Laporaan Pendahuluan Hernia Revisi (Ike Dwi L)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

LAPORAAN PENDAHULUAN

HERNIA SCROTALIS

Disusun Oleh:
IKE DWI LESTYANI
3B
S1-Keperawatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN AJARAN 2018/2019
A.Pengertian

Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau


bagian lemahdari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia
abdomen isi perut menonjol melaluidefek atau bagian lemah dari
lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2010).

Hernia adalah proporsi abnormal organ jaringan atau bagian


organ melaluistuktur yang se ara normal berisi bagian ini.
Hernia paling sering terjadi pada ronggaabdomen sebagai akibat
dari kelemahan muskular abdomen konginental atau
didapat(!ster, 2009).

Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari


tempatnyayang normal melalui sebuah defek congenital atau
yang didapat ("ong, 2010).

Sedangkan Hernia Scrotalis adalah penonjolan hernia yang


terjadi pada kantong crotum sering terjadi pada anak-anak karna
kelainan kongengintal (bawaan). Oprasi Hernia adalah tindakan
pembedahan yang dilkukan untuk mengembalikan isi hernia
pada posisi semula dan menutup cincin hernia. (Long, 2016)
B.ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau
karena sebab yang didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap
usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria, berbagai faktor penyebab
berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang
cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia,
disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi
hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya
peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding
perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai
scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 2010, hal 706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa
dan prosesus vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen
(TIA) seperti: obesitas dan kehamilan. Indikasi pelaksanaan operasi
adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan penggunaan
tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia umbilikalis pada anak
sebelum usia dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi
dilakukan pada hernia yang telah mengalami stadium lanjut yaitu;
1. Mengisi kantong scrotum
2. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah
karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sedangkan bila telah terjadi
strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum
terjadinya nekrosis usus. (Sachdeva, 2009, hal 235 – 236 ; Mansjoer,
2010, hal 315)
C. TANDA & GEJALA
Gejala hernia bervariasi, tergantung lokasi dan tingkat keparahan. Hernia
di perut atau selangkangan ditandai dengan munculnya benjolan atau
tonjolan yang dapat hilang ketika berbaring. Namun, benjolan dapat
muncul kembali ketika penderita tertawa, batuk, atau mengejan. Gejala
hernia lainnya adalah:

 Nyeri di area benjolan, terutama ketika mengangkat atau membawa


benda berat.
 Rasa berat dan tidak nyaman di perut, terutama ketika membungkuk.
 Konstipasi.
 Ukuran benjolan semakin membesar seiring waktu.
 Benjolan di selangkangan.

Hernia hiatus juga ditandai dengan gejala nyeri dada, sulit menelan
(disfagia), dan heartburn. Segera periksakan diri ke dokter, terutama jika
mengalami gejala rasa nyeri hebat dan muncul secara tiba-tiba, muntah,
sulit buang air besar, serta benjolan mengeras, sakit ketika disentuh, dan
sulit didorong masuk.
D. PATHOFISIOLOGI

Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan


tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada
saat buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan
bagian usus ke daerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada
daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan
mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup
kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atauterjadi
dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan
abdominal,kemudian terjadi hernia. Karena organ- organ selalu saja
melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang
cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan yang mengakibatkan
kerusakan yang sangat parah. Sehingga akhirnya menyebabkan kantung
yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan.

Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan


timbul hernia inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis
tersebut telah menutup namun karena merupakan lokus minoris
persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul
hernia inguinalis lateral akuisita.Keadaan yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdominal adalah kehamilan, batuk kronis,
pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi
misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus
inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika
inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan
jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus,
dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga
hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau
spinal sehingga akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang
berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada SSP juga
mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi
juga mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga
jalan nafas terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun
yang berakibat pada mual dan muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi
yang akan menyumbat jalan nafas.Prosedur bedah akan mengakibatkan
hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah dan kehilangan cairan
yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah
mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak,
trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh), luka bedah
sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga
sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.Rasa nyeri timbul hampir pada
semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan, manipulasi jaringan
dan organ.Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf
oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi
jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian, seperti
karena tekanan, spasmus otot atau hematoma. (Mansjoer, 2010, hal 314 ;
Sjamsuhidajat,2011, hal 704 ; 2012, hal 55 – 82).
E. PATHOFLOW
F. PERIKSAAN PENUNJANG

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis
muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral
atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba
pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera, tetapi umumnya
tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung
isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau
ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking, pada anak, dapat
dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui
anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat
direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari
masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau
ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau
bagian sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis
medialis. Isi hernia, pada bayi perempuan, yang teraba seperti sebuah
massa padat biasanya terdiri atas ovarium2.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atas
dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah kranial dan adanya
hubungan ke kranial melalui anulus eksternus2.
Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum.
Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk
membedakannya.

Riwayat penyakit & pemeriksaan fisik


1. Herniografi
2. USG
3. CT dan MRI
4. Laparaskopi
5. Oprasi eksplorasi ( Hudack & Gallo, 2007)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Secara konservatif (non operatif)


• Eposisi herniaHernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung
dengan tangan
• Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan
sementara,misalnya pemakaian korset

b.Secara operatif
•Hernioplasti memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah,
hernioplasti seringdilakukan pada anak -anak
•Herniographi Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia di
masukkan, kantong diikat, dandilakukan bainy plasty atau teknik yang
lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Ini sering
dilakukan pada orang dewasa
•Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada
kliendengan hernia yang sudah nekrosis
H. PENGKAJIAN

a. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala : Atropi otot, gangguan dalam berjalan, riwayat
pekerjaanyang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu
lama.
b. Eliminasi
Gejala : konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya
inkontinensiaatau retensi urin.
c. Integritas ego
Tanda dan gejala : Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan
timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
d. Neuro sensori
Tanda dan gejala : Penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot
hipotonia,nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan
dan kaki.
e. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk benda
tajam,semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan
badan
f. Keamanan
Gejala : adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit)
2. Ansiestas berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan
3. Resiko infeksi berdasarkan luka insisi post oprasi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat
luka post-op.
J. INTERVENSI KEPERWATAN

Dalam menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan Herniatomi,


penulis membuat sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil, sehingga tujuan
yang telah ditetapkan tercapai seperti perencanaan yang terdapat pada
kasus dan tidak berbanding terbalik dengan teoritis yang dikemukakan
para ahli.
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit).
Rencana Keperawatan:
a. Mengkaji tanda-tanda nyeri pasien.
b. Mengajarkan tehnik relaksasi.
c. Memberikan posisi semi fowler.
d. Memerikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa sakit.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.

2. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan


Rencana tindakan keperawatan :
a. Jelaskan seluruh prosedur tidakan kepada klien dan perasaan yang
mungkin muncul pada saat melakukan tindakan.
b. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
(takikardi, takipnea, ekspresi cemas non verbal).
c. Temani pasien untuk mendukung keaman dan menurunkan rasa
takut.
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah)
Rencana Keperawatan:
a. Mengkaji pengalaman nyeri pasien, tentukan tingkat nyeri yang
dialami.
b. Memantau keluhan nyeri.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi.
d. Menganjurkan mobilisasi dini.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka
post-op.
Rencana Keperawatan:
a. Menjelaskan batasan aktifitas pasien sesuai kondisi
b. Meningkatkan aktifitas secara bertahap.
c. Merencanakan waktu istirahat sesuai jadwal.
d. Memotivasi peningkatan dan beri penghargaan pada kemajuan yang
telah dicapai.
K. DAFTAR PUSTAKA
1. Widjaja, H, Anatomi abdomen, Jakarta, EGC, 2007, Hal : 21-25.
2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2009, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
2, Jakarta, EGC,
Hal: 523-537
3. Henry MM, Thompson JN , 2010, Principles of Surgery, 2nd edition,
Elsevier
Saunders, page 431-445.
4. Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian I, cetakan ke-dua,
EGC, Jakarta,2011. Hal :
228, 243.
5. Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi
6, EGC, Jakarta,
Hal : 509 – 517.
6. McVay, C.B : Pada Davis, L (Ed) : Christopher’s Text – Book of
Surgery, 9th ed. Philadelphia, W.B. Saunders Company, 2012.

Anda mungkin juga menyukai