Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE GADAR
HIPERTENSI EMERGENCY
DI RUANG IGD RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

DISUSUN OLEH

ULFAH NIAWATY

20901800096

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
A. PENGERTIAN
Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ target
akut (Aronow, 2017).
Hipertensi emergensi juga didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan darah
(> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang baru atau
memburuk (Whelton et al., 2017).
Hipertensi emergensi ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik
atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ akut (yaitu sistem
saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan pengurangan tekanan darah segera
(tidak harus normalisasi), untuk melindungi fungsi organ vital dengan pemberian obat
antihipertensi secara intravena (Cuspidi and Pessina, 2014).
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah utama dan sering mendadak,
terkait dengan disfungsi organ target progresif dan akut. Hal ini dapat terjadi sebagai
kejadian serebrovaskular akut atau fungsi serebral yang tidak teratur, sindrom koroner
akut dengan iskemia atau infark, edema paru akut, atau disfungsi ginjal akut. Tekanan
darah sangat tinggi pada pasien dengan kerusakan organ target akut yang sedang
berlangsung, dan merupakan keadaan gawat medis yang sebenarnya, yang memerlukan
penurunan tekanan darah segera (walaupun jarang ke kisaran normal) (Elliott et al.,
2013).
Hipertensi emergensi merupakan kenaikan tekanan darah mendadak yang disertai
kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan tindakan
penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit-jam. (Turana et al.,
2017).

B. ETIOLOGI/FAKTOR RESIKO
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi
kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan
organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada
hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi
ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem
kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut,
edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut,
retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi :
1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi tekanan darah untuk pasien dewasa (usia ≥ 18 tahun) berdasarkan
rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan
klinis.

Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Stadium 1 140-159 90-99
Stadium 2 ≥160 ≥ 100

D. MANIFESTASI KLINIK
Hipertensi emergensi kadang tidak menimbulkan gejala. Namun jika sudah terdapat
kerusakan organ, hipertensi emergensi dapat menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:

 Sakit kepala dan penglihatan kabur.


 Kecemasan yang berlebihan.

 Kebingungan yang semakin parah.

 Penurunan kesadaran.

 Kejang.

 Nyeri dada, yang bertambah berat.

 Sesak napas.

 Mual dan muntah.

 Pembengkakan atau penumpukan cairan di jaringan tubuh.

 Kelemahan anggota gerak (lengan dan tungkai). (Elliott et al., 2013)

E. KOMPLIKASI
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan
mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor
resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit
arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi.
Apabila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular, maka
terdapat peningkatan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskular tersebut.
Pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.

F. PATOFISIOLOGI
Peningkatan drastis tekanan darah dapat terjadi secara de novo atau komplikasi dari
hipertensi esensial atau hipertensi sekunder. Noncompliance terapi hipertensi pada pasien
dengan hipertensi kronis sangat berperan dalam kejadian hipertensi emergensi/urgensi.
Faktor yang menginisiasi hipertensi emergensi dan urgensi masih belum cukup
dimengerti.
Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan resistensi
vaskuler sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan hipertensi emergensi.
Dalam homeostasis tekanan darah, endotelium merupakan aktor utama dalam mengatur
tekanan darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan prostacyclin yang dapat
memodulasi tekanan vaskuler. Disamping itu peran renin – angitensin sistem juga sangat
berpengaruh dalam terjadinya hipertensi emergensi.
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon
vasodilatasi endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan tekanan
darah. Keadaan ini akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan resistensi
vaskuler yang menetap.

G. PATHWAY
H. PENATALAKSANAAN
Pasien hipertensi emergensi perlu dirawat di rumah sakit untuk mendapat pengobatan
dan pemantauan medis yang ketat. Dokter akan memeriksa kondisi fisik termasuk tekanan
darah, serta pemeriksaan penunjang seperti tes darah dan tes urine, juga pemeriksaan
penunjang lain untuk mengevaluasi kondisi penderita hipertensi emergensi. Setelah
diagnosis dipastikan, tindakan pertama yang harus didapat pasien hipertensi emergensi
adalah pemberian obat penurun tekanan darah, umumnya diberikan melalui suntikan atau
infus, namun pemberian obat minum juga bisa ditambahkan.
Pemberian obat harus dilakukan sesegera mungkin dalam kurun waktu 24-48 jam,
namun penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kerusakan organ yang lebih parah, melindungi fungsi organ, mencegah
komplikasi, dan memperbaiki kondisi pasien. Apabila kerusakan organ telah terjadi,
kondisi tersebut akan ditangani sesuai dengan kerusakan yang terjadi.
Beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengatasi hipertensi emergensi antara lain
sodium nitroprusside, labetalol, nicardipine, fenoldopam, dan clevidipine. Jenis obat
tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien dan kondisi kerusakan organ yang dialami
pasien.
Disarankan untuk segera pergi ke rumah sakit terdekat jika mengalami gejala-gejala
hipertensi emergensi, karena kondisi ini dapat berakibat fatal jika tidak ditangani
secepatnya.

I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis: riwayat hipertensinya; kapan pasien pertama kali mengalami tekanan
darah tinggi; rata-rata tekanan darah; ada tidaknya tanda-tanda kerusakan organ
semisal renal dan cerebrovaskuler; obat anti-hipertensi yang diminum dan
kepatuhannya; konsumsi obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
(simpatomimetik, NSAID, herbal, cocaine, methamphetamine, ephedra).
Dalam melacak adanya keterlibatan kerusakan organ dapat ditanyakan nyeri dada
(MI, aorta diseksi), sesak nafas (edema pulmo akut), nyeri punggung (diseksi
aorta), nyeri kepala (cerebrovaskuler), pandangan yang kabur (papiledema), dan
tanda-tanda stroke seperti kelemahan anggota gerak atau penerunan kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik
Pengukuran tensi dilakukan pada kedua lengan dengan posisi pasien supinasi dan
berdiri. Perbedaan tekanan darah lengan kiri dan kanan >20 mmHg dapat dicurigai
disesksi aorta. Pemeriksaan mata dengan pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan
cardiovaskuler dengan mendengar adanya murmur. Diastolik murmur yang
mengarah pada insufisiensi aorta mendukung untuk kecurigaan diseksi aorta.
Mitral regurgitasi dapat muncul akibat ruptur dari musculus papilari. Lihat juga
tanda-tanda gagal jantung. Rongki basah pada pemeriksaan pulmo mengarah pada
edema pulmo. Delirium atau flapping tremor mengarah pada hipertensi
encepalopathi.
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
c. Intoleransi aktifitas
d. Nyeri akut
e. Resiko cedera
3. Rencana Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil NIC
Penurunan curah NOC: 1. Kaji dan dokumentasikan
jantung  Efektivitas pompa tekanan darah, adanya
jantung sianosis, status pernafasan
 Status sirkulasi
dan status mental
 Perfusi jaringan
perifer 2. Pantau denyut perifer, CRT,
 Status tanda vital
dan suhu serta warna
Kriteria hasil :
ekstremitas
a. Menunjukkan curah 3. Ubah posisi pasien datar atau
jantung yang trendelenburg ketika tekanan
memuaskan yang darah pasien berada pada
dibuktikan oleh rentang lebih rendah
efektivitas pompa dibandingkan dengan yang
jantung, status biasanya
4. Ubah posisi pasien tiap 2 jam
sirkulasi, dan perfusi
atau pertahankan aktivitas
jaringan
b. Menunjukkan status lain yang sesuai atau
sirkulasi tidak dibutuhkan untuk
mengalami gangguan menurunkan statis sirkulasi
c. Tanda vital dalam
perifer
rentang normal 5. Kolaborasikan pemberian
d. Tekanan darah dan
akses intravena untuk
frekuensi jantung
pemberian cairan atau obat
dalam batas normal 6. Pasang kateter urine bila
e. Nadi perifer kuat dan
diperlukan
sama dengan waktu
pengisian kapiler
Ketidakefektifan NOC: 1. Kaji tanda-tanda vital
2. Pantau adanya sakit kepala,
perfusi jaringan  Circulation status
 Tissue perfusion: tingkat kesadaran dan orientasi
serebral
3. Minimalkan stimulus
cerebral
lingkungan
Kriteria hasil:
4. Berikan posisi senyaman
a. Mendemonstrasikan
mungkin
status sirkulasi yang 5. Kolaborasikan pemberian
ditandai dengan diuretic dan obat-obatan untuk
tekanan darah dalam meningkatkan volume
batas normal, tidak intravaskuler
ada hipertensi
ortostatik, tidak ada
tanda-tanda
peningkatan TIK
b. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan
berkomunikasi yang
jelas dan sesuai
dengan kemampuan,
menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
c. Menunjukkan fungsi
sensori motorik cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
Intoleransi NOC: 1. Kaji tingkat kemampuan
aktivitas  Energy conservation pasien untuk berpindah
 Activity tolerance 2. Tentukan penyebab keletihan
 Self care : ADLs 3. Pantau respon
Kriteria hasil : kardiorespiratori terhadap
a. Berpartisipasi dalam aktivitas
4. Ajarkan teknik penghematan
aktivitas fisik tanpa
energy: misal menyimpan alat
disertai peningkatan
atau benda yang sering
tekanan darah, nadi,
digunakan di tempat yang
dan RR
b. Mampu melakukan mudah dijangkau
5. Bantu pasien untuk mengubah
aktivitas sehari-hari
c. TTV normal posisi secara berkala sesuai
d. Status kardiopulmonal
toleransi
adekuat 6. Pantau TTV sebelum, selama
e. Status sirkulasi baik
dan setelah aktivitas
f. Status respirasi:
7. Rujuk pasien ke rehabilitasi
pertukaran gas dan
jantung jika keletihan
ventilasi adekuat
berhubungan dengan penyakit
jantung
Nyeri akut NOC: 1. Lakukan pengkajian nyeri
 Pain level. secara komprehensif
 Pain control 2. Observasi reaksi nonverbal
Kriteria hasil : dari ketidak nyamanan
3. Ajarkan tekhnik manajemen
a. Mampu mengontrol
nyeri non farmakologis
nyeri,
4. Tingkatkan istrahat
b. Menginformasikan
5. Kolaborasikan pemberian
bahwa nyeri berkurang
analgetik untuk mengurangi
dengan manajemen
nyeri
nyeri,
c. Merasakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Resiko cedera NOC: 1. Identifikasi kebutuhan
Risk control keamanan pasien
2. Menghindarkan lingkungan
Kriteria hasil :
yang berbahaya
a. Klien terbebas dari
3. Menganjurkan keluarga untuk
cedera
menemani pasien
b. Klien mampu
4. Memindahkan barang-barang
menjelaskan
yang dapat membahayakan
cara/metode untuk 5. Berikan penjelasan tentang
mencegah injury perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Aronow, W.S., 2017. Treatment of hypertensive emergencies. Annals of Translational


Medicine. Vol 5

Cuspidi, C. and Pessina, A.C., 2014. Hypertensive Emergencies and Urgencies. In:
Mancia, G., Grassi, G., and Redon, J., Manual of Hypertension of the European Society of
Hypertension 2nd Edition Ch 38, Pp 367-72. CRC Press. London. Elliott, W.J., Rehman,
S.U., Vidt, D.G., et al., 2013. Hypertensive Emergencies and Urgencies. In: Black, H.R. and
Elliott, W.J., Hypertension: A Companion to Braunwald’s Heart Disease 2nd Edition Ch 46,
Pp 390-6. Elsevier Saunders. Philadelphia.

David LS, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin
Office Pract 2006;33:613-23.
Devicaesaria, A. (2014). Hipertensi krisis. Leading Jurnal Medicinus, 9-17.
DiGiulio, M. (2011). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing
Herdman, T. H. (2012). Nanda international diagnosis keperawatan defenisi dan klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
NANDA NIC NOC. (2015)
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan nanda nic-noc. Jogjakarta: MediAction.
Paramita. (2011). Nursing: Understanding disease. Jakarta: PT. Indeks.
Tanto, C. (2014). Kapita selekta kedokteran essensial of medicine. Jakarta: Media
Aesculapius.
Turana, Y., Widyantoro, B., and Juanda, G.N., 2017. Hipertensi krisis (emergensi dan
urgensi). In: Turana, Y., and Widyantoro, B., Buku Ajar Hipertensi. Perhimpunan Dokter
Hipertensi Indonesia. Jakarta.

Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2007:43-50
Wilkinson, J. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai