Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK MAHASISWA

DENGAN PERSEPSI PASIEN DI IRNA RSUD UMBU RARA


MEHA WAINGAPU

Maria Kareri Hara*, Yuneti Octavianus Nyoko*


mariakareri@yahoo.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Komunikasi yang kurang baik dari perawat menimbulkan kesalahpahaman antara
perawat dengan pasien maupun keluarganya. Survey awal menunjukkan mahasiswa TK III yang
sedang praktek cenderung tidak melakukan komunikasi terapeutik dengan baik. Tujuan penelitian
ini untuk melihat hubungan ketrampilan komunikasi terapeutik mahasiswa TK III Dengan Persepsi
Pasien Di Instalasi Rawat Inap RSUD Umbu Rara Meha Waingapu. Metode: Jenis penelitian ini
adalah observasional analitik (cross sectional). Sampel terdiri dari 155 sampel pasien yang sudah
menerima perawatan dari mahasiswa TKT III. Variabel bebas adalah komunikasi terapiutik fase
orietasi, fase kerja, fase terminasi dan variable terikat adalah persepsi pasien. Data dikumpulkan
dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis secara untivariat dan bivariat dengan
Chi square. Hasil: Sebagian besar persepsi pasien yaitu 123 orang (79,4%) menyatakan komunikasi
terapeutik mahasiswa TK. III tidak baik dan ada hubungan antara ketrampilan komunikasi pada fase
orientasi dengan persepsi klien (OR=12,710; 95%CI=6,023-26,821; p-value=0,001), pada fase kerja
(OR=4,691; 95%CI=2,160-10,187; p-value=0,001) dan pada fase terminasi (OR=3,460
(95%CI=1,970-6,077; p-value=0,001). Saran: Rumah sakit diharapkan meningkatkan bimbingan
klinik oleh CI. Institusi pendidikan diharapkan meningkatkan bimbingan dan pengalaman praktek
mahasiswa di laboratorium dan tempat praktek dalam melakukan komunikasi terapiutik dan
peningkatan mutu pembelajaran terutama komunikasi terapeutik.
Kata Kunci: Komunikasi Terapeutik, Persepsi Pasien, Perawat, Sumba Timur

ABSTRACT
Introduction: Poor communication from nurses can make misunderstandings between nurses and
patients also patient’s families. A survey at students third level has practice in hospital showed most
of they had therapeutic communication not well. The aims of the study is to known correlation of
therapeutic communication students level III with patient perception at Inpatient Care Umbu Rara
Meha Hospital Waingapu. Methods: Desain of this study is descriptive study with cross sectional
design. The sample is 155 patients who have received treatment from students level III. The
independent variables are therapeutic communication orientation phase, phase of work,
termination phase and the dependent variable is the perception of the patient. Data were collected
with interviews using a questionnaire. Data were analyzed by univariate and bivariate with Chi-
square. Results: Most of the patient perception showed students level III has poor therapeutic
communication (123 people; 79.4%). Results of this study also found has correlations therapeutic
communication at orientation phase with patient perception (OR=12.710; 95% CI= 6.023 - 26.821;
p-value = 0.001), has correlations therapeutic communication at phase of work with patient
perception (OR=4.691; 95% CI=2.160-10.187; p-value = 0.001) and has correlations therapeutic
communication at termination phase with patient perception (OR=3.460; 95%CI=1.970-6.077; p-
value=0.001). Suggested: For the hospital, expected to improve the guidance clinic by CI. For
educational institutions expected to improve the student guidance and practical experience in the
laboratory and hospital specially skill therapeutic communicating also improving the quality of
learning therapeutic communication.
Keyword : therapeutic communication, patient perception, nurse, East Sumba.

* Dosen pada Program Studi Keperawatan Waingapu, Poltekkes Kemenkes Kupang

71
PENDAHULUAN Hal ini menunjukkan bahwa
perawat dalam berinteraksi dengan klien
Komunikasi adalah elemen dasar masih terjadi komunikasi yang kurang
dari interaksi manusia yang baik. Hal ini bisa disebabkan karena
memungkinkan seseorang untuk kurang disadari pentingnya komunikasi
mempertahankan, menetapkan, dan oleh perawat dan rendahnya pengalaman
meningkatkan kontak dengan orang lain perawat tentang teori, konsep dan arti
(Potter & Perry, 2005). Komunikasi yang penting komunikasi terapeutik dalam
kurang baik dari perawat menimbulkan pemberian asuhan keperawatan.
kesalah pahaman antara perawat dengan Mahasiswa Program Studi
pasien maupun keluarganya. Perawat Keperawatan Waingapu sebagai calon
sering menggunakan pertanyaan yang perawat vokasional telah dibekali materi
hanya membutuhkan jawaban “ya” dan komunikasi dalam keperawatan termasuk
“tidak”, komunikasi yang seperti itu didalamnya adalah komunikasi terapiutik
membatasi pasien untuk memperluas pada semester II, dengan demikian
percakapan atau menyatakan diharapkan mahasiswa mampu
permasalahan mereka sendiri (Abraham, menerapkan komunikasi terapiutik saat
1997). melaksanakan praktek klinik di rumah
Penelitian terdahulu yang dilakukan sakit dan tercipta hubungan saling
Makasar menunjukkan dari 95 pasien, percaya dan memberi efek terapi bagi
diperoleh 76,8% menyatakan perawat pasien yang dirawat. Untuk mencapai
masih kurang melakukan komunikasi hasil asuhan keperawatan yang maksimal
terapeutik (Akbar, 2013). Berdasarkan ada 4 fase komunikasi yang wajib
survey awal di RSUD Umbu Rara Meha dilakukan oleh perawat atau mahasiswa
pada bulan Februari 2016 pada sebagai calon perawat yaitu fase
mahasiswa tingkat III yang sedang prainteraksi, fase orientasi, fase kerja dan
menjalani praktek, mahasiswa cenderung fase terminasi.
tidak melakukan komunikasi terapeutik
dengan baik terhadap pasiennya, METODOLOGI PENELITIAN
komunikasi hanya dilakukan sekedarnya
saja tanpa menerapkan sikap dan tahap- Rancangan penelitian cross
tahap komunikasi terapeutik. sectional yaitu menghubungkan antara
Hasil survey juga mendapatkan ketrampilan komunikasi terapeutik
informasi secara lisan dari 5 orang pasien. mahasiswa tingkat III dengan persepsi
Tiga di antaranya tidak mengenal pasien yang dirawat di ruang instalasi
mahasiswa keperawatan yang rawat Inap RSUD Umbu Rara Meha
merawatnya dan pasien yang Waingapu. Penelitian dilaksanakan bulan
mendapatkan tindakan pemasangan infus Maret-Oktober 2016.
mengatakan bahwa mahasiswa belum
menjelaskan secara terbuka mengenai
prosedur tindakan tersebut.

72
Populasi dalam penelitian ini adalah Fase terminasi adalah fase akhir
semua mahasiswa Tingkat III angkatan dari pertemuan antara perawat dengan
tahun 2013/2014 dan 2014/2015 yang pasien. Pengukuran menggunakan
memberikan perawatan kepada pasien di kuesioner yang terdiri dari 6 pertanyaan
ruang instalasi rawat inap RSUD Umbu dan dikategorikan baik bila skor 5-6,
Rara Meha berjumlah 155 orang. Teknik tidak baik skor < 5.
pengambilan sampel dalam penelitian ini Persepsi pasien adalah bagaimana
yaitu total sampling. Untuk menilai pendapat/kesan pasien terhadap
ketrampilan mahasiswa peneliti ketrampilan mahasiswa dalam
mewawancarai pasien yang dirawat oleh menerapkan komunikasi terapeutik.
mahasiswa TK III tersebut. Variabel Untuk mengukur persepsi pasien
bebas dalam penelitian ini adalah terhadap ketrampilan mahasiswa tingkat
ketrampilan mahasiswa dalam III mengunakan nilai mean dan SD yang
menerapkan komunikasi terapeutik fase dikategorikan baik bila skor pasien >
orientasi, fase kerja dan fase terminasi. mean + SD, tidak baik bila skor pasien <
Variabel tergantung yaitu persepsi pasien mean +SD. Analisis univariat untuk
yang dirawat. mendiskripsikan ketrampilan komunikasi
Ketrampilan mahasiswa fase terapeutik mahasiswa tingkat III yaitu
orientasi adalah keterampilan fase orientasi, fase kerja dan fase
berkomunikasi yang merupakan critical terminasi. Analisis bivariat menggunakan
skill harus dimiliki oleh perawat/ uji chi-square untuk melihat hubungan
mahasiswa perawat pada awal bertemu ketrampilan komunikasi terpeutik
dengan pasien untuk memberikan asuhan mahasiswa tingkat III fase orientasi, kerja
keperawatan di ruang perawatan. dan terminasi dengan persepsi pasien
Pengukuran menggunakan kuesioner yang dirawat mahasiswa di ruang instalasi
yang terdiri dari 10 pertanyaan. Setiap Rawat Inap RSUD Umbu Rara meha
jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban Waingapu.
salah diberi nilai 0, kemudian di
kategorikan baik bila skor 8 – 10, tidak HASIL PENELITIAN
baik skor < 8. Fase kerja adalah tahap inti
dari keseluruhan prosesnya tahap kerja. Karakteristik pasien yang disajikan
Pada tahap ini seorang mahasiswa pada tabel 1, yaitu mayoritas berumur 51-
perawat dan pasien bekerjasama 60 tahun (33,5%), berjenis kelamin
mengatasi permasalahan yang ada. perempuan (52,9%), dan pendidikan
Pengukuran menggunakan kuesioner terakhir tamatan SD (59,4%). Pada tabel
yang terdiri dari 7 item pertanyaan dan 2 disajikan perhitungan mean, SD, dan
dikategorikan baik bila skor 6- 7 dan mean+SD yang merupakan indikator
tidak baik skor < 5. penentuan persepsi pasien. Pada tabel 3
disajikan persepsi pasien dimana
mayoritas persepsi pasien terhadap
komunikasi terapiutik mahasiwa tidak
baik yaitu 79,4%.

73
Analisis bivariat pada tabel 4 Jenis Kelamin 73 47,1
menunjukkan sebagian besar mahasiswa Laki-laki
TK. III mempunyai komunikasi Perempuan 82 52,9
terapeutik yang tidak baik pada fase
orientasi yaitu sebanyak 121 orang Pendidikan
Tidak sekolah 18 11,6
(78,1%) dan secara statistik fase orientasi
Tamat SD 92 59,4
yang baik berhubungan 12 kali terhadap
Tamat SMP 26 16,8
persepsi yang baik dari pasien Tamat SMA 13 8,4
(OR=12,710; 95% CI=6,023-26,821; p- Perguruan Tinggi 6 3,8
value=0,001).
Pada fase kerja menunjukkan
sebagian besar mahasiswa tingkat III Tabel 2. Tabel Mean, SD dan Mean +SD
mempunyai komunikasi terapeutik yang dalam Penentuan Batas Persepsi Pasien
tidak baik pada fase kerja yaitu sebanyak terhadap Ketrampilan Komunikasi
88 orang (56,8%) dan secara statistik Terapeutik Mahasiswa tingkat III di
pelaksanaan fase kerja yang baik Instalasi Rawat Inap RSUD Umbu Rara
berhubungan 4 kali terhadap persepsi Meha Waingapu
yang baik dari pasien (OR=4,691;
95%CI=2,160-10,187; p-value=0,001).
Mean 12.55
Pada fase terminasi sebagian besar
mahasiswa tingkat III mempunyai SD 3.595
komunikasi terapeutik yang tidak baik
Mean+SD 16,145
pada fase terminasi yaitu sebanyak 137
orang (88,4%) dan secara statistik fase
terminasi yang baik berhubungan 3 kali Tabel 3. Persepsi Pasien terhadap
terhadap persepsi yang baik dari pasien Ketrampilan Komunikasi Terapeutik
(OR=3,460; 95%CI=1,970-6,077; p- Mahasiswa tingkat III di Instalasi Rawat
value=0,001). Inap RSUD Umbu Rara Meha Waingapu

Tabel 1. Karaktersitik Pasien


Persepsi Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan
Tingkat Pendidikan di Instalasi Rawat
Baik 32 20,6
Inap RSUD Umbu Rara Meha Waingapu
Tidak Baik 123 79,4
N (155 Total 155 100
Karakteristik Pasien %
Orang)
Umur
20-30 tahun 27 17,0
31-40 tahun 35 22,5
41-50 tahun 42 27,0
51-60 tahun 51 33,5

74
Tabel 4. Hubungan Ketrampilan Komunikasi Terapeutik Mahasiswa Tingkat III Fase
Orientasi, Fase Kerja dan Fase terminasi dengan Persepsi Pasien di Instalasi Rawat Inap
RSUD Umbu Rara Meha Waingapu

Persepsi Pasien
Baik Tidak Total
Variabel OR 95% CI P-value
Baik
n % n % n %
Fase Orientasi 12,710 6,023-26,821 0,001
Baik 25 78,1 9 7,3 34 21,9
Tidak Baik 7 21,9 114 92,7 121 78,1
Total 32 100 123 100 155 100
Fase Kerja 4,691 2,160-10,187 0,001
Baik 25 78,1 42 34,1 67 43,2
Tidak Baik 7 21,9 81 65,9 88 56,8
Total 32 100 123 100 155 100
Fase Terminasi 3,460 1,970-6,077 0,001
Baik 10 31,3 8 6,5 18 11,6
Tidak Baik 22 68,8 115 93,5 137 88,4
Total 32 100 123 100 155 100

PEMBAHASAN Rendahnya persepsi pasien terhadap


komunikasi terapeutik mahasiswa bisa
Hasil analisis dari 155 pasien disebabkan karena pasien merasakan
menunjukkan persepsi pasien yang baik pelaksanaan komunikasi terapiutik pada
terhadap komunikasi terapeutik tiap fase komunikasi masih tidak baik
mahasiswa tingkat III masih rendah yaitu dimana persentasi mahasiswa yang
20,6%. Hasil ini berbeda dengan berkomunikasi tidak baik yaitu fase
penelitian persepsi pasien tentang orientasi 78,1%, fase kerja 56,8% dan
komunikasi perawat di RSUD Boyolali, fase terminasi 88,4%. Adanya perbaikan
Jawa Tengah yang diperoleh rata-rata kinerja atau peningkatan ketrampilan
adalah cukup yaitu sebanyak 76% komunikasi pada fase orientasi kerja dan
(Yudanto, 2012). terminasi akan berpengaruh terhadap
Keberhasilan suatu komunikasi juga peningkatan persepsi pasien yang lebih
dipengaruhi oleh ada tidaknya hambatan baik.
dalam proses komunikasi. Meidiana Pada penelitian menunjukkan
(2008) menyebutkan bahwa hambatan- pelaksanaan fase orientasi yang baik
hambatan dalam proses komunikasi berhubungan 12 kali terhadap persepsi
antara lain hambatan dari proses yang baik dari pasien. Tingginya
komunikasi itu sendiri, hambatan fisik, hubungan pelaksanaan fase orientasi yang
hambatan semantik, dan hambatan baik terhadap persepsi yang baik ini
psikologis. mempunyai arti yaitu semakin baik
pelaksanaan komunikasi terapiutik pada
fase orientasi akan berpangaruh terhadap
75
kelancaran pelaksanaan intervensi pengertian mengenai suatu informasi
keperawatan dan juga berpengaruh pada (Aknena, 2015).
pelaksanaan komunikasi pada fase kerja
dan fase terminasi. Hasil analisis Jenis kelamin juga bisa
menunjukkan mayoritas mahasiswa mempengaruhi komunikasi terapeutik
perawat pada tahap ini masih kadang- dimana dalam penelitian ini paling
kadang dan tidak pernah banyak berjenis kelamin perempuan.
memperkenalkan nama perawat, Laki-laki dan perempuan menunjukkan
menanyakan nama panggilan kesukaan gaya komunikasi yang berbeda dan
pasien dan menjelaskan waktu yang memiliki interpretasi yang berbeda
dibutuhkan untuk melakukan tindakan. terhadap suatu percakapan. Kaum
Pada tahap orientasi, perawat diharuskan perempuan menggunakan teknik
untuk mengenalkan diri dan menanyakan komunikasi untuk mencari konfirmasi,
nama panggilan kesukaan pasien serta meminimalkan perbedaan, dan
menjelaskan waktu yang dibutuhkan meningkatkan keintiman sementara kaum
untuk melakukan kegiatan karena apabila laki-laki lebih menunjukkan indepedensi
perawat menyebutkan nama pasien dan status dalam kelompoknya. Artinya
dengan benar dan memperkenalkan diri perempuan lebih membutuhkan
dengan nada dan kehangatan kata-kata penjelasan yang lebih akurat dan
dapat mendukung hubungan antara terperinci dibandingkan laki-laki
perawat dan pasien sehingga (Tenden, 1990). Jika dilihat dari segi
meningkatkan kepercayaan pasien dan perawat maka rendahnya persepsi pasien
menurunkan kecemasan pasien (Sheldon, terhadap komunikasi terapeutik bisa
2010). disebabkan kurangnya pengalaman dari
Rendahnya komunikasi terapeutik perawat dimana dalam hal ini perawat
pada fase orientasi bisa disebabkan oleh yang melakukan komunikasi masih
faktor pasien maupun mahasiswa mahasiswa. Hal ini sesuai dengan teori
perawat. Jika dilihat dari segi pasien, yang menyatakan lama bekerja
penyampaian komunikasi yang tidak berhubungan dengan komunikasi
efektif dapat dipengaruhi oleh terapeutik yaitu semakin lama bekerja
karakteristik pasien dimana sebagian semakin banyak pengalaman dalam
besar pasien memiliki umur diatas 51 berkomunikasi (Mundakir, 2006).
tahun (33,5%) dan berpendidikian SD Evaluasi penerapan komunikasi
(59,4%). Semakin tua seseorang maka terapeutik pada mahasiswa tingkat III
semakin sulit atau susah menerima pesan perlu dilakukan terutama dalam hal
dalam komunikasi dengan baik, begitu memberikan pengalaman sebanyak-
juga dengan pengetahuan atau keluasan banyaknya kepada mahasiswa melalui
wawasan seseorang sangat ditentukan praktek melakukan komunikasi terapiutik
oleh tingkat pendidikan yaitu semakin yang baik harus di tingkatkan baik
tinggi pendidikan orang tersebut maka pelaksanaannya di kelas, laboratorium
kita anggap mereka lebih mengerti atau maupun di tempat-tempat praktek.
sekurang kurangnya mudah diberi

76
Peningkatan bimbingan klinik oleh sakit dan sebagai mahasiswa masih
Clinical Instruktur (CI) juga penting rendah pengalaman dalam hal melakukan
untuk diperhatikan karena dengan adanya komunikasi terapeutik terhadap pasien
bimbingan sebalum pelaksanaan tindakan meskipun sudah diajarkan. Oleh karena
maka akan meningkatkan kemapuan itu, perlu adanya peningkatan mutu
komunikasi mahasiswa. pembelajran komunikasi terapeutik
Hasil penelitian juga menunjukkan sehingga dapat meningkatkan
pelaksanaan fase kerja yang baik pengetahuan mahasiswa. Selain itu,
berhubungan 4 kali terhadap persepsi adanya peningkatan praktek langsung
yang baik dari pasien. Sebagian besar melakukan komunikasi terapeutik sangat
mahasiswa tingkat III mempunyai penting dilakukan karena selain mendapat
komunikasi terapeutik yang tidak baik pegetahuan yang lebih juga bisa
pada fase orientasi (56,8%). Pada fase meningkatkan pengalaman mahasiswa
kerja perawat dan pasien bekerja dalam hal melakuklan komunikasi
bersama-sama untuk mengatasi masalah terapeutik yang baik terhadap pasien.
yang dihadapi pasien. Perawat dituntut Hasil penelitian ini menunjukkan
mempunyai kemampuan mendorong pelaksanaan fase terminasi yang baik
pasien mengungkap perasaan dan berhubungan 3 kali terhadap persepsi
pikirannya. Perawat juga dituntut untuk yang baik dari pasien. Sebagian besar
mempunyai kepekaan dan tingkat analisis mahasiswa tingkat III mempunyai
yang tinggi terhadap adanya perubahan komunikasi terapeutik yang tidak baik
dalam respons verbal maupun nonverbal pada fase terminasi (88,4%). Hal ini
pasien. Pada tahap ini perawat perlu menunjukkan sebagian besar mahasiswa
melakukan komunikasi aktif karena tugas tidak optimal melakukan fase terminasi
perawat pada tahap kerja ini bertujuan ini yang merupakan akhir dari pertemuan
untuk menyelesaikan masalah pasien. perawat dengan pasien yaitu melakukan
Melalui komunikasi aktif, perawat evaluasi pencapaian tujuan dari interaksi
membantu pasien untuk mendefinisikan yang telah dilaksanakan, menanyakan
masalah yang dihadapi, bagaimana cara perasaan pasien setelah berinteraksi
mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi dengan perawat, menyepakati tindak
cara atau alternatif pemecahan masalah lanjut terhadap interaksi yang telah
yang telah dipilih. Perawat juga dilakukan dan membuat kontrak untuk
diharapkan mampu menyimpulkan pertemuan berikutnya.
percakapannya dengan pasien. Proses terminasi perawat-pasien
Rendahnya nilai persepsi pasien terhadap merupakan aspek penting dalam asuhan
mahasiswa tingkat III pada fase kerja bisa keperawatan, sehingga jika hal tersebut
disebabkan oleh faktor pengetahuan dan tidak dilakukan dengan baik oleh
pengalaman mahasiswa. perawat, maka regresi dan kecemasan
Hal ini bisa diakui karena dapat terjadi lagi pada pasien (Suryani,
mahasiswa masih dalam tahap 2005). Timbulnya respon tersebut sangat
pembelajaran sehingga pengetahuan dipengaruhi oleh sikap perawat dan
masih bisa dikatakan rendah. Pengalaman kemampuan perawat untuk terbuka,
dibuktikan dengan lama bekerja di rumah empati dan responsif terhadap kebutuhan
77
pasien pada pelaksanaan tahap S., D. M., 2013. Statsitik untuk
sebelumnya yaitu fase orientasi dan fase kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
kerja. Oleh karena ketiga fase ini tidak Salemba Medika.
bisa dipisahkan satu dan lainnya maka
peningkatan kompetensi mahasiswa Sugoyono, 2010. Statistik untuk
dalam berkomunikasi terapiutek perlu penelitian. Bandung: Alfabeta.
dievaluasi dan dilakukan perbaikan
sehingga kedepannya komunikasi W., L., 2012. Kejadian Diare di Wilayah
terapiutek mahassiwa memperoleh Kerja Puskesmas Pajang Surakarta,
persepsi yang baik dari pasien. Surakarta: Skripsi fik Universitas
Muhammadiyah Surakarta .
KESIMPULAN DAN SARAN
Yosef, W., 2013. Diare. Edisi Pertama
Pelaksanaan fase orientasi, fase ed. Yohyakarta: PT. Intan Sejati.
kerja, fase terminasi yang baik
berhubungan dengan persepsi yang baik Yulisa, 2000. Faktor - faktor yang
dari pasien. Penerapan komunikasi mempengaruhi kejadian diare pada
terapeutik pada mahasiswa tingkat III anak. Jakarta: EGC.
harus dievaluasi terutama dalam hal
memberikan pengalaman praktek
sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa
serta peningkatan bimbingan klinik oleh
CI.

DAFTAR PUSTAKA

Andi, 2014. Hubungan antara kebiasaan


mencuci tangan anak pra sekolah ,
Yogyakarta: Pengolah data terpraktis.

Depkes, 2009. Diare dan pencegahannya,


Jakarta: Riskesdas.

Ilham Habib Djarkoni, B. L. I. E. S. W. P.


J. K. H. P., 2014. Hubungan perilaku
cucui tangan pakai sabun dengan
kejadian diare di SD Advent Sario
Kota Manado. Jurnal Kedokteran
Komunitas dan Tropic, Volume 2, p.
3.

78

Anda mungkin juga menyukai