Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATITIS

DI RUANG PERAWATAN BAJI ADA RS LABUANG BAJI


MAKASSAR

DI SUSUN OLEH :
SYAHRUL JUMADI
16162046

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


GUNUNG SARI MAKASSAR PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2019
A. Pengertian
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungand engan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan
distensi kandung empedu. (Doenges, Marilynn, E., 1999)
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2001)

B. Etiologi
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran, disebabkan
oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjdi pada duktus koledukus,
duktus hepatika, dan duktus pankreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa
kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40
tahun, banyak terjadi pada wanita. (Doenges, Marilynn, E. 1999)

C. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu : batu yang tersusun dari pigmen dan batu yang
tersusun dari kolesterol.
1. Batu pigmen : kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam
empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu-batu ini tidak
dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
2. Batu kolesterol : kolesterol sebagai pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air,
kelarutannya tergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu.
Pasien penderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan
peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi
getah empedu yang jenuh oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu,
mengendap dan membentuk batu dan menjadi iritan yang menyebabkan peradangan
dalam kandung empedu (Smeltzer, Suzanne C., 2000)

D. Manifestasi Klinis
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah
2. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat
3. Eliminasi
Gejala : perubahan warnaa urin dan feses
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urin gelap, pekat,
feses warna tanah liat, steaforea.
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, mual atau muntah, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak
dapat makan, flatus, dispepsia
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan
5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan, kolik
epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadaran kanan atas ditekan
6. Pernafasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas pendek, dangkal
7. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, berkeringat dan gatal, perdarahan (kekurangan
vitamin K)

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan sinar X-Abdomen


2. Ultrasonografi (USG)
3. Pemeriksaan pencitraan radionukleida atau koleskintografi
4. Kolesistogragi
5. Kolanlopankreatogragi retrogad endoskopik CERCP : Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography) : pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik
yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
6. Kolangiografi transhepatik perkutan : penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam
percabangan bilier.

7. Darah lengkap : lekositosis sedang


8. Bilirubin dan amilase serum meningkat
9. Enzim hati serum –AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH meningkat
10. Kadar protrombin : menurun
11. CT-scan

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan
infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang dianjurkan adalah
tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk).
Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya dan tidak
desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau metil
tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring untuk
memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang yang
diarahkan kepada batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam media cairan
oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu diangkat
setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui dinding
abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu empedu.
G. Pathway dan Masalah Keperawatan
Ekskresi kolesterol E. coli
bilirubin 
 Masak dalam
Kristalisasi kolesterol empedu
bilirubin 
 Bilirubin glukoronis
Terbentuk batu diubah jadi bilirubin
  bebas
Menyumbat Pergerakan batu 
choleduktusistikus  Aliran bilirubin
 Iritasi mukosa empedu terkonjugasi
Aliran asam empedu  
 Aktivitas syaraf nyer organ Penumpukan
Kontriksi kantong empedu viseral dan aktivitas bilirubin
 simpatis 
Distensi kandung empedu  Masuk aliran darah
 Motilitas lambung 
Sensitivitas syaraf nyeri menurun Menumpuk pada
  subkutis
Nyeri Pengosongan lambung 
lambat Merangsang
produksi histamin
Akumulasi asam  
L Perut terasa penuh Gatal
Mual  
ambung Nafsu makan menurun Resiko kerusakan
  integritas kulit
Iritasi mukosa lambung Nutrisi kurang dari
 kebutuhan tubuh
Merangsang pusat muntah

Muntah
H. Komplikasi

1. Kolistitis obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koleduktus


2. Peritonitus
3. Ruptur dinding kandung kemih

I. Diagnosa Keperawatan Post Operasi

1. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan bedah abdomen.


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan insisi bedah abdomen.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan drainase bilier sesudah
dilakukan tindakan bedah.
4. Gangguan nutrisi berhubungan dengan sekresi getah empedu yang tidak adekuat.
5. Kurang pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulang dari rumah
sakit berhubungan dengan kurangnya informasi.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, obstruksi (spasme duktus)
Intervensi :
a. Observsai dan catat beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri
Rasionalisasi : membedakan penyebab nyeri dan kemajuan atau perbaikan penyakit,
terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.
b. Catat respon terhadap obat
Rasionalisasi : nyeri berat tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan
terjadinya komplikasi.
c. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasionalisasi : posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen namun
pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alami.
d. Gunakan spresi halus atau katun
Rasionalisasi : menurunkan iritasi atau kulit kering dan sensasi gatal.
e. Dorong menggunakan teknik relaksasi
Rasionalisasi : meningkatkan istirahat dapat meningkatkan koping
f. Kontrol suhu lingkungan
Rasionalisasi : udara dingin dapat meminimalkan ketidaknyamanan kulit.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui
penghisapan gaster berlebihan, muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.
Intervensi :
a. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, kaji membran mukosa, kulit, nadi perifer,
dan pengisian kapiler.
Rasionalisasi : memberikan informasi tentang status cairan atau volume sirkulasi
dan kebutuhan penggantian.
b. Awasi tanda atau gejala peningkatan atau berlanjutnya muntah atau mual dan kram
abdomen.
Rasionalisasi : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan
oral dapat menimbulkan defisit natrium, kalium dan klorida.
c. Hindarkan dari lingkungan yang berbau
Rasionalisasi : menurunkan rangsangan pada pusat muntah.
d. Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut, berikan minyak.
Rasionalisasi : menurunkan kekeringan membran mukosa.
e. Kaji perdarahan yang tak biasanya
Rasionalisasi : protrombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila
aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko perdarahan.
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual atau muntah, dispepsia, nyeri
Intervensi :
a. Kaji distensi abdomen, sering berdahak, berhati-hati menolak bergerak
Rasionalisasi : tanda non verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan
pencernaan nyeri gas.
b. Hitung pemasukan nyeri
Rasionalisasi : mengindentifikasi kekurangan atau kebutuhan nutrisi
c. Timbang sesuai indikasi
Rasionalisasi : mengawasi keefektifan rencana diet
d. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan
Rasionalisasi : untuk meningkatkan nafsu makan atau menurunkan mual
e. Ambulasi dini dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
Rasionalisasi : membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakti atau prognosis
Rasionalisasi : memberikan dasar pengetahuan dalam mengambil keputusan.
b. Berikan penjelasan atau alasan tes dan persiapannya
Rasionalisasi : informasi menurunkan cemas dan rangsangan simpati
c. Kaji ulang program obat:
Rasionalisasi : dosis harus sesuai indikasi pasien
d. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan atau minuman tinggi lemak
Rasionalisasi : mencegah terulangnya serangan kandung empedu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Mendikal Bedah volume 2 edisi 8. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Jull.1998. Diagnosa Keperawatan edisi 6. Jakarta: EGC

Dr.Tambayon jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakata: EGC

Marilynne Doengoes dkk.1999. Rencana Asuhan keperawatan edisi 3.Jakarta: EGC

Nealon F Thomas,William H Nualan.1996. keterampilan pokok ilmu bedah edisi IV.

Jakarta: EGC

Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses

penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC

Soeparman.1994. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi 2. Jakarta. FKUI

Sudarmaji, Walid.2007.Hand out KMB 3.Asuhan Keperawatan Batu Empedu. Jakarta:

AKPER RSPAD Gatot soebroto

Tucker Martin susan dkk.1998. Standar perawatan pasien volume 2. Jakarta: EGC

Keperawatankita’s blog dari Http://Keperawatan kita.wordpress.com/2009/02/11/kolelitiasis-

definisi-serta-askepnya/diambil tanggal 26 Januari 2010

Anda mungkin juga menyukai