DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VIII
1. PARLAN BAMBANG
2. SISKA WATI
3. SRI APRIYANTI
Penulis
Kelompok 8
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
a. Tujuan umum
b. Tujuan khusus
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Kardio Vaskuler
2.2 Konsep Dasar Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
2.3 Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan tentang
asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB).
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan tentang konsep penyakit jantung bawaan seperti definisi,
etiologi, manifestasi klinis, klasifikasi serta penanganan dari penyakit
tersebut.
b. Menjelaskan tentang konsep asuhan keperawatan pada penyakit
jantung bawaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1) Tingkat I
Umumnya, penderita duktus arteriosus paten tingkat I tidak
bergejala. Oertumbuhan dan perkembangan fisik
berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dengan
elektrokardiografi dan rontegen foto dada., tidak ditemukan
adanya pembesaran jantung.
2) Tingkat II
Pasien sering menderita infeksi saluan nafas, tetapi
pertumbuhan fisik masih sesuai dengan umur. Peningkatan
aloran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi sehingga
timbul hipertensi pulmonal ringan. Pada umumnya pasien
yang tidak teratangani dengan baik akan jatuh ke dalam
tingkat, akan jatuh kedalam tingkat III atau IV.
3) Tingkat III
Pada tingkat ini, infeksi saluran nafas makin sering terjadi
pertumbuhan anak biasanya terlamabat: pada pemeriksaan,
anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan gejala-gejala.
Nadi dengan amplitudo yang hebat. Jika melakukan
aktifitas, pasien akan mengalami sesak nafas yang disertai
dengan sianosis ringan. Pada pasien duktus berukuran
besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu pertama
kehidupan.
Dengan pemeriksaan rotgen foto dada dan
elektrokardiografi, ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan
atrium kiri yang juga disertai dengan hipertropi ventrikel
kanan yang diringan. Suara bising jantung dapat dianatara
sela iga 3 dan 4
4) Tingkat IV
Pada keadaan ini, keluhan sesak nafas dan sianosis akan
semkain nyata. Tahanan sirkulasi perlu lebih tinggi darai
pada tahan sistemik, sehingga aliran darah diduktus
berbalik dari kanan ke kiri.
Pemeriksaan dengan foto rotgen dan ekektrokardiografi
menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri, atrium kiri dan
ventrikel kanan. Kondisi pasien ini disebut dengan
sindrome Esenmenger.
c. Gejala klinis
1) Bayi tidak mau makan
2) Pertumbuhan badan biasanya normal
3) Kesulitan pernafasan
4) Ujung jari heperemik
5) Nadi normal (defect kecil)
6) Pulsus celler (defect besar)
7) Machinery murmur pada sela iga ke 12 kiri
d. Patofisiologi
4) Ekokardiografi
Duktus paling baik ditampakkan melalui pandangan
bidang parasigital parasternal kiri atas. Duktus bersambung
dengan batang arteri pulmonalis sedikit superior kiri arteri
pulmonalis. Pada pasien dengan ini duktus tampak pada
sumbu panjangnya, dan ujung aorta maupun pulmonal
dapat ditampakkan. Pemetaan aliran Doppler berwarna
pada panangan yang sama akan memperlihatkan aliran
yang melalui duktus.
Pemeriksaan Doppler gelombang kontinu berwarna
berguna untuk memperkirakan tekanan arteri pulmonalis
dengan menujukkan perbedaan antara tekanan aorta dan
tekanan arteri pulmonalis.
Ukuran duktus, ukuran arteri pulmonalis dan posisi
sekat ventrikel dapat memberikan informasi tentang
besarnya teknan arteri aorta dan arteri pulmonalis, tidak ada
perbedaan tekanan dapat dipakai sebagai bukti adanya
hipertensi pulmonak setingkat sisemik.
5) Katerisasi jantung
Katerisasi jantung pada saat ini jarang diperlukan
sebagai alat diagnostik duktus arteriosus paten. Fungsi alat
ini sudah digantikan ekokardiografi non infasif. Katerisasi
jantung digunakan untuk mengukur tekanan dalam atrium
dan ventrikel jika ada sindrome Elisenmenger
b. Patofisiologi
3. ASD
Defek Septum Atrium (ADS,Arial Septal Defect) adalah
suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung
bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan).
Defek Septum atrial atau Atrial Septal Defect (ADS) adalah
gangguan septum atau sekat antara rongga atrium kanan dan kiri.
Septum tersebut tidak menutup secara sempurna dan membuat
aliran darah atrium kiri dan kanan bercampur.
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan
antara atrium dan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup
(Markum, 1991).
ASD adalah defect pada sekat yang memisahkan atrium kiri
dan kanan. (Sudigdo Sastroasmoro, Kardiologi Anak. 1994).
Angka kejadian ADS berkisar 1 dari 1500 kelahiran hidup.
Lubang suptumtersebut dapat terjadi di bagian mana saja dari
septum namun bagian tersering adalah pada bagian foramen ovale
yang disebut dengan astium sekundum ASD. Kelainan ini yerjadi
akibat dari resorpsi atau penyerapan berlebihan atau tidak
adekuatnya pertumbuhan dari suptum.
Patent Faramen Ovale (PFO) yang terjadi pada 20% dari
populasi bukanlah ADS yang sebenarnya. Foramen ovale
merupakan lubang pada janin yang terdapat diantara rongga
atrium. Pada saat lahir, lubang ini akan menutup secara alami dan
secara otomatis akan menutup sempurna pada bayi usia 6 bulan
dngan cara bergabung dengan septum atrial. PFO terjadi apabila di
dapatkan kegagalan penutupan atau pengganbungan dengan
septum atrial.
Kelainan ini dibedakan dalam 3 bentuk anatomis, yaitu:
a) Defet Sinus Venosus
Defekt ini terletak dibagian superior dan posterior sekat,
sangat dekat dengan vena kava superior. Juga dekat dengan
salah satu muara vena pulmonalis.defek sinus venosus dikenal
dengan ADS ll.
A. Klasifikasi Sianotik
1. Tetralogi Of Fallot
Tetralogy of fallot merupakan salah satu lesi jantung yang
defek primer adalah deviasi anterior septum infundibular .
Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel
kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel dekstroposisi
aortab, hipertrofi vertrikuler kanan. Anak dengan derajat yang
rendah dari obstruksi aliran vertikel kanan menimbulkan gejala
awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke
kanandi ventrikel . sianosis jarang muncul saat lahir , tetapi dengan
dengan peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan
dan pertumbuhan pasien , sianosis terjadi terutama di membrane
mukosa bibir dan mulut, di ujung ujung jari tangan dan kaki. Pada
keadaan yang berat ,sianosis langsung ditemukan ( Bernstein,
2007 Dalam (Yoga, 2013).
Tetralogi of fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital
dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat
hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel, Stenosis
pulmonal, overriding aorta, dan hipertropi ventrikel kanan (Buku
ajar Kardiologi Anak, 2002 dalam (Kasron, 2012).
Tetralogi of fallot (TOF) adalah merupakan defek jantung
yang terjadi secara kongenital dimana secara khusus mempunyai
empat kelainan anatomi pada jantung. TOF ini adalah merupakan
penyebab tersering pada Cyanotik Heart Defect dan juga pada Blue
baby syndrome (Kasron, 2012).
TOF merupakan penyakit jantung bawaan biru (sianotik)
terdiri dari empat kelainan yaitu: (Kasron, 2012)
a. Defek septum ventrikel (lubang pada septum anatara
ventrikel kiri dan kanan)
b. Stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis) yang
menyebabkan obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan ke
arteri pulmonal
c. Transposisi/ overriding aorta (katup aorta membesar dan
bergeser ke kanan sehingga terletak lebih kanan, yaitu
septum interventrikuler)
d. Hipertropi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel
kanan).
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat
beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan
sampai berat.
e. Etiologi (Kasron, 2012)
Pada sebagian kasus, penyebab penyakit jantung
bawaan tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi diduga
karena adanya faktor endogen dan eksogen, faktor- faktor
tersebut antara lain:
1) Faktor endogen
a) Berbagai jenis penyakit genetik: kelainan
kromosom
b) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit
jantung bawaan
c) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti
diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau
kelainan bawaan
2) Faktor eksogen
Riwayat kehamilan ibu: sebelumnya ikut
program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa
resep dokter (thalidomide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin, jamu), selama hamil ibu
menderita rubella (campak jerman) atau infeksi virus
lainya, pajanan terhadap sinar –X, gizi yang buruk
selama hamil, ibu yang alkoholik, usia ibu di atas 40
tahun (Ilmu kesehatan anak, 201 Dalam (Kasron, 2012).
TOF lebih sering ditemukan pada anak-anak
yang menderita syndroma down. TOF dimasukkan ke
dalam kelainan jantung sianotik karena terjadi
pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke
seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna
ungu kebiruan) dan sesak napas. Mungkin gejala
sianotik baru timbul dikemudian hari, dimana bayi
mengalami serangan sianotik baru timbul di kemudiam
hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik karena
menyusu atau menangis.
Etiologi (Sudarta, 2013)
1) Faktor endogen : Seperti kelainan sejak lahir
2) Faktor eksogen : Suatu infeksi saat ibu mengandung
atau janin masih dalam kandungan , ibu hamil
mengkonsumsi obat-obatan tertentu atau terpapar
radiasi.
f. Manifestasi klinis (Sudarta, 2013)
1) Cyanosis menetap atau merbus seroleus
2) Dispnoe d’effort : sesak nafas waktu bekerja
3) Squatting : Suatu usaha yang mengurangi aliran baik
dari ekstremitas bawah yang saturasi oksigennya
rendah.
4) Letargi : Di sebabkan tahanan pembuluh darah sistemik
rendah dan aliran darah pulmoner menurun serta
oksigen content rendah .
5) Sukar makan
6) Gagal tumbuh : akibat seringnya infeksi menyebabkan
system imun turun .
7) Clubbing finger : Akibat hipoksi yang kronis
8) Spells : kejang periodik karena aliran darah ke otak
rendah mengandung oksigen.
Manifestasi klinis menurut (Kasron, 2012)
Gejala bisa berupa:
1) Sianosis terutama pada bibir dan kuku
2) Bayi kesulitan untuk menyusu
3) Setelah melakukan aktvitas, anak selalu jongkok
(squating) untuk mengurangi hipoksi dengan posisi kne
chest
4) Jari tangan clubbing (seperti tubuh genderang karena
kulit atau tulang disekitar kuku jari tangan membesar)
5) Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung
lambat
6) Sesak napas jika melakukan aktivitas dan kadang
disertai kejang atau pingsan
7) Berat badan bayi tidak bertambah
8) Pada auskultasi terdengar bunyi murmur pada batas kiri
tulang dada tengah sampai bawah.
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang disebut “blue
spell” terjadi ketika kebutuhan oksigen otak melebihi
suplainya. Episode biasanya terjadi bila anak melakukan
aktivitas (misalnya menangis, setelah makan atau
mengendan). (Buku ajar Keperawatan jantung dan
Pembuluh darah, 2001 Dalam (Kasron, 2012).
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan fisik
Inpeksi: Tampak sianosis mukosa bibir ,mulut,ujung
jari dan kaki, Jari-jari tangan clubbing, Retraksi otot
intercostal
Pernafasan cuping hidung, Impuls apek Nampak jelas.
Palpasi: Impuls ventrikel kanan jelas teraba pada tepi
stemum kiri , sela iga ke 3 dan ke 4 .
Auskultasi :Murmur sistolik, Bunyi jantung keras.
2) Pemeriksaan penunjang
a) ECG : menunjukkan adanya hipertropi ventrikel
kanan
b) Thoraxfoto :ventrikel kanan tanpak delatasi
CTR:lebih 0,50
c) Echocardiogram :tanpak jelas adanya delatasi aorta
VSD dan overriding aorta
d) Kateterisasi jantung :pemeriksaan ini bertujuan
melihat defect yang ada sehingga dapat menentukan
pembedahan
h. Penatalaksanaan
1) Kadar hemoglobin di pertahankan 13-15gr bila kurang
dari 13 gr di beri preparat besi
2) Saat serangan :
a) Longgarkan pakaian klien untuk membebaskan
ekspansi paru
b) Berikan oksigen 100% bila timbul asidosis berikan
natrium bicarbonat
c) Knee chest position , meningkatkan aliran balik
darah vena dengan menyumbat vena pulmonal
d) Bila perlu di beri
3) morphin dosis kecil untuk menurunkan kontraktilitas
myocart ,berkisar 0,2 mg/kg/bb sub cutan .
4) Anak harus di beri banyak minum mencegah defekasi
tidak terlalu keras
5) Umur optimum di lakukan pembedahan sebaiknya 2-5
tahun
6) Bila anak masuk sekolah pendidikan pada gurunya yang
menyangkut kondisi anak
7) Orang tua tidak perlu overprotektif terhadap anak
8) Propanolol dosis 0,1 mg/kg/BB intravena sebagai bolus
dapat di berikan untuk menghilangkan serangan
9) Untuk mencegah serangan sianosis dapat di berikan
propranolol oral 2 mg/kg/BB 3-4 kali sehari
10) Pembedahan dapat di pertimbangkan selama kelainan
anatomik masih ada .
2.2.5 Pathway
Down syndrome, alkohol, konsumsi
obat berlebihan, firus rubella, dan ibu
hamil usia > 40 tahun
Cardio output
Kebthan nutrisi tdk
terpenuhi menurun
Hiposia jaringan
MK: Gangguan
Tumbang
Sumber : (Riyan, 2016) MK: Keletihan
2.2.6 Patofisiologi
Penyebab PJB ( pwnyakit jantung bawaan) adalah bisa karena
down syndrome ( gangguan tumbuh kembang), paparan radiasi, alkohol,
konsumsi berlebihan obat-obatan, virus rubella, dan ibu hamil yang
usianya > 40 tahun.
Penykit jantung bawan dibagi menjadi dua jenis yaitu: penyakit
jantung bawaan sianotik dan non sianotik.
1. Tetrologi of fallot
Terjadi karena pengembalian dari darah sistemik ke atrium kanan
dan ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan
menguncup, dan mengahdapi stenosis pulmonalis, maka darah akan
dipintaskan melewati defek sptum ventrikel tersebut ke dalam aorta.
Akibatnya darah yang dialirkan keseluruh tubuh tidak teroksigenasi hal
ini lah yang menyebabakan terjadinya sianosis. (ilmu kesehatan anak
2001 dalam (Kasron, 2012).
Pada keadaan tertentu (dehisrasi, spesma, infundibulum berat,
menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengendan), pasien
dengan TOP (tetrologi of fallet) mengalamai hipoksia sepll yang
ditandai dengan: sianosis (pasien menjadi biru), mengalami kesulitan
bernafas pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien menjadi
kejang dan pingsan.
Keadaan ini merupakan keadaan imergensi yang harus ditangani
segera, misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell
yaitu memeberikan posisi lutut ke dada (knee chest position). (Kasron,
2012)
2. PDA (Paten Duktus Arteriosus)
Nornalnya duktus arteriosus menutup pada saat kadar
prostakglandin yang dihasilkan plasenta menurun dan kadar oksigen
meningkat. Proses penutupan ini harus segera dimulai ketika bayi
menarik nafas yang pertama teteapi biasanya memerlukan waktu
beberapa bulan saja.
Pada PDA resustensi relatif pada pembuluh darah pulmoner serta
sistemik dan ukuran duktus menentukan jumblah darah mengalami
pemintasan aliran atau shunt dari kanan ke kiri karena peningkatan
dalam aorta, darah bersih akan mengalami shunt dari aorta melalui
duktus arteriosus ke dalam arteri pulmonalis. Darah akan kembali ke
dalam jantung kiri dan dipompa sekali ke dalam aorta.
Atrium kiri dan ventrikel kiri harus menampung aliran balik vena
aliran pulmonalis sehingga terjadi kenaikan tekanan pengisian dan
beban kerja jantung kiri. Keadaan akan mengadakan hipertrofi
ventrikel kiri dan mungkin pula gagal jantung. Pada stadium akhir
PDA yang ditak dikoreksi shunt kiri ke kanan yang kan menimbulkan
hipertensi arteri pulmonalis yang kronis dan kemudian menjadi
resisten serta tidak responsip terhadap terapi. Hal ini menyebabakan
pembalikan shunt sehingga darah kotor ini memasuki sirkulasi
sistemik dan menimbulkan sianotik. (Nurul Hasanah, 2016)
3. VSD (Ventrikular septal defect)
Adanya lubang pada septum intra ventikuler memungkinkan
terjadinya aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran
darah yang ke paru bertambah. Setelah kelahiran dengan VSD,
resistensi pulmonal tetap lebih tinggi melebihi normal dan ukuran
pirau kiri ke kanan terbatas. Setalah resistensi pulmonal turun pada
minggu-minggu pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan pirau kiri
ke kanan. Ketika terjadi pirau yang besar maka gejala dapat dilihat
dengan jelas. (Kasron, 2012)
4. ASD (Defek Septum Atrium)
Aliran pirau kiri ke kanan melewati defek septum atrium
mengakibatkan kelebihan bebean volume pada atrium kanan ventrikel
kana dan sirkulasi pulmonal. Volume pirau dapat dihitung dari curah
jantung dan jumblah peningkatan saturasi O2 pada atrium kakan pada
stadium awal tekanan dalam sisi kanan jantunfg tidak meningkatkan
dengan berlalunya waktu dapat terjadi perubahan vascular pulmonal.
Arah aloiran yang melewati pirau dapat terjadi hipertensi pulmonal
berat.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kakan
melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedan tekanan
pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri
6 mmHg sedangkan pada atrium kanan 5 mmHg).
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri.
Bila shunt besar, mka volume darah yang melalui arteri pulmonalis
dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada lat-alat tersebut naik.
Dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri
pulmonalis naik, sehingga adanya per edaan tekanan sekitar 15-25
mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bisisng
sitolik (jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis
relative katup pulmonal).
Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan,
sehingga disini jug terjadi stenosis relative katup trikuspidalis sehingga
terdengar diastolic.
Karena adanya penambahan beeban yang harus menerus pada
arteri pulmonalis, maka lama ke lamaan akan terjadi kenaikan tehanan
pada arteri ulmonalis dan akibatnya kan terjadi kenaikan tekanan
ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadi
sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada
defek katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari
ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan
atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada
ASD II.
2.3 Asuhan keperawatan penyakit jantung bawaan (PJB)
1. PENGKAJIAN
A. Anamnesa
a. Identitas
Meliputi nama, usia perlu dikaji pada usia berapa gejala mulai
muncul, jenis kelamin karena pada umumnya laki-laki dan
perempuan mempunyai peluang yang sama dalam hal terjadinya
penyakit jantung bawaan, pekerjaan pada umumnya anak akan
merasa sesak pada saat beraktivitas.
b. Keluhan utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter
tergantung dari jenis dan derajat defek yang terjadi baik pada
ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak,
pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak. Menanyakan
adanya keluhan-keluhan utama yang di rasakan: nadi kecil dan
tidak teratur, berdebar-debar, sesak nafas, nyeri dada, kelelahan,
kejang-kejang, keringat berlebihan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang berhubungan
langsung dengan sistem kardiovaskuler. Tanyakan kepada
pasien/ibu pasien adanya riwayat nyeri dada, nafas pendek,
alkoholik, anemia, demam rematik, sakit tenggorokan yang
disebabkan streptococcus. Penyakit bawaan, stroke, pingsan
hipertensi, tromboplebitis, nyeri yang hilang timbul, varises dan
oedema.
d. Riwayat kehamilan
Menanyakan tentang penyakit yang pernah di derita selama periode
antenatal. Infeksi Rubella dapat menyebabkan cacat pada jantung
bayi, terkenal sebagai sindrom rubella yaitu PDA, tuli dan katarak.
SLE (Sistemic Lupus Eritematosus) dapat menimbulkan blokade
jantung total pada bayi. Diabetes Militus juga dapat menyebabkan
terjadinya kardiomiopati pada bayi yang dikandung.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Menanyakan adanya PJB pada keluarga, baik dengan abnormalitas
kromosom, misalnya Down Syndrom.
f. Riwayat pengobatan
Tanyakan kepada pasien/keluarga pasien tentang pengobatan yang
pernah pasien jalani seperti pemakaian aspirin. Pengkajian
pengobatan harus dituliskan nama dari obatnya dan pasien
mengerti tentang kegunaan dan efek sampingnya. Adapun obat-
obat yang dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler seperti:
anticonvulsants, antidepressant, antipsychotics, cerebral
stimulants, cholinergics, estrogens, nonnarcotic analgesics, dan
antipyretics, oral contracevtives. Sedatives and hypnotics,
spasmolytics. Kebiasaan mengkonsumsi jamu tradisional, merokok
dan alkohol juga perlu dikaji.
g. Riwayat pembedahan
Pasien/keluarga pasien juga harus ditanyakan secara spesifik
tentang pembedahan yang pernah dijalani, perawatan rumah sakit
yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Hasil-hasil data
diagnostic yang pernah dilakukan selama perawatan harus lebih
dikaji. Harus dicatat dimana ECG dan foto rontgen dapat dijadikan
data dasar.
B. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: pasien tanpak lemah/ cukup baik/ tampak sakit
berat/ tampak sesak.
b. Kesadaran penderita: komposmentis, apatis, somnalens, sopor,
soporokoma atau koma.
c. Tanda-tanda vital meliputi:
1) Tekanan darah
2) Denyut nadi: takikardia
3) Suhu tubuh: normal, apabila tidak ada infeksi
4) Respirasi rate: takipneu, dispneu
Volume ke aorta
Sianosis
Gangguan perfusi
jaringan
3 1. Gejala dan tanda mayor Down sindrom, Gangguan
Ds: - alcohol, konsumsi tumbuh
Do: tidak mampu obat berlebihan, iris kembang
melakukan keterampilan rubela, dan ibu hamil
atau perilaku khas sesuai >40 thn
usia (fisik, bahasa,
motorik, psikososial) dan PJB
pertumbuhan fisik
terganggu. ASD (Defek septum
2. Gejala dan tanda minor Atrium)
Ds: -
Penutupan dua atrium
Do: tidak mampu
tidak sempurna
melakukan perawatan diri
sesuia usia, afek datar, Tek atrium kiri ke tek
respon sosial lambat, atrium kanan
kontak mata terbatas, meningkat
nafsu makan menurun,
darah mengalir dari
lesu, mudah marah,
atrium kiri ke atrium
regresi dan pola ganggu
kanan
tertidur (pada bayi)
aliran darah atrium
kiri ke ventrikel kiri
ke aorta menrun
Kebutuhan oksigen
dan nutrisi tidak
seimbang
BB sukar naik
Kebutuhan nutrisi
tidak terpenuhi
Gangguan Tumbang
Hipertrofi ventrikel
kanan
Kontraksi jantung
meningkat
Cardiao output
menurun
Keletihan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan alcohol, konsumsi
obat-obatan berlebihan, virus rubella, ibu hamil usia 45 tahun,
penyakit jantung bawaan, aliran darah ke seluruh tubuh menurun.
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan aliran
darah ke aorta menurun, volume ke aorta menurun dan terjadi
sianosis.
3. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kebutuhan
oksigen dan nutrisi tidak seimbang, Berat badan sukar naik dan
kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi.
4. Keletihan berhubungan dengan hipertrofi ventrikal kanan,
kontraksi jantung menurun, kardiak output menurun.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan
pembuluh darah besar yang sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa
tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut dapat dideteksi segera setelah
lahir, tidak jarang penyakit jantung bawaan baru bermanifestasi secara klinis
setelah pasien berusia beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa
tahun. (Markum, 1996 Dalam (Sefter, 2013).
Penyakit jantung bawaan terbagi menjadi dua jenis yaitu penyakit
jantung bawaan siaonik dan penyakit jantung bawaan non sianotik dan
penyebabnya karena alcohol, oenyakit rubella, dan hamil di atas usia 40 tahun.
3.2 Saran
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan maka dengan adanya makalah ini, di harapkan
pembaca dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung
Bawaan (PJB) serta bisa memberikan edukasi kepada masyarakat tentang cara
atau tindakan yang bisa menyebabkan penyakit jantung ini terhadap anaknya
dan bisa menyarankan bagi masyarakat terutama ibu untuk selalu menjaga
kandungan serta menjaga lingkungan agar tidak terjadi hal yang tidak di
harapkan.
DAFTAR PUSTAKA