Anda di halaman 1dari 12

1.

ASI

ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan

protein,lactose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Haryono dan

Setianingsih, 2014). Pada usia 6 bulan pertama, bayi hanya perlu diberikan ASI

saja atau dikenal dengan sebutan ASI eksklusif (Maryunani, 2010). ASI Eksklusif

adalah pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan cairan lain, seperti susu

formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat,

misalnya pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, tim atau makanan lain

selain ASI (Nurkhasanah, 2011).

ASI yang dihasilkan oleh ibu terbagi menjadi 3 jenis dengan kandungan

yang berbeda-beda yaitu

A. Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang berwarna kekuningan dan keluar pada

hari pertama hingga keempat pasca melahirkan dan mengandung protein

serta zat antiinfeksi dan berfungsi sebagai pemenuhan gizi dan proteksi pada

bayi yang baru lahir (Astutik, 2014)

B. ASI peralihan

Air susu ibu yang keluar setelah kolostrum disebut dengan asi peralihan. Asi

peralihan ini diproduksi 8-20 hari dengan kadar lemak dan laktosa serta

vitamin larut air yang lebih tinggi dan kadar protein, mineral yang rendah

(Widuri, 2013

C. Asi Matang
Asi matang yaitu ASI yang keluar dihasilkan sekitar 21 hari pasca

melahirkan dengan kandungan 90% air untuk hidrasi bayi dan 10%

karbohidrat, protein dan lemak untuk perkembangan bayi.

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United

Nation Children Funds (UNICEF) dan World Health Organization (WHO)

merekomendasikan sebaiknya anak hanya disusui ASI selama paling sedikit

enam bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6

bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun (WHO,

2005). pola menyusui dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu menyusui

eksklusif, menyusui predominan, dan menyusui parsial sesuai definisi WHO.

1. Menyusui eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain,

termasuk air putih, selain menyusui (kecuali obat- obatan dan vitamin atau

mineral tetes; ASI perah juga diperbolehkan). Pada Riskesdas 2010,

menyusui eksklusif adalah komposit dari pertanyaan: bayi masih disusui,

sejak lahir tidak pernah mendapatkan makanan atau minuman selain ASI,

selama 24 jam terakhir bayi hanya disusui (tidak diberi makanan selain ASI).

2. Menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah memberikan

sedikit air atau minuman berbasis air, misalnya teh, sebagai

makanan/minuman prelakteral sebelum ASI keluar, menyusui predominan

komposit dari pertanyaan: bayi masih disusui, selama 24 jam terakhir bayi

hanya disusui, sejak lahir tidak pernah mendapatkan makanan atau minuman

kecuali minuman berbasis air, yaitu air putih atau air teh.

3. Menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan

selain ASI, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi

berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan


sebagai makanan prelakteal. Pada Riskesdas 2010, menyusui parsial adalah

komposit dari pertanyaan: bayi masih disusui, pernah diberi makanan

prelakteal selain makanan atau minuman berbasis air seperti susu formula,

biskuit, bubur, nasi lembek, pisang atau makanan yang lain.

Pemberian makanan yang baik dan tepat pada bayi sejak lahir hingga usiadua

(2) tahun merupakan salah satu upaya mendasar untuk mencapai kualitas

pertumbuhan dan perkembangan bayi serta untuk memenuhi hak bayi atas ASI.

World Health Organization (WHO) menganjurkan bayi diberikan ASI eksklusif

selama 6 bulan pertama, dan pemberian ASI dilanjutkan dengan didampingi

makannan pendamping ASI (MP-ASI) selama 2 tahun pertama. Pemerintah

Indonesia sendiri telah mencanangkan anjuran WHO sejak tahun 2004 melalui

dikeluarkannya Kemenkes No.450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian ASI

eksklusif pada bayi di Indonesia dan Undang-Undang (UU) No. 36 pasal 128

tahun 2009 tentang kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2012). Berdasarkan

hasil pemantauan status gizi pada tahun 2017, persentase bayi yang mendapat

ASI di Indonesia mengalami peningkatan dari 2016 yaitu 29,5% menjadi 35,7%

pada tahun 2017 dengan wilayah DIY menjadi kota dengan persentase terbesar

yaitu 61,4%.(Kementerian Kesehatan RI, 2017)

Masa tumbuh kembang bayi 0-6 bulan membutuhkan asupan gizi yang

diperoleh melalui pemberian ASI eksklusif. Gangguan tumbuh kembang pada

awal kehidupan bayi dapat disebabkan karena kekurangan gizi sejak bayi,

pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini atau terlalu lambat dan

ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. (Zaenab, Alasiry and Idris,

2016). Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita sebagian besar ditentukan

oleh jumlah ASI yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi lainnya yang
terkandung di dalam ASI secara alami. ASI tanpa bahan makanan lain dapat

mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayi sampai enam bulan yang bisa disebut

dengan ASI eksklusif (Desi Yogi, 2014)

Pertumbuhan antara berat badan dan tinggi badan ada hubungan yang

linear jika pertumbuhan anak normal. Pemberian ASI saja juga dapat

mempengaruhi peningkatan berat badan dan tinggi badan agar pertumbuhan

seimbang. Anak yang diberi ASI eksklusif pertumbuhannya akan lebih baik

dibandingkan dengan anak yang tidak diberi ASI eksklusif. Pertumbuhan anak

berhubungan dengan kebutuhan gizi, jika gizi yang diperlukan dalam proses

pertumbuhan tidak seimbang, maka anak-anak akan mengalami gizi kurang atau

buruk pada masa pertumbuhan balita (Zaenab, Alasiry and Idris, 2016).

Berdasarkan hasil dari penelitian (Nurhayati, Widyaningsih and Subagyo, 2017)

dapat diketahui bahwa bayi yang diberikan ASI namun dalam pemberiannya

tidak dengan frekuensi yang baik, akan menyebabkan bayi mengalami

pertumbuhan kurang. Bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan frekuensi yang

baik dapat menyebabkan bayi tidak cukup memperoleh ASI sebagai zat gizi yang

digunakan sebagai proses pertumbuhan. Pemberian ASI yang baik, lebih baik

diberikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan bayi. Penelitian yang terkait

dilakukan oleh (Hamadiyan, 2015), menyatakan pertumbuhan berat badan anak

yang diberikan ASI eksklusif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang

diberikan susu formula ataupun makanan lainnya dibawah usia 6 bulan. Anak

yang tidak diberikan ASI eksklusif tampak lebih kurus atau mengalami gizi

kurang karna tidak adanya proses menyusui yang diberikan ibu pada anaknya,

sehingga pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama sangat

direkomendasikan untuk pertumbuhan anak yang lebih optimal.


Selain itu, Penelitian yang dilakukan oleh (Paramashanti, Hadi and

Gunawan, 2016)(Hamadiyan, 2015)) tentang pemberian ASI eksklusif tidak

berhubungan dengan stunting pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia, hasil

penelitian tersebut menunjukkan masih tingginya prevalensi stunting pada anak

dengan ASI tidak eksklusif dibandingkan dengan anak yang diberikan ASI

eksklusif. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian (Astuti, 2013), dimana

pertumbuhan panjang badan anak usia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Karang Malang Sragen ini mayoritas anak berada pada rentang pertumbuhan

yang normal.

2. MP ASI Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP- ASI) adalah makanan atau

minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi yang berusia

lebih dari 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi selain dari ASI . Hal ini

dikarenakan ASI hanya mampu memenuhi duapertiga kebutuhan bayi pada usia

6-9 bulan, dan pada usia 9-12 bulan memenuhi setengah dari kebutuhan bayi

(Hariani et al., 2016). Pada kenyataannya, praktek pemberian MPASI dini

sebelum usia enam bulan masih banyak dilakukan di negara berkembang seperti

Indonesia. Hal ini akan berdampak terhadap kejadian infeksi yang tinggi, seperti

diare, infeksi saluran napas, alergi, hingga gangguan pertumbuhan.(Fitriana et al.,

2016) . Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 28 tahun 2019 tentang

angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk masyarkat Indonesia, Asupan energi

untuk anak umur 6-11 bulan yaitu 800 kkal sedangkan untuk anak 1-3 tahun yaitu

1350 kkal. Untuk asupan protein anak usia 6-11 bulan yaitu 9 g sedangkan anak

1-3 tahun yaitu 20 g.


MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu

menuju ke makanan yang semi padat. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus

dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan

kemampuan pencernaan bayi/anak. Pemberian MP-ASI yang tepat diharapkan

tidak hanya dapat memenuhi kebutuuhan gizi bayi, namun juga merangsang

keterampilan makan dan merangsangg rasa percaya diri pada bayi. Pemberian

makanan tambahan harus bervariasi dari bentuk bubur cair kebentuk bubur

kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya

makanan padat. (Mufida, Widyaningsih and Maligan, 2015).

Pola pemberian MP-ASI baik berarti perilaku ibu positif terhadap kapan

waktu yang tepat untuk memberikan makanan pendamping ASI, teknik

pemberian makanan pendamping ASI, frekuensi pemberian makanan

pendamping ASI dan bentuk makanan pendamping ASI. Pemberian MP-ASI

akan mempengaruhi asupan gizi bayi dan akan berdampak pada peningkatan

grafik pertumbuhan bayi. Hal ini sesuai dengan teori Bloom yang menyatakan

bahwa, pola pemberian MP-ASI responden tersebut kemungkinan didukung

dengan pemahaman mengenai MP-ASI dan sikap yang baik sehingga grafik

pertumbuhan bayi baik. (Hariani et al., 2016)

Peningkatan tekstur, frekuensi dan porsi makanan secara bertahap seiring

dengan pertumbuhan anak antara 6 sampai 24 bulan, maka disesuaikan tekstur.

Kebutuhangizi tersebut terdiri dari (Arisman, 2004) :

A. Jenis makanan yang tepat untuk usia ini adalah

1. Sumber karbohidrat bermanfaat sebagai penghasil energi. Misalnya beras,

beras merah, kentang dapat diberikan sebagai makanan pokok. Sebaiknya


tidak memberikan ubi jalar karena proses penguraian ubi di dalam saluran

pencernaan akan menghasilkan gas.

2. Sumber Protein, misalnya daging, ikan, telur, tahu, tempe, atau kacang.

Pilihlah daging ternak yang mengandung lemak, daging ikan tanpa duri,

serta daging ayam tanpa tulang dan kulit. Berikan dalam bentuk cincang

atau giling. Kebutuhan protein juga dapat dipenuhi dari tumbuh-tumbuhan

seperti kacang, tahu, tempe.

3. Sumber lemak, misalnya minyak sayur, santan, margarin atau mentega.

Pilih jenis lemak atau minyak yang banyak mengandung asam lemak tak

jenuh, misalnya minyak jagung, minyak wijen dan minyak bunga matahari.

4. Sumber vitamin dan mineral, misalnya sayuran dan buah. Sayuran yang

bisa diberikan antara lain bayam, brokoli, labu kuning, buncis, jagung

manis.

B. Jenis MP-ASI Usia 9 – 12 bulan

Berikan makanan selingan 1 kali sehari, pilihlah makanan selingan yang

bernilai gizi tinggi seperti bubur kacang ijo, buah. Usahakan agar makanan

selingan dibuat sendiri agar kebersihan terjamin.

Berikan jenis makanan yang bervariasi guna memenuhi kebutuhan gizi,

yaitu :

1. Sumber karbohidrat, misalnya bubur, nasi tim, kentang, biskuit aneka jenis

bubur serealia khusus bayi, aneka jenis roti gandum.

2. Sumber protein dapat berupa pure alam tekstur yang lebih kasar.

Berbagai sumber protein misalnya daging sapi tanpa lemak, daging

ayam, ikan, telur, tahu, tempe atau kacang-kacangan.


Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI antara lain

pengetahuan, pengalaman, social budaya, petugas kesehatan, informasi,

pekerjaan ibu, ekonomi, dan ketersediaan bahan-bahan MP-ASI. Pemberian

makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi bayi. Pemberian

makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi dan

pemberian yang berlebihan akan terjadi kegemukan (Fitriana et al., 2016). Pada

usia 6 bulan, secara fisiologis bayi telah siap menerima makanan tambahan,

karena secara keseluruhan fungsi saluran cerna sudah berkembang. Selain itu,

pada usia tersebut air susu ibu sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan bayi untuk

tumbuh kembangnya, sehingga pemberian makanan pendamping air susu ibu

(MP-ASI) sangat diperlukan. (Mufida, Widyaningsih and Maligan, 2015).

Penelitian yang dilakukan Hariani, 2015 mendapatkan hasil bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara pola pemberian ASI (p = 0,000 , p<α) dan MP

ASI (p = 0,000 , p<α) terhadap grafik pertumbuhan pada Kartu Menuju Sehat.

Hubungan tersebut menunjukkan jika pola pemberian ASI dan MP- ASI baik

makan grafik pertumbuhan bayi usia 9- 11 bulan pada KMS (Kartu Menuju

Sehat) menunjukkan pertumbuhan normal. (Hariani et al., 2016).

Hal-hal yang harus diperhatikan terkait pemberian makanan bayi yaitu

ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara

pembuatannya. Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, seperti

pemberian makanan yang terlalu dini atau terlambat, makanan yang diberikan

tidak cukup dan frekuensi yang kurang berdampak terhadap pertumbuhan bayi.

(Rahmad, 2017). Asupan nutrisi yang tidak tepat juga akan menyebabkan anak

mengalami malnutrisi yang akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan

mortalitas.7 Angka kemiskinan yang masih tinggi memengaruhi daya beli


masyarakat yang rendah sehingga kualitas, kuantitas dan higien MPASI yang

diberikan tidak terjamin. Berbeda halnya di negara maju, daya beli masyarakat

tinggi dan mengerti cara penyajian MPASI yang baik, sehingga kualitas dan

kuantitas MPASI dapat terjamin,8 maka amat wajar apabila didapatkan status gizi

saat berusia dua belas bulan dalam batas baik. (Fitriana et al., 2016)

Pemberian MP-ASI terlalu dini juga akan mengurangi konsumsi ASI, dan

bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi

sudah mulai kuat sejak usia empat bulan. Bayi yang mengonsumsi ASI, makanan

tambahan dapat diberikan setelah usia enam bulan. Selain cukup jumlah dan

mutunya, pemberian MP-ASI 
juga perlu memperhatikan kebersihan makanan

agar anak terhindar dari infeksi bakteri yang menyebabkan gangguan pecernaan

(Mufida, Widyaningsih and Maligan, 2015). Menurut (Utami, 2011) bayi yang

mendapat MP-ASI kurang dari empat bulan akan mengalami risiko gizi kurang

lima kali lebih besar dibandingkan bayi yang mendapatkan MP- ASI pada umur

empat-enam bulan setelah dikontrol oleh asupan energi dan melakukan penelitian

kohort selama empat bulan melaporkan pemberian MP-ASI terlalu dini (<empat

bulan) berpegaruh pada gangguan pertambahan berat badan bayi, meskipun tidak

berpengaruh pada gangguan pertambahan panjang bayi. Pemberian makanan

tambahan terlalu dini kepada bayi sering ditemukan dalam masyarakat seperti

pemberian pisang, madu, air tajin, air gula, susu formula dan makanan lain

sebelum bayi berusia 6 bulan.

Pemberian MP-ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk

pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada

periode ini, tetapi sangat diperlukan hygienitas dalam pemberian MP-ASI

tersebut. Sanitasi dan hygienitas MP-ASI yang rendah memungkinkan terjadinya


kontaminasi mikroba yang dapat meningkatkan risiko atau infeksi lain pada bayi

(Mufida, Widyaningsih and Maligan, 2015). Angka kemiskinan yang masih

tinggi memengaruhi daya beli masyarakat yang rendah sehingga kualitas,

kuantitas dan higien MPASI yang diberikan tidak terjamin. Berbeda halnya di

negara maju, daya beli masyarakat tinggi dan mengerti cara penyajian MPASI

yang baik, sehingga kualitas dan kuantitas MPASI dapat terjamin (Fitriana et al.,

2016)

Kekurangan gizi pada bayi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan

dan perkembangan, apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga

dewasa. Usia 0 – 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

yang pesat, atau disebut juga sebagai periode emas sekaligus periode kritis.

Periode emas dapat terwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak

memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal (Rahmad,

2017) Penelitian yang dilakukan oleh (Najahah, Adhi and Pinatih, 2013)

menyebutkan bahwa balita yang mendapatkan MP-ASI tidak sesuai memiliki

risiko 7,4 kali mengalami stunting dibandingkan balita yang mendapatkan MP-

ASI sesuai. Namun berbeda dengan hasil penelitian oleh Sari dkk (2019) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian MPASI

dengan pertumbuhan bayi/anak.


Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ASI secara

eksklusif dapat meningkat pertumbuhan pada anak usia dibawah 2 (dua) tahun,

seperti penelitian (Rahmad, 2017), menyatakan ASI eksklusif sebesar 4,2 kali

dapat meningkatkan pertumbuhan pada anak dibandingkan ASI tidak eksklusif.

Begitu juga dengan pemberian MP-ASI, sebesar 70,8% anak balita yang tumbuh

optimal mendapatkan MP-ASI dan menunjukan hubungan signifikan. menurut


(Hermina and Prihatini, 2015), bahwa pertumbuhan pada bayi serta masalah gizi

pada anak sering disebabkan oleh ketidaktepatan orang tua dalam kebiasaannya

terhadap pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak tepat, serta para ibu-ibu kurang

menyadari bahwa bayi berusia 6 bulan sudah memerlukan MP-ASI dalam jumlah

dan mutu yang baik.

3. MORBIDITAS

Salah satu cerminan keadaan gizi masyarakat luas adalah status gizi anak.

penyebab kurang gizi secara langsung adalah konsumsi makanan yang tidak

seimbang dan penyakit infeksi. Selain pola konsumsi makanan dan penyakit

infeksi, status gizi juga dipengaruhi oleh sosiodemografi, sanitasi lingkungan,

dan pelayanan kesehatan. (Hidayat and Fuada, 2011) . Penyakit infeksi yang

sering diderita oleh anak balita umumnya adalah diare, radang tenggorokan,

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA dan diare terjadi pada anak balita

karena sistem pertahanan tubuh anak rendah. (Adisasmito, 2007).

Morbiditas merupakan derajat sakit yang biasanya dinyatakan dalam

angka prevalensi atau insidensi yang umum. Angka kesakitan merupakan

indikator penting dalam rangka penilaian dan perencanaan program untuk

menurunkan kesakitan dan kematian di suatu wilayah. (Suharwati, 2013)

Morbiditas pada masa bayi cenderung menjadi sebab mediator antara konsumsi

dan pertumbuhan. Gizi yang buruk pada masa awal kehidupan (konsepsi) tidak

hanya meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas janin dan bayi tetapi juga

akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang. Pemberian

pangan fortifikasi (Vitmain A, C, besi, folat, seng dan iodium) kepada ibu hamil
turut memberikan respon yang baik dalam menjaga dan pertahanan kesehatan

bayi (Bernatal et al., 2007).

Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pada

bayi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Nurhayati, Widyaningsih and

Subagyo, 2017) bayi yang mengalami pertumbuhan kurang juga dapat

dipengaruhi oleh adanya penyakit infeksi pada bayi yang mengalami penyakit

ISPA atau mengalami diare pada usia tertentu. Berdasarkan hasil Riskesdas

2018, prevalensi diare pada balita mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2013

hanya sebesar 2,4% sedangkan pada tahun 2018 sebesar 11%. Sedangkan untuk

prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis dan gejala yaitu sebesar 25%. (Riskesdas

2018, 2018) . Diare dan malnutrisi mempunyai hubungan yang bermakna. Hal

tersebut sesuai dengan laporan yang dibuat oleh International Center for

Diarrheal Disease in Bangladesh bahwa diare dapat menyebabkan anak- anak

menjadi malnutrisi. (Das and Rahman, 2011). Diare dan malnutrisi memiliki

hubungan dua arah. Diare mengakibatkan terjadinya malabsorpsi serta maldigesti

yang dapat mengurangi asupan nutrisi yang diserap oleh tubuh (Checkley et al.,

2008). Diare akibat gangguan absorpsi terjadi saat volume cairan yang berada di

kolon lebih besar dari kapasitas absorpsi. Kelainan pada usus halus

mengakibatkan absorpsi menurun dan sekresi bertambah. Apabila fungsi usus

halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun dan sekresi di

kolon meningkat. Maldigesti terjadi akibat kegagalan untuk mencerna makanan

secara adekuat. Hal tersebut disebabkan oleh sekresi enzim pencernaan yang

tidak memadai. (Isda, Rinanda and Suhanda, 2016).

Anda mungkin juga menyukai