2.1 Definisi...................................................................................................................... 3
2.3 Anatomi..................................................................................................................... 4
2.4 Etiologi...................................................................................................................... 5
2.7 Diagnosis................................................................................................................... 9
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu penyakit yang paling sering mengenai Nervus medianus adalah
neuropati tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus
medianus berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi kulit
telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah
sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus
paling sering mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang
dikenal dengan istilah Sindroma Terowongan Karpal/STK (Carpal Tunnel
Syndrome/CTS).
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan sindrom yang timbul akibat
N.Medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di pergelangan tangan,
sewaktu nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan. CTS
merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan oleh badan-badan statistik perburuhan di
negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai di kalangan pekerja-pekerja
industri.(1)
Tingginya angka prevalensi yang diikuti tingginya biaya yang harus dikeluarkan
membuat permasalahan ini menjadi masalah besar dalam dunia okupasi. Beberapa faktor
diketahui menjadi risiko terhadap terjadinya CTS pada pekerja, seperti gerakan berulang
dengan kekuatan, tekanan pada otot, getaran, suhu, postur kerja yang tidak ergonomik
dan lain-lain.(2) Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat telah
diperkirakan sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan revalensi sekitar
50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study (NIHS)
memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa
adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan
usia berkisar 25 - 64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya
antara 40 – 60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk
wanita dan 0,6% untuk laki-laki CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering
ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus ( 29% kanan,13% kiri ) dan 58%
bilateral.(3,4)
Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam masalah kerja belum diketahui karena
sampai tahun 2001 masih sangat sedikit diagnosis penyakit akibat kerja yang dilaporkan
karena berbagai hal, antara lain sulitnya diagnosis. Penelitian pada pekerjaan dengan
risiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi CTS antara
1
5,6% sampai dengan 15%. Penelitian Harsono pada pekerja suatu perusahaan ban di
Indonesia melaporkan prevalensi CTS pada pekerja sebesar 12,7%. Silverstein dan
peneliti lain melaporkan adanya hubungan positip antara keluhan dan gejala CTS dengan
faktor kecepatan menggunakan alat dan faktor kekuatan melakukan gerakan pada
tangan.(5)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap
nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di
bawah tleksor retinakulum . Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama
acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy Carpal Tunnel
Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada
kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome spontan
pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah Carpal
Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938.
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline, Carpal
Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat
pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal
dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan keluhan mati rasa,
kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh
usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit sistemik, faktor
mekanis dan penyakit local.(3)
3
jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus ( 29%
kanan,13% kiri ) dan 58% bilateral.(5)
Tana et al menyimpulkan bahwa dapat jumlah tenaga kerja dengan CTS di
beberapa perusahaan garmen di Jakarta sebanyak 20,3% responden dengan besar gerakan
biomekanik berulang sesaat yang tinggi pada tangan pergelangan tangan kanan 74,1%,
dan pada tangan kiri 65,5%. Pekerja perempuan dengan CTS lebih tinggi secara
bermakna dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Tidak terdapat perbedaan antara
peningkatan umur, pendidikan, masa kerja, jam kerja serta tekanan biomekanik berulang
sesaat terhadap peningkatan terjadinya CTS.(2)
Jengga et al meneliti bahwa pekerjaan yang beresiko tinggi mengalami Carpal Tunnel
Syndrome adalah (1):
1. Pekerja yang terpapar getaran
2. Pekerja perakitan
3. Pengolahan makanan & buruh pabrik makanan beku
4. Pekerja Toko
5. Pekerja Industri, dan
6. Pekerja tekstil
7. Pengguna komputer.
2.3 Anatomi
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan
tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi
yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon
memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan
otot–otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon– tendonnya berorigo pada
epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan
jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian
distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio
cubiti sekitar 3 cm.(6)
Pada terowongan carpal, N. Medianus mungkin bercabang menjadi komponen
radial dan ulnar. Komponen radial dari N. Medianus akan menjadi cabang sensorik pada
permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis
brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis. Pada 33 %
dari individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan dari N. Medianus.
4
Sebanyak 2 % dari penduduk, m. policis adduktor juga menerima persarafan N.
Medianus. Komponen ulnaris dari N. Medianus memberikan cabang sensorik ke
permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat
mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi
interphalangeal proksimal.(6)
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis
carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan
lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90
derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap N. Medianus yang
menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat
menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot
opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya
kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N.
Medianus. Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan
persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian
telapak tangan dan jari jempol.(6)
N. Medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada
terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi anatomi, yang
menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam kasus Capal Tunnel Syndrome.(3)
2.4 Etiologi
Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar. Dan
pola itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial telapak
tangan. Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik N. Medianus bervariasi antara
dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan keempat. Di terowongan karpal N.
Medianus sering terjepit. N. Medianus adalah saraf yang paling sering mengalami cedera
oleh trauma langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari
5
n.median sehingga menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga. Itulah parestesia
atau hipestesia dari “Carpal Tunnel Sydrome”.(6)
Terdapat beberapa kunci co-morbiditas atau human factor yang berpotensi
meningkatkan risiko CTS. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin
perempuan, dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk kehamilan,
pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan kumulatif, sejarah keluarga
yang kuat, gangguan medis tertentu seperti hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit
rematologi, arthritis, penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan
dan tangan, penyakit menular, dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja
manual di beberapa pekerjaan memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar.(3)
Beberapa penyebab dan factor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal
tunnel syndrome antara lain (7):
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya
HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan
dan tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan
tangan.
3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang
berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang
sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan
pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari
carpal turner syndrome.
4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya
sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari
simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.
6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroidi, kehamilan. 7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase,
mieloma.
7. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
8. Degeneratif: osteoartritis.
9. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,
hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
10. Faktor stress
6
11. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon
menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel
syndrome.
7
peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat.
Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia
yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran
protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan
nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang
setelah tangan yang terlibat digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya
perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi
fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan
digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu
secara menyeluruh.(7)
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan
menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini
diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya
gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema
sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf
tersebut.(7)
Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan CTS terjadi
karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan
dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan
yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus. Pekerja dengan IMT minimal ≥25 lebih
mungkin untuk terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat
badan ramping. American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita
CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS
meningkat.(7)
8
sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri
proksimal mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome.(6)
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah
nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering
membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila
penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan
tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih
banyak mengistirahatkan tangannya.(8) Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka
jari-jari menjadi kurang terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan
pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita
sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones
pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus
medianus.(9)
Gejala Klinis CTS menurut Grafton (2009) adalah sebagai berikut:(7)
1) Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.
2) Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah, khususnya selama
penggunaan.S
3) Penurunan cengkraman kekuatan
4) Kelamahan dalam ibu jari
5) Sensasi jari bengkak, (ada atau tidak terlihat bengkak)
6) Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.
2.7 Diagnosis
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat
dengan pemeriksaan yaitu :
1) Pemeriksaan fisik
9
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS
adalah:(8)
a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan
diagnosa CTS.
10
f) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dynamometer
g) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini
menyokong diagnosa CTS.
h) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
i) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita idak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnose.
j) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-
point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnose
k) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus
medianus. Bila ada akan mendukung diagnose CTS.
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang
patognomonis untuk CTS.(5)
3) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat
apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk
11
menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI dilakukan
pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan untuk mengukur
luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang sensitif dan spesifik
untuk carpal tunnel syndrome.(8)
4) Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula
darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.(8)
12
jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi
pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala,
dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk
penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati.
Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan
menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi
netral selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang.
Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi
peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering
dianjurkan untuk meringankan kompresi.(6,12)
Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:(8)
a) Terapi konservatif
13
Bagan 3 Nerve Glinding
b) Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan
terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-
otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang
paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain
menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau
bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten.(8)
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal,
tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi
14
endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang
minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering
menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS
seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih
baik dioperasi secara terbuka (8)
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari
terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah
sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat
hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi,
penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan
penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi
terowongan karpal.(7)
2.10 Prognosis
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila
keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus dilakukan.
Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada
penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post operatifnya bertahap (7).
15
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini (7):
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus
medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun
prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi
resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur
terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di
tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam
terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan
keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini
tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena
penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit lokal.
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis dan pemeriksaan baik fisik
maupun penunjang. Pemeriksaan fisik yang patognomonis yaitu Phalen test dan Tinnel
test. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dengan Pemeriksaan
elektrodiagnostik, radiologi dan laboratorium.
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan
intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit
endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus
ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan
penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama
minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih
lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak
efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk
meringankan kompresi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Jagga, V. Lehri, A et al. Occupation and its association with Carpal Tunnel
syndrome- A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011. Vol. 7,
No. 2: 68-78.
2. Kurniawan, Bina. et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada
Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.
3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on the
Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. 2008.
4. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome, The Canadian Journal of CME. 2001,101-
117.
5. Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakarta.
Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.
6. Mardjono M dan Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat. 2009.
7. Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7 No.
14.
8. Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. 2004.
9. Mumenthaler, Mark. Et al. Fundamentals of Neurologic Disease. Stuttgard:
Thieme.2006.
17