STASE GADAR
HIPERTENSI EMERGENCY
DI RUANG IGD RSI SULTAN AGUNG SEMARANG
DISUSUN OLEH
ULFAH NIAWATY
20901800096
B. ETIOLOGI/FAKTOR RESIKO
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi
kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan
organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada
hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi
ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem
kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut,
edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut,
retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi :
1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi tekanan darah untuk pasien dewasa (usia ≥ 18 tahun) berdasarkan
rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan
klinis.
D. MANIFESTASI KLINIK
Hipertensi emergensi kadang tidak menimbulkan gejala. Namun jika sudah terdapat
kerusakan organ, hipertensi emergensi dapat menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:
Penurunan kesadaran.
Kejang.
Sesak napas.
E. KOMPLIKASI
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan
mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor
resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit
arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi.
Apabila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular, maka
terdapat peningkatan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskular tersebut.
Pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
F. PATOFISIOLOGI
Peningkatan drastis tekanan darah dapat terjadi secara de novo atau komplikasi dari
hipertensi esensial atau hipertensi sekunder. Noncompliance terapi hipertensi pada pasien
dengan hipertensi kronis sangat berperan dalam kejadian hipertensi emergensi/urgensi.
Faktor yang menginisiasi hipertensi emergensi dan urgensi masih belum cukup
dimengerti.
Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan resistensi
vaskuler sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan hipertensi emergensi.
Dalam homeostasis tekanan darah, endotelium merupakan aktor utama dalam mengatur
tekanan darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan prostacyclin yang dapat
memodulasi tekanan vaskuler. Disamping itu peran renin angitensin sistem juga sangat
berpengaruh dalam terjadinya hipertensi emergensi.
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon
vasodilatasi endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan tekanan
darah. Keadaan ini akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan resistensi
vaskuler yang menetap.
G. PATHWAY
H. PENATALAKSANAAN
Pasien hipertensi emergensi perlu dirawat di rumah sakit untuk mendapat pengobatan
dan pemantauan medis yang ketat. Dokter akan memeriksa kondisi fisik termasuk tekanan
darah, serta pemeriksaan penunjang seperti tes darah dan tes urine, juga pemeriksaan
penunjang lain untuk mengevaluasi kondisi penderita hipertensi emergensi. Setelah
diagnosis dipastikan, tindakan pertama yang harus didapat pasien hipertensi emergensi
adalah pemberian obat penurun tekanan darah, umumnya diberikan melalui suntikan atau
infus, namun pemberian obat minum juga bisa ditambahkan.
Pemberian obat harus dilakukan sesegera mungkin dalam kurun waktu 24-48 jam,
namun penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kerusakan organ yang lebih parah, melindungi fungsi organ, mencegah
komplikasi, dan memperbaiki kondisi pasien. Apabila kerusakan organ telah terjadi,
kondisi tersebut akan ditangani sesuai dengan kerusakan yang terjadi.
Beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengatasi hipertensi emergensi antara lain
sodium nitroprusside, labetalol, nicardipine, fenoldopam, dan clevidipine. Jenis obat
tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dan kondisi kerusakan organ yang dialami
pasien.
Disarankan untuk segera pergi ke rumah sakit terdekat jika mengalami gejala-gejala
hipertensi emergensi, karena kondisi ini dapat berakibat fatal jika tidak ditangani
secepatnya.
I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis: riwayat hipertensinya; kapan pasien pertama kali mengalami tekanan
darah tinggi; rata-rata tekanan darah; ada tidaknya tanda-tanda kerusakan organ
semisal renal dan cerebrovaskuler; obat anti-hipertensi yang diminum dan
kepatuhannya; konsumsi obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
(simpatomimetik, NSAID, herbal, cocaine, methamphetamine, ephedra).
Dalam melacak adanya keterlibatan kerusakan organ dapat ditanyakan nyeri dada
(MI, aorta diseksi), sesak nafas (edema pulmo akut), nyeri punggung (diseksi
aorta), nyeri kepala (cerebrovaskuler), pandangan yang kabur (papiledema), dan
tanda-tanda stroke seperti kelemahan anggota gerak atau penerunan kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik
Pengukuran tensi dilakukan pada kedua lengan dengan posisi pasien supinasi dan
berdiri. Perbedaan tekanan darah lengan kiri dan kanan >20 mmHg dapat dicurigai
disesksi aorta. Pemeriksaan mata dengan pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan
cardiovaskuler dengan mendengar adanya murmur. Diastolik murmur yang
mengarah pada insufisiensi aorta mendukung untuk kecurigaan diseksi aorta.
Mitral regurgitasi dapat muncul akibat ruptur dari musculus papilari. Lihat juga
tanda-tanda gagal jantung. Rongki basah pada pemeriksaan pulmo mengarah pada
edema pulmo. Delirium atau flapping tremor mengarah pada hipertensi
encepalopathi.
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
c. Intoleransi aktifitas
d. Nyeri akut
e. Resiko cedera
3. Rencana Keperawatan
Cuspidi, C. and Pessina, A.C., 2014. Hypertensive Emergencies and Urgencies. In:
Mancia, G., Grassi, G., and Redon, J., Manual of Hypertension of the European Society of
Hypertension 2nd Edition Ch 38, Pp 367-72. CRC Press. London. Elliott, W.J., Rehman,
S.U., Vidt, D.G., et al., 2013. Hypertensive Emergencies and Urgencies. In: Black, H.R. and
Elliott, W.J., Hypertension: A Companion to Braunwalds Heart Disease 2nd Edition Ch 46,
Pp 390-6. Elsevier Saunders. Philadelphia.
David LS, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin
Office Pract 2006;33:613-23.
Devicaesaria, A. (2014). Hipertensi krisis. Leading Jurnal Medicinus, 9-17.
DiGiulio, M. (2011). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing
Herdman, T. H. (2012). Nanda international diagnosis keperawatan defenisi dan klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
NANDA NIC NOC. (2015)
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan nanda nic-noc. Jogjakarta: MediAction.
Paramita. (2011). Nursing: Understanding disease. Jakarta: PT. Indeks.
Tanto, C. (2014). Kapita selekta kedokteran essensial of medicine. Jakarta: Media
Aesculapius.
Turana, Y., Widyantoro, B., and Juanda, G.N., 2017. Hipertensi krisis (emergensi dan
urgensi). In: Turana, Y., and Widyantoro, B., Buku Ajar Hipertensi. Perhimpunan Dokter
Hipertensi Indonesia. Jakarta.
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2007:43-50
Wilkinson, J. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.