Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

UPAYA PENCEGAHAN HAZARD BIOLOGI DAN PSIKOSOSIAL

Mata Kuliah

Kesehatan Keselamatan Kerja dan Keselamatan Pasien Dalam Keperawatan

Nama Anggota Kelompok VI:


1. Bagas Bima Satriya
2. Diana Indrasari
3. La Ode Narman Mazhuri
4. Lowis Hardian
5. Nurul Septiani
6. Roky Andri Pratama
7. Tutut Setyowati
8. Wedhaury Alif Dianti
9. Yumni Rahmatina Fitriani
10. Dwi Prasetyo Aldi

PROGRAM ALIH JENJANG


PRODI S-1 KEPERAWATAN STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

TAHUN AKADEMIK 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga tugas mata kuliah Kesehatan Keselamatan Kerja dan Keselamatan
Pasien Dalam Keperawatan ini dapat diselesaikan. Dan dalam kesempatan ini,
diucapkan terima kasih kepada kepada semua pihak yang membantu penyusun
untuk menyelesaikan tugas ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penyusun harapkan demi kesempurnaan tugas ini.

Akhirnya penyusun berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi


penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Pare, 1 Februari 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
2. Tujuan .................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Resiko Bahaya Di Rumah Sakit ........................................................... 2
2. Hierarchy Pengendalian Resiko Bahaya .............................................. 7
3. Pengendalian Resiko Bahaya ............................................................... 9
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 11
Daftar Pustaka .................................................................................................. 12

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat, tuntutan pengelolaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di rumah sakit semakin tinggi. Tenaga kerja di rumah sakit, pasien,
pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat disekitar rumah sakit
ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja,
baik karena dampak kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana
dan prasarana di rumah sakit yang tidak standar.
Agar dapat tercipta sistem manajemen K3 yang baik, dibutuhkan sumber
daya manusia yang mempunyai kompetensi yang baik pula terutama untuk
mendeteksi dan menangani risiko bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit.
Untuk dapat mencapai hal tersebut karyawan rumah sakit harus mengetahui jenis-
jenis resiko bahaya di rumah sakit dan cara pengendaliannya, sehingga rumah
sakit yang aman bagi tenaga kerja, pasien, pengunjung, pengantar pasien, peserta
didik dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terwujud.

2. Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengenal resiko bahaya yang ada di rumah sakit.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada.
c. Mahasiswa mampu mengenal sistem pengendalian resiko bahaya yang
sudah dilakukan di rumah sakit terutama bahaya biologis dan psikologis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. RESIKO BAHAYA DI RUMAH SAKIT.


Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita
tidak dapat mengenalinya, terutama resiko bahaya biologi, karena
keberadaan mikro organisme patogen tidaklah nampak seperti resiko bahaya
fisik atau kimia. Akan tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah
sakit jika tidak dikendalikan, maka dapat berdampak serius baik terhadap
kesehatan maupun terhadap keselamatan pekerja dan pengunjung serta
masyarakat disekitar rumah sakit.
Secara umum resiko bahaya di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam
5 kelompok sebagai berikut;
a. Resiko Bahaya Fisik
Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik
antara lain:
1) Resiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
a) Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya
tertusuk, terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini
termasuk salah satu yang paling sering menimbulkan
kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas
pasien. Resiko bahaya ini sebenarnya bukan hanya resiko
bahaya fisik karena dimungkinkan jarum bekas yang menusuk
tersebut terkontaminasi dengan kuman dari pasien. Mengingat
bahaya akibat tertular penyakit tersebut cukup besar, maka
harus ada prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang
akan dibahas dibagian lain dalam pelatihan ini.
b) Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita
ketahui di rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk
mengangkut pasien dan barang-barang logistik. Resiko yang

2
dapat muncul adalah pasien jatuh dari brankart/ tempat tidur,
terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
c) Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat
terjadi dimana saja meskiput kejadiannya tidak terlalu sering.
Hal-hal yang perlu diperhatikan terutama di ruang perawatan
anak dan ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu,
jendela atau fasilitas lain yang memiliki resiko untuk
terjepit/tenggelam tersebut.
d) Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung,
dan lain-lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang
miring baik di koridor, ramp atau batas lantai dengan halaman.
Pastikan area yang beresiko licin sudah ditandai dan jika perlu
pasanglah handriil atau pemasangan alat lantai anti licin serta
rambu peringatan “awas licin”.
e) Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang
perawatan anak dan jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada
pekerjaan konstruksi bangunan atau pembersihan kaca pada
posisi yang cukup tinggi. Jika pekerjaan dilakukan pada
ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut
menggunakan abuk keselamatan. Pada ruang perawatan anak
dan jiwa yang terletak di lantai atas pastikan jendela yang ada
sudah terpasang teralis pengaman dan anak-anak selalu dalam
pengawasan orang dewasa saat bermain.
2) Resiko bahaya radiasi
Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi :
a) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau
partikel yang mampu menghasilkan ion langsung atau tidak
langsung. Contoh di rumah sakit: di unit radiodiagnostik,
radiotherapi dan kedokteran nuklir.
b) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik
dengan energi yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi
infra merah atau radiasi gelombang mikro.

3
Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja
radiasi, peserta didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja
radiasi harus sudah mendapatkan informasi tentang resiko
bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD yang
baik, monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas
dalam pengendalian bahaya radiasi merupakan hal yang
penting. Sebagai indikator tingkat paparan, semua pekerja
radiasi harus memakai personal dosimetri untuk mengukur
tingkat paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat
dipantau dan tingkat paparan tidak boleh melebihi ambang
batas yang diijinkan. Untuk pengunjung dan pasien hamil
hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau therapy radiasi
terpasang rambu peringatan “Awas bahaya radiasi, bila hamil
harus melapor kepada petugas”.
3) Resiko bahaya akibat kebisingan adalah kebisingan akibat alat
kerja atau lingkungan kerja yang melebihi ambang batas tertentu.
Resiko ini mungkin berada di ruang boiler, generator listrik, dan
peralatan yang menggunakan alat-alat cukup besar dimana tingkat
kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar peraturan
menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang pengendalian
lingkungan fisik di rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien
harus dipantau dan dikendalikan tingkat kebisingannya minimal 3
bulan sekali. Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh
ISLRS dan hasil temuan yang tidak memenuhi persyaratan di
analisa dan dikendalikan bersama IPSRS dan Unit K3 serta
dilaporkan kepada Manajemen rumah sakit.
4) Resiko bahaya akibat pencahayaan adalah pencahayaan pada
lingkungan kerja yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan
diseluruh area rumah sakit juga telah dipantau dan dilaporkan
seperti resiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang harus
diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu
pengganti setara tingkat pencahayaannya dengan lampu

4
sebelumnya, sehingga tidak terjadi perubahan dalam tingkat
pencahayaan pada area tersebut.
5) Resiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan
kesetrum arus listrik. Pengendalian yang telah dilakukan adalah
melakukan preventif maintenance seluruh peralatan elektrik yang
dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi peralatan medis dan penggantian
peralatan yang telah out off date. Untuk mencegah bahaya
kebakaran akibat peralatan listrik yang dibawa peserta didik dan
keluarga pasien dilakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik
pada saat orientasi dan untuk keluarga pasien informasi diberikan
pada saat pasien masuk rumah sakit khususnya pasien rawat inap.
6) Resiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan
tingkat kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak
dikendalikan dapat mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas
hasil kerja. Pemantauan secara berkala telah dilakukan oleh ISLRS
dan jika ditemukan kondisi tidak memenuhi peresyaratan akan
dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit K3RS dan ISLRS
yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional.
7) Resiko bahaya akibat getaran adalah resiko yang tidak banyak
ditemukan di rumah sakit tetapi mungkin masih ada terutama pada
kedokteran gigi yang menggunakan bor dengan motor listrik dan
pada bagian housekeeping/rumah tangga yang menggunakan mesin
pemotong rumput (bagian taman).
b. Resiko Bahaya Biologi
1. Resiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial).
Resiko ini di rumah sakit sudah dikendalikan oleh bagian Petugas
Pemantau Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan Unit
K3, Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Satuan kerja
pemberi pelayanan langsung kepada pasien.
2. Resiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain).
Resiko ini dikendalikan oleh ISLRS dan harus didukung dengan

5
housekeeping yang baik dari seluruh karyawan dan penghuni
rumah sakit.
c. Resiko Bahaya Kimia
Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang
meliputi:
1. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk
dekontaminasi lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti;
mengepel lantai, desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan dan
ruangan, dan lain-lain.
2. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan
dan mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine
povidone, dan lain-lain.
3. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen
dan peralatan lainnya.
4. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi anatomi.
5. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk
pengobatan pasien.
6. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan
bahan penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon
dioxide, nitrogen, nitrit oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.
d. Resiko Bahaya Psikologi
Bahaya Psikhososial adalah suatu bahaya non fisik yang timbul karena
adanya interaksi dari aspek-aspek job deskripsi, disain kerja dan
organisasi serta managemen di tempat kerja serta konteks lingkungan
sosial yang berpotensi menimbulkan ganggua fisik, sosial dan psikologi.
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi
dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah
pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking,
pemanfaatan dan pembuangan limbahnya.
Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data

6
Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang
mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta
mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.
Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan
diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan,
tersedia MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit
untuk menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur penanganan
Kecelakaan Kerja akibat B3.
Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja
yang kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar
pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan
oleh pimpinan rumah sakit.
Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke
lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus
memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera
diusulkan sesuai prosedur yang berlaku.
Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor
yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3
padat harus dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS
B3), untuk selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.
e. Resiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi
Resiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit berupa
kegiatan: angkat dan angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian antara
peralatan kerja dan ukuran fisik pekerja. Pengendalian dilakukan
melalui sosialisasi secara berkala oleh Unit K3.
f. Resiko Bahaya Psikologi
Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak
harmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama
pekerja, pekerja dengan pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan.
2. HIERARCHY PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA
Resiko-resiko bahaya tersebut semua dapat kita kendalikan melalui 5
hierarchy sebagai berikut;

7
a. Eliminasi
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada
saat desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan
kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya
kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode
yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku
pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian, penghapusan
benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Contohnya: resiko bahaya kimia akibat proses reuse hollow fiber HD
dapat di eliminasi ketika hollow fiber tidak perlu reuse lagi atau single
use.
b. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses,
operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak
berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko
minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh
aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk
mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator,
menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan
baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau
basah.
c. Rekayasa / Enginering.
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya
dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia.
Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau
peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan
negatif pada ruang perawatan air borne dissease, penggunaan laminar
airflow, pemasangan shield /sekat Pb pada pesawat fluoroscopy (X-
Ray), dan lain-lain.
d. Administratif

8
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan
orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup
untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini
antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasional Prosedur
(SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja,
rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat,
dan lain-lain.
e. Alat pelindung diri (APD)
` Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan
merupakan hal yang paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya.
APD hanya dipergunakan oleh pekerja yang akan berhadapan
langsung dengan resiko bahaya dengan memperhatikan jarak dan
waktu kontak dengan resiko bahaya tersebut. Semakin jauh dengan
resiko bahaya maka resiko yang didapat semakin kecil, begitu juga
semakin singkat kontak dengan resiko bahaya resiko yang didapat
juga semakin kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada
pekerja seperti kurang leluasa dalam bekerja, keterbatasan komunikasi
dengan pekerja lain, alergi terhadap APD tertentu, dan lain-lain.
Beberpa pekeerja yang kurang faham terhadap dampak resiko bahaya
dari pekerjaan yang dilakukan kadang kepatuhan dalam penggunaan
APD juga menjadi rendah. APD reuse memerlukan perawatan dan
penyimpanan yang baik sehingga kualitas perlindungan dari APD
tersebut tetap optimal.
3. PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA.
Setelah kita ketahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit, ternyata
seluruh resiko bahaya tersebut terdapat di rumah sakit. Beberapa contoh
sistem pengendalian resiko bahaya yang telah dilakukan di rumah
sakit adalah sebagai berikut:
1. Resiko bahaya biologi : resiko bahaya biologi yang paling banyak
adalah akibat kuman patogen dari pasien yang ditularkan melalui darah

9
dan cairan tubuh, dropet dan udara. Pengendalian resiko ini telah
dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) akan
tetapi termasuk dalam area pemantauan Unit K3. Resiko air borne
dissease dikendalikan dengan rekayasa ruangan tekanan negatif beserta
peraturan administratif dan APD. Resiko penularan melalui droplet
dikendalikan dengan menyediakan masker bagi petugas, pengantar
pasien dan pasien yang batuk, serta sosialisasi etika batuk oleh PPI.
Resiko blood borne dissease dikendalikasn dengan penggunaan alat-alat
single use beserta persturan administratif dan APD. Selain itu untuk
mencegah pe nularan penyakit blood borne dissease khususnya
Hepatitis B dilakukan Imunisasi Hepatitis B dengan perioritas pada
karyawan dengan kadar titer anti HBs < 0,2 u/L terutama yang bekerja
pada tindakan invasif terhadap pasien. Selain itu juga telah dilakukan
penanganan paska pajanan infeksi khususnya pada HIV dan Hepatitis
B. Bila pekerja atau peserta didik mengalami kecelakaan kerja berupa
tertusuk jarum bekas pasien atau terkena percikan darah dan cairan
tubuh pada mukosa (mata, mulut) atau terkena pada luka, maka wajib
melaporkan kepada penanggung jawab ruangan pada saat itu dan
setelah melakukan pertolongan pertama harus segera periksa ke IGD
agar dilakukan telaah dan tindak lanjut paska pajanan sesuai prosedur
untuk mengurangi resiko tertular.
2. Resiko bahaya psikologi: resiko psikologi teidak terlalu kelihatan akan
tetapi selalu ada meskipun kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya
yang dilakukan antara lain dengan mengadakan pertemuan antar satuan
kerja, antar staff dan pimpinan dan pada acara-acara bersama seperti
saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan agar terjalun
komunikasi yang baik sehingga secara psikologi menjadi lebih akrab
denganharapan resiko bahaya psikologi dapat ditekan seminimal
mungkin.

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak
dapat mengenalinya, terutama resiko bahaya biologi, karena keberadaan mikro
organisme patogen tidaklah nampak seperti resiko bahaya fisik atau kimia. Akan
tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah sakit jika tidak dikendalikan,
maka dapat berdampak serius baik terhadap kesehatan maupun terhadap
keselamatan pekerja dan pengunjung serta masyarakat disekitar rumah sakit.
Resiko bahaya yang ada di lingkungan kerja antara lain yaitu, bahaya biologi,
fisik, kimia, dan psikologis.

11
Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di


rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta :
Departemen, Kesehatan RI. Cetakan kedua, 2008.
Keputuan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004, tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit.
Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
http://standarmfk.blogspot.co.id/2016/10/pengendalian-resiko-bahaya-di-
rumah.html

12

Anda mungkin juga menyukai