Anda di halaman 1dari 6

ABSES PARU PADA ANAK

A. Definisi

Abses paru adalah lesi pada parenkim paru yang bersifat supuratif disertai
nekrotisasi jaringan didalamnya. Abses paru biasanya muncul pada paru-paru
yang terinfeksi seperti pada gangren paru dan nekrotisasi pneumonia yang
ditandai dengan abses multiple. Abses paru merupakan proses infeksi paru
supuratif yang menimbulkan destruksi parenkim dan pembentukan satu atau lebih
kaviti yang mengandung pus sehingga membentuk gambaran Radiologist Air
Fluid Level. [1]

Tanda klinis dan terapi abses paru pertama kali dijelaskan oleh
Hippocrates. Di masa pre antibiotic tersebut, 1 dari 3 pasien dengan abses paru
akan meninggal, sebagian akan sembuh total dan lainnya akan tetap bertahan dan
berlanjut menjadi abses paru kronik, empyema pleura atau bronkiektasis. Di masa
sekarang, terapi bedah adalah satu satunya terapi yang paling efektif dan
kebanyakan pasien abses paru bisa sembuh total hanya dengan terapi antibiortik.
[1]

Pada era pre antibiotik, abses paru disebabkan oleh satu jenis bakteri tetapi
sekarang hampir semua kasus abses paru disebabkan polimikrobial. [1]

B. Klasifikasi Abses Paru

Abses paru dibagi menjadi abses paru akut ( kurang dari 6 minggu) dan
kronik (lebih dari 6 minggu). Abses paru juga disebut primer sebagai akibat dari
aspirasi orofaringeal (infeksi dental/periodontal, sinusitis para nasal, gangguan
menelan, GERD, muntah terus menerus, pneumonia nektotisasi atau pada pasien
imunocompromised), sedangkan abses paru sekunder terjadi pada obstruksi
bronkial (tumor, benda asing, pembesaran limfonodi), penyakit paru lain
(bronkiektasis, emphysema, fibrosis sistik, infark paru terinfeksi, kontusi paru),
penyebaran infeksi dari tempat lain secara hamtogen (sepsi abdominal,
endocarditis, sepsis tromboembolisme) atau penyebaran infeksi secara langsung (
fistula bronco esophageal, abses subfrenik). [1]

Berdasarkan penyebarannya, abses paru dapat dibagi secara bronkogenik


(aspirasi, inhalasi) dan hematogenik-diseminasi dari tempat terinfeksi lain. [1]

 Berdasarkan durasi:
- Akut (kurang dari 6 minggu);
- Kronik;
 Berdasarkan etiologi
- Primer
- Sekunder
 Berdasarkan penyebarannya
- Bronkogenik
- Hematogenik

C. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko abses paru pada anak [2]
a. Clearance paru yang buruk dari cairan yang terinfeksi
b. Aspirasi berulang atau cedera jaringan menyebabkan infeksi saluran napas.
c. Kebersihan mulut dan gusi yang buruk
d. Anak dengan post-infeksi bronkiektasis memiliki kolonisasi
mikroorganisme persisten pada nasofaring dengan organisme yang
terisolasi dari dahak dan lavage bronchoalveolar. Bronkiektasis diperburuk
oleh paparan kronis iritasi dan polusi lingkungan.
e. Asap tembakau dan biomassa, ozon, dan belerang dioksida semua
meningkatkan sel goblet dan mukus kelenjar submukosa. Tembakau dan
paparan asap juga meningkatkan jumlah sel goblet dan densitas airway dan
menyebabkan hyper-sekresi.
f. Rekurensi infeksi pernapasan yang disebabkan oleh virus lebih sering
terjadi pada pasien dengan rumah yang padat penghuni dan kehadiran di
penitipan anak.
g. Kondisi malnutrisi juga berperan merusak pertahanan host. Pada kasus
defisiensi imun pada anak, gangguan sel B menyumbang 73% dari 131
anak dalam seri kasus besar. Defisiensi IgG untuk dua pertiga kasus.
Gangguan sel-T (sindrom Hyper-IgE, ataxia – telangiectasia, dan Wiskott
– sindrom Aldrich) menyumbang 7%.

D. Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala abses paru tidak bisa dibedakan dengan
pneumonia tanda-tanda termasuk demam menggigil, batuk, keringat
malam hari, dyspnea, kelihangan berat badan dan kelelahan, nyeri dada
dan terkadang disertai anemia. Pada gejala awal batuk tidak disertai
dengan dahak, tetapi ketika sudah terjadi hubungan dengan bronkus, batuk
produktif adalah tanda khas. Batuk berdahak, terkadang diikuti dengan
hemoptysis. Pada pasien dengan kronik abses clubbing fingers bisa
terlihat. [1]
Bronkoskopi merupakan bagian dari diagnostic protokok untuk
mengambil material mikrobiologi dalam pemeriksaan dan untuk
konfirmasi pemeriksaan intrabronkial penyebab abses. Pemeriksaan
sputum berguna dalam indentifikasi agen microbiological atau konfirmasi
bronkial karsinoma. [1]

E. Terapi
Standar konservatif terapi untuk abses paru bakteri anaerobic
adalah clindamycin (600mg IV per 8 jam). Pada beberapa penelitian
beberapa jenis spesies bakteroides dan fusobacterium spesies dapat
memproduksi B-laktamase, sehingga mereka resisten terhadap peniilin.
Sekitar 15-20% bakteri anaerob berperan dalam pembentukan abses
resisten terhadap penisilin saja. Jadi alternatifnya adalah penisilin dan
clavulante atau kombinasi dari penicillin dan metronidazole. [1]
Rekomendasi kombinasi antibiotic untuk abses paru adalah B-
lactam dan inhibitor B lactamase (tiarilin-clavulanate, ampicillin-
sulbactam, amoxiilin-clavulanate, piperacilin-tazobactam), kloramfenikol,
imipinem atau meropenem, generasi kedua cephalosporin (cefoxitin,
cefotenan), generasi baru floroquionolon-moxifloxacin, yang
menunjukkan efektifitas kombinasi ampiilin-sulbactam. Makrolid
(eritromisin, clarithromycin, azithromycin) mempunyai efek terapi yang
baik terhadap poli microbial bacterial pada abses paru, kecuali pada
fusobakterium spesies. Vancomycin sangat efektif untuk bakteri gram
positif. [1]
Rekomendasi untuk terapi abses paru dengan broad spectrum
antibiotik, berkaitan dengan poly microbial flora termasuk clindamycin
(600 mg IV per 8 jam) dan 300 mg PO setiap 8 jam atau kombinasi
ampiilin/sulbactam (1,5-3 gr IV per 6 jam). Alternatif terapi adalah
piperacilin/tazobactam 3,375 gr IV per 6 jam atau Meropenem 1 gr IV per
8 jam. Untuk MRSA merekomendasikan penggunaan linezolid 600 mg IV
per 12 jam atau vancomycin 15mg/kgBB per 12 jam. Jawaban penggunaan
terapi antibiotik dapat dilihat dalam 3-4 hari, kondisi umum akan
mengalami peningkatan dalam 4-7 hari, tetapi untuk penyelesaian
kesembuhan dengan radiografi normalisasi dapat dilihat setelah 2 bulan. [1]
Apabila tidak terdapat perubahan kondisi umum atau penemuan
radiographic, diperlukan bronkoskopi untuk mencari faktor penyebab dan
mengubah antibiotik. Durasi terapi antibiotic tergantung pada klinis dan
radiografi respon pada pasien. Antibiotic terapi seharusnya diberikan
sampai demam, sputum dan cairan abses teratasi, biasanya diantara 5-21
hari untuk pemberian antibiotic IV. Abses yang lebih dari 6 cm diameter
atau gejala lebih dari 12 minggu dengan terapi, memiliki kesempatan yang
kecil dalam pengobatan konservatif dan terapi pembedaan harus
dipertimbangkan, jika kondisi memungkinkan. Pembedahan termasuk
chest tube drainage atau resection abses paru dengan jaringan disekitarnya.
[1]
Daftar Pustaka

1. Kuhajda I, Zarogoulidis K, Tsirgogianni K, Tsavlis D, Kioumis I,


Kosmidis C, et al. Lung abscess-etiology, diagnostic and treatment options. Ann
Transl Med. 2015;3(13).

2. Redding GJ, Carter ER. Chronic suppurative lung disease in children:


Definition and spectrum of disease. Front Pediatr. 2017;5(February).

Anda mungkin juga menyukai