan mengenali kebenaran informasi yang diperoleh (Moleong,

2012).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor

Kecamatan Medan Johor dengan pertimbangan berdasarkan data Dinas Kesehatan

Kota Medan pada tahun 2015, bahwa Puskesmas Medan Johor memiliki kasus

tertinggi di Kecamatan Medan Johor.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Oktober 2016.

3.3 Informan Penelitian

Pada penelitian kualitatif sampel lebih sering disebut sebagai narasumber,

informan atau partisipan. Informan atau narasumber dalam penelitian ini adalah

Penanggung jawab dari Program Demam Berdarah pada Puskesmas yaitu:

1. Pegawai Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan

Kota Medan.

49

Universitas Sumatera Utara


50

2. Kepala Puskesmas Medan Johor

3. Penanggung Jawab Program DBD Puskesmas Medan Johor

4. Petugas Surveilans Epidemiologi

5. Camat Medan Johor

6. Kader Jumantik

7. Masyarakat

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara Observasi langsung serta wawancara

mendalam (Indepth Interview) dan terbuka dengan menggunakan pedoman

wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan.

Pertanyaan tersebut digunakan oleh pewawancara agar memudahkan dalam

wawancara, penggalian data dan informasi (Moleong, 2012).

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari Dinas

Kesehatan Kota Medan, Puskesmas Medan Johor dan referensi buku-buku serta

hasil penelitian yang berhubungan dengan Analisis Pelaksanaan Program

Pemberantasan DBD.

3.5 Instrumen Pengambilan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa daftar pertanyaan

sebagai pedoman wawancara kepada informan.

Universitas Sumatera Utara


51

3.6 Triangulasi

Triangulasi yaitu merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

melakukan pengecekan atau perbandingan terhadap data yang diperoleh dengan

sumber atau kriteria lain untuk meningkatkan keabsahan data.

Untuk menjaga validitas data maka dilakukan dengan triangulasi sumber

yang berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang

sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban

sesuai dengan pertannyaan yang diajukan (Sugiyono, 2012).

3.7 Metode Analisis Data

Menurut Bogdan dan Bilken sebagaimana dikutip Moleong (2012),

mengatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang dipelajari, memutuskan apa yang dapat di ceritakan kepada

orang lain.

Universitas Sumatera Utara


52

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian

4.1.1 Geografi

Puskesmas Medan Johor terletak di Kecamatan Medan Johor Kecamatan

Medan Johor ini berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Namorambe

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang/Medan

Tuntungan

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas

Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada

di wilayah Kota Medan berada pada ketinggian 12 m diatas permukaan laut yang

merupakan daerah resapan air bagi Kota Medan. Kecamatan Medan Johor

merupakan daerah pemukiman penduduk, daerah pengembangan wisata, dan

berada di kawasan pinggiran bagian selatan Kota Medan yang berbatasan

langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayah kecamatan Medan Johor

adalah 15 Km² atau sekitar 17,15 Ha. Secara garis besar Kecamatan Medan Johor

merupakan kawasan pemukiman namun masih memiliki kawasan pertanian yang

terdapat di Kelurahan Gedung Johor dan Kwala Bekala yang masih memiliki

peluang untuk dapat dikembangkan menjadi kawasan agrobisnis yang bernilai

ekonomis. Untuk sarana kebersihan menjadi prioritas utama dan untuk

mewujudkan hal tersebut dibutuhkan sarana pendukung kebersihan yang

52

Universitas Sumatera Utara


53

berfungsi dengan baik, guna mengangkut sampah, dan juga personil yang mampu

bekerja dengan baik. Kenyataannya di Kecamatan Medan Johor untuk sarana

kebersihannya masih belum cukup memadai.

Hal ini dapat menyebabkan munculnya kasus DBD di daerah Kecamatan

Medan Johor, ini dikarenakan padatnya pemukiman, masih ditemukannya

penumpukan sampah dan terbatasnya tempat pembuangan sampah sehingga masih

banyak masyarakat yang menumpukkan sampah tidak pada tempatnya. Hal ini

dikarenakan susahnya akses untuk kontainer pengangkut sampah masuk kedaerah

pemukiman, serta kurang aktifnya masyarakat dalam partisipasi gerakan PSN

DBD di wilayah tersebut.

4.1.2 Demografis
Berdasarkan wilayah kerja Puskesmas Medan Johor semua kelurahan yang

ada di Kecamatan Medan Johor merupakan wilayah yang datar. Jumlah penduduk

di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor tahun 2015 sebanyak 115396 jiwa dari 3

kelurahan.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor


Tahun 2015
Luas Jenis kelamin
Jumlah Jumlah Jumlah
No Kelurahan Wilayah
Lingkungan KK Penduduk L P
(Ha)
1 P. Masyhur 400 15 6692 40928 20847 20181
2 Kw. Berkala 550 20 6595 41280 21863 19417
3 G. Johor 315 13 6109 33188 17494 15594
Total 1265 48 18396 115396 60204 55195
Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor Tahun 2015

Universitas Sumatera Utara


54

4.1.3 Gambaran Tenaga Kesehatan di Puskemas Medan Johor


Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor memiliki tenaga kesehatan yang

terdiri dari medis, paramedis, dan staf administrasi yang bekerja dalam upaya

peningkatan derajat kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor.

Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Johor


No TenagaKesehatan Jumlah
1 Dokter Umum 5
2 Dokter Gigi 4
3 Serjana Kesehatan Masyarakat 5
4 D4 Kebidanan 1
5 D3 Kebidanan 9
6 S1 Keperawatan 7
7 D3 Keperawatan 8
8 D3 Perawat Gigi 2
9 Asisten Apoteker 3
10 D3 Analis 1
11 D3 Kesling 1
12 D3 Gizi 1
13 Staff 1
Jumlah 48
Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor 2015

4.1.4 Gambaran Sarana dan Prasarana di Puskesmas Medan Johor

Berikut adalah gambaran fasilitas kesehatan berupa sarana dan prasarana

di Wilayah Puskesmas Medan Johor:

4.1.4.1 Sarana dan Prasarana Gedung

Berikut ini data sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Puskesmas

Medan Johor, meliputi:

Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Gedung Puskesmas Medan Johor


No Sarana Jumlah
1 Ruang Kepala Puskesmas 1
2 Ruang Poli Gigi 1
3 Ruang PeriksaPasien/Suntik 1
4 Ruang Obat Apotik 1
5 Ruang KIA/KB 1
6 Ruang Poli Umum 1
7 Ruang Laboratorium 1
8 Ruang Kartu 1

Universitas Sumatera Utara


55

No Sarana Jumlah
9 Ruang Tunggu Pasien 1
10 Gudang 1
11 Toilet 1
12 Sarana Komunikasi dan Komputer 3
Informasi Printer 3
13 Prasarana Sarana Air Bersih Ada
Sarana Pembuangan
Ada
Sampah Medis
Sarana Pembuangan
Ada
Sampah Non Medis
Sarana Pembuangan Air
Ada
Limbah (SPAL)
Sarana Pembuangan Tinja Ada
Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor 2015

4.1.4.2 Sarana Kesehatan

Berikut ini data sarana kesehatan yang ada di wilayah Kecamatan Medan

Johor, meliputi:

Tabel 4.4 Data Sarana Kesehatan di Kecamatan Medan Johor


No Sarana Kesehatan Jumlah
1 Rumah Sakit Swasta 2
2 Balai Pengobatan 8
3 Klinik 6
4 Apotik 15
5 Puskesmas 1
6 Puskesmas Pembantu 2
Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor 2015

Universitas Sumatera Utara


56

4.2 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 informan yang terdiri dari satu

informan pegawai bidang Pengendalin Masalah Kesehatan (PMK), satu informan

Kepala Puskesmas Medan Johor, satu informan Petugas DBD Puskesmas Medan

Johor, satu informan Petugas Surveilans Epidemiologi Puskesmas Medan Johor,

satu informan Camat Medan Johor, satu informan Kader Jumantik, satu informan

Masyarakat. Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Karakteristik Informan


Jenis Umur
No Informan Pendidikan Jabatan
Kelamin (tahun)
1 H. Sirlan Yarli, Laki-laki 54 S1 Pegawai
SKM Bidang PMK
2 Dr. Marlina Perempuan 51 S1 Kepala
Puskesmas
3 Ernawati Perempuan 47 D3 Petugas DBD
Sitanggang, Puskesmas
Am.KL Medan Johor
4 Susilawti Perempuan 50 D3 Petuga SE
Puskesmas
Medan Johor
5 Khoiruddin, S.Sos Laki-laki 52 S1 Camat Medan
Johor
6 Rahmi Risky Perempuan 36 SMA Kader
Jumantik
7 Sanah Perempuan 50 SMP Masyarakat

Universitas Sumatera Utara


57

Universitas Sumatera Utara


58

4.3 Hasil Wawancara Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di


Puskesmas Medan Johor tahun 2016

4.3.1 Pernyataan Informan tentang Tenaga Kesehatan yang terlibat dalam


Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan
Johor

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan tentang Tenaga Kesehatan yang


terlibat dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di
Puskesmas Medan Johor
Informan Pernyataaan
Pegawai PMK Tenaga kesehatan yang terlibat di bidang program DBD orang
Kesling. Tapi tidak cuma petugas kesling, kapus, dokter,
petugas surveilans epidemiologi juga ikut membantu.
Kepala Yang terlibat itu petugas DBD dan petugas lainya seperti
Puskesmas dokter, bidan/perawat, petugas kesling, petugas surveilans
epidemiologi.
Petugas DBD Yang terlibat dokter, saya sebagai petugas DBD dan Kesling,
petugas SE, tenaga kesehatan lainnya juga ikut terlibat.
Petugas SE Yang terlibat semuanya dek. Ada dokter, petugas kesling, saya
petugas SE.
Dari pernyataan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan yang

terlibat dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan

Johor adalah kepala puskesmas, dokter, petugas DBD, petugas kesling dan

petugas surveilans epidemiologi.

4.3.2 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana Kesehatan yang


tersedia dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di
Puskesmas Medan Johor

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana


Kesehatan yang tersedia dalam Mendukung Program
Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor
Informan Pernyataan
Pegawai PMK Kalau sarananya yang tersedia itu bubuk abate, mesin fogging,
cairan fogging, leaflet tentang DBD, Poster DBD. Di
Puskesmas abate lah yang tersedia di puskesmas dek, kalau
fogging itu dari kita dek. Mesinnya di setiap puskesmas ada,
cairannya aja dari kita.
Kepala Kalau sarananya udah disiapkan dek. Penyediaan bubuk Abate
Puskesmas untuk 1 tahun, terus leaflet untuk penyuluhannya juga sudah
disedikan, kalau poster kita tempel di Puskesmas. Tapi untuk

Universitas Sumatera Utara


59

pemeriksaan DBD belum ada.


Petugas DBD Sarana untuk pemeriksaan DBD belum ada IgG IgM kami dek,
kalau udah kita curigai tanda-tanda DBD kita rujuk ke Rumah
Sakit untuk pemeriksaan laboratorium. Kalau hasilnya udah
positif baru kita laporkan ke Dinas dek. Kalau sarana kita
bubuk abate udah disediakan dari Dinas, terus untuk fogging
kita ada mesinnya tapi udah rusak. Kalau untuk program PJB
kita udah siapkan PSN Kit untuk kader Jumantik dek. Isi
didalamnya lengkaplah alat-alat untuk pemeriksaan jentiknya.
Dulu ada kita kasih lah PSN Kit itu, sekarang gak lagi mereka
juga gak pernah minta ke kita, tapi PSN Kitnya masih lengkap
kok isinya.
Petugas SE Untuk sarana udah cukuplah, soalnya abate kan dari Dinkes
udah disedikan untuk 1 tahun, kalau fogging mesinnya ada tapi
udah rusak dek. Kalau untuk penyuluhan paling kita bawa
bubuk abate buat jadi metodenya, terus leaflet, poster, sama
TOA dek.
Kader Sarananya itu ada sebenarnya dek, tapi gak pernah dikasih lagi
Jumantik lah, dulu ada kami dikasih. Dulu itu kami dikasih tas lengkap
isinya untuk PSN ada topi, rompi, senter, pipet, plastik untuk
jentik, alat tulis, formulir hasil pemeriksaan jentik.
Mayarakat Bubuk Abate masih ada aja yang jual ke kita dek. Jadi saya
rasa soal sarananya yaaa masih kurang lengkaplah dek. Kalau
fogging paling di rumah yang kena DBD aja, udah lama juga
gak ada fogging dek. Iya abate itu ada yang jual gitu, saya gak
tau lah dari mana tapi ada yang pernah datang katanya dari
kelurahan gitu jual bubuk abate kalau itu program pemerintah,
tapi saya gak pernah beli.
Dari pernyataan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana

yang tersedia di Puskesmas Medan Johor sudah cukup tersedia, seperti bubuk

abate yang telah disediakan untuk 1 tahun, materi DBD dan alat bantu untuk

penyuluhan. Untuk pemanfaatan mesin fogging yang telah tersedia di Puskesmas

masih belum dimanfaatkan, dan pemafaatan PSN Kit untuk kader jumantik belum

diberikan kepada kader jumantik, serta masih ditemukannya bubuk abate yang di

jual kepada masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


60

4.3.3 Pernyataan Informan tentang Dana yang tersedia dalam Program


Pemberantasan DBD

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan tentang Dana yang tersedia dalam
Program Pemberantasan DBD
Informan Pernyataan
Petugas PMK Dana untuk DBD dari APBD. Fogging dan abate dari APBD.
Kepala Dananya dari APBD sama BOK dek. fogging, abate kita
Puskesmas tinggal terima aja dari dinas.
Petugas DBD Dana buat DBD ini dari APBD dek. Ada dana dari BOK juga.
Kalau penyuluhan dari BOK dek.
Putugas SE Dari APBD dek.
Dari pernyataan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dana untuk program

pemberantasan DBD yaitu dari APBD dan BOK. Dana BOK yang tersedia

digunakan untuk bubuk program penyuluhan yang dilakukan oleh puskesmas.

4.3.4 Pernyataan Informan tentang Kerjasama Lintas Sektor dalam


Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan
Johor

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan tentang Kerjasama Lintas Sektor


dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas
Medan Johor
Informan Pernyataan
Pegawai PMK Ada kerjasama dengan puskesmas, kecamatan, kelurahan,
kader jumantik. Kami kerjasamanya biasanya gini dek kalau
misalnya ada kasus ni, masyarakatnya bisa melapor ke
kelurahan nanti kelurahan yang lapor ke kami atau kecamatan
yang lapor ke puskesmas orang puskesmas yang melaporkan
ke kami, kadang kecamatan kami yang kasih tau ada kasus
DBD dimana-mananya. Kalau kita temukan daerah tersebut
agak kumuh kita bilang ke camat tolong ajak masyarakat
mereka bergotong-royong terus waktu itu sekalian kita kasih
tau kalau fogging itu bukan solusi untuk memeberantas DBD
melainkan dapat dicegah dengan melakukan PSN yaitu dengan
3M, Abate. Karena fogging itu hanya mengusir nyamuk
dewasa bukan mematikannya. Baru orang puskesmas lakukan
PE. Diperiksalah rumah yang terkena DBD ditemukan jentik
atau tidak. Setelah dilakukan PE baru kami bisa melaksanakan
fogging dek. Itu pun kalau udah ada kasus lebih dari 3 atau
ditemukannya jentik di radius 100 m dek.
Kepala Kalau kerjasamanya itu kita lakukan dengan orang kecamatan,
Puskesmas kelurahan, dinas. Kalau ada wabah kita lakukan pertemuan
dengan orang kecamatan agar kasus itu tidak jadi KLB. Orang

Universitas Sumatera Utara


61

dinas juga biasanya kasih tau ke kita kalau ada kasus DBD.
Nanti barulah saya bilang ke petugas DBD.
Petugas DBD Kalau kerjasama dengan dinas, kecamatan, kelurahan, kepling,
terus kader jumantik dek. Nanti kan kalau misalnya ada kasus
ni kita dapat laporan di keluarga pasien kita langsung
melaporkan ke kecamatan kalau ada kasus di wilayah mereka.
Kalau kita orang puskesmas kan biasanya kita minta bukti
kalau anggota keluarga mereka itu positif DBD biasanya itu
hasil labor dek soalnya kan kita juga butuh nanti buat laporan
ke orang Dinas. Kalau kami turun ke lapangan biasanya di
damping sama kepling untuk melakukan PE. Kalau misalnya
dirumah mereka ada ditemukan jentik kita curigai ada DBD
terus kita periksa beberapa rumah jika jentik positif juga baru
setelah itu kita berikan penyuluhan dek, penyuluhan 3M, PSN,
fogging biasanya dek. Kalaupun misalnya udah ada kasus
DBD dek kita langsung lapor ke dinas biar dilaakukan fogging.
Petugas SE Untuk kerjasama itu biasanya sama orang kecamatan, dinas,
kelurahan, di sekolah-sekolah juga.
Camat Itu kerjasama dengan orang puskesmas sama orang dinas
biasanya dek. Kalau kami ini biasanya tunggu laporan dari
mereka. Kalau kami gak terlalu terlibat, paling nanti mereka
mau penyuluhan atau fogging baru bilang ke kita biar kita bisa
sampaikan ke lurah kalau ada kasus di wilayah mereka. Kami
paling cuma dapat laporan dari mereka.
Kader Kerjasama, sama orang puskesmas, dinas juga. Kalau periksa
Jumantik jentik biasanya kami yang lakukan. Orang puskesmas jarang
damping kami PSN. Tapi kalau orang Puskesmas turun kami
ikut sama orang puskesmas. Tapi kami yang lakukan periksa
jentiknya, orang puskesmas lihat aja.
Dari pernyataan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa kerjasama lintas sektor

yang dilakukan dalam mendukung pelaksanaan program pemberantasan DBD

telah berjalan dengan baik yang melibatkan kelurahan, kecamatan, kepala

lingkungan, kader jumantik, puskesmas dan dinas kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


62

4.3.5 Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat dalam


Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan
Johor

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat


dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas
Medan Johor
Informan Pernyataan
Pegawai PMK Kalau keterlibatan masyarakat ini lah yang masih agak susah
dek. Meraka takut nya sama penyakit DBD tapi lingkungan
mereka aja masih jorok dek. Memang kurang kali kesadaran
mereka padalah udah berkali-kali kita bilang tolong kuras bak
mandi atau penampungan air yang terbuka setiap minggunya,
pakai kawat nyamuk di pentilasi pintu, tidur pakai kelambu
tapi masih banyak yang tidak mengerjakan. Baru nanti kalau
udah ada kasus baru minta-minta di fogging. Di ajak gotong-
royong malah purak-purak gak dengar, tutup pintu aja mereka,
malah ada yang sengaja masuk ke dalam rumahnya, padahal
kan buat mereka juga nya kita bantu mereka juga, ini buat
lingkungan mereka juga nya. Kalau bersih nya lingkunagan
dan rumah mereka itu insya’allah lah ya dek aman nya mereka
dari penyakit DBD itu.
Kepala Kalau masyarakat ya gitulah dek, ada yang ikut terlibat ada
Puskesmas juga ya gak. Kalau untuk keseluruhan paling orang kecamatan
yang tau dek, karena mereka yang lebih tau kapan aja kegiatan
gotong-royong. Jadi mereka lah yang lebih tau masyarakat
yang terlibat atau gak.
Petugas DBD Masyarakatnya kurang aktif lah dek, soalnya kan kalau kita
mau melakukan PE ni, misalnya lah kan periksa jentik gitu,
masyarakatnya kadang ada yang mau kadang gak mau jadi
susahlah kita ambil sampelnya dek. Padahal kan dek, udah kita
bilang waktu posyandu, arisan kalau kita ada laporan DBD
gitu. Cuma disitulah kita jelaskan buat apa di periksa airnya.
Jadi mereka kan paham juga dek.
Petugas SE Ya kalau kita udah kasih penyuluhan mereka awal-awalnya
aktif dek nanti kalau gak ada masyarakat yang lain ikut serta
mereka malas lagi lah dek. Paling mereka cuma bersihkan
rumah mereka aja. Kerna kan capek jugak mereka-mereka aja
yang kerja yang lainnya cuma lihatin aja nya.
Camat Masyarakatnya biasanya terlibat setiap jum’at bersih tapi gak
banyak memang yang ikut serta. Kerna kan banyak yang
bekerja swasta dek.
Kader Masyarakat kurang berpartisipasi, padahal kita kan udah
Jumantik umumin di mesjid, kelurahan, kecamatan, kepling juga untuk
gotong-royong tapi cuma sedikit yang berpartisipasi buat
bersihkan halaman rumah mereka aja gak mau. Nanti kalau

Universitas Sumatera Utara


63

udah ada kejadian DBD barulah ngelapor, nangis-nangis


mereka minta di fogging. Padahal kan, fogging itu bukan
memberantas DBD, udah sering kami bilang sama mereka kalo
fogging itu cuma bunuh nyamuk dewasa aja, sebaiknya mereka
itu PSN dulu di rumah mereka. Padahal PSN itu gak susah,
cuma kuras bak mandi aja setiap minggu.
Masyarakat Kalau gotong-royang biasanya saya ikut bersihkan rumah
sama halaman rumah saya aja dek. Soalnya kan saya di rumah
kalo pagi sendirian. Itupun kadang saya malas ikut gotong-
royong dek capek-capek awak bersihkan nanti orang lain juga
yang ngotori nya. Kalo gotong-royong pun gak banyak nya
yang ikut paling itu-itu aja orangnya dek. Gak setiap minggu
juga lah gotong-royongnya dek, paling 1 bulan sekali aja
kadang sekali 2 bulan gitu.
Dari pernyata tabel 4.10 dapat diketahui bahwa Keterlibatan Masyarakat

dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD masih sangat kurang, hal

tersebut dikarenakan kesadaran masyarakat tentang kesehatan masih rendah dalam

partisipasi gotong-royong yang dilakukan di lingkungan pemukiman tidak banyak

masyarakat yang ikut berperan. Ada juga masyarakat yang berpartisipasi namun

hanya sekedar membersihkan lingkung rumahnya saja. Untuk program gotong-

royong tersebut hanya berjalan sebulan sekali tapi masyarakat yang terlibat tidak

banyak.

4.3.6 Pernyataan Informan tentang Program Pemberantasan DBD yang


ada di Puskesmas Medan Johor

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Program Pemberantasan


DBD yang ada di Puskesmas Medan Johor
Informan Pernyataan
Pegawai PMK Program pemberantasan DBD yang ada di Puskesmas itu
Abatisasi, PSN, Penyuluhan, PJB. Kalau dari dinas sama ada
penyuluhan, fogging, kalau soal PSN orang puskesmas
biasanya penyuluhan waktu posyandu. Waktu penyuluhan itu
bawa leaflet untuk dibagikan, terus kita kasih juga bubuk abate
ke masyarakat. Materi yang disampaikan tentang DBD dek.
Kalau PJB itu kan orang puskesmas yang turun langsung dek,
kami kan cuma tunggu laporan aja dari mereka.
Kepala Kalau program pemberantasan dari puskesmas biasanya lebih
Puskesmas ke penyuluhan, kerna kasus DBD itu kan dapatnya enggak

Universitas Sumatera Utara


64

cuma di lingkungan sekitar rumah, bisa juga di tempat-tempat


umum kayak di sekolah atau taman. Kalau pun penyuluhan di
sekolah-sekolah program kita paling kita usahakan 3 sampai 4
kali gitu dalam setahun. Kalau di sekolah jarang juga kita
kasih penyuluhan tentang DBD, paling kalau udah mau musim
penghujan gini baru kita kasi penyuluhan tentang DBD di
sekolah, biasanya kalau di sekolah lebih ke tentang gizi anak
sekolah, bahaya rokok, narkoba dll.
Petugas DBD Kalau ada kasus DBD, misalnya saya dapat laporan dari
kepling atau kelurahan, ya saya langsung lapor ke Dinas, tapi
sebelumnya dilakukan PE. Kalau ditemukan jentik DBD
positif baru kami laporkan ke Dinas dek. Itu pun harus ada
bukti Laboratoriumnya. Kalo untuk program pemberantasan
DBD di Puskesmas kami ya paling penyuluhan, PSN, PJB,
sama Abate lah dek, kalo fogging itu kan tunggu ada kasus
dulu baru bisa dilakukan fogging dek memang itu masuk
program juga tapi orang dinas yang lakukan. Kalau program
PSN itu saya yang turun langsung, sekalian kita periksa jentik.
Tapi kan kalau kami periksa jentik biasanya jarang, itu kader
jumantik biasanya yang kerjakan paling kami dapat laporannya
ada dari mereka. Kalau abate, kita kasih sama warga abate
setelah penyuluhan tapi kami gak bawa abate banyak. Kalau
ada masyarakat kami suruh minta aja ke Puskesmas. Kalau
PSN itu kan dek biasanya kami bilang waktu penyuluhan, atau
Posyandu dek disitu kami jelaskan supaya mereka mengerti
guna PSN, apa aja yang harus dilakukan kayak kuras bak
mandi atau penampungan air terbuka setiap minggu, jangan
gantung pakaian, pasang kawat halus di pentilasi udara, terus
nanti jelaskan jugalah gimana bentuk nyamuknya, ciri-ciri
orang yang sakit DBD itu gimana, kalau ada di curigai gimana
nanti penanganan awalnya di rumah kayak kasih minum air
putih banyak. Terus kapan nyamuk itu menggigit kita kan
biasanya pagi ato sore hari, terus dimana nyamuk DBD
berkembang-biak kalau nyamuk DBD ni berkembangbiak
malah ditempat air yang bersih air yang gak bersentuhan
dengan tanah. Ya gitu lah dek.
Petugas SE Kalau program kami dek yang beri bubuk abate, PSN,
penyuluhan itu. Kalau PE itu biasanya petugas DBD yang
turun. Kalau untuk penyuluhan biasanya kami waktu
posyandu, pengajian atau arisan, kadang ke sekolah juga kami
kasih penyuluhan.
Camat Setau saya programnya fogging itu dek. Nanti kalau orang
puskesmas mau fogging baru lapor ke kami. Tapi ada juga
penyuluhan sekali-kali, tapi jarang juga tentang DBD.
Kader Program dari puskesmas ada penyuluhan, kami juga berperan
Jumantik dalam penyuluhan ini. Kami sampaikan kepada masyarakat

Universitas Sumatera Utara


65

tentang 3M untuk menguras bak mandi sekali seminggu,


menutup tempat penampungan air lainnya, dan mengubur
barang-barang yang dapat menampung air. Kemudian
pertolongan pertama buat penderita DBD. Kalau program lain
PSN, PJB, fogging lah paling kalo udah ada kasus. Kalau abate
kami kasih waktu penyuluhan sekalian kami jelaskan fungsi
abate dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk aedes
aegypti.
Masyarakat Kalau program puskesmas kami gak tau dek. Paling yang kami
tau orang puskesmas datang bilang mau periksa jentik kerna
sekarang musim DBD ya terus nanti dilihat bak mandi kami
terus selesai, iya kalau ada jentik dibilangnya nanti disuruh
kuras bak mandinya. Kalau fogging biasanya kalau ada yang
sakit DBD aja dek dilakukan, tapi gak pernah lagi fogging
disini dek. Terakhir dua tahun lalu kayaknya waktu calek-
calek itu. Abate ada dek tapi itu di jual, ada waktu itu yang jual
kan dek katanya orang dari kelurahan mereka, kemaren itu 3
bungkus Rp. 20.000.-, mahal kali saya rasa jadi gak saya beli
lah gak di kasih tau juga cara pakainya cuma bilang program
pemerintah. Kalo penyuluhan tentang DBD dulu ada, tapi
sekarang belum ada lagi kayaknya. Penyuluhannya yang
tentang 3M itu dek, terus pernah juga lah di bilang pakai kawat
untuk pentilasi. Kalau penyuluhan memang di posyandu
kadang, tapi gak fokus bahas DBD kalo ada yang kenak DBD
baru mereka jelasin DBD. Kalau waktu posyandu paling
tentang imunisasi, gizi anak kalau gak tentang ASI dek. Ya
gak banyak jugalah yang ikut, paling yang ada anak aja sama
ibu hamil yang datang ke posyandu. Kalo di rumah saya jarang
dek dapat periksa jentik itu.
Dari pernyata tabel 4.11 dapat diketahui bahwa Program Pemberantasan

DBD yang ada di Puskesmas Medan Johor yaitu PSN, PJB, penyuluhan, abatisasi

dan fogging jika ada kasus. Fogging dilakukan oleh petugas dinas kesehatan kota

medan, untuk bubuk abate penggunaannya masih belum tepat kepada masyarakat

ada yang menjual bubuk abate yang telah disediakan pemerintah, program

penyuluhan tentang DBD di lakukan hanya ketika musim hujan.

Universitas Sumatera Utara


66

4.3.7 Pernyataan Informan tentang Laporan Kasus DBD dan Ketepatan


Waktu Penyerahan Laporan Puskesmas Medan Johor

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan tentang Laporan Kasus DBD dan
Ketepatan Waktu Penyerahan Laporan Puskesmas Medan Johor
Informan Pernyataan
Pegawai PKM Puskesmas sebenarnya kasih laporan ke dinas sebelum tanggal
5 tapi seringnya setiap tanggal 10 di kasih. Kalau untuk
pelaporannya jumlah kasus DBD, nama pasien, kelurahan,
nama KK, umur, jumlah trombosit, di rawant di Rumah Sakit
(RS) mana.
Kepala Laporan di antar ke dinas setiap awal bulan, biasanya tanggal
Puskesmas 10.
Petugas DBD Laporan kita antar ke dinas setiap awal bulan, itu sebelum
tanggal 10 biasanya di antar. Rutin kita antar sebelum tanggal
10 lah harus diserahkan ke dinas.
Petugas SE Kalau untuk laporan sebelum tanggal 10 udah kita serahkan.
Kader Kalau untuk laporannya kita kasih per triwulan dek. Nanti
Jumantik orang puskesmas yang rekapkan sama laporan yang lain.
Dari pernyataan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa pelaporan kasus DBD di

berikan kepada dinas kesehatan setiap bulannya sebelum tanggal 10. Untuk

pelaporan dari kader jumantik di berikan setiap triwulan kepada pihak puskesmas.

4.3.8 Pernyataan Informan tentang Pelatihan yang dilakukan oleh Dinas


Kesehatan Kota Medan dalam Program Pemberantasan DBD di
Puskesmas Medan Johor

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang Pelatihan yang dilakukan


oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam Program
Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor
Informan Pernyataan
Pegawai PMK Kalau pelatihan ada dek, tapi dalam tahun ini belum ada kita
lakukan. Belum ada dana kita buat pelatihan.
Kepala Kalau pelatihan gak tentu juga, kadang ada kadang gak. Kalau
Puskesmas petugas yang ikut pelatihan petugas DBD dek. Soalnya kan
mereka yang harus tau perkembangan ilmu baru kasus DBD.
Setahun kemaren gak ada lah setau saya pelatihannya.
Petugas DBD Seharusnya ada dek, tapi udah lama gak ada pelatihan. Seingat
saya dua tahun lalu terakir. Gak tau juga kenapa gak ada
pelatihan lagi. Kalau kader jumantik seharusnya ada pelatihan
juga, tapi kayaknya dua tahun ini gak ada lagi peltihannya.
Kalau ada pelatihan itu biasanyanya kami bahas-bahas tentang
DBD, gimana cara penyuluhan supaya masyarakat mengerti,

Universitas Sumatera Utara


67

materi apa saja yang akan dibahas saat penyuluhan.


Petugas SE Dulu ada dek, tapi kayaknya udah lama gak ada lagi
pelatihannya. Gak tau juga kenapa. Seringnya petugas DBD
yang pergi.
Kader Kadang ada kadang gak dek. Kalau pelatihan ya biasanya dari
Jumantik pagi gitu sampai siang jam-jam 2 gitu. Ya kalau saya pelatihan
tentang periksa jentik, gimana ciri-ciri jentik nyamuk DBD,
siklus hidup nyamuk, gimana isi formulir untuk periksa jentik,
apa aja guna alat-alat untuk periksa jentik itu. Disana sekalian
pembagian honor, cuma kalau gak ada laporan atau laporannya
belum siap yaa honornya gak dikasi. Pernah dulu kan laporan
kami belum siap jadi kami akali aja kami isi asal-asal, mau
gimana lagi kalau gak honornya gak keluar.
Dari tabel 4.13 menyatakan bahwa Pelatihan yang dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Kota Medan beberapa tahun terakhir ini tidak pernah dilakukan, ada

juga yang menyatakan kalau dana untuk pelatihan belum ada. Pelatihan biasanya

dilakukan petugas DBD dan jumantik.

4.3.9 Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi antar Lintas


Sektor

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi


antar Lintas Sektor
Informan Pernyataan
Pegawai PMK Koordinasi itu penting dek. kalau gak ada koordinasi program
gak jalan. Kami kan juga ada tugas lain gak semuanya kami
yang jalan kan. Program yang kami pegang juga gak satu dek,
jadi memang perlu kerjasama lintas sektor lain.
Kepala Koordinasi penting. Puskesmas juga kerjasama dengan rumah
Puskesmas sakit dek. Misalnya ada pasien yang kita curigai sakit DBD
langsung kita rujuk ke rumah sakit, orang rumah sakit
langsung periksa darah, kalau hasilnya positif nanti petugas
DBD yang laporkan ke dinas kesehatan dek.
Petugas DBD Pentinglah dek. Koordinasi itu perlu, gak mungkin semuanya
saya yang jalankan. Kami juga ada koordinasi dengan lintas
sektor. Kalau ada kasus misalnya, kami dapat laporan dari
kepling tapi belum ada hasil dari rumah sakit, tapi kami udah
lakukan PE ditempat pasien. Jadi waktu hasil RS keluar kami
tinggal lapor ke dinas. Jadikan gak mesti lama-lama.
Petugas SE Kalau koordinasi itu perlu kali. Koordinasi kami juga baik
dengan orang kelurahan. misalnya ada kasus, datanya kurang
lengkap untuk mencari alamat pasien, nanti kami minta
bantuan sama orang kelurahan, orang kelurahan ikut bantu itu.

Universitas Sumatera Utara


68

Camat Kalau koordinasinya ya kami cuma melaporkan kasus DBD.


Biasanya kalau ada kasus kami laporkan ke puskesmas. Nanti
orang puskesmas yang lihat langsung. Kalau perlu fogging
mungkin orang kelurahan yang damping. Kalau udah
dilaksanakan fogging itu, kelurahan yang kasih laporan ke
kecamatan kalau fogging itu udah terlaksana.
Kader Ya penting dek. kalau gak kami gak tau juga kerja kami apa.
Jumantik Tapi maunya kan pas kami turun dilapangan ada orang
puskesmas juga yang ikut dampingi kami kerna kan kami
masih banyak belum ngerti.
Dari tabel 4.14 menyatakan bahwa koordinasi lintas sektoral dalam

pemberantasan DBD penting untuk dilakukan. Tanpa adanya koordinasi dengan

lintas sektor terkait sulin untuk menyelesaikan permasalahan DBD di Puskesmas

Medan Johor.

4.3.10 Pernyataan Informan tentang Evaluasi terhadap Program


Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan tentang Evaluasi terhadap


Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor
Informan Pernyataan
Pegawai PMK Kalau untuk evaluasi dari laporan yang diberikan petugas
DBD, itu biasanya laporan kasus, PSN, PJB dek. Kalau
langsung lihat ke lapangan gak penah kita dek, paling orang
puskesmas aja lah dek.
Kepala Ya dari laporan yang dibuat petugas DBD, kalau kapus kan
Puskesmas gak harus ikut waktu pelaporan ke dinas, jadi orang itu yang
evaluasi.
Petugas DBD Kalau buat evaluasi setiap bulan ada, setiap awal bulan hari
rabu minggu pertama dek. Orang dinas gak pernah dek melihat
kami di lapangan. Kalau penilaiannya ya dari laporan kami
ajalah dek. Kalau bukan karna fogging ya orang dinas gak
pernah ikut kami turun. Yang pergi evaluasi ya saya sendiri aja
ke dinas nanti sekalian bawa laporannya.
Petugas SE Dari laporan yang kami kasih itu orang itu menilainya. Kalau
turun kelapangan belum pernah setau saya. Kalau evaluasi
biasanya petugas DBD aja sama orang dinas, awal bulan
biasanya itu minggu pertama.
Dari tabel 4.15 menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan yaitu dari

laporan yang diberikan pihak puskesmas dan evaluasi di lakukan setiap awal

bulan di hari rabu minggu pertama.

Universitas Sumatera Utara


69

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Masukan (Input)

Aspek yang dikategorikan sebagai masukan (Input) dalam pelaksanaan

program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor yaitu:

5.1.1 Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam kegiatan

pemberantasan demam berdarah dengue (DBD) meliputi penanggung jawab DBD

dengan latar belakang pendidikan kesehatan lingkungan, penanggung jawab

surveilans epidemiologi dengan latar belakang pendidikan perawat. Adapun SDM

yang berada diluar petugas kesehatan yang ikut berperan dalam pelaksanaan

kegiatan pemberantasan DBD adalah kader jumantik dengan latar belakang tamat

SMA dan kepala lingkungan yang memiliki wewenang dan kekuatan untuk

menggerakkan masyarakat diwilayahnya mengingat untuk pemberantasan DBD

harus melibatkan semua pihak baik petugas kesehatan, kader jumantik, kepala

lingkungan dan masyarakat.

Setiap SDM memiliki perannya masing-masing dalam melaksanakan

kegiatan penanggulangan DBD. Untuk kegiatan penyuluhan, kegiatan ini

dilakaukn oleh penanggung jawab DBD yang sekaligus penanggung jawab bidang

kesehatan lingkungan (kesling). Sedangkan kegiatan pemeriksaan jentik berkala

(PJB) SDM yang bertanggung jawab untuk laksanakan kegiatan PJB ini adalah

kader Jumantik yang telah terlatih. Kegiatan abatisasi dilakukan oleh masyarakat

dengan bimbingan petugas Puskesmas. Kemudian kegiatan pemberantasan sarang

69

Universitas Sumatera Utara


70

nyamuk (PSN) pihak Puskesmas berkoordinasi dengan kepala lingkungan untuk

memberikan instruksi kepada masyarakat agar melaksanakan kegiatan PSN. Dan

kegiatan fogging dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dimana petugas

dilapangannya ditunjuk oleh Dinas Kesehatan yang terdiri dari tiga orang yang

masing-masing memiliki tugas sebagai pembuka pintu ruangan, penyemprot dan

penutup pintu setelah ruang di disemprot. Dalam pelaksanaan fogging ini, petugas

Puskesmas yang terlibat hanya sebagai pendamping fogging dan sebagai penyuluh

saat melaksanakan fogging.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa SDM yang

digunakan untuk pemberantasan DBD belum sesuai dengan seharusnya. Hal ini

dikarenakan masih ada SDM yang tidak digunakan dan berperan ganda untuk

melaksanakan program pemberantasan DBD. Menurut Ditjen PP & PL sumber

daya manusia (SDM) untuk pemberantasan DBD meliputi petugas kesehatan dari

Dinas Kesehatan dan Puskesmas yang meliputi pelaksana surveilans kasus DBD,

Kader/PKK/Jumantik, Pengelola program DBD Puskesmas, Pengelola program

DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, petugas penyemprot untuk fogging

serta tokoh masyarakat dan masyarakat umum.

Menurut hasil penelitian dalam struktur organisasi Puskesmas Medan

Johor diketahui bahwa SDM yang berperan dalam pemberantasan DBD di

wilayah Puskesmas Medan Johor mempunyai peran ganda dalam tanggungjawab

yang diberikan. Dapat dilihat dari petugas DBD yang memiliki tanggungjawab

juga sebagai petugas kesehatan lingkungan, dimana petugas DBD juga memiliki

tanggungjawab untuk melakukan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) yang

Universitas Sumatera Utara


71

dimana semestinya juga menjadi tanggungjawab petugas surveilans epidemiologi.

Sementara itu petugas SE tidak terlibat dalam pelaksanaan pemberantasan DBD di

Puskesmas Medan Johor. Petugas SE hanya bekerja untuk membuat laporan yang

diberikan oleh petugas DBD setiap bulannya. Padahal menurut Ditjen PP & PL,

petugas surveilans harus dilibatkan dalam kegiatan pemberantasan DBD. Petugas

surveilans epidemiologi Puskesmas Medan Johor merupakan seorang perawat.

Menurut KMK RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman

penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan, tenaga surveilans

epidemiologi di tingkat Dinas Kesehatan Kab/Kota terdiri dari satu tenaga

epidemiologi ahli (S2), dua tenaga epidemiologi ahli (S1) atau terampil, dan satu

tenaga dokter umum dan untuk Puskesmas tenaga surveilans yang dibutuhkan satu

tenaga epidemiologi ahli (S1) atau terampil. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

tenaga tenaga surveilans epidemiologi di Puskesmas Medan Johor belum sesuai

dengan tataran ideal tenaga surveilans. Maka untuk mengatasi hal itu sebaiknya

perlu diadakan pelatihan untuk petugas surveilans epidemiologi agar menjadi

tenaga surveilans yang terampil.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dari Dinas Kesehatan Kota

Medan dan Puskesmas Medan Johor menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang

yang bertanggung jawab dalam hal pemberantasan DBD yaitu kepala puskesmas,

dokter, petugas DBD, petugas kesehatan lingkungan dan petugas surveilans

epidemiologi. Agar program pemberantasan DBD berjalan dengan optimal peran

tenaga kesehatan sangat dibutuhkan untuk mensukseskan program pemberantasan

DBD tersebut. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam program pemberantasan

Universitas Sumatera Utara


72

DBD tidak hanya tanggungjawab petugas DBD saja, tetapi harus ada peran serta

dari lintas sektor yang terlibat. Petugas DBD tidak akan mampu mengatasi

masalah DBD tanpa adanya kerjasama/koordinasi dengan lintas sektor yang lain.

Menurut Handoko (2003) dalam mencapai sebuah tujuan organisasi memerlukan

koordinasi dengan lintas sektor lain. Tanpa koordinasi, individu-individu dan

departemen-departemen akan kehilangan pegangan atas peran mereka dalam

organisasi.

Dalam mendukung program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan

Johor dibutuhkan kerjasama dengan lintas sektor. Puskesmas Medan Johor

menjalin kerjasama tidak hanya dengan Dinas Kesehatan selain itu dengan

kecamatan, kelurahan, kepala lingkungan dan kader jumantik. Untuk mencegah

terjadinya peningkatan kasus DBD, petugas DBD berperan penting dalam

program pemberantasan DBD. Petugas DBD berperan dalam melakukan semua

program yang ada yaitu melakukan PSN yang meliputi Abatisasi (Larvasida),

pemeriksaan jentik berkala (PJB) dan Penyuluhan.

Untuk melaksanakan program pemberantasan DBD di wilayah Puskesmas

Medan Johor, kader jumantik juga memiliki peran sebagai penyuluh ketika

melakukan pemeriksaan jentik di rumah penderita DBD dan lingkungan

sekitarnya. Kader jumantik juga akan menjelaskan tentang PSN dengan cara 3M

Plus. Kader jumantik yang terpilih tentunya sudah terlatih. Kader jumantik juga

mempunyai tugas membuat laporan rutin setiap tiga bulan (triwulan). Menurut

Dirjen P2 & PL seharusnya laporan dari kader jumantik harus dilaporkan setiap

bulan kepada petugas DBD di Puskesmas Medan Johor. Pada kenyataannya

Universitas Sumatera Utara


73

laporan yang masuk dari kader jumantik setiap tiga bulan. Hal ini dikarenakan

rendahnya honor dan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas

puskesmas dan dinas kesehatan terhadap kader jumantik menyebabkan rendahnya

motivasi kerja kader jumntik. Sebaiknya petugas dinas kesehatan memberikan

motivasi berupa reward atau hadiah kepada kader jumantik yang aktif dilapangan.

Hal ini akan membuat kader jumantik lebih semangat dalam melaksanakan tugas-

tugas yang diberikan. Menurut Muninjaya (2004) menyatakan bahwa wawasan

dan motivasi kerja kader sebaiknya dapat terus dibina agar tugas yang dibebankan

kepada mereka dapat dikerjakan secara optimal. Mereka harus disadarkan bahwa

tugas mereka sangat penting, artinya bagi pembangunan keshatan warga sehingga

tugas mereka bukan semata-mata untuk kepentingan program kesehatan.

5.1.2 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan

pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor masih belum memadai. Tidak

ada prasarana khusus yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan

pemberantasan DBD karena kegiatan pemberantasan DBD tidak dilakukan di

dalam gedung Puskesmas. Prasarana yang digunakan untuk kegiatan meliputi

tempat posyandu dan mesjid sebagai prasaana untuk penyuluhan dengan kata lain

prasarana yang digunakan bukan fasilitas yang dimiliki puskesmas.

Sarana yang dimiliki oleh Puskesmas Medan Johor untuk kegiatan

pemberantasan DBD adalah bubuk abate, leaflet dan poster yang jumlahnya

sangat terbatas. Dikatakan terbatas karena leaflet tidak dibagikan kepada

masyarakat melainkan hanya untuk penyuluhan, sedangkan poster tentang gerakan

Universitas Sumatera Utara


74

3M Plus tidak tersedia di Puskesmas. Pentingnya poster tentang 3M Plus ini

adalah agar bisa menjangkau masyarakat yang tidak tahu informasi mengenai

gerakan 3M Plus. Pada kenyataannya untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan

tentang DBD di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor petugas Puskesmas tidak

menggunakan leaflet ataupun poster yang merupakan sarana yang telah tersedia.

Petugas Puskesmas hanya menyampaikan penyuluhan melalui penjelasan kepada

masyarakat. Hal ini menyebabkan kurang meratanya informasi yang didapatkan

oleh masyarakat, karena informasi yang disampaikan tidak dapat menjangkau

semua masyarakat. Sesuai dengan pernyataan informan yang masih belum

mengerti kegunaan bubuk abate dan gerakan jum’at bersih. Seharusnya petugas

kesehatan menempelkan poster di tempat-tempat yang strategis sehingga

masyarakat dapat menjangkau dan membaca poster yang ditempelkan, dan

membagi leaflet kepada masyarakat.

Untuk pelaksanaan fogging sarana yang dibutuhkan adalah mesin fogging,

alat pelindung diri berupa masker, solar dan insektisida. Jumlah mesin fogging

yang digunakan untuk pengasapan adalah lima unit. Berdasarkan hasil wawancara

diketahui jumlah ini masih kurang karena jumlah kecamatan yang ada di Kota

Medan tidak sebanding dengan jumlah mesin fogging yang tersedia. Hal ini

ditandai dengan keterlambatan pelaksanaan fogging karena harus menunggu

giliran.

Untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD diperlukan berbagai

alat dan bahan. Dalam standar penanggulanagan DBD alat dan bahan yang harus

tersedia antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet,

Universitas Sumatera Utara


75

poster, proyektor, formulir penyelidikan epidemiologi, alat semprot minimal

empat unit per puskesmas kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit,

solar dan bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit

(Depkes RI, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana yang digunakan untuk

pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor belum memadai. Salah satunya

mesin fogging yang tersedia di Puskesmas hanya satu unit itupun dalam kondisi

rusak. Selama ini pelaksanaan fogging menggunakan mesin fogging yang tersedia

dari Dinas Kesehatan, namun mesin fogging yang tersedia di Dinas Kesehatan

juga masih terbatas. Maka dari itu Puskesmas perlu melengkapi semua sarana

yang diperlukan untuk melakukan kegiatan penanggulangan DBD agar dapat

berjalan optimal.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan di Puskesmas Medan

Johor bahwa sarana di Puskesmas Medan Johor belum cukup memadai karena

mesin fogging yang dimiliki Puskesmas cuma satu unit dan keadaan mesin

fogging dalam keadaan rusak. Hal ini disebabkan tidak ada petugas yang terlatih

untuk menggunakan mesin fogging. Sedangkan menurut Depkes RI (2007),

jumlah mesin fogging yang ideal adalah empat unit per kecamatan. Menurut Putri

(2008) ketidakcukupan sarana dapat menyebabkan terlambatnya pelaksanaan

kegiatan dan kegiatan tidak terlaksana sesuai standar yang ada. Sarana merupakan

peunjang kegiatan yang sangat pentig agar kegiatan dapat terlaksana sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara


76

5.1.3 Dana

Dalam sebuah program, dana merupakan salah satu sumberdaya yang

sangat penting dalam keberhasilan seatu program. Dari hasil wawancara dengan

semua informan menyatakan dana yang tersedia dalam pemberantasan DBD di

Puskesmas Medan Johor merupakan dana yang berasal dari dana APBD dan dana

BOK.

Pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor,

dana yang dipakai untuk melakukan penyuluhan ke masyarakat adalah dana BOK,

sedangkan dana yang digunakan untuk abate, fogging, cairan fogging, honor

petugas kesehatan dan kader jumantik itu berasal dari dana APBD yang di kelola

oleh dinas kesehatan kota medan.

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Puskesmas Medan Johor dana

BOK yang ada di puskesmas medan johor digunakan untuk penyuluhan yang

dilakukan di sekolah-sekolah, penyuluhan yang dilakukan tidak hanya penyuluhan

tentang DBD, ada juga penyuluhan lainnya sepeti gizi anak sekolah, narkoba,

bahaya rokok, dll. Penyuluhan yang dilakukan tidak setiap bulan, dalam satu

tahun penyuluhan bisa dilakukan sekitar 3 sampai 4 kali. Hal ini disebabkan

karena kurangnya dana untuk petugas kesehatan dalam program tersebut.

Dana BOK di puskesmas sebaiknya tidak hanya untuk kegiatan

penyuluhan saja, seharusnya dana yang ada bisa di manfaatkan untuk melengkapi

sarana yang dibutuhkan oleh puskesmas seperti lcd untuk penyuluhan dan sarana

laboratorium untuk pemeriksaan DBD. Puskesmas seharusnya membuat anggaran

dana untuk pelaksanaan program pemberantasan DBD serta mengajukan proposal

Universitas Sumatera Utara


77

kepada dinas kesehatan kota medan agar mengalokasikan dana operasional untuk

membantu keterbatasan biaya operasional program pemberantasan DBD di

puskesmas medan johor. Untuk memperoleh hasil yang baik atas setiap kinerja,

organisasi harus melakukan investasi terhadap kegiatan yang ada. Individu atau

tim akan menjadi kurang berguna jika tidak didukung sumber dana untuk

melakukan pekerjaan (Mahsum, 2006).

5.2 Proses (Process)

5.2.1 Fogging

Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan bahwa fogging

merupakan program dari Dinas Kesehatan. Pengasapan (fogging) dilakukan oleh

Dinas Kesehatan jika telah ditemukan kasus DBD di wilayah kerja puskesmas.

Pelaksanaan fogging ini biasanya dilaksanakan jika telah ditemukannya kasus

DBD berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang laboratorium positif menyatakan

pasien menderitan sakit DBD. Kemudian petugas Puskesmas melakukan

penyelidikan epidemiologi (PE) ke rumah penderita DBD dengan jarak radius 100

meter ke depan, belakang, samping kiri dan samping kanan dari rumah yang

terkena DBD, jika ditemukan jentik DBD maka dilakukan fogging oleh dinas

kesehatan. Berdasarkan keterangan dari salah satu petugas Dinas Kesehatan Kota

Medan, jika sudah ada satu kasus DBD maka langsung dilakukan PE, tidak perlu

menunggu tiga kasus DBD. Dan ketika PE ditemukan jentik DBD dengan radius

100 meter maka langsung dilakukan fogging.

Universitas Sumatera Utara


78

Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor menganggap bahwa

dengan adanya fogging tidak perlu dilakukan pemberantasan DBD karena

masyarakat menganggap bahwa fogging sudah cukup untuk memberantas DBD.

Padahal pemberantasan DBD tidak cukup dengan melakukan fogging, selain itu

bisa melakukan 3M (menguras, menutup, dan mengubur barang-barang yang

dapat menampung air. Masyarakat juga tidak paham cara penaburan bubuk abate

dan manfaat bubuk abate. Kurangnya informasi dari tenaga kesehatan

mengakibatkan masyarakat kurang aktif dalam hal keterlibatan pemberantasan

DBD.

Menurut Sungkar (2007) menyatakan bahwa pengasapan juga harus diikuti

abatesasi dan PSN karena pengasapan hanya efektif untuk membunuh nyamuk

dewasa. Apabila tidak diikuti dengan abatisasi dan PSN, larva Aedes aegypi tidak

dapat diberantas dan akan tumbuh menjadi nyamuk dewasa. Larvasida yang

digunakan untuk abatisasi (temefos) mempunyai efek residu selama 2-3 bulan.

Jadi, jika tidak dilakukan empat kali abatisasi maka selama setahun populasi

nyamuk akan terkontrol dan dapat ditekan serendah-rendahnya.

5.2.2 Abatisasi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan semua informan menyatakan

bahwa pemberian bubuk abate di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor telah

dilakukan ketika ditemukan kasus DBD dan ketika Posyandu. Pelaksana abatisasi

dilakukan oleh petugas Puskesmas yang dibantu oleh kader juantik yang terlatih.

Adapun kegiatan program abatisasi yang dilakukan oleh Puskesmas dalam

pemberian bubuk abate ketika telah ditemukannya kasus DBD. Pemberian bubuk

Universitas Sumatera Utara


79

abate biasanya diberikan ketika posyandu, pada tempat-tempat umum seperti

sekolah, mesjid, gereja dll. Seharusnya program abatisasi tersebut dijalankan

sebelum ditemukannya kasus DBD, agar dapat mengurangi perkembangbiakan

vektor DBD lebih awal.

Keberhasilan program abatesasi tidak terlepas dari kerja sama pemerintah

dan masyarakat, khususnya petugas Puksesmas dan kader jumantik sebagai ujung

tombak pelaksanaan program. Namun pemberian bubuk abate harus sesuai dengan

dosis dan frekuensi pemberiannya, dan dilakukan secara rutin sehingga dapat

membunuh vektor jentik nyamuk Aedes aegypti.

Berdasarkan pengakuan salah satu informan menyatakan bahwa

pelaksanaan abate ada dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor masih

ditemukan penjual bubuk abate dengan harga Rp. 20.000 untuk mendapatkan 3

bungkus bubuk abate. Menurut pengakuan warga penjual bubuk abate mengaku

dari kelurahan dan saat menawarkan bubuk abate menggunakan pakaian dinas

kemudian memaksa warga untuk membeli bubuk abate tanpa menjelaskan cara

pemakaian bubuk abate tersebut. Setelah mengetahui hal ini, petugas Puskesmas

Medan Johor memberikan himabaun kepada masyarakat bahwa abate tidak pernah

diperjual belikan, jika ada yang menjual bubuk abate bisa menghubungi atau

melapor ke petugas kesehatan. Namun kenyataannya tidak jarang petugas

puskesmas menerima telepon bahwa masih ada penjual bubuk abate mengatas

namakan orang dinas dan puskesmas. Kurang aktifnya kader jumantik dalam

membagikan bubuk abate menyebabkan tidak meratanya pembagian bubuk abate

di masyarakat. Hal ini disebabkan bahwa kader jumantik malas untuk menjemput

Universitas Sumatera Utara


80

bubuk abate ke puskesmas. Sehingga ketika kader jumantik turun kelapangan

untuk pemeriksaan jentik, jarang membawa bubuk abate. Hendaknya terjalin

kerjasama antara petugas puskesmas dengan kader jumantik, tidak ada salanya

sesekali petugas puskesmas mengantar bubuk abate ke rumah jumantik.

5.2.3 PSN DBD

Saat ini strategi pemberantasan DBD antara lain dengan memberantas

aedes aegypti sebelum musim penularan untuk membatasi penyebaran DBD dan

mencegah KLB. Pemberantasan tersebut dilakukan dengan menggerakan

masyarakat untuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dikenal dengan

program jum’at bersih(Sungkar, 2007).

Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian ini, kegiatan PSN masih

menjadi tugas puskesmas dan kelurahan. pada program PSN ini masyarakat

kurang berperan dalam mensukseskan program tersebut. Padahal untuk mendapat

hasil yang maksimal peran masyarakat sangat dibutuhkan. Kurangnya partisipasi

masyarakat diasumsikan karena kurangnya kesadaran dari masyarakat.

Menurut Sungkar (2007) menyatakan bahwa peningkatan kesadaran

masyarakat sangat penting untuk menunjang keberhasilaan PSN yang merupakan

upaya termurah untuk memberantas DBD. Karena itu, diperlukan peenyuluhan

yang berkesianambungan mendorong masyarakat agar semakin menyadari bahaya

DBD dan pentingnya PSN.

Dari hasil penelitian, kurangnya partisipasi masyarakat terlihat dari adanya

masyarakat yang tidak terlibatnya dalam pelaksanaan gotong royong yang

diadakan oleh pihak kelurahan, tidak bersedia untuk dilakukan periksa jentik

Universitas Sumatera Utara


81

ketika petugas mendatangi rumah mereka. Berdasarkan penelitian Anita (2012)

menyatakan bahwa kurangnya partisipasi dan kerjasama antara anggota

masyarakat menjadi faktor utama sulitnya penanggulangan DBD. Kesadaran

masyarakat untuk berpartisipasi timbul apabila masyarakat mengetahui dampak

buruk DBD. Kurangnya pengetahuan masyarakat disebabkan oleh kurangnya

penyuluhan yang diberikan pada masyarakat.

5.2.4 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Pemeriksaan jentik berkala (PJB) di wilayah kerja puskesmas medan johor

sudah berjalan dengan baik, namun belum dilakukan secara maksimal karena

puskesmas melakukan pemeriksaan jentik berkala jika telah ditemukan kasus

DBD. Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan PJB dilakukan setiap tiga bulan

sekali.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, kegiatan jumantik hanya dilakukan

jika telah ditemukannya kasus DBD di wilayah kerjanya sehingga program PJB

belum maksimal. Belum maksimalnya kerja jumantik disebabkan karena

kurangnya motivasi yang diberikan oleh pihak puskesmas dan dinas kesehatan.

Pada kenyataannya data yang diberikan oleh jumantik setiap tiga bulan lebih

sering data yang asal-asalan karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh

pihak puskesmas.

Menurut Sambo, dkk (2012) menyatakan bahwa program pemeriksaan

jentik berkala kurang berjalan dengan baik dipengaruhi oleh kurangnya dana

untuk pelaksanaan program, masih kurangnya pengetahuan kader dalam pengisian

blanko, dan keterlambatan pengambilan blanko dari masing-masing kader.

Universitas Sumatera Utara


82

Secara umum, peran kader jumantik selama ini sudah cukup maksimal

dalam pencegahan DBD. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika

mereka turun ke lapanagan untuk melakukan pemeriksaan jentik ke rumah warga

kader jumantik biasanya tidak memberikan informasi yang cukup kepada

masyarakat mengenai DBD dan pencegahan DBD.

Menurut Pratamawati (2012) menyatakan bahwa peran jumantik sangat

penting dalam sistem kewaspadaan dini (SKD) hasil pemantauan kepadatan

vektor. Peran jumantik sangat penting dalam SKD DBD karena berfungsi

memantau keberadaan serta mengahaymbat perkembangan awal dari vektor

penular DBD. Keaktifan kader jumantik dalam memantau lingkungannya

merupakan langkah penting untuk mencegah meningkatnya kasus DBD. Oleh

karena itu diperlukan upaya peningkatan motivasi jumantik melalui motivasi yang

diberikan oleh dinas kesehatan setempat.

5.2.5 Penyuluhan

Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga kesehatan di Puskesmas

Medan Johor, penyuluhan tentang DBD dilakukan di Posyandu dan ketika turun

kelapangan saat melakukan Penyelidikan Epidemiologi pada kunjungan ke rumah

penderita DBD. Penyuluhan yang dilakukan bertujuan untuk memberi informasi

dan pengetahuan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas medan johor.

Menurut Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa promosi atau pendidikan

kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan

kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa

dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat

Universitas Sumatera Utara


83

memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik, pengetahuan tersebut

pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku

kesehatan dari sasaran.

Pada kenyataannya penyuluhan tentang DBD ini sangat jarang dilakukan,

terbukti dengan adanya pengakuan dari masyarakat bahwa jika penyuluhan yang

disampaikan kepada masayarakat tidak mengenai tentang DBD tetapi lebih sering

mengenai imunisasi, gizi pada anak atau tentang pemberian ASI. Berdasarkan

penelitian kegiatan penyuluhan yang dilakukan di Posyandu dan kunjungan ke

rumah penderita DBD tidak terprogram dengan baik. Kegiatan dilakukan secara

insidentil apabila ditemukan masalah atau ada kegiatan tertentu bukan kegiatan

yang direncanakan dari awal baik dalam hal materi ataupun waktu pelaksanaan

kegiatan.

Informasi tentang DBD yang diberikan selama ini masih kurang lengkap,

terbukti dengan adanya pengakuan masyarakat yang tidak mengetahui cara

menggunakan serbuk bubuk abate. Selama ini informasi yang diberikan hanya

sebatas apa penyebab penyakit DBD dan gejala nya, tetapi belum sampai tentang

bagaimana cara pencegahan yang dilakukan untuk menanggulangi DBD tersebut.

Dan penyuluhan yang dilakukan selama ini tidak terjadwal dengan baik dan akan

dilakukan jika telah ditemukannya kasus DBD.

Di samping itu kader juga dapat berperan sebagai orang yang pertama kali

menemukan jika ada masalah kesehatan didaerahnya dan segera melaporkan ke

tenaga kesehatan setempat. Kader merupakan penghubung antara masyarakat

dengan tenaga kesehatan karena kader selalu berada di tengah-tengah masyarakat

Universitas Sumatera Utara


84

(Kepmenkes RI, 2011). Kader diharapkan dapat berperan sebagai pemberi

informasi kesehatan kepada masyarakat dan penggerak masyarakat untuk

melaksanakan pesan-pesan kesehatan demi kehidupan yang lebih bersih dan sehat.

5.3 Keluaran (Output)

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan

dari berlangsungnya proses dalam sistem. Keluaran yang diharapkan

Tujuan umum pemberantasan DBD adalah menurunkan angka kesakitan

dan kematian DBD bersama lintas sektor terkait. Keluaran (output) dalam

pelaksanaan program pemberantasan DBD di puskesmas medan johor dapat

dinilai dari upaya program pemberantasan DBD yang dilakukan.

Upaya pemberantasan DBD yang telah dilakaukan di Puskesmas Medan

Johor belum berjalan dengan maksimal. Dapat dilihat dari program penyuluhan

yang dilakukan selama ini belum terprogram dengan baik. Kegiatan hanya

dilakukan insidential apabila telah ditemukan masalah, bukan kegiatan yang telah

terencana dari awal sehingga masih banyak masyarakat yang belum memahami

bagaimana cara mencegah agar tidak terjadinya kasus DBD.

Upaya pemberantasan yang dilakukan selama ini dapat dilihat dari

program fogging yang telah terlaksana di masyarakat. Kegiatan fogging yang

dilakukan selama ini hanya dilakukan satu kali. Dimana semestinya fogging

dilakukan dua kali dengan interval satu minggu pelaksanaan fogging pertama.

Program abatisasi yang berjalan di masyarakat dan tempat-tempat umum seperti

sekolah belum berjalan dengan maksimal. Hal ini disebabkan kurangnya

sosialisasi petugas kesehatan mengenai bubuk abate di masyarakat, sehingga

Universitas Sumatera Utara


85

masyarakat masih belum memahami kegunaan bubuk abate dan masih

ditemukannya penjualan bubuk abate yang dilakukan kepada masyarakat.

PSN DBD yang ada selama ini di masyarakat masih belum berjalan

dengan baik. Dimana masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk

melaksanakan kegiatan 3M Plus karena banyak masyarakat yang tidak

berpartisipasi dalam mensukseskan kegiatan 3M. Pemantaun jentik berkala (PJB)

yang dilakukan oleh Puskesmas Medan Johor belum terlaksana dengan baik,

karena saat melakukan pemeriksaan jentik petugas tidak melakukannya dengan

benar. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pengawasan kepala puskesmas.

Pengawasan dan pembinaan perlu ditingkatkan agar pelaksanaan program

pemberantasan DBD dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi yang terakhir dari

proses manajemen. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar

keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan

sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah di capai atau yang

mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan atau penyimpangan yang

terjadi harus segera diatasi. Penyimpangannya harus dapat dideteksi secara dini,

dicegah, dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan dan

pengendalian bertujuan agar penggunaan sumberdaya dapat lebih diefisienkan,

dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan

(Munijaya, 2004).

Universitas Sumatera Utara


86

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor belum

maksimal dilakukan. Hal ini karena petugas kesehatan yang terlibat belum

maksimal melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan,

sarana yang telah tersedia belum dimanfaatkan dengan baik, seperti sarana

PSN Kit untuk kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk dan tidak adanya

prasarana khusus yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan

pemberantasan DBD karena kegiatan pemberantasan DBD tidak dilakukan di

dalam gedung Puskesmas.

2. Untuk pelaksanaan fogging di Puskesmas Medan Johor sudah berjalan di

masyarakat. Fogging dilakukan jika laporan yang diberikan oleh pihak

Puskesmas ke Dinas Kesahatan Kota Medan. Laporan yang diterima oleh

pihak Puskesmas berasal dari laporan masyarakat kepada Kepala Lingkungan

sekiar. Fogging ini biasanya dilakukan hanya satu kali di masyarakat yang

seharusnya pelaksanaan fogging dilakukan dua kali dengan interval satu

minggu dari jarak fogging yang pertama. Hal ini dikarenakan kurangnya

pelatihan kepada petugas kesehatan yang melaksanakan kegiatan fogging

tersebut.

86

Universitas Sumatera Utara


87

3. Pelaksanaan Abatisasi belum merata sasaran di masyarakat Medan Johor

karena masih ditemukannya pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab

menjual bubuk abate di masyarakat yang seharusnya bubuk abate tersebut

diberikan secara gratis kepada masyarakat, karena bubuk abate sudah

disediakan oleh Dinas Kesehatan.

4. Pelaksanaan PSN DBD di masyarakat belum maksimal dilakuakan karena

masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan 3M Plus dan

penggunaan bubuk Abate.

5. Pemantauan Jentik Berkala (PJB) belum maksimal dilakukan karena petugas

yang melakukan PJB tidak menggunakan alat-alat untuk pemeriksaan jentik

seperti senter, pipet untuk mengambil jentik, dan pelastik untuk meletakan

jentik.

6. Pelaksanaan Penyuluhan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Medan Johor

hanya dilakukan jika telah ditemukannya kasus DBD di Wilayah kerja

Puskesmas Medan Johor sehingga program penyuluhan belum berjalan secara

maksimal. Program penyuluhan seharusnya dilakukan sebelum ditemukannya

kasus DBD agar dapat mencegah terjadinya peningkatan kasus DBD di

Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor.

Universitas Sumatera Utara


88

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan, adapun saran-saran yang diberikan adalah

sebagai berikut:

6.2.1 Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan:

1. Agar melengkapi sarana dan prasarana laboratorium di Puskesmas

Medan Johor.

2. Agar mengadakan pelatihan kepada petugas kesehatan dengan kader

Jumantik.

3. Agar melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja petugas di

lapangan secara khusus dan berkelanjutan.

4. Agar mengkontrol petugas kesehatan dalam memberikan bubuk abate

sebagai upaya kewaspadaan dini terhadap adanya kasus DBD.

5. Agar membuat kebijakan yang melibatkan masyarakat dalam upaya

pencegahan dan pemberantasan DBD melalui metode yang lebih

efektif.

6.2.2 Kepada Puskesmas Medan Johor diharapkan:

1. Agar meningkatkan koordinasi kerjasama dengan lintas sektor baik

dengan kelurahan, kecamatan, dinas kesehatan dan instansi terkait

lainnya.

2. Agar melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja petugas

kesehatan di Puskesmas Medan Johor secara khusus dan berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara


89

3. Agar mengoptimalkan penyuluhan tentang DBD kepada masyarakat,

sehingga masyarakat memahami tentang Pemberantasan DBD

dilingkungannya.

6.2.3 Kepada Lintas Sektoral dan Masyarakat

1. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengikuti penyuluhan

kesehatan tentang pemberantasan DBD yang dilaksanakan oleh

petugas kesehatan ataupun LSM lainnya.

2. Masyarakat untuk berperan dalam melakukan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) dan lebih aktif mengikuti penyuluhan yang dilakukan

oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan.

3. Masyarakat wajib berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong di

lingkungan rumahnya untuk mencegah tempat perindukan nyamuk dan

keberadaan jentik nyamuk DBD setiap minggu.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Anita, Fitri. 2012. Peranserta Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan


Pemberantasan DBD Di Kecamatan Pies Kecamatan Aceh Tengah.
Skripsi. Medan : FKep Universitas Sumatera Utara.
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan: Edisi Ketiga. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Depkes RI, 1996. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL). Pemberantasan Demam Berdara. Jakarta.

______,1997. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan (P2PL). Membina Gerakan Pemberantasan Sarang
Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Jakarta.
______,2007. Modul Pelatihan bagi Pengelola Program Pengendalian
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Medan, 2014. Profil Kesehatan Kota Medan.

______,2015. Profil Kesehatan Kota Medan.


Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2014. Profil Kesehatan Sumatera
Utara.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2006.
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN
DBD. Jakarta.

______,2014. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Kemenkes RI.


Jakarta.
Ginanjar, Genis. 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka.
Handoko, T Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan, Drs. H. Malayu S.P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan


Masalah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kementerian Kesehatan RI, 1992. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 581 Tahun 1992 Tentang Pemberantasan Penyakit
DBD. Jakarta.
_____,2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Pusat Data dan Survailans
Epidemiologi. Volume 2. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


______,2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2 & PL). Modul Pengendalian Demam Berdarah
Dengue. Jakarta.

______,2011. Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan


Bagi Petugas di Puskesmas. Jakarta.
______,2013. Buku Saku Pengendalian Demam Berdarah Dengue untuk
Pengelola Program DBD Puskesmas.
______,2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta.
Manda, Yunita Sari. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberantasan
Penyakit DBD (P2DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea
Kota Makassar. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualititif. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Mumpuni, dr. Yekti. 2015. Cekal (Cegah dan Tangkal) sampai Tuntas Demam
Berdarah. Yogyakarta: Andi Offset.

Muninjaya, Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.


Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta:
Renika Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.
Pratamawati, D.A. 2012. Peran Juru Pemantau Jentik dalam Sistem
Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal.
Kesehatan Masyarakat Nasional.
Rosiana. 2006. Studi Pelaksanaan Program Pemberantasan Vektor Penyakit
Demam Berdarah Dengue terhadap Kejadian DBD di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalate Kota MakassarPeriode 2001-2005. Skripsi.
Makassar: FKM Universitas Hasanuddin.
Rosidi, AR dan Adisasmito, W. 2009. Hubungan Faktor penggerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-
DBD) dengan Angka Bebas Jentik di Kecamatan Sumber Jaya
Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Jurnal. Majalah Kedokteran
Bandung No. 2 Vol 41. Bandung: FK Universitas Padjajaran.

Sambo F, Hasanuddin I, Agus B. 2010-2012. Implementasi Program


Pemberantasan Demam Berdarah Dengue dalam Menurunkan
Insiden DBD Berbasis Kelurahan di Kota Makassar Periode 2012-
2012. Jurnal. Makassar: FKM Universitas Hasanuddin.

Universitas Sumatera Utara


Satari, Hindra I dan Mila Meiliasari.2008.Demam Berdarah Perawatan di
Rumah dan Rumah Sakit Plus Menu. Jakarta: Puspa Swara.
Siagian, Sondang. 1996. Organisasi, Kepemimpinan, dan Perilaku
Administras. Jakarta : Bumi Aksara.
Soegeng, S. 2001. Penatalaksanaan DBD pada Anak. Jakarta: IDI.
Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Airlangga University
Press. Surabaya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung:


Alfabeta.
Sungkar, Saleha. 2007. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue: Sebuah
Tantangan yang Harus Dijawab. Jurnal. Jakarta: FK Universitas
Indonesia.
Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan.

WHO. 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan


Demam Berdarah Dengue. EGC. Jakarta.
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Erlangga. Semarang.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN I

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM


PEMBERANTASAN DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR
KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016

I. Identidas Informan
Nama :
Umur : tahun
Jenis Kelamin : LK/PR
Pendidikan :
Asal Instansi :
Tanggal Wawancara :

II. Daftar Pertanyaan


A. Petugas Dinas Kesehatan KotaMedan
1. Terkait dengan program DBD di puskesmas medan johor, siapa saja
tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program
pemberantasan DBD di puskesmas medan johor?
2. Bagaimana dengan sarana dan prasarana yang tersedia dalam
mendukung program pemberantasan DBD di dinas kesehatan?
3. Bagaimana dengan dana yang tersedia dalam mendukung program
pemberantasan DBD?
4. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor dalam mendukung program
pemberantasan DBD?
5. Apakah masyarakat terlibat dalam program pemberantasan DBD? apa
bentuk keterlibatan masyarakat tersebut?
6. Apa saja program pemberantasan DBD yang dilakukan oleh dinas
kesehatan? Bagaimana pelaksanaannya?
7. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus DBD secara
runtin? Kapan puskesmas memberikan laporan?
8. Terkait tentang program pemberantasan DBD di Puskesmas, apakah
ada pelatihan bagi petugas DBD dalam hal menurunkan angka
kesakitan DBD?
9. Apakah bapak pernah melakukan supervisi kepata petugas DBD di
puskesmas medan johor? Jika ada, apakah ada evaluasi dari dinas
kesehatan?
B. Kepala Puskesmas Medan Johor
1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor
siapa saja tenaga kesehtan yang terlibat?
2. Bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam program
pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif?
3. Bagaimana dengan dana untuk program pemberantasan DBD? baik
dalam hal promotif dan preventif?

Universitas Sumatera Utara


4. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor dalam mendukung program
pemberantasan DBD?
5. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam program pemberantasan DBD?
apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut?
6. Apa saja program yang ibu lakukan dalam pemberantasan DBD di
wilayah kerja puskesmas medan johor? Langkah-langkah apa saja
yang dilakukan dalam pemberantasan DBD tersebut?
7. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus DBD secara
runtin? Kapan puskesmas memberikan laporan?
8. Terkait tentang program pemberantasan DBD di Puskesmas, apakah
ada pelatihan bagi petugas DBD dalam hal menurunkan angka
kesakitan DBD?
9. Apakah bapak pernah melakukan supervisi kepata petugas DBD di
puskesmas medan johor? Jika ada, apakah ada evaluasi dari dinas
kesehatan?
C. Penanggung jawab Program DBD Puskesmas Medan Johor
1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor
siapa saja tenaga kesehtan yang terlibat?
2. Bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam program
pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif?
3. Bagaimana dengan dana untuk program pemberantasan DBD? baik
dalam hal promotif dan preventif?
4. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor dalam mendukung program
pemberantasan DBD?
5. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam program pemberantasan DBD?
apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut?
6. Apa saja program yang ibu lakukan dalam pemberantasan DBD di
wilayah kerja puskesmas medan johor? Langkah-langkah apa saja
yang dilakukan dalam pemberantasan DBD tersebut?
7. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus DBD secara
runtin? Kapan puskesmas memberikan laporan?
8. Terkait tentang program pemberantasan DBD di Puskesmas, apakah
ada pelatihan bagi petugas DBD dalam hal menurunkan angka
kesakitan DBD?
9. Apakah bapak pernah melakukan supervisi kepata petugas DBD di
puskesmas medan johor? Jika ada, apakah ada evaluasi dari dinas
kesehatan?
D. Petugas Surveilans Epidemiologi di Puskesmas Medan Johor
1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor
siapa saja tenaga kesehtan yang terlibat?
2. Bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam program
pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif?
3. Bagaimana dengan dana untuk program pemberantasan DBD? baik
dalam hal promotif dan preventif?
4. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor dalam mendukung program
pemberantasan DBD?

Universitas Sumatera Utara


5. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam program pemberantasan DBD?
apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut?
6. Apa saja program yang ibu lakukan dalam pemberantasan DBD di
wilayah kerja puskesmas medan johor? Langkah-langkah apa saja
yang dilakukan dalam pemberantasan DBD tersebut?
7. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus DBD secara
runtin? Kapan puskesmas memberikan laporan?
8. Terkait tentang program pemberantasan DBD di Puskesmas, apakah
ada pelatihan bagi petugas DBD dalam hal menurunkan angka
kesakitan DBD?
9. Apakah bapak pernah melakukan supervisi kepata petugas DBD di
puskesmas medan johor? Jika ada, apakah ada evaluasi dari dinas
kesehatan?
E. Camat Medan Johor
1. Apa saja yang bapak ketahui tentang kasus DBD di Wilayah
Kecamatan ini ? Bagaimana cara bapak mengatasi kasus DBD yang
terjadi di wilayah kelurahan ini ?
2. Darimana bapak mengetahui jika ada kasus DBD? Apakah bapak/ibu
segera melaporkan kasus DBD ke puskesmas setempat?
3. Apakah bapak pernah diberi penyuluhan tentang DBD di kelurahan ini
?
4. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam program pemberantasan DBD?
Bagaimana bentuk keterlibatan yang dilakukan masyarakat setempat?
5. Jika ditemukan kasus DBD kemanakah bapak akan melaporkan kasus
tersebut?
6. Jika kasus DBD sudah positif ada di lingkungan bapak/ibu apakah
segera dilaporkan ke Puskesmas? Apa langkah yang diambil
Puskesmas untuk menangani kasus DBD tersebut?
7. Apakah sudah berjalan pelaksanaan pemberantasan vektor DBD di
lingkungan bapak? Dalam bentuk apa kegiatan yang telah bapak/ibu
lakukan dalam pemberantasan DBD?
F. Kader Jumantik
1. Bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam program
pemberantasan DBDtik di puskesmas medan johor untuk kader juman?
2. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor kader jumantik dalam
mendukung program pemberantasan DBD? apa saja yang dilakukan?
3. Apakah masyarakat telibat aktif dalam mendukung program
pemberantasan DBD ? apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut?
4. Apa saja program yang ada di puskesmas medan johor tentang rogram
pemberantasan DBD?
5. Adakah laporan kusus kader jumantik untuk puskesmas medan johor?
Kapan laporan jumantik diberikan kepada puskesmas medan johor?

Universitas Sumatera Utara


G. Masyarakat
1. Apakah ibu penah mendapatkan instruksi mengenai informasi
pemantauan jentik berkala? Apakah ada tenaga kesehatan melakukan
pemantauan jentik berkala?
2. Menurut ibu bagaikmana pelaksanaan penyuluhan yang selama ini
berjalan di masyarakat ?
3. Apakah ibu terlibat aktif dalam mendukung program pemberantasan
DBD? bagaimana bentuk keterlibatan yang ibu lakukan?
4. Bagaimana sarana buubuk abate dari puskesmas? Sudahkah ibu
mendapatkan bubuk abate?

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2

Lembar Observasi

No Kegiatan Program Pemberantasan Ya Tidak Keterangan


DBD
1 Petugas DBD melakukan surveilans
kasus secara aktif dan pasif
2 Pasien dengan suspek DBD dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan darah
rutin
3 Tersedianya alat-alat sederhana yang
digunakan untuk pemeriksaan DBD:
1. Manset anak
2. Mikroskop
3. Hb Sahli
4. Pipet Hb
5. Pipet eritrosit
6. Pipiet leokosit
7. Kamar hitung trombosit
4 Pasien dengan kasus positif DBD
dianjurkan untuk Rawat Inap dan
pemeriksaan darah rutin (trombosit)
sampai batas normal 150.000-350.000
5 Kegiatan fogging dilakukan jika terdapat
kasus DBD ≥ 3 kasus dan ditemukannya
± 5 jentik di suatu wilayah
6 Petugas puskesmas melakukan upaya
PSN (abatisasi, pemeriksaan jentik
berkala, dan penyuluhan)
7 Daftar kegiatan puskesmas dan jadwal
realisasinya
8 Catatan pelaksanaan Penyelidikan
Epidemiologi (PE), Fogging Fokus (FF),
larvasida, PJB dan penyuluhan
9 Pihak puskesmas melakukan PE terhadap
penderita/tersangka DBD
10 Pencatatan dan pelaporan di Form. PE
11 Puskesmas memiliki daftar inventaris dan
stok bahan dan alat di puskesmas seperti
mesin fogging, larvasida, dan penyuluhan
12 Tersedianya alat-alat PSN Kit:
1. Topi
2. Rompi
3. Tas kerja

Universitas Sumatera Utara


4. Form. Hasil pemeriksaan jentik
5. Alat tulis
6. Senter
7. Pipet
8. Plastik tempat letak jentik
9. Laevasida (abate)
13 Petugas melakukan pemeriksaan jentik
menggunakan PSN kit yang telah di
sediakan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai