Anda di halaman 1dari 20

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jintan Hitam

2.1.1 Deskipsi Jintan Hitam

Jintan hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan (Achyad dan


Rasyidah 2000). Tanaman jintan hitam merupakan tanaman semak dengan
ketinggian lebih kurang 30 cm. Ekologi dan penyebaran tanaman ini tumbuh
mulai dari daerah Levant, kawasan Mediterania timur sampai ke arah timur
Samudera Indonesia, dan dikenal sebagai gulma semusim dengan
keanekaragaman yang kecil. Budidaya perbanyakan tanaman dilakukan dengan
biji (Hutapea 1994).

Klasifikasi jintan hitam menurut Hutapea (1994) adalah:


Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ranunculales
Famili : Ranunculaceae
Genus : Nigella
Spesies : Nigella sativa L.
Deskripsi tanaman jintan hitam menurut Hutapea (1994) adalah sebagai
berikut :

Batang : Warna batang hijau kemerahan, tegak, lunak, beralur, berusuk dan
berbulu kasar, rapat atau jarang dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang
berkelenjar.

Daun : Bentuk daun lanset garis (lonjong), panjang 1,5 sampai 2 cm.
Merupakan daun tunggal yang ujung dan pangkalnya runcing, tepi berigi dan
berwarna hijau. Pertulangan menyirip dengan tiga tulang daun yang berbulu
seperti pada Gambar 1.
4

Gambar 1 Daun jintan hitam (Sumber: Muharam 2010).

Bunga : Daun pembalut bunga (kelopak bunga) kecil, berjumlah lima,


berbentuk bundar telur, ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal
mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Merupakan bunga majemuk
dan berbentuk karang. Mahkota bunga pada umumnya berjumlah delapan,
berwarna putih kekuningan, agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga,
berbulu jarang dan pendek. Bibir bunga ada dua, bibir bunga bagian atas pendek,
berbentuk lanset dengan ujung memanjang berbentuk benang (Gambar 2). Ujung
bibir bagian bawah tumpul, benang sari banyak, dan gundul. Kepala sari jorong,
sedikit tajam, dan berwarna kuning. Tangkai sari berwarna kuning.
5

Gambar 2 Bunga jintan hitam (Sumber: Fatoni 2011).

Akar : Tunggang, cokelat

Buah : Polong, bulat panjang, dan cokelat kehitaman.

Biji : Kecil, bulat, hitam, berkeriput tidak beraturan dan sedikit


berbentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar (Gambar 3).

Gambar 3 Biji jintan hitam (Sumber: Qodiriyah 2010).


6

2.1.2 Kegunaan Jintan Hitam

Biji jintan hitam kerap digunakan sebagai salah satu bahan bumbu dapur
berbau khas. Biasanya, masakan-masakan daerah seperti dari Jawa dan Sumatera
sering menambahkan bahan ini ke dalam masakannya. Jenis jintan, terbagi dalam
dua rupa, yaitu jintan putih dan jintan hitam. Jintan putih lebih sering digunakan
sebagai bumbu masak dibanding jintan hitam. Khusus jintan hitam ternyata
banyak mengandung khasiat untuk mengatasi berbagai penyakit. Di beberapa
daerah, biji yang juga disebut jintan hitam pahit di Malaysia ini juga digunakan
sebagai peluruh keringat, peluruh kentut, obat perangsang, peluruh haid, serta
memperlancar air susu ibu (Anonim 2009).

Jintan hitam memiliki banyak kegunaan berdasarkan berbagai penelitian


yang telah dilakukan. Beberapa kegunaan jintan hitam adalah sebagai berikut :

a. Memperkuat sistem kekebalan tubuh

Jintan hitam meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T penekan
(supressor) sebesar 55-72%, yang mengindikasikan peningkatan aktivitas
fungsional sel pembunuh alami dan efek jintan hitam sebagai imunomodulator
(El-Kadi et al. 1989; Haq et al. 1999). Kandungan timokuinon pada jintan hitam
menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, produksi interferon, melindungi
kerusakan sel oleh infeksi virus, menghancurkan sel tumor dan meningkatkan
jumlah antibodi yang diproduksi sel-B (Gali-Muhtasib et al. 2007).

b. Memiliki aktivitas anti-histamin

Histamin adalah zat yang diproduksi oleh jaringan tubuh yang dapat
menyebabkan reaksi alergi dan berhubungan dengan suatu kondisi seperti asma
bronchial. Salah satu zat aktif yang diisolasi dari minyak atsiri jintan hitam adalah
nigellone (bentuk dimer dari ditimokuinon) yang memiliki aktivitas anti-histamin,
sehingga dapat digunakan untuk terapi asma bronkhial dan penyakit alergi
lainnya; mekanisme kerja nigellone sebagai anti-histamin adalah dengan
menghambat aktivitas protein kinase C dan menurunkan pengambilan kalsium
dari sel yang berguna menghambat aktivitas fungsional enzim fosfolipase A2 pada
metabolisme prostaglandin (Chakhravarthy 1993).
7

c. Aktivitas anti-tumor

Salomi et al. (1992) mengemukakan bahwa asam lemak berantai panjang


yang berasal dari jintan hitam dapat mencegah pembentukan Ehrlich Ascites
Carcinoma (EAC) dan sel Dalton’s Lymphoma Ascites (DLA) yang merupakan
jenis sel kanker yang umum ditemukan pada manusia. Kandungan timokuinon
pada jintan hitam dapat menyebabkan apoptosis pada sel kanker osteosarkoma
dengan mempengaruhi aktivitas gen p53 (Roepke et al. 2007). Pada kanker
esophagus, kandungan timokuinon juga menginduksi terjadinya apoptosis pada
sel kanker (Hoque et al. 2005). Kemampuan aktivitas anti kanker pada jintan
hitam juga didukung oleh efek sitotoksisitas secara in vivo dan in vitro ekstrak biji
jintan hitam (Salomi et al. 1992).

d. Anti Mikrobial

Ekstrak air jintan hitam memiliki aktivitas anti jamur pada pengujian in
vivo (Khan et al. 2003). Selain itu, zat aktif pada minyak atsiri jintan hitam efektif
melawan bakteri seperti Staphylococcus aureus (Hannan et al. 2008).

e. Anti peradangan

Kandungan timokuinon dan nigellone dalam minyak jintan hitam berguna


untuk mengurangi reaksi radang melalui aktivitas antioksidan (El Dakhakhny et
al. 2000; El Dakhakhny et al. 2002). Mekanisme anti radang lainnya dari
timokuinon adalah dengan menghambat pembentukan mediator peradangan
seperti leukotriene pada leukosit (Mansour and Tornhamre 2004; Hoque et al.
2005).

f. Meningkatkan laktasi

Penggunaan minyak jintan hitam dapat meningkatkan pengeluaran susu


ibu (Agrawala et al. 1971). Kombinasi dari bagian lipid dan struktur hormon
dalam jintan hitam berperan meningkatkan aliran susu (Gerritsma 1989).

Secara umum jintan hitam berguna untuk meningkatkan kesehatan tubuh,


menyediakan energi dengan cepat, meningkatkan metabolisme, melancarkan
8

pencernaan, memperlancar peredaran darah, menurunkan tekanan darah,


menurunkan tingkat gula darah, menstimulasi periode menstruasi, meningkatkan
aliran susu ibu, meningkatkan jumlah sperma, anthelmintik, meredakan bronkhitis
dan batuk, menurunkan demam, meredakan bronkhitis, menurunkan demam, dan
iritasi kulit (El-Tahir dan Ashour 1993).

Jintan hitam juga baik dikonsumsi oleh orang yang sehat karena jintan
hitam mengikat radikal bebas dan menghilangkannya. Selain itu, jintan hitam
mengandung beta karoten yang dikenal dapat menghancurkan sel karsinogenik.
Biji jintan hitam kaya akan sterol khususnya beta sterol yang dikenal mempunyai
aktivitas antikarsinogenik.

g. Memiliki aktivitas estrogenik

Parhizkar et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian jintan hitam


memiliki aktivitas estrogenik yang mampu membantu menanggulangi tanda-tanda
menopause sehingga mampu digunakan sebagai terapi alternatif pengganti
hormon.

2.1.3 Kandungan Kimia Jintan Hitam

Biji dan daun jintan hitam mengandung saponin dan polifenol (Hutapea,
1994). Kandungan kimia jintan hitam adalah minyak atsiri, minyak lemak,
melantin (saponin), nigelin (zat pahit), zat samak, nigelon, timokuinon (Hargono
2009, diacu dalam Astawan). Sedangkan menurut Al-Jabre et al. (2003),
kandungan biji jintan hitam antara lain: timokuin, timohidrokuinon, ditimokuinon,
thymol, carvacrol, nigellicine, nigellidine, nigellimine-N-oxide dan alpha-hedrin.
Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam jintan hitam merupakan senyawa
yang berperan sebagai antioksidan dan mampu menangkal radikal bebas.
Komposisi biji jintan hitam disajikan pada Tabel 1.
9

Tabel 1 Komposisi biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (gr/100 gr)


Air 6,4 ± 0,15
Lemak 32,0 ± 0,54
Serat Kasar 6,6 ± 0,69
Protein 20,2 ± 0,82
Abu 4,0 ± 0,29
Karbohidrat 37,4 ± 0,87
Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Biji jintan hitam juga mengandung senyawa logam jumlahnya 1510,8 mg


per 100 gr biji. Kandungan logam biji jintan hitam tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan logam dalam biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100 gr biji jintan hitam)

Kalsium 188,0 ± 1,50


Besi 57,5 ± 0,50
Natrium 85,3 ± 16,07
Kalium 1180,0 ± 10,00

Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Biji jintan hitam mengandung asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang
cukup berarti. Secara lengkap komposisi asam lemak dan sterol yang terkandung
pada biji jintan hitam tersaji pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Komposisi asam lemak pada biji jintan hitam

Asam lemak Jumlah (gr/100 gr biji jintan hitam)

Miristat (C14:0) 1,2 ± 0,04


Palmitat (C16:0) 11,4 ± 1,00
Stearat (C18:0) 2,9 ± 0,24
Oleat (C18:1) 21,9 ± 1,00
Linoleat (C18:2) 60,8 ± 2,67
Arakhidonat (C20:0) Sedikit
Eicosanoid 1,7 ± 0,11
Sumber : Nergiz dan Ötles (1993).
10

Tabel 4 Komposisi sterol pada biji jintan hitam

Sterol Jumlah (% per 100 gr biji jintan hitam)


Campesterol 11,9 ± 0,99
Stigmasterol 18,6 ± 1,52
β-sitosterol 69,4 ± 2,78
Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Kandungan tokoferol dan polifenol dalam biji jintan hitam menunjukkan


adanya senyawa fenolik yang merupakan faktor utama yang berkhasiat sebagai
obat dan zat pembentuk rasa. Selain itu, tokoferol juga merupakan senyawa yang
berperan sebagai antioksidan dan mampu menangkal radikal bebas. Kandungan
tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam tersaji pada tabel 5.

Tabel 5 Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (µg/gr)

Total tokoferol 340 ± 8,66


α-tokoferol 40 ± 10,00
β-tokoferol 50 ± 15,00
γ-tokoferol 250 ± 13,00
Total polifenol 1744 ± 10,60

Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Biji jintan hitam dapat dijadikan rekomendasi sebagai bahan makanan


tambahan yang cukup bergizi karena jintan hitam mengandung berbagai vitamin.
Kandungan vitamin biji jintan hitam tersaji pada tabel 6.
11

Tabel 6 Komposisi vitamin dari biji jintan hitam

A
Vitamin (µg per 100 gr) RDA(%)

B1(Thamin) 831 ± 11,36 55,30


B2(Riboflavin) 63 ± 3,32 3,50
B6(Pyridoxin) 789 ± 8,89 35,90
PP(Niasin) 6311 ± 16,52 33,20
Asam Folat 42 ± 4,58 10,00

Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Selain menerangkan jumlah vitamin yang terkandung dalam 100 gram biji
jintan hitam, tabel di atas juga menerangkan tentang Recommended Daily
Allowance (RDA) yaitu asupan vitamin yang disarankan setiap harinya.

Jintan hitam juga mengandung 8 jenis dari 10 asam amino essensial dan 7
jenis dari 10 asam amino non-essensial. Komposisi asam amino biji jintan hitam
tersaji pada tabel 7.

Tabel 7 Komposisi asam amino biji jintan hitam

Asam amino Persentase Asam amino Persentase

Alanin 3,77 Serin 1,98


Valin 3,06 Asam aspartat 5,02
Glisin 4,17 Metionin 6,16
Isoleusin 4,03 Fenilalanin 7,93
Leusin 10,88 Asam glutamat 13,21
Prolin 5,34 Tirosin 6.08
Treonin 1,23 Lisin 7,62
Arganin 19,52
Sumber: Babayan et al. (1978).

2.2 Madu
Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh
manusia sebelum mengenal gula karena dapat langsung dikonsumsi tanpa diolah
(Suranto 2004). Madu merupakan zat kental manis yang dihasilkan oleh lebah
madu dari persediaan tanaman yang berbeda (Pohl dan Sergiel 2009). Madu
12

umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah, seperti kristal cair yang digunakan
sebagai obat, dimakan sebagai makanan atau dimasukkan sebagai bahan dalam
resep berbagai makanan. Madu juga dianggap sebagai indikator pencemaran
lingkungan (Bagci et al. 2007).

Secara umum madu berkhasiat untuk menghasilkan energi, meningkatkan


daya tahan tubuh, dan meningkatkan stamina. Selain itu, dalam madu terdapat zat
asetil kolin yang dapat melancarkan metabolisme seperti memperlancar peredaran
darah dan menurunkan tekanan darah. Madu mengandung zat antibakteri sehingga
baik untuk mengobati luka bakar dan infeksi. Salah satu sifat madu adalah
preservatif atau bersifat mengawetkan. Madu murni mempunyai sifat osmolalitas
yang tinggi sehingga bakteri sulit untuk hidup, sehingga madu sering dipakai
sebagai bahan pengawet dan dapat disimpan baik selama ratusan tahun (Suranto
2004).

Komposisi kimia dari lebah madu tergantung pada aktivitas biologi


tanaman yang dikumpulkan dan kondisi iklim makro dan mikro. Banyak senyawa
dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan. Salah satunya adalah asam L-
askorbat. Asam L-askorbat adalah antioksidan fase cair yang paling efektif
dalam plasma darah manusia yang berfungsi sebagai antioksidan fisiologis
penting untuk perlindungan terhadap penyakit dan proses degeneratif yang
disebabkan oleh stres oksidatif (Kesic et al. 2009).

Fruktosa, glukosa, dan sukrosa adalah komponen utama madu, selain zat-
zat gula lainnya dalam konsentrasi yang lebih sedikit. Terdapat juga zat lain dalam
jumlah sedikit yaitu asam amino, resin, protein, garam, dan mineral dan juga asam
organik, lakton, asam amino, mineral, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6,
vitamin C, vitamin K, niasin, asam pantotenat, asam folat, dan pigmen. Madu
mengandung banyak mineral seperti kalsium, besi, seng, kalium, fosfor,
magnesium, selenium, kromium dan mangan, natrium, kalium, dan alumunium
(Suranto 2004; Mohammed dan Babiker 2009). Kandungan mineral magnesium
dalam madu ternyata sama dengan kandungan magnesium yang ada dalam serum
darah manusia. Selain itu, kandungan mineral besi dalam madu dapat
meningkatkan kadar haemoglobin, sedangkan enzim yang penting dalam madu
13

adalah enzim diastase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. (Suranto 2004).
Madu biasanya juga dikonsumsi dengan cara dicampur dengan ekstrak jintan
hitam dan minyak zaitun. Dalam sediaan komersial juga banyak dijumpai
campuran madu dan jinten hitam atau madu, jintan hitam, dan minyak zaitun.

2.3 Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (rodensia) yang cepat


berkembang biak dan mudah dipelihara dalam jumlah banyak. Pemeliharaannya
ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya. Variasi genetiknya cukup besar
dan memiliki karakteristik yang baik. Hewan ini paling kecil diantara jenisnya dan
memiliki galur mencit yang berwarna putih. Mencit hidup dalam daerah yang
cukup luas penyebarannya mulai dari iklim dingin, sedang, maupun panas dan
dapat terus-menerus di dalam kandang atau secara bebas sebagai hewan liar
(Malole dan Pramono 1989).

Menurut Hafez (2000), mencit merupakan salah satu hewan pengerat yang
biasanya digunakan sebagai hewan laboratorium. Hewan laboratorium ini sering
digunakan untuk penelitian dasar pada obat, toksikologi, medikasi, kultur jaringan
dan organ, mikologi, uji sensitifitas kulit, immunologi, opthalmologi, onkologi,
dan biologi reproduksi pada makhluk hidup.

Gambar 4 Mencit sebagai hewan model (Sumber: Raslytetebano 2011).


14

Menurut Besselsen (2004) taksonomi mencit adalah:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Manusia telah mengembangkan mencit selama 4000 tahun di Mesir,
Yunani, dan China. Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama
dengan mencit liar yang banyak ditemukan di dalam gedung dan rumah yang
dihuni oleh manusia, dengan berat badan bervariasi 18 sampai 20 gram pada umur
empat minggu. Mencit merupakan hewan poliestrus dengan siklus estrusnya 4
sampai 5 hari dan lama estrusnya 12 sampai 14 jam. Lama kebuntingan mencit
adalah 19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata enam ekor (Smith dan
Mangkoewidjojo 1988).

Mencit telah banyak digunakan dalam berbagai bidang penelitian medis


dan biomedis serta obat-obatan herbal. Mencit juga telah menjadi subyek dari
berbagai macam seleksi inbreeding karena memiliki karakter yang lebih untuk
pembelajaran. Oleh karena itu mencit memiliki nilai yang tinggi pada penelitian
genetik (Hafez 2000). Di beberapa negara seperti Jerman, mencit juga digunakan
untuk lebih menggali manfaat aplikasi terapeutik transplantasi stem cell sebagai
alternatif pengobatan diabetes tipe 1 karena beberapa penelitian sebelumnya telah
menunjukkan hasil positif pada mencit. Inggris dan Amerika melakukan
penelitian mengenai efek yang ditimbulkan akibat mengonsumsi produk
transgenik yang dijual di pasaran secara bebas dengan menggunakan mencit
sebagai hewan percobaannya (Prasetyo 2011). Menurut Akoso (2007) Amerika
Serikat juga menggunakan mencit pada penelitian yang bertujuan untuk mencegah
15

dan mengendalikan rabies karena setiap galur mencit putih dianggap sesuai untuk
inokulasi virus rabies.

2.4 Organ Reproduksi

Reproduksi adalah proses menghasilkan keturunan baru dengan tujuan


mempertahankan kelangsungan jenisnya agar tidak punah (Yatim 1982).
Keberlangsungan reproduksi ditentukan oleh organ reproduksi yang berperan
penting dalam proses kehidupan. Baik organ reproduksi jantan maupun betina
diperlukan dalam keadaan normal untuk mendukung keberhasilan reproduksi
hingga menghasilkan keturunan yang normal pula.

Fungsi reproduksi betina dapat dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu
tahap persiapan tubuh betina untuk menerima konsepsi dan kehamilan, serta masa
kehamilan itu sendiri. Reproduksi dimulai dengan perkembangan ova di dalam
ovarium (Guyton dan Hall 2008). Sistem reproduksi betina terdiri atas sepasang
ovarium dan sepasang tuba uterina (oviduktus) yang merupakan saluran
penghubung ovarium ke uterus. Di dekat uterus dan dipisahkan oleh serviks,
terdapat vagina (Eroschenko dan Victor 2003).

2.4.1 Ovarium

Ovarium merupakan organ reproduksi primer pada hewan betina yang


terdapat sepasang, berada di dalam rongga perut serta berfungsi menghasilkan
ovum (sel telur) dan hormon-hormon kelamin betina (Toelihere 1981). Susunan
histologinya terdiri atas korteks (zona parenkimatosa) dan medulla (zona
vaskulosa). Bagian korteks mengandung berbagai tingkatan perkembangan
folikel, sedangkan bagian medulla mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfatik, saraf, dan beberapa sisa jaringan embrionik (Banks 1986).

Menurut Eroschenko dan Victor (2003), folikel ovarium dalam berbagai


tahap perkembangan, yang menempati daerah korteks biasanya dipenuhi oleh
folikel besar, matang, sampai ke bagian dalam daerah medulla. Berikut ini adalah
pengertian berbagai macam tahapan perkembangan folikel ovarium menurut
Constantinescu (2007):
16

 Folikel primordial terdiri dari sel telur kecil yang belum matang dan
dilapisi oleh sel folikular berbentuk pipih selapis. Folikel ini juga biasa
disebut folikel ovaria unilaminar.
 Folikel primer merupakan perkembangan dari folikel primordial yang
terdiri dari sebuah sel telur dan dilapisi dengan sel folikular berbentuk
kubus sebaris. Folikel ini juga dikelilingi selapis stroma dan sel-sel teka.
 Folikel sekunder adalah folikel yang tumbuh dari folikel primer dan
dikelilingi sel folikular berbentuk kubus berlapis serta pada folikel ini
mulai terjadi perkembangan sel-sel teka.
 Folikel tersier (de Graaf) merupakan folikel yang luas, memiliki sel telur
berukuran penuh dengan sebuah rongga pada daerah pusat yang disebut
antrum serta berisi cairan folikular, epitel folikular, sel teka yang sangat
berkembang, dan dilapisi oleh zona pelusida.
Berbagai bentuk folikel ovarium disajikan pada gambar 5.

Menurut Eroschenko dan Victor (2003), selain terdapat berbagai macam


tahapan perkembangan folikel ovarium, pada korteks mungkin terdapat korpus
luteum (CL) besar yang berasal dari folikel yang telah ovulasi dan folikel atresia
yang berdegenerasi dalam berbagai tahap perkembangan. Korpus luteum adalah
sebuah badan endokrin berwarna kuning yang terbentuk pada bagian folikel
ovarium yang mengalami ruptur dan berkembang dari sel granul dan teka interna
setelah ovulasi. Sedangkan folikel atresia merupakan sebuah folikel abnormal
dimana folikel tersebut matang namun tidak menjadi dominan (sebuah folikel
yang menjadi dominan akan matang sempurna dan membentuk korpus luteum).
Folikel ini berdegenerasi sebelum menjadi matang. Selama folikel primordial
berkembang menjadi folikel de Graaf banyak mengalami kematian. Kasus atresia
pada stadium muda lebih mudah lenyap dari pada stadium lanjut yang biasa
memakan waktu agak lama (Constantinescu 2007). Pada manusia, proses atresia
penting karena biasanya peristiwa tersebut normalnya hanya membuat satu folikel
tumbuh sampai cukup besar untuk berovulasi (Guyton dan Hall 2008).
17

Oosit primer

a. b. c.

d. e.

Gambar 5 Skema berbagai tahap perkembangan folikel ovarium mamalia: a. Folikel


primordial, b. Folikel primer, c. Folikel sekunder, d. Korpus luteum, e. Folikel atresia
(Sumber: Halfian 2010).

Ovulasi adalah peristiwa pecahnya folikel de Graaf dan terlemparnya


ovum dari ovarium. Oosit sekunder yang terlempar keluar selanjutnya ditangkap
oleh fimbriae dari tuba falopii, kemudian menuju uterus. Pada rodensia, ovulasi
terjadi setiap 4 sampai 5 hari sepanjang tahun (Freeman 1988). Menurut Hafez
(2000) pada rodensia, dalam satu kali ovulasi dapat mengeluarkan 4 sampai 14
ova. Sel telur dikelilingi dengan cumulus oophorus yang menonjol sampai antrum
yang berisi cairan dalam folikel de Graaf. Cumulus oophorus berada pada sisi
yang berlawanan dari dinding folikular yang akan ruptur saat ovulasi. Ketika teka
eksterna ruptur saat ovulasi terjadi, lapisan dalam folikel menonjol melalui celah
untuk membentuk stigma atau papilla. Menurut Guyton dan Hall (2008) dalam
waktu 30 menit, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma, dan sekitar 2
menit kemudian, stigma akan robek cukup besar. Akibat kerobekan tersebut,
cairan kental yang berada pada bagian tengah folikel akan keluar dengan
membawa ovum bersamanya. Ovulasi ditandai dengan rupturnya dinding folikular
dan pelepasan oosit. Oosit yang telah diovulasi dikelilingi oleh zona pelusida,
corona radiata, dan cumulus oophorus. Folikel de Graaf dapat dilihat pada gambar
6.
18

Antrum
cumulus oophorus

corona radiata Zona pelusida

Gambar 6 Skema Folikel de Graaf (Sumber: Halfian 2010).

Peningkatan tekanan cairan intrafolikular tidak berhubungan dengan


proses terjadinya ovulasi, melainkan karena terjadinya hidrolisis enzimatik dari
dinding folikular oleh pengaruh luteinizing hormone (LH) yang menghasilkan
enzim kolagenase, protease atau plasmin (Banks 1986). Hafez (2000) juga
menerangkan bahwa tikus dan mencit merupakan hewan yang melakukan
perkawinan pada malam hari (nocturnal breeders). Sebanyak 75% mencit mulai
mengalami birahi antara pada sore hari. Normalnya betina dapat menerima
pejantan selama tiga jam pertama dan biasanya ovulasi terjadi 8 sampai 11 jam
setelah birahi.

Menurut Guyton dan Hall (2008) luteinizing hormone (LH) dalam jumlah
yang besar diperlukan untuk pertumbuhan akhir folikel dan permulaan ovulasi.
Tanpa hormon ini, follicle stimulating hormone (FSH) yang tersedia dalam jumlah
besar pun tidak akan membuat folikel berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar dua
hari sebelum ovulasi, laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar hipofise anterior
meningkat dengan pesat, menjadi 6 sampai 10 kali lipat. FSH juga meningkat
kira-kira 2 sampai 3 kali lipat pada saat bersamaan. FSH dan LH akan bekerja
secara sinergik untuk mengakibatkan pembengkakan folikel yang berlangsung
cepat selama beberapa hari sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus
terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut
menjadi sel yang menyekresikan progesteron. Oleh karena itu, kecepatan sekresi
estrogen mulai menurun kira-kira satu hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah
peningkatan progesteron mulai disekresikan.
19

Selain melalui mekanisme hormonal, menurut Hardjopranjoto (1995),


ovulasi juga dapat terjadi melalui mekanisme neural dan periodisitas cahaya.
Mekanisme neural terjadi akibat adanya rangsangan dari luar pada serviks, baik
pada waktu kopulasi maupun secara buatan oleh batang gelas yang digesek-
gesekkan pada saluran serviks, akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf pusat.
Dalam hal ini diterima oleh hipotalamus sebagai pusat integrasi semua rangsangan
yang masuk dan releasing hormone (LH-RH) akan disekresikan dan melalui
sistem portal sampai pada kelenjar hipofisa anterior. Hormon LH meningkat
dalam darah mengakibatkan terjadinya ovulasi. Sedangkan mekanisme
periodisitas cahaya biasanya dikenal pada golongan burung. Cahaya yang diterima
oleh mata melalui saraf optika dibawa ke hipotalamus, releasing hormone
dikeluarkan menyebabkan peningkatan kadar LH dalam darah, mendorong
terjadinya ovulasi.

Kopulasi dapat dilaporkan untuk menstandarisasi waktu terjadinya ovulasi.


Empat jam setelah ovulasi terjadi, dinding folikel dibuat kembali, terutama sel
teka interna. Aktifitas ini tidak menunjukkan adanya granulosa sampai kira-kira
dua jam setelah ovulasi. Stigma akan tertutup dua belas jam setelah ovulasi
terjadi. Fibroblast kemudian menggantikan cairan dengan mengisi rongga di
tengah. Dua puluh empat jam setelah ovulasi sel-sel lutein telah terbentuk dan
cukup mengalami perkembangan untuk mengelilingi sebuah inti kecil di tengah.
Korpus luteum akan berkembang penuh dan mencapai ukuran maksimal tiga hari
setelah terjadi ovulasi. Apabila perkawinan tidak terjadi pada mencit betina, maka
akan terjadi pengaturan regresi dengan seketika (Hafez 2000).
20

Gambar 7 Gambaran histologis ovarium mamalia (Sumber: Eroschenko dan Victor 2003).

2.4.2 Uterus
Uterus adalah organ reproduksi betina yang utama pada kebanyakan
mamalia dan termasuk dalam salah satu organ reproduksi sekunder pada betina
(Toelihere 1981). Secara anatomi makroskopis, uterus terdiri dari tanduk (cornua),
badan (corpus), dan serviks uterus. Uterus memiliki fungsi untuk menerima
spermatozoa, mengantarkan spermatozoa ke oviduk, dan menciptakan lingkungan
optimal untuk implantasi (Ownby 2002). Selain itu, uterus berfungsi sebagai
tempat tertanamnya ovum yang telah dibuahi secara normal serta tempat
pemeliharaan embrio dan fetus yang sedang tumbuh (Hafez 2000). Uterus mencit
termasuk ke dalam tipe duplex, dimana terdapat dua tanduk uterus dengan satu
21

serviks pada masing-masing cornua. Tipe uterus tersebut merupakan penyesuaian


untuk reproduksi anak dalam jumlah banyak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Menurut Dellmann dan Brown (1992) secara histologis, uterus terdiri dari
endometrium (tunika mukosa), miometrium (tunika muskularis), dan perimetrium
(tunika serosa). Endometrium tersusun atas mukosa berupa epitel silindris sebaris
dengan lamina propia, submukosa, dan kelenjar uterus. Menurut Rosenfeld dan
Schatten (2007) estrogen menstimulasi perkembangan kelenjar uterus, sedangkan
progesteron memberikan perintah untuk mengeluarkan sekresi kelenjar uterus.
Miometrium terdiri dari otot polos yang tersusun pada lapis sirkuler dalam dan
longitudinal luar. Selama kebuntingan sel-sel otot ini dapat meningkat jumlahnya.
Sedangkan menurut Dellmann dan Brown (1992) perimetrium tersusun atas lapis
serosa. Gambaran histologis uterus beserta lapisan-lapisan penyusunnya tersaji
pada gambar 8.

Selama kebuntingan, uterus menyediakan tempat untuk implantasi,


pembentukan plasenta, dan merupakan lingkungan yang cocok untuk
perkembangan fetus. Endometrium memperlihatkan perubahan siklik baik
struktural maupun fungsional sebagai respons atas hormon estrogen dan
progesteron ovarium. Perubahan ini menyiapkan uterus untuk implantasi serta
tempat makan embrio dan fetus. Apabila implantasi tidak terjadi, pembuluh darah
di dalam endometrium akan melemah (Eroschenko dan Victor 2003). Perubahan
yang terjadi pada uterus memiliki kaitan yang erat dengan perubahan yang terjadi
pada embrio dan ovarium.

Menurut Hafez (2000) kelenjar uterus memiliki tiga macam tipe : (1) tipe
lurus; (2) tipe bercabang; dan (3) tipe menggulung atau berbelit khusus di dekat
alveoli. Banyak variasi bentuk kelenjar uterus antara spesies, jenis (breed),
keseimbangan hormonal, dan fase-fase dari siklus estrus. Mencit merupakan salah
satu hewan yang memiliki kelenjar uterus yang berbentuk lurus. Kelenjar uterus
menghasilkan beberapa produk diantaranya mukus, lipid, glikogen, dan protein.
Produk sekresi dari kelenjar uterus dan plasma darah merupakan campuran cairan
yang mengisi lumen uterus.
22

Gambar 8 Gambaran histologis uterus mamalia (Sumber: Eroschenko dan Victor 2003).

Anda mungkin juga menyukai