Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA

" HUKUM ADAT "

OLEH:

Kelompok 2
HADID HAMDI (1100119069)
MUH.MIRZA RISALDI(1100119056)
MUH.HUSNI MUBARAK(1100119066)
ASRIDA(1100119039)
RISAWANA(1100119062)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya ,sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hukum Adat” sebagai tugas mata kuliah pengantar
hukum indonesia.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dr.Muh. Rasywan Rasyid,
S.H.I, M.S.I.Selaku dosen pengampun pada mata kuliah pentar hukum indonesia yang telah
memberikan bimbingan kepada kami,sehingga makalah ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
Melalui makalah ini,kami berusaha memaparkan ilmu dalam mempelajari Hukum adat
dimana pembahasan ini lebih menekankan pada sistem-sistem hukum adat yang pada akhirnya
muncul istilah dan pengertian hukum adat.Tentu pemahamam tentang-tentang Hukum adat
mungkin muncul dari kelakuan atau kebiasaan yang dilakukan oleh masdyarakat, menjadi penting
untuk dikaji dan diteliti lebih langjut.Oleh sebab itu kami berharap makalah ini bisa bermanfaat
khususnya dalam memahami tentang Hukum Adat.
Sebagai penyusun makalah ini,kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh
dari yang diharapkan.Oleh karena itu,kami selaku penyusun makalah ini senantiasa meminta kritik
dan saran yang membangun agar kami memperbaiki penulisan kami yang selangjutnya.
DAFTAR ISI

SAMPUL..............................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I....................................................................................................................................
A.Latar Belakang......................................................................................................
B.Rumusan Masalah................................................................................................
C.Tujuan.................................................................................................................
BAB II..................................................................................................................................
A.Pengertian dan Istilah Hukum Adat....................................................................
B.Sejarah Berlakunya Hukum Adat..........................................................................
C.Corak-corak Hukum Adat Indonesia .....................................................................
D.Dasar Hukum dan Sumber Berlakunya Hukum Adat ...........................................
E.Ruang Lingkup Hukum Adat.................................................................................
BAB III
A.Simpulan....................................................................................................................
B.Saran..........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Hukum adalah suatu aturan dan kaidah yang terdapat dalam suatu kehidupan masyarakat
hukum memiliki sifat yang yang berwujud dan tidak berwujud.Hukum berwujud adalah hukum
yang tertulis yang sudah terkodifikasi dalam satu kitab, sedangkan hukum yang tidak tertulis s
dilakukan terus menerus,dipertahankan oleh penduduknya dan juga mempunyai sanksi.Kebiasaan
adalah cerminan kepribadian suatu bangsa.
Jadi hukum adat adalah seperangkat norma dan aturan Adat/kebiasaan yang berlaku disuatu
lingkungan masyarakat.Misalnya diperkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti
hukum adat.Hukum adat juga berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari
Zaman-zaman,namun dari proses perkembangan itu berbeda-beda.Ada yang cepat dan juga ada
yang lambat sesuai dengan perkembangan tertentu.
Sumber hukum adalah suatu perangkat-perangkat hukum tidak tertulis yang tumbuh
danberkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakat itu.Karena peraturan-
peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang,maka hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis.Adapun ppenegak hukum adalah pemuka adat sebagai pemimpin
yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga
keutuhan hidup sejahtera.
Hukum adat merupaka hukum yang dinamis,berubah sesuai dengan zaman.Walaupun tidak
tertulis disebuah buku yang jelas,tapi setiap orang mengetahui dan memahami akan selalu patuh
dibawahnya karena hukum adat adalah sesuatu yang sakral dan harus diikuti jika tidak selama
berhubungan dengan hal-hal yang menyimpan dari rasa keadilan.Hukum adat juga merupakan
Adat istiadat ada semenjak zaman kuno dan zaman pra-hindu.Hingga akhirnya masuklah kultur-
kultur masyarakat kuat yang cukup memengaruhi kultur budaya asli daera tersebut.Sepertinya
datangnya kultur Hindu,kultur islam,dan kultur kristen,sehingga hukum pada saat ini,merupakan
akulturasi dari kebudayaan pendatang.
Unsur-unsur yang menjadi dasar pembuktian hukum adat adalah sebagai berimut:
1.Kegiatan sebenarnya dengan melakukan penellitian-penelitian.
2.Menggunakan kerangka mengenai unsur-unsur hukum yang dapat dibedakan antara unsur idiil
dan unsur riil
Unsur idiil terdiri dari rasa kesusilaan,rasa keadilan,dan rasio kemanusiaan merupakan
suatu hasrat dalam diri manusia untuk hidup dengan hati nurani bersih.
3.Menggunaka unsur-unsur tersebut sehingga menghasilkan suatu gambaran perbandingan yang
Konkret
Tapi yang lebih dikaji adalah sistem hukum adat,dimana suatu sistem hukum sudah
hidupdan berkembang dalam kehidupan masyarakat,setiap hukum merupak suatu sistem yang
peraturan-peraturannya merupakan suatu kebutulan berdasarkan atas kesatuan pemikiran,begitu
pula hukum adat.Sistem hukum adat bersendi pada dasar-dasar pemikiran bangsa indonesia,yang
tidak sama dengan yang ada dalam sistem hukum barat.Agar kita sadar ternyata sistem hukum
adat,kita harus mengetahui dasar-dasar pemikirannya,yang hidup dalam masyarakat bangsa
indonesia.Oleh karena itu akan dinbahas masalah tentang hukum adat.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusanmaslahnya adalah sebagi berikut:
A.Pengertian dan Istilah Hukum Adat
B.Sejarah Berlakunya Hukum Adat
C.Corak-corak Hukum Adat Indonesia
D.Dasar Hukum dan Sumber Berlakunya Hukum Adat
E.Ruang Lingkup Hukum Adat
C.TUJUAN
Berdasarkan rumusan Masalah diatas dapat dilihat bahwa tujuan makalah ada agar
pembaca dapat paham serta mengetahui sistem hukum adat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN DAN ISTILAH HUKUM ADAT
Istilah adat berasal dari bahasa arab,yang apabila diterjemahkan dalam bahasa indonesia
berarti “kebiasaan”.Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam Bahasa Indonesia,sehingga
hampir semua bahasa daerah di Indonesi telah mengenal dan telah menggunakan istilah
tersebut.Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai “tingkag laku seseorang yang terus-menerus
dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam aktu yang lama
lam”.Dengan demikian unsur-unsur tercptanya adat sebagai berikut.
a).Adanya tingkah laku seseorang
b).Dilakukan terus-menerus
c).Adanya dimensi waktu
d).Diikuti oleh orang lain/masyarakat
Pengertian adat-istiadat menyangkup sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang
lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama,ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-
istiadat tersebut.Tiap-tiap masyarakat atau bangsa dan negara memiliki adat istiadat sendiri-
sendiri,yang satu dengan yang lainnya pasti tidak sama.Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa
suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau
bangsa.Tingkaat peradaban,hidup yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku
atau adat istiadat yang hidup dan berakaar dalam masyarakat.
Adat selalu menyusuaikan diri dengan kedaan dan kemajuan zaman,sehingga adat itu tetap
kekal,karena adat selalu menyusuaikan diri dengan kemajuan masyarakat dan kehendak
zaman.Adat istiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali kaitannya dengan tradisi-tradisi
rakyat,dan ini merupakan sumber hukum pokok dari pada hukum adat.Adat ini ada yang tebal dan
ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis.Aturan-aturan tingkah laku didalam
masyarakat ini adalah aturan dan bukan merupakan aturan hukum.
Iatilah “Hukum Adat” dikemukankan pertama kalinya oleh Prof.Dr.Cristian Snouck
Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang aceh),yang kemudian
diikuti oelh Prof.Mr.Cornelis Van Volen Hoven dalam bukunya yang berjudul “Het Adat Recht
Van Nedeland indie”. Dengan adanya istilah ini,maka Pemeritah Kolonial Belanda pada akhir
tahun 1929 mulai menggunakan secara resmi dalam peraturan perundang-uandangan Belanda.
Iatilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam masyarakat dan masyarakat hanya
mengenal kata “adat” atau “kebiasaan”.Adat Recht yang diterjemahkan menjadi “Hukum
Adat”dapat dialihkan menjadi hukum kebiasaan.Van dijk tidak menyetujui istilah hukum
kebiasaan sebagai terjemahan dari Adat Recht untuk menggantikan hukum adat dengan alsan
tidaklha tepat menerjemahkan Adat Recht menjadi hukum kebiasaan unutk menggantikan hukum
adat,karena karena yang dimaksud dengan hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum
yang timbul karena kebiasaan artinya karena telah demikian lamanya orang biasa bertingkah laku
menurut suatu cara tertentu sehingga timbullah sesuatu peraturan kelakuan yang diterima dan juga
diinginkan oleh masyarakat,sedangkan apabila seseorang mencari sumber yang nyata dari mana
peraturan itu berasal,maka hampir senantriasa akan dikemukakan oleh suatu Alat perlengkapan
masyarakat tertentudalam lingkungan besar atau kecil sebagai pangkalnya.Hukum adat pada
dasarnya merupakan sebagian dari adat-istiadat masyarakat.Adat istiadat mencakup konsep yang
luas.Sehubungan dengan itu dlam penelaahan hukum adat harus dibedakan antara Adat-istiadat
(non-hukum) dengan hukum adat,walaupun keduanya sukit sekai untuk dibedakan karena
keduanya erat sekali kaitannya.
Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat,maka perlu kita
telaah beberapa pendapat yaitu:
1. Prof.Mr.B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari
kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat.Terhaar terkenal dengan
teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah
merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum
terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat.Apabila penguasa menjatuhkan putusan
hukuman terhadap si pelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
2. Prof.Mr.Cornelis van Vollenhoven
Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan
mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
3. Dr.Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan,tidak
dikodifikasikan dan bersifat paksaan,mempunyai sanksi jadi mempunayi akibat hukum.
4. Mr.J.H.P. Bellefroit
Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh
penguasa, tetapu tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa
peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
5. Prof.M.M.Djojodigoeno, S.H.
Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
6. Prof.Dr.Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah-kaidah kesusilan
yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.
7. Soeroyo Wignyodipuro, S.H.
Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan
rakyat selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku masyarakat
dalam kehidupan masyarkat sehari-hari dalam masyarakat,sebagian besar tidak
tertulis,seantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempuntai akibat hukum
(sanksi)
8. Prof.Dr.Soepomo, S.H.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis,meliputi
peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati
dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas kenyakinan bahwasanya peraturan-peraturan
tersebut mempunyai kekuatan hukum.

Jadi dapat disimpulkan pengertian hukum adat dari beberapa ahli,bahwa hukum adat
adalah peraturan yang tidak tertulis yang tumbuh didalam masyarakat yang hanya ditaati oleh
masyarakat yang bersangkutan.Demiukian juga Hukum adat mempunyai kemampuan
menyesuaikan dan elastis kakrena peraturan-peraturannya tidak tertulis.
B.SEJARAH BERLAKUNYA HUKUM ADAT
Peraturan adat istiadat kita ini,pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman kuno,zaman
Pra-Hindu.Adat istiadat yang hidup dalam masyarakat Pra-Hindu tersebut menurur para ahli-ahli
hukum adat adalah merupakan adat-adat Melayu Polinesia.Kemudian datang kultur Hindu,Kultur
Islam dan kultur kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli tersebut yang sejak lama
menguasai tata kehidupan masyarakat indonesia sebagai suatu hukum adat,sehingga hukum adat
yang kini hidup pada rakyat itu adalah hasil akulturasi antara peraturan-peraturan,Adat istiadat
zaman Pra-Hindu dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu,Kultur Islam
dan kultur Kristen.Setelah terjadi akulturasi itu,maka hukum adat atau hukum pribumi atau
“inladrecht” menurut Van Vollenhoven terdiri dari hukum adat yang tidak tertulis (ius non
scriptum) dan hukum adat yang tertulis (ius scriptum).
Sebelum bangsa asing masuk ke indonesia,terdapat hukum adat yang tumbuh dan
berkembang serta diberlakukan dimasyarakat,antara lain sebagai berikut:
1. Tahun 1000, pada zaman Hindu,Raja Dharmawangsa dari jawa timur dengan kitabnya
yang disebut Civacasana.
2. Tahun 1331-1364,Gajah Mada Patih Majapahit, membuat kitab yang disebut Kitab Gajah
Mada.
3. Tahun 1413-1430,Kanaka Patih Majapahit,membuat Kitab Adigama.
4. Tahun 1350, di Bali ditemukan Kitab Hukum Kutaranamanava.
Disamping kitab-kitab hukum kuno tersebut yang mengatur kehidupan dilingkungan istana,ada
juga kitab-kitab yang mengatur kehidupan masyarakat sebagai berikut:
1. Daerah Tapanuli, Ruhut Parsaoran di Habatohan (Kehidupan Sosial di Tanah
Batak),Patik Dohot Uhum ni Halak Batak (Undang-uandang dan Ketentuan-ketentuan
Batak)
2. Daerah Jambi,terdapat peraturan berupa Undang-Undang Jambi.
3. Daerah Palembang,Undang-undang Simbur Cahaya (Undang-Undang tentang tanah di
Dataran Tinggi Daerah Palembang).
4. Daerah Minangkabau,Undang-Undang Nan Dua Puluh (Undang-Undang tentang Hukum
Adat Detik di Minangkabau).
5. Daerah Sulawesi Selatan, Amana Gapa (Peraturan tentang Pelayaran dan Pengangkatan
Laut bagi Orang-orang Wajo).
6. Daerah Bali, Awig-Awig (Peraturan Subak dan Desa) dan Agama Desa (Peraturan Desa)
yang ditulis didalam daun lontar.
Sebelum datang VOC belum ada penelitian tentang hukum adat, dan semasa VOC karena ada
kepentingan atas negara jajahannya (Menggunakan Politik opportunity),maka Heren 17 (pejabat
di Negeri Belanda yang mengurus negara-negara jajahan Belanda) Mengeluarkan perintah kepada
kepada Jendral yang memimpin daerah jajahannya masing-masing untuk menerapkan hukum
belanda di negara jajahan ( indonesia ) tepatnya yaitu pada tanggal 1 Maret 1621 yang baru
dilaksanakan pada tahun 1625 yaitu pada pemerintahan De Carventer yang sebelumnya
mengadakan penelitian dulu dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa di Indonesia mmasih
ada hukum adat yang hidup.Oleh karena itu, Carventer memberikan tambahan bahwa hukum itu
disesuaikan sehingga perlu 4 kodifikasi hukum adat yaitu sebagai berikut:
1. Tahun 1750, untuk keperluan Landraad (Pengendalian) di Serang dengan Kitab hukum
“Mogharrar” yang mengatur khusus pidana adat (Menurut Van Vollenhoven kitab tersebut
berasal dari hukum adat).
2. Tahun 1759,Van Clost Wijck mengeluarkan kitab yaitu “Compedium” (pegangan/ikhtisar)
yang terkenal dengan Compedium Van Clost Wijck mengenai Undang-Undang Bumiputra
di lingkungan Keraton Bone dan Goa.
3. Compendium Freizer tentang peraturan Hukum Islam mengenai nikah,talak, dan warisan.
4. Hasselaer, beliau berhasil mengumpulkan buku-buku hukum untuk para hakim di Cirebon
yang terkenal dengan Papakem Cirebon.
Pencatat Hukum adat oleh orang luar negeri diantaranya pernah dialkukan oleh Robert
Padtbrugge (1679), ia seorang Gubernur Ternata yang mengeluarkan peraturan tentang Adat
istiadat Minahasa.Selanjutnya dilakukan oleh Francois Valetijn (1666-1727) yang menerbitkan
suatu ensiklopedia tentang kesulitan-kesulitan Hukum bagi masyarakat.Adapun periode hukum
adat pada masa Penjajahan Belanda terbagi dalam tujuh zaman, yaitu sebagai berikut:
1. Zaman Daendels (1808-1811)
Beranggapan bahwa memang ada hukum yang hidup dalam masyarakat adat tapi
derajatnya lebih rendah dari hukum eropa,jadi tidak akan memenpengaruhi apa-apa
sehingga hukum Eropa tidak akan mengalami perubahan karenanya.
2. Zaman Raffles (1811-1816)
Pada zaman ini Gubernur Jendral dari Inggris membentuk komisi Mackenzie atau suatu
panitia yang tugasnya mengkaji/menenliti peraturan-peraturan yang ada dimasyarakat,
untuk mendakan perubahan-perubahan yang pasti dalam membentuk pemerintah yang
dipimpimnya.Setelah terkumpul hasil penenlitian komisi ini yaitu pada tanggal 11 ferbruari
1814 dibuat peraturan yaitu regulation for the more effectual Administration of jastice in
the provincial court of lava yang isinya:
a.Residen menjabat sekaligus sebagai Kepala Hakim
b.Susunan Pengadilan terdiri dari:
1). Residen’s court
2).Bupati’s caourt
3).Division caourt
c.Ada juga Circuit of court atau pengadilan keliling
d.Yangberlaku adalah native law dan unchain costum untuk Bupati’s court dan untuk
Residen (orang inggris) memakai hukum inggris.
3. Zaman Komisi Jendral (1816-1819)
Pada zaman ini tidak ada perubahan dalam perkembangan hukum adat dan tidak merusak
tatanan yang sudah ada.
4. Zaman Van der Capellen (1824)
Pada zaman ini tidak ada perhatian hukum adat bahkan merusak tatanan yang sudah ada.
5. Zaman Du Bush
Pada zaman ini sudah ada sedikit perhatian pada hukum adat,yang utama dalam hukum
adat ialah hukum indonesia asli.
6. Zaman Van den Bosch
Pada zaman ini dikatakan bahwwa hukum waris itu dilakukan menurut hukum islam serta
hak atas tanah adalah campuran antara peraturan Braimein dan islam.
7. Zaman Chr. Baud.
Pada zaman ini sudah banyak perhatian pada hukum adat misalnya tentang melindungi
hak-hak ulayat.
Pada tahun 1918 putra-putra Indonesia membuat disertai mengenai hukum adat di Balai
Perguruan Tinggi di Belanda, antara lain dilakukan oleh:
1. Kusumaatmadja tahun 1922 yang menulis tentang Wakaf
2. Soebarto tahun 1925 yang menulis tentang Sawah Vervavding (gadai sawah)
3. Endabumi tahun 1925 yang menulis tentang Bataks Grondenrecht (Hukum Tanah Suku
Batak)
4. Soepomo tahun 1927 yang menulis tentang Vorstenlands Grondenrecht (Hak Tanah di
Kerajaan-Kerajaan)
Adapun penyelidikan tentang hukum adat di Indonesia dilakukan oleh:
1. Djojdioeno/Tirtawanita yang menulis tentang Hukum Adat Privat Jawa Tengah.
2. Soepomo yang menulis tentang Hukum Adat Jawa Barat
3. Hazairin yang membuat disertainya tantang “Redjang”
Hukum adat menjadi masalah politik hukum ada saat pemerintahan Hindia Belanda yang
ketika itu hendak memberlakukan hukum Eropa atau hukum yang berlaku di Belanda menjadi
hukum positif di Hindia Belanda (indonesia) melalui asas konkordansi.Mengenai hukum adat
timbullah masalah bagi pemerintah kolonial, sejauh mana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-
tujuan Belanda serta kepentingan-kepentingan ekonominya, dan sejauh mana hukum adat itu dapat
dimasukkan dalam rangka politik Belanda.Kepentingan atau kehendak bangsa Indonesia tidak
masuk perhitungan pemerintah kolonial.
Secara kronologis usaha-usaha yang telah dilakukan baik pemerintah Belanda di negerinya
sendiri maupun pemerintah kolonial yang ada di Indonesia,untuk memasukkan hukum adat ke
dalam sistem hukum perundang-undangan antara lain:
1. Mr. Wichers, Presiden Mahkamah Agung,ditugaskan untuk menyelidiki apakah hukum
adat privat itu tidak diganti dengan hukum kodifikasi barat.Sayangnya rencana kodifikasi
Wichers mengalami kegagalan.
2. Sekitar tahun 1870, Van der Pute, Menteri Jajahan Belanda,mengusulkan pengguna hukum
tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan agraris pengusaha
Belanda.Usaha ini pun gagal.
3. Pada tahun 1900, Cremer,Menteri Jajahan, menghendaki diadakan kodifikasi lokal untuk
sebagian hukum adat dengan mendahulukan daerah-daerah yang penduduknya telah
memeluk agama Kristen. Usaha ini belum terlaksana.
4. Kabinet Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undang-uandang untuk
menggantikan hukum adat dengan hukum Eropa.Pemerintah Belanda menhendaki supaya
seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum secara barat.Usaha ini gagal, sebab
Perlemen Belanda suatu Amandemen yakni amandemen Van Idsinga.
5. Pada tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menhiraukan amandemen
Idsinga,mengumumkan rencana KHUPerdata bagi seluruh golongan penduduk di
Indonesia.Ditetntang oleh Van Vollenhoven dan usaha ini gagal.
6. Pada tahun 1923 Mr.Cowan , Direktur Dapertemen Justitie di Jakarta membuar rencana
baru KUHPerdata dalam tahun 1920,yang diumumnkan Pemerintah Belanda sebagai
rencana unifikasi dalam tahun 1923.Usaha ini gagal karena kritikan Van
Vollenhoven.Pengganti Cowan, yaitu Mr. Rutgers memberitahu bahwa meneruskan
pelaksanaan Kitab undang-undang kesatuan ini itu tidak mungkin
Dan dalam tahun 1927 Pemerintah Hindia Belanda mengubah haluannya, menolak penyatuan
hukum (unifikasi). Sejak tahun 1927 selanjutnya politik Pemerintah Hindia Belanda terhadap
hukum adat mulai berganti haluan, yaitu dari “unifikasi” beralih ke “kodifikasi”
C.CORAK-CORAK HUKUM ADAT INDONESIA
Hukum adat kita mempunyai corak-corak tertentu.Adapun corak-corak yang terpenting
adalah:
1. Bercorak Religius-Magis
Menurut kepercayaan tradisional Indonesia, tiap-tiap masyarakat diliputi oleh keuangan
gaib yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap aman tenteram bahagia dan lain-
lain.Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan
antara berbagai macam lapangan kehidupan,seperti kehidupan manusia alam,arwah-arwah
nenek moyang dan kehidupan mahluk-mahluk lainnya.Adanya pemujaan-pemujaan
khususnya terhadap arwah-arwah nenek moyang sebagai pelindung adat istiadat yang
diperlukan bagi kebahagiaan masyarakat. Setiap kegiatan atau perbuatan-perbuatan
bersama seperti membuka tanah,membangun rumah,menanam dan peristiwa-peristiwa
penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara religius yang bertujuan agar maksud dan
tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan selalu berhasil dengan baik
2. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dari dalam wujud kelompok, sebagai satu
kesatuan yang utuh.Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri,manusia
adalah mahluk sosial, manusia selalu adalah mahluk sosial,manusia selalu hidup
bermasyarakat,kepentingan bersama lebih diutamakan daripada kepentingan perseorangan.
3. Bercorak Demokrasi
Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa kebersamaan,kepentingan bersama
lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan preibadi sesuai dengan asas
permusyawaratan dan perwakilan sebagai sistem pemerintahan.Adanya musyawarah di
Blaai Desa, setiap tindaklan pamong desa berdasarkan hasil musywarah dan lai sebainya.
4. Bercorak Kontan
Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat bersamaan yaitu
peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara serentak,ini dimaksudkan
agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.
5. Bercorak Konkret
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam setiap
hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang
berwujud.Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan
nyata,tidak saling mencuriga satu dengan yang lainnya
D.DASAR HUKUM DAN SUMBER BERLAKUNYA HUKUM ADAT
Dalam UUD 1945, berlakunya kembali hukm adat tercantum secara implistpada aturan
peralihan UUD 1945 pasal II,yang berbunyi :”segala badan negara dan peraturan yang ada masih
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini” . Aturan Peralihan
Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat.
Dalam UUDS 1950 pasal 104 disebutkan bahwa dari segala sesuatu keputusan pengadilan
harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang
dan aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu.Tetapi UUDS 1950 ini pelaksanaanya belum
ada maka kembali ke aturan Peralihan UUD 1945.
Selanjutnya dalam pasal 131 ayat 2 sub b. I.S. menyebutkan bahwa bagi golongan hukum
indonesia asli dan timur asing berlaku hukum adat mereka,tetapi bila kepentingan sosial mereka
membutuhkannya, maka pembuatan unfang-undang dapat menentukan bagi mereka:
1. Hukum Eropa
2. Hukum Eropa yang telah diubah
3. Hukum bagi beberapa golongan yag sama
4. Hukum baru yaitu hukum yang merupakan sintese aturan adat dan hukum Eropa
Pasal 131 ini ditujukan pada undang-undangnya ,bukan pada hakim yang menyelesaikan
sengketa eropa dan Bumiputra.Pasal 131 ayat 6 menyebutkan bahwa bila terjadi perselisihan
sebelummenjadi kodifikasi maka yang berlaku adalah hukum adat mereka, dengan syarat bila
berhubungan dengan eropa maka yang berlaku adalah hukum eropa.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 pasal 23 ayat 1 menyebutkan bahwa segala
putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar dan alasan-alasan putusan itu juga harus
memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum yang tidak
tertulis yang dijadikan dasar mengadili.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 ini diperbaharui
menjadi Undang-Undang 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman karena
dalam undang-undang Nomor 19 tersebut tersirat adanya campur tangan presiden yang terlalu
besar dalam kekuasaan yudikatif.Dalam Bagian Penjelasan umum undang-undang Nomor 14
tahun 1970 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukum yang tidak tertulis itu adalah hukum
adat.Dalam undang-undang Nomort 14 tahun 1970 pasal 27 (1) ditegaskan bahwa hakim sebagai
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang
hidup dimasyarakat.
Sedangkann sumber-sumber hukum yang menjadi pedoman atau acuan terbentuknya
hukum adat diindonesia antara lain:
1. Adat istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat;
2. Kebudayaan tradisional rakyat;
3. Ugeran/Kaidah dari kebudayaan asli indonesia ;
4. Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat;
5. Pepatah adat;
6. Yurisprudensi adat;
7. Dokumen-dokumen yang hidup pada waktu iyu,yang memuat ketentuan-ketentuan hukum
yang hidup;
8. Kitab-kitab hukum yang pernah dikeluarkan oleh raja-raja;
9. Doktrin tentang hukum adat;
10. Hasil penelitian-penelitian tentang hukum adat;
11. Nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyrakat.
E.RUANG LINGKUP HUKUM ADAT
Mengenai Ruang lingkup hukum adat yang berlaku di Indonesia, terdapat berbagai
pendapat, yang berusaha untuk mengidentifikasikan kekhususan hukum adat bila dibangdingkan
dengan hukum barat.
Van Volenhoven berpendapat, bahwa ruang lingkup hukum adat, adalah sebagai berikut:
1. Bentuk-bentuk masyarakat Hukum Adat;
2. Tentang Pribadi;
3. Pemerintah dan Peradilan ;
4. Hukum Keluarga;
5. Hukum Perkawinan;
6. Hukum Waris;
7. Hukum Utang-Piutang
8. Hukum Tanah;
9. Hukum Delik;
10. Sistem Sanksi.
Soepomo memiliki pandangan yang sedikit berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Van
Vollenhoven sebagai berikut:
1. Hukum Keluarga;
2. Hukum Perkawinan;
3. Hukum Waris;
4. Hukum Tanah;
5. Hukum Utang-Piutang;
6. Hukum Pelanggaran.
Selanjutnya Ter Haar didalam bukunya yang berjudul “Beginselen en stelsel van het adat-
recht”, mengumukakan ruang lingkup pengkajian hukum adat sebagai berikut:
1. Tata Masyarakat;
2. Hak-hak atas Tanah;
3. Transaksi-transaksi Tanah;
4. Transaksi-transaksi dimana Tanah Tersangkut;
5. Hukum Utang-Piutang;
6. Hukum Keluarga;
7. Hukum Perkawinan;
8. Hukum Delik;
9. Lembaga/Yayasan;
10. Hukum Pribadi;
11. Pengaruh Lampau Waktu.
Ruang Lingkup hukum adat sebagaimana yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut diatas,
cenderung untuk diikuti oleh para ahli hukum adat pada dewasa ini.Surojo
Wignjodipuro,misalnya,mengemukakan ruang lingkup hukum adat, sebagai berikut:
1. Tata susunan rakyat indonesia;
2. Hukum perseorangan;
3. Hukum kekeluargaan;
4. Hukum Perkawinan;
5. Hukum harta perkawinan;
6. Hukum waris;
7. Hukum tanah;
8. Hukum utang-piutang;
9. Hukum delik.
Tidak jauh berbeda dengan ruang lingkup tersebut diatas, adalah dari Iman Sudiyat didalam
bukunya yang berjudul “Hukum adat, Sketsa Asa”(1978),yang mengajukan pembidangan,sebagai
berikut:
1. Hukum tanah;
2. Hukum waris;
3. Hukum delik;
4. Hukum Perkawinan;
5. Transaksi Tanah;
6. Transaksi yang bersangkutan dengan Tanah;
7. Hukum perutangan;
8. Status badan pribadi;
9. Hukum kekerabatan
F.HUKUM ADAT DENGAN ISLAM

Tidak sedikit dari sejumlah perkara baru yang kita temui di masyarakat yang mana hal
tersebut berdasarkan kebiasaan yang disepakati oleh sebagian besar orang-orang, seperti adat
bertukar makanan menjelang bulan Muharram, atau kebiasaan mengaji bergantian seusai shalat
tarawih yang biasa dikenal dengan tadarus, hingga adat menggelar kajian dan dzikir bersama
pada momen-momen besar Islam.

Pengertian urf

Secara bahasa, urf berasal dari kata ‘arafa dengan masdar al ma’ruf yang bermakna
dikenal, bisa juga bermakna kebaikan karena lawan kata dari ma’ruf adalah munkar.Kemudian
dalam makna istilah, Syekh Abdul Wahhab Khollaf merangkum sejumlah definisi dari para
ulama menjadi:

‫ أو ترك‬،‫ أو فعل‬،‫ من قول‬،‫العُرف هو ما تعارفه الناس وساروا عليه‬

Urf adalah apa-apa yang dikenal orang banyak dan kemudian dibiasakan baik dari perkataan,
perbuatan, hingga kebiasaan meninggalkan dan mengerjakan sesuatu.

Para ulama sepakat tidak ada perbedaan yang signifikan antara urf dan adat kecuali bahwa adat
lingkupnya lebih luas daripada urf yang hanya menekankan pada kebiasaan sebuah komunitas.

Pendapat Para Ulama Terkait Kehujjahan Urf

Secara garis besar, para ulama sepakat tentang menjadikan urf sebagai dalil dalam
syari’at. Namun mereka hanya berbeda dalam menjadikannya dalil yang bisa berdiri sendiri
tanpa nushus atau tidak:
1. Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Ibnu Qayyim al Jauziyah dari Hanabilah berpendapat bahwa
urf bisa menjadi dalil yang berdiri sendiri tanpa harus bersandar kepada maksud nushus. Mereka
berdalil dari surat al a’raf ayat 199, dimana dalam kitab majmuah fawaid bahiyyah dikatakan:

ِ ‫ُخ ِذ ا ْلعَ ْف َو َوأْ ُم ْر ِبا ْلعُ ْر‬


ْ ‫ف َوأَع ِْر‬
‫ فاألمر بالعرف في اآلية يدل على وجوب‬،)911 :‫ض ع َِن ا ْل َجا ِه ِلين (األعراف‬
‫ قال ابن‬.‫ وهذا يدل على اعتبار العادات في الشرع بنص اآلية‬،‫ وما جرى تعاملهم به‬،‫الرجوع إلى عادات الناس‬
‫ الذي ال‬،‫ المعروف عند الناس‬:‫ {وأمر بالمعروف} أي‬:‫ المقصود بقوله‬:"‫ "أحكام القرآن‬:‫الفرس في كتابه‬
‫يخالف الشرع‬

Dari surat al a’raf 199, maka perintah dengan urf dalam hal ini bermakna pada kewajiban
menjadikan adat manusia sebagai sandaran, dan apa-apa yang menjadi kebiasaan dalam
muamalat mereka, maka ini secara eksplisit melegitimasi penggunaan urf sebagai landasan.
Kemudian Ibnu Faras dalam kitabnya ahkamul qur’an berkata: maksud dari firman Allah
“wa’mur bil urf” yakni ma’ruf menurut sebagian banyak orang, yang tidak bertentangan
dengan syara’[3]

Kemudian dengan Atsar dari Abdullah bin Mas'ud:

‫"ما رآه المسلمون حسنًا فهو عند ه‬


"‫َّللا حسن‬

“segala hal yang dianggap oleh kaum Muslim sebagai sesuatu yang baik maka menurut Allah
hal itu adalah baik pula” (HR. Ahmad)”

Dari sini ulama Hanafiah berpendapat:

‫يدل الحديث أن األمر المتعارف عليه تعارفًا حسنًا بين المسلمين يعتبر من األمور الحسنة‬

‫ ولذا يعتبر الحنفية أن الثابت العرف ثابت‬،‫ وما أقره هللا تعالى فهو حق وحجة ودليل‬،‫َّللا تعالى‬
‫التي يقرها ه‬
‫ وأن المعروف عرفًا كالمشروط شر ًط‬،‫بدليل شرعي‬.

Hadist ini bermakna bahwa hal yang sama-sama diketahui oleh muslimin dan dianggap sebagai
perkara yang baik maka dianggap baik dan disetujui pula oleh Allah, dan apa-apa yang
disetujui oleh Allah maka itu adalah haq dan menjadi hujjah serta dalil, maka daripada itu
ulama Hanafiah menganggap bahwa ketetapan dengan urf seperti halnya ketetapan dalam dalil
syar’i, dan bahwa hal baik yang menjadi urf posisinya seperti yang disyaratkan menjadi
syarat[4]

2. Madzhab Syafi’iyah: Urf bisa menjadi dalil asalkan tetap bersandar kepada prinsip
nushus, Ijma, dan Qiyas, serta tidak boleh berdiri sendiri.
Rambu-rambu Berdalil dengan Adat

Ada sejumlah syarat dimana urf bisa dikategorikan sebagai urf yang benar untuk dijadikan dalil
dalam syariat:

1. Urf tidak boleh bertentangan dengan Nushus, Ijma’ dan Qiyas Syar’i.

2. Harus dikenal dan berlaku oleh masyarakat umum, bukan kebiasaan individu atau kelompok
kecil.

3. Urf tersebut harus masih tetap eksis,tidak diperkenankan berdalil dengan urf yang sudah tidak
lagi berlaku oleh masyarakat di tempat tersebut.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa kebiasaan masyarakat luas bisa dijadikan landasan
dalam syariat. Seperti halnya madzhab Malikiyah yang tak sedikit berdalil dengan kebiasaan
penduduk Madinah dan menjadikannya lebih kuat dari khabar ahad. Bahkan Madzhab Hanafiah
dalam berdalil dengan Istihsan menjadikan adat dan kebiasaan masyarakat lebih kuat posisi
dalilnya dibandingkan dengan dalil dari redaksi ayat dan hadist yang berkonotasi umum.

Berbeda dengan madzhab Syafi’iyah dimana beliau menempatkan urf sohih sebagai pijakan
setelah 4 dalil muttafaq (Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas). Maka secara garis besar, para ulama
telah sepakat tentang posisi urf Shahih sebagai dalil syar’i.

Lantas, bagaimana dengan kaidah :

‫األصل في العبادة التحريم إال ما د ّل الدليل على جوازه‬

“hukum asal dari Ibadah adalah haram, hingga ada dalil yang membolehkannya”

Dalam hal ini perlu kita fahami lagi apa itu definisi dan kriteria Ibadah. Dan jika memang
ada hal baru dalam ibadah yang muncul dari adat masyarakat. Maka tak bisa dipungkiri hal
tersebut bisa menjadi dalil atas kebolehannya, selama adat yang diapakai sesuai dengan rambu-
rambu yang telah disepakati oleh para ulama salaf.

Berdasarkan hal inilah muncul kaidah lain dari madzhab Hanafiah terkait kuatnya adat atau
kebiasaan masyarakat yang bisa menjadi dalil juga:

‫الثابت بالعرف كالثابت بالنص‬

“Yang telah ditetapkan berdasarkan urf, sama halnya seperti yang telah ditetapkan berdasarkan
nash (Quran dan Hadist).
Kesimpulannya adalah bahwa adat masyarakat selama masih dalam koridor yang tidak
bertentangan dengan prinsip yang ada pada nushus serta mengikuti rambu-rambu yang telah
disepakati oleh jumhur ulama, maka boleh dijadikan landasan berdalil apalagi hanya dalam
perihal furu’ yang sangat memungkinkan sekali terjadi perbedaan dalam aplikasinya.

G.HUKUM ADAT DENGAN PEREKONOMIAN

ukum perekonomian adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang
bagaimana hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat,dalam usaha mereka
memenuhi kebutuhan hidupnya.

Konsep yang mengandung kegiatan perekonomian dalam hukum adat tersebut yaitu :

1. Kerjasama tolong menolong


2. Usaha perorangan
3. Transaksi tanah
4. Transaksi yang bersangkutan dengan tanah.

1.Kerjasama tolong menolong

Satu bentuk karya hidup manusia sebagai warga masyarakat dalam pergaulan hidupnya adalah
perbuatan tolong menolong. perbuatan tolong menolong dapat dilakukan secara perseorangan
maupun secara kelompok. perbuatan tolong menolong secara perseorangan contohnya :
menolong orang lain yang sedang kesulitan ekonomi dalam kehidupannya.

Perbuatan tolong menolong secara kelompok contohnya : gerakan membantu secara gotong
royong yang dilakukan oleh banyak orang terhadap suatu pekerjaan yang dianggap berat atau
besar. tolong menolong dapat berupa bantuan uang dan tenaga kerja atas dasar kebersamaan dan
atau kekeluargaan.

Perbuatan tolong menolong dapat dibedakan menurut lapangan karyanya,misalnya :


Sosial,budaya,pembangunan dan pertanian.

Kegiatan tolong menolong dan gotong royong yang bersifat sosial budaya contohnya : Pada
upacara perkawinan,dibidang pendidikan dan seni budaya.

Kegiatan tolong menolong atau gotong royong dalam bidang pembangunan,contohnya :


membangun bangunan yang dilakukan secara gotong royong tanpa pamrih ,baik untuk
kepentingan masyarakat,adat,agama,dan masyarakat pada umumnya.

Pembangunan untuk kepentingan adat dilakukan secara bergotong royong oleh warga
persekutuan hukum adat dibawah pimpinan dan pengawasan pemuka adat.partisipasi warga
persekutuan dapat berupa bahan kayu pertukangan untuk membangun rumah kerabat,misalnya
membangun (rumah gadang) atau berupa uang yang dikumpulkan untuk membayar upah tukang
dan lain-lain.

Menurut Van Dijk,Pada dasarnya gotong royong itu mengandung arti bersama-sama
menyumbangkan barang-barang atau melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum sebagai
pekerjaan amal dengan tidak mengharapkan memperoleh imbalan atau pembayaran dibelakang
hari dan yang terang berdasarkan suatu peraturan hukum organisasi persekutuan (Van Dijk,t et.
5:26).

Kerjasama dengan sistem subak

Kerjasama dengan sistem subak terdapat didaerah Bali.Subak adalah kesatuan kerjasama oleh
para pekerja sama sawah .ladang,kebun yang diatur dalam peraturan tata tertib adat yang disebut
dengan “awig-awig subak”.ketentuan ini selain mengatur tentang kerjasama ,juga mengatur
tentang upacara-upacara keagamaan (Hindu) yang terkait dengan sistem subak
tersebut.kumpulan subak dibedakan 2 macam yaitu : 1).Subak tanah kering/kebun, 2).Subak
tanah basah atau subak carik atau irigasi.

Istilah-istilah

Istilah-istilah tolong menolong di beberapa daerah di Indonesia berlainan dan dikenal dengan :

 Di Jawa dikenal dengan istilah “Sambatan”


 Di Lampung dikenal dengan istilah “Sesakai”
 Di Tanah batak dikenal istilah “Marsiadapari”

2.Usaha perorangan

Menurut Ter Haar,yang dimaksud dengan usaha perorangan merupakan perbuatan kredit
perorangan ,yakni dengan perbuatan penyerahan atau mengerjakan sesuatu oleh orang yang
satu dan orang yang lain dan berlaku timbal balik,contohnya :

 Pinjam pakai
 Pinjam meminjam
 Tukar menukar
 Jual beli
 Hutang piutang
 Tanggung menanggung
 Titip menitip
 Upah mengupah, dan lain-lain.
a.Pinjam meminjam atau pakai memakai objeknya adalah benda.pakai memakai ini ada yang
tanpa balas jasa dikenal dengan istilah Pinjam pakai,ada yang dengan jasa dikenal dengan pinjam
sewa.

b.Tukar menukar.Jika perbuatan tukar menukar tersebut tidak disertai dengan tambahan nilai
,disebut dengan tukar guling,sebaliknya apabila disertai dengan tambahan nilai dikenal dengan
tukar tambah.

c. Jual beli.terjadi apabila barang diserahkan dan harganya dibayar dinamakan jual
tunai.transaksi jual beli ini dalam prakteknya terdapat beberapa macam sesuai dengan bentuk
sifatnya antara lain:

 Jual beli hutang : Yaitu suatu transaksi yang pembayarannya dilakukan kemudian.
 Jual beli kredit: dimana pembayarannya dilakukan secara mengangsur atau mencicil
sesuai dengan kesepakatan.
 Jual pesan: Suatu transaksi yang harga sudah dibayar pembeli ,tetapi barangnya belum
diterima.
 Jual sewa : yaitu apabila barangnya telah dijual ,pembayarannya diangsur pada setiap
waktu tertentu sampai lunas.
 Jual komisi: yaitu penjualan barang dengan menggunakan perantara dan perantara
mendapatkan komisi.
 Pedagang keliling: yaitu mereka yang menjajakan barang-barang dan barang-barang yang
laku uangnya disetor kepada pemilik barang.

d.Titip menitip.Perbuatan titip menitip umumnya terjadi di lapangan transaksi jual beli yang
objeknya adalah hasil bumi.dalam prakteknya terdapat beberapa macam bentuk transaksi titip
menitip yaitu :

 Titip jual, adalah suatu perbuatan seseorang yang menitipkan barang kepada orang lain
dengan maksud untuk dijual.
 Titip tetap,adalah suatu perbuatan seseorang menitipkan barang untuk dijual sambil
menunggu harga yang baik.
 Titip curah,adalah barang yang dititip boleh dijual oleh tertitip,tetapi harganya baru
dibayar menurut harga yang dikehendaki oleh penjual.
 Titip sewa,yaitut barang yang dititip boleh disewakan oleh tertitip kepada orang lain.
 Titip beli,adalah apabila pembeli telah menyerahkan sejumlah uang untuk membeli
,sedangkan barangnya baru diserahkan setelah barangnya ada.

e.Hutang piutang.Transaksi hutang piutang biasanya berlaku untuk pinjam meminjam uang.di
beberapa daerah mempunyai istilah yang berbeda mengenai hutang piutang tersebut.Di dalam
masyarakat Batak dikenal dengan istilah “Manganahi” yaitu hutang piutang yang dibayar tanpa
bunga,sementara hutang piutang yang dibayar dengan tambahan bunga disebut “Marsali”,kecuali
itu,dalam hukum ada dikenal juga sistem tanggung menanggung,contohnya : seseorang ikut
menanggung hutang orang lain ,baik dengan jaminan pribadi maupun jaminan kebendaan.

f.Upah mengupah.Transaksi Upah mengupah terjadi berdasarkan hubungan kerja untuk


melakukan sesuatu ,akan tetapi ada pekerjaan yang dilakukan dengan pembayaran upah dan yang
tidak dengan upah.Suatu pekerjaan yang dilakukan tanpa dengan pembayaran upah biasanya
berlaku dalam lingkungan keluarga.dalam konteks upah mengupah tersebut,ada yang dikenal
dengan upah harian dan upah borongan.

3.Transaksi Tanah

Usaha perseorangan yang berhubungan dengan hak-hak atas tanah ,adalah berupa perbuatan
sepihak,seperti pembukaan tanah dan perbuatan dua pihak misalnya transaksi tanah (Jual
beli,pewarisan,hibah,pertukaran,jual lepas,jual gadai,dan jual tahunan).

Perbuatan sepihak hak atas tanah terjadi apabila perorangan dan keluarganya membuka tanah
hutan (Lingkungan hak ulayat marga desa,kampung) untuk tanah peladangan,tempat
kediaman,tempat usaha pertanian dan lain-lain.Istilah membuka tanah hutan untuk tempat
tinggal,di lampung disebut “Rejang” atau “Ngusuk”.

Hak-hak atas tanah

Di beberapa daerah,perbuatan membuka tanah dimulai dengan memberi tanda yang disebut
“Mebali” .tanda tersebut biasanya berupa tanda silang atau lingkungan rotan atau bambu yang
dipasang diatas pohon ,atau berupa dahan kayu yang diikat dengan rotan yang ditegakkan diatas
tanah tegalan (Padang rumput,semak belukar) agar dapat dilihat dari jauh.pemberian tanda
tersebut berarti telah timbul hak atas tanah tersebut untuk diusahakan (hak membuka
tanah).beberapa jenis hak-hak atas tanah yaitu:

 Hak Pakai.Bilamana tanah yang dibuka tersebut dijadikan usaha,ditanami


padi,palawija,jagung,dan lainnya,terjadi hak pakai atau hak mengusahakan tanah
itu,tetapi apabila tidak di usahakan karena berbagai hal,sementara tanda membuka tanah
masih ada,maka yang bersangkutan hanya berhak atas pohon.
 Hak Milik.Untuk menjadikan tanah tersebut sebagai hak milik bagi yang membukanya
,maka dipersyaratkan untuk mengusahakan tanah itu secara terus menerus atau ditanami
dengan jenis tanaman keras seperti kelapa,kopi,karet dan sebagainya sehingga menjadi
lahan perkebunan.
 Hak Utama.Apabila tanah yang dibuka itu diusahakan,lalu dibiarkan sampai terdapat
semak belukar,hak miliknya hilang ,yang ada adalah hak utama sebagai orang yang
diberi kesempatan pertama untuk mengusahakan tanah itu. Hak utama akan gugur
bilamana tanah tersebut tetap tidak diusahakan dan akan kembali menjadi tanah ulayat
desa(Marga,Nagari,Negara).
 Jual Lepas.Transaksi tanah terjadi dimana pemilik tanah selaku penjual menyerahkan
sebidang tanah kepada orang lain sebagai pembeli untuk selama-lamanya dengan
pembayaran sejumlah uang secara tunai atau secara cicilan.
 Jual gadai.adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli dengan harga tertentu
dengan hak menebusnya kembali.dengan demikian yang dijual dalam hal ini adalah
bukan hak milik atas tanah,melainkan hak menguasai tanah karena pembeli selama tanah
masih dikuasainya,dapat memakai,mengolah dan menikmati hasil dari tanah itu.
 Jual Tahunan.adalah pemilik tanah menyerahkan tanah (Sawah,tegalan),kepada orang
lain (penggarap)untuk beberapa tahun panen dengan menerima pembayaran terlebih
dahulu dari penggarap.setelah habis waktu tahun panen,maka penggarap mengembalikan
tanah itu kepada pemiliknya .biasanya transaksi ini berlaku selama 1-3 tahun
panen.Istilah tahunan di Jawa disebut “adoi taunan”,”Trowongan” atau sewa tahunan.

Transaksi Menyangkut Tanah

Transaksi menyangkut tanah adalah bukan tanah yang menjadi objek,melainkan


kekayaannya,pengolahannya atau hak jaminan.contohnya : perjanjian bagi hasil,perjanjian sewa
dan perjanjian tanah sebagai jaminan.adapun uraian jenis-jenis transaksi tersebut yaitu :

 Perjanjian bagi hasil,adalah perjanjian yang dilakukan antara pemilik tanah dengan orang
lain untuk mengerjakan tanahnya,mengolah dan menanami tanaman dengan janji bahwa
hasilnya dibagi dua.istilah transaksi ini di jawa disebut “Maro”,Perdua di Sumatera,Toyo
di Minahasa.
 Perjanjian sewa tanah,adalah suatu perjanjian dimana pemilik tanah atau penguasa tanah
memberi izin kepada orang lain untuk menggunakan tanah sebagai tempat berusaha
,dengan menerima sejumlah uang sebagai sewa untuk waktu tertentu.
 Perjanjian terpadu,adalah perjanjian yang terjadi apabila terdapat perpaduan antara
perjanjian yang berjalan bersamaan,yang satu merupakan perjanjian pokok,sedangkan
yang lain adalah perjanjian tambahan.perjanjian seperti ini dinamakan perjanjian terpadu
atau perjanjian ganda.misalnya terjadi perpaduan antara perjanjian jual gadai dengan jual
tahunan.
 Tanah sebagai jaminan,adalah yang berhubungan dengan hutang piutang uang atau
barang yang nilai harganya relatif besar ,Misalnya : Si A berhutang kepada si B sebesar
Rp 5 Juta rupiah dengan jaminan sebidang tanah milik si A.Bilamana di kemudian hari si
A tidak dapat melunasi hutangnya kepada si B,maka tanah tersebut dapat dijual untuk
memenuhi kewajibannya.

Subyektum Yuris

Dalam hukum adat selain manusia,yang dapat menjadi subjek hukum adalah badan hukum.yang
dimaksud dengan badan hukum yaitu : Desa,nagari,suku,wakaf dan yayasan (Vide LN 1927 No
91).menurut hukum adat bentuk-bentuk persekutuan seperti desa,nagari,marga dan perkumpulan
yang mempunyai organisasi yang tegas,misalnya : Mapalus (Minahasa),Subak (Bali),Jula-jula
(Minangkabau).
Dewasa atau cakap menurut hukum adat

Menurut hukum adat,seseorang dapat dikatakan cakap hukum bilamana orang itu (Pria dan
wanita) telah dewasa.menurut Soepomo,ciri-ciri dewasa menurut hukum adat didasarkan pada
ciri-ciri tertentu yaitu :

 Kuat gawe (Mampu bekerja sendiri),artinya cakap untuk melakukan pekerjaan dalam
masyarakat dan bertanggung jawab atas perbuatannya itu.
 Cakap mengurus harta bendanya serta keperluan lainnya.

Menurut Ter haar,bahwa seseorang itu mulai dinyatakan dewasa bilamana tidak menjadi
tanggungan orang tua dan tidak serumah dengan orang tua.

Menurut Djojodiguno,menyatakan bahwa hukum adat tidak mengenal perbedaan yang tegas
antara orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum dan yang cakap,sebab peralihan dari
tidak cakap menjadi cakap berlangsung sedikit demi sedikit menurut keadaan.
BAB III
PENUTUP
A.SIMPULAN
Sejak awwal manusia diciptakan telah dikarunia akal,pkiran dan perilaku yang dimana
ketiga hal ini mendorong timbulnya “kebiasaa pribadi”, dan apabila sesuatu ini ditiru oleh orang
lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiasaan itu menjadi
adat,jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat yang
bersangkutan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal,ketinggalan
jaman,tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya.Hal ini dapat dimaklumi karena “Adat”
adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) dimasyarakat kecuali menyangkut soal
dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan
kualat).Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dan lain-lain.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan terdiri atas nilai-nilai
budaya,norma,hukum dan aturan-aturan yang satu dengan berkaitan menjadi suatu sistem dan
memiliki sanksi hukum yang sangat kuat, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa
ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat tertentu.
B.SARAN
Sebagai penyusun makalah ini,kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh
dari yang diharapkan.Oleh karena itu,kami selaku penyusun makalah ini senantiasa meminta kritik
dan saran yang membangun agar kami memperbaiki penulisan kami yang selangjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Windasari,Ratna Artha. Pengantar Hukum Indonesia. Depok : Rajawali Pers, 2018
http://dokumendanang.blogspot.com/2017 /04/hukum-adat-makalah-htmi?m=1

Anda mungkin juga menyukai