Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
Gangguan pendengaran secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
a. Tuli konduktif
Tuli konduktif dapat terjadi apabila terdapat lesi pada telinga luar
maupun telinga tengah yang dapat menyebabkan gangguan penghantaran /
konduksi gelombang suara untuk menggetarkan gendang telinga /
membran timpani (Muhaimeed, dkk, 2002). Beberapa contoh kelainan
pada telinga luar yang dapat menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah
atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta,
serta osteoma liang telinga. Sedangkan, contoh-contoh kelainan pada
telinga tengah yang mampu menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah
tuba katar / sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis,
b. Tuli sensorineural
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
(2011), tuli sensorineural merupakan gangguan pendengaran yang terjadi
sebagai akibat adanya gangguan pada sepanjang telinga bagian dalam
ataupun gangguan pada fungsi saraf pendengaran. Tuli sensorineural dapat
dibagi menjadi tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.
c. Tuli Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran
jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula
gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya
otesklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan
sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran
jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran
(misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media . Kedua
gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala
yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam (Soetirto,
Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007)
Klasifikasi gangguan pendengaran menurut waktu kejadiannya dapat
dibagi pula menjadi dua jenis, yaitu:
a. Prelingual
b. Postlingual
Gangguan pendengaran postlingual terjadi setelah berkembangnya
kemampuan berbahasa pada seseorang. Biasanya terjadi setelah berusia 6
tahun. Gangguan pendengaran postlingual jauh lebih jarang terjadi bila
dibandingkan dengan gangguan pendengaran prelingual. Biasanya
gangguan pendengaran postlingual yang terjadi secara tiba-tiba disebabkan
oleh meningitis ataupun penggunaan obat-obat ototoksik seperti
gentamisin (Smith, dkk, 2014).
Terdapat dua macam penuaan, antara lain penuaan primer dan penuaan
sekunder. Penuaan primer merupakan proses kemunduran tubuh secara gradual
2.3.1 Epidemiologi
Kejadian presbikusis di seluruh dunia semakin meningkat setiap tahunnya.
Kejadian ini mungkin saja berhubungan dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk di dunia. Di Amerika, diperkirakan sekitar 25-30% orang-orang dengan
rentang usia 65-74 tahun mengalami gangguan pendengaran. Selanjutnya,
kejadian gangguan pendengaran ini meningkat sampai 40-45% pada orang-orang
yang berusia lebih dari 75 tahun (Roland, 2014). Penelitian yang dilakukan di
Brazil didapati prevalensi prebikusis adalah sekitar 36,1% (Sousa, dkk, 2009). Di
Arab Saudi, ditemukan prevalensi kejadian prebikusis pada subjek penelitian yang
berusia 46-50 tahun adalah sekitar 10,17%, dan meningkat menjadi 38,3% pada
subjek penelitian dengan rentang usia 71-75 tahun (Al-Ruwali dan Hagr, 2010).
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan di Korea yang tepatnya berlokasi di Seoul,
provinsi Kyunggi dan Kangwon, menunjukkan bahwa kejadian presbikusis pada
orang-orang berusia 65 tahun ke atas adalah sekitar 43,4% (Hee-Nam, dkk, 2000).
Jumlah penduduk di Indonesia yang berusia lebih dari 60 tahun pada tahun 2005
adalah sekitar 19,9 juta orang dengan prevalensi presbikusis sebesar 8,48%.
Diperkirakan penderita presbikusis di Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami
peningkatan mencapai 4 kali lipat dari sebelumnya (Soesilorini, 2011).
d. Genetik
Disebut-sebut bahwa genetik berperan penting dalam menentukan
kerentanan seseorang terhadap faktor-faktor lingkungan seperti bising,
obat-obat ototoksik dan bahan-bahan kimia, serta stress. Pada penelitian
lain didapati bahwa terdapat beberapa gen yang mengalami mutasi pada
penderita presbikusis, yaitu gen GJB2 dan gen SLC26A4. Selain itu,
didapati bahwa orang-orang yang mengalami dua mild mutations pada gen
GJB2 akan terjadi peningkatan risiko berkembangnya presbikusis dini
(Roland, 2014 dan Rodriguez-Paris, dkk, 2008).
2.3.4 Klasifikasi
Berdasarkan perubahan patologi yang terjadi, Schuknecht menggolongkan
prebikusis menjadi 4 jenis, yaitu:
a. Sensorik
Pada presbikusis jenis ini dapat dijumpai lesi yang terbatas pada
koklea. Dijumpai adanya atrofi pada organ corti, serta berkurangnya
jumlah sel-sel rambut dan sel-sel penunjang di koklea.
b. Neural
Pada jenis neural, dijumpai berkurangnya sel-sel neuron pada
koklea serta pada jaras auditorik.
2.3.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis gangguan pendengaran pada lanjut usia dapat
dilakukan dengan beberapa pemeriksaan seperti:
*Otoskopik
Pada pemeriksaan otoskopik akan dijumpai penampakan membran timpani yang
suram, serta kekakuan / berkurangnya mobilitas dari membran timpani pada tuli
konduktif.
Tekniknya dengan : Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan
kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang
telinga dan membran timpani. Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak
mengganggu pergerakan, kira kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan
sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2-3 cm.
Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk
meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik ke
*Tes Penala
Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Penala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan
frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai
3 macam penala : 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala,
digunakan 512 Hz. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik, di pakai tes
Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach.
• Tes Rinne, ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang di periksa.
Cara pemeriksaannya: penala digetarkan, tangkainya diletakkan di
prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga
kira-kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak
terdengar disebut Rinne negatif (-).
• Tes Weber, ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kiri dengan telinga kanan.
Pendengaran Normal
AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit, tidak ada gap
Tuli Konduktif
BC normal atau kurang dari 25 dB
AC lebih dari 25 dB
Antara AC dan BC terdapat gap