Disusun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 5
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 7
C. TUJUAN ...................................................................................................... 8
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 9
A. RUANG LINGKUP HUKUM KESEHATAN .......................................... 19
B. PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN ................................................... 9
C. UNDANG-UNDANG (UU) NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG
TENAGA KESEHATAN TERBARU .............................................................. 17
D. POSISI HUKUM KESEHATAN DALAM HUKUM ............................... 23
E. ETIKA PROFESI ........................................ Error! Bookmark not defined.
F. KODE ETIK PROFESI .............................. Error! Bookmark not defined.
G. PERANAN ETIKA DALAM PROFESI .... Error! Bookmark not defined.
H. PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI........ Error! Bookmark not defined.
I. HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN ......... 25
J. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DALAM TRANSAKSI
TERAUPEUTIK ............................................................................................... 27
K. HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBERIKAN
PELAYANAN KESEHATAN ......................................................................... 29
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 33
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 33
B. SARAN ...................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hak asasi manusia, selain itu kesehatan juga salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan
UUD 1945. Oleh sebab itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya harus dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.
5
membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat.
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam
berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian
integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan
berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan konsep pemikiran
penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada
awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit
dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan
yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan
sebagai paradigma sehat. Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya
paradigma sehat maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada
wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan
kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus
menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup
sehat. Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang
sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang
berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan,
ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang
kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan
perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang
memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang
menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat
penerima pelayanan kesehatan. Pertanyaan yang muncul adalah siapa saja
tenaga kesehatan itu dan keterkaitannya dengan sumpah atau kode etik tenaga
kesehatan dokter dan bidan, Dan apakah yang dimaksud dengan hukum
6
kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan
peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di
masa mendatang. Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat
memberikan sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal
terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif,
kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan pembatasan pada
masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum. Dalam
hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok
sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum,
dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan
hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis,
dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini
dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hukum kesehatan, landasan hukum kesehatan, dan siapa
saja tenaga kesehatan, dan etika profesi serta kode etik kesehatan?
2. Bagaimana sejarah hukum kesehatan?
3. Apa saja kelompok-kelompok dalam hukum kesehatan?
4. Bagaimana ruang lingkup dalam hukum kesehatan?
5. Apa saja fungsi dan tujuan dari hukum kesehatan?
6. Apa saja asas-asas hukum kesehatan?
7. Apa hak dan kewajiban hukum kesehatan?
8. Bagaimana posisi hukum kesehatan dalam hukum?
9. Bagaimana peranan etika dalam profesi dan prinsip-prinsip etika profesi?
10. Bagaimana hubungan hukum antara dokter dengan pasien?
11. Apa hak dan kewajiban pasien dalam transaksi teraupeutik?
12. Apa hak dan kewajiban dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan?
7
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hukum kesehatan, landasan
hukum kesehatan, dan siapa saja tenaga kesehatan, dan etika profesi serta
kode etik kesehatan
2. Untuk mengetahui sejarah hukum kesehatan
3. Untuk mengetahui kelompok-kelompok dalam hukum kesehatan
4. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum kesehatan
5. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari hukum kesehtan
6. Untuk mengetahui asas-asas hukum kesehatan
7. Untuk mengetahui hak dan kewajiban hukum kesehatan
8. Untuk mengetahui posisi hukum dalam hukum kesehatan
9. Untuk mengetahui peranan etika dalam profesi dan prinsip-prinsip etika
profesi
10. Untuk mengetahui Untuk mengetahui apa hubungan hukum antara dokter
dengan pasien.
11. Untuk mengetahui apa hak dan kewajiban pasien dalam transaksi
teraupeutik.
12. Untuk mengetahui apa hak dan kewajiban dokter dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
8
BAB II
PEMBAHASAN
9
langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya kepada
hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administarsi Negara.
Dari dua pengertian para ahli yang di kemukakan diatas maka hukum
kesehatan itu mencakup ruang lingkup yang lebih luas dari pada medical law.
Pada medical law berkaitan dengan segi penyembuhanyan saja, sedangkan
dalam hukum kesehatan ( health law ) meliputi tidak hanya dalm segi
penyembuhan akan tetapi juga meliputi sampai ke pemulihan pasien.
Secara ringkas kesehatan adalah :
a. Kumpulan peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan
b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan
dengan upaya dan pemeliharaan di bidang kesehatan.
c. Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan
yang mengatur pelayanan medik dan sarana medik.
Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan yang di maksud dengan Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit.
10
untuk memperoleh informasi. Demikian juga Leenen secara khusus,
menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar manusia yang merupakan
dasar bagi hukum kesehatan.
3. Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-
D3, S1, S2 dan S3: pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus
kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah
yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang
mempunyai pendidikan atau keahlian khususlah yang boleh melakukan
pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta
lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat,
b. Perawat Gigi,
c. Bidan,
d. Fisioterapis,
e. Refraksionis Optisien,
f. Radiographer,
g. Apoteker,
h. Asisten Apoteker,
i. Analis Farmasi,
11
j. Dokter Umum,
k. Dokter Gigi,
l. Dokter Spesialis,
n. Akupunkturis,
p. Okupasi Terapis.
Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan. dan
isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal
merealisasikan ini ada 4 (empat) variabel yang terjadi:
12
3) Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
4) Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.
b. Kode Etik Profesi ialah tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-
kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu,
misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan
suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang
sistematis. Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu
kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat
maupun di tempat kerja.
13
arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral
profesi itu dimata masyarakat.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban
dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu,
yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti.
Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu
didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan
semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat
oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja
dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak
akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan
profesi itu sendiri.
1) Sanksi moral
14
2) Sanksi dikeluarkan dari organisasi
15
Tujuan Kode Etik Profesi
Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan
bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi
kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia,
Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan
lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah
memiliki kode etik.
Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-
perusahaan swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya
dengan itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan sekaligus
16
meningkatkan kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut
dinilai positif.
Pada masa itu profesi kedokteran menjadi monopoli kaum pendeta, leh
karena itu mereka merupakan kelompok yang tertutup, yang mengajarkan ilmu
kesehatan hanya di kalangan mereka sendiri serta merekrut muridnya dari
kalangan atas. Memiliki kewenangan untuk membuat undang-undang, karena
dipercayai sebagai wakil tuhan untuk membuat undang-undang di muka bumi ini.
Undang- undang yang mereka buat memberi ancaman hukuman yang berat,
misalnya hukuman potong tangan bagi seseorang yang melakukan pekerajaan
dokter dengan menggunakan metode yang menyimpang dari buku yang ditulis
sebelumnya sehingga orang enggan memasuki profesi ini.
Mesir pada tahun 2000 SM tidak hanya maju di bidang kedokteran tetapi
juga memiliki hukum kesehatan. Konsep pelayanan kesehatan sudah mulai
dikembangkan dimana penderita/pasien tidak ditarik biaya oleh petugas kesehatan
yang dibiayai oleh masyarakat. Peraturan ketat diberlakukan bagi pengobatan
yang bersifat eksperimen. Tidak ada hukuman bagi dokter atas kegagalannya
selama bku standar diikuti. Profesi kedokteran masih di dominasi kam asta
pendeta dan bau mistik tetap saja mewarnai kedokteran.
17
Sebenarnya ilmu kedokteran sudah maju di babylonia (Raja Hummurabi 2200
SM) dimana praktek pembedahan sudah mulai dikembangkan oleh para dokter,
dan sudah diatur tentang sistem imbalan jasa dokter, status pasien,besar
bayarannya (dari sinilah hukum kesehatan berasal, bukan dar mesir). Dalam kode
Hummurabi diatur ketentuan tentang kelainan dokter beserta daftar hukumnya,
mulai dari hukuman denda sampai hukuman yang mengerikan. Dan pula
ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti budak yang mati akibat kelalaian
dokter ketika menangani budak tersebut.
18
C. KELOMPOK-KELOMPOK DALAM HUKUM KESEHATAN
Hukum kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:
a. Hukum kesehatan yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan
yaitu antara lain:
a. Undang- undang No.23/1992 tentang kesehatan yang diubah
menjadi UU No. 36/2009 tentang kesehatan
b. UU No.29/2004 tentang praktek kedokteran
c. UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit
d. PP No.32/1996 tentang Tenaga Kesehtan
e. Permenkes 161/2010 tentang Uji Kompetensi
b. Hukum Kesehatan yang tidak secara langsung terkait dengan
pelayanan kesehatan antara lain:
a. Hukum Pidana
Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan pelayanan
kesehatan. Misalnya Pasal 359 KUHP tentang kewajiban
untuk bertanggung jawab secara pidana bagi tenaga
kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan pasien
mengalami cacat, gangguan fungsi organ tubuh atau kematian
akibat kelalaian atau keslahan yang dilakukannya.
b. Hukum Perdata
Pasal-pasal hukum perdaa yang terkait dengan pelayanan
kesehatan. Misalnya, pasal 1365 KUHPerd mengatur tentang
kewajiban hukum untuk mengganti kerugian yang dialami
oleh pasien akibat adanya perbuatan melawan prestasi dan
perbuatan melawan hukum yang diadakan oleh tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan memberikan pelayanan
terhadap pasien.
c. Hukum Administrasi
Ketentuan-ketentuan penyelenggara pelayanan kesehatan
baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh
sarana kesehatan yang melanggar hukum administrasi yang
menyebabkan kerugian pada pasien menjadi tanggung jawab
hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan tersebut.
c. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional
a. Konvens
b. Yurisprudensi
c. Hukum kebiasaan
d. Hukum Otonomi
19
a. Perda tentang kesehatan
b. Kode etik profesi
20
bicarakan dalam hal ini yang di sebabkan akibat dari kelalaian atau kesalahan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tersebut yang mempunyai dampak yang
sangat merugikan, selain merusak atau mengurangi kepercayaan masyarakat
terhadap profesi pelayanan kesehatan, juga menimbulkan kerugian terhadap
pasien atau masyarakat.
Maka untuk itu di dalam memahami ada tidak adanya kesalahan atau pun
kelalaian yang dilakukan tenaga medis ,maka hal itu harus
dihadapkan dengan kewajiban profesi disamping harus pula memperhatikan
aspek hukum yang mendasari terjadinya hubungan hukum antara dokter
dengan pasien, yang di karenakan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsipnondiskriminatif,partisipatif,dan
berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia,
serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional mengingat bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-citabangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21
penjahat yang luka-luka karena tembakan, maka tindakan tersebut
sebenarnya keliru dan perlu diluruskan.
Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap
dokter sebagai dewa yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini
juga salah, mengingat dokter adalah manusia biasa yang dapat
melakukan kesalahan didalam menjalankan profesinya, sehingga ia
perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk dihukum.
Keberadaan hukum kesehatan di sini tidak saja perlu meluruskan sikap
dan pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok
dokter yang sering merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses
peradilan.
2. Tujuan Hukum Kesehatan
22
kemampuan dan kekuatan sendiri dengan memanfaatkan potensi nasional
seluas-luasnya.
23
batasi pada hukum yang mengatur tentang produk-produk profesi kedokteran
yang disebabkan karena adanya hubungan dengan pihak lain, baik itu dengan
pasien ataupun dengan tenaga kesehatan yang lain ( Van Der Mijn, 1984 : 2 ).
Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan
orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang
paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai etika tersebut,
suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bersama.
Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi
landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya
maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini
sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan
tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan
para anggotanya.
Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku
sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan
yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi
kemerosotan etika pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah
pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi
dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga
masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
24
2) Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain
atau masyarakat pada umumnya.
25
Pada tahapan hubungan ini, pasien menyadari bahwa dirinya, sederajat
dengan dokter dan dengan demikian apabila terbentuk suatu hubungan
hukum maka hubungan tersebut dibangun atas dasar perjanjian yang di
sepakati bersama antara pasien dengan dokter.
Menurut Lumenta hubungan antara dokter dengan pasien ada 3 ( tiga )
hubungan yanitu :
1. Hubungan patnerlistik.
2. Hubungan individualistik.
3. Hubungan kolegial.
Sedangkan menurut Veronika Komalawati bahwa hubungan antara dokter
dengan pasien di kenal dengan 3 ( tiga ) tahapan yaitu :
1. aktiviti – pasivity relation.
2. Qwidance corporation relation.
3. Mutual partisipation.
Menurut Dasen sebagai mana di kutip oleh Soejhono Soekanto ada
terdapat beberapa alasan mengapa seorang pasien mendatangi dokter, yaitu:
1. Pasien pergi kedokter semata – mata karena ada merasa sesuatu yang
membahyakan kesehatanya.
2. Pasien pergi kedoter di karenakan mengetahui bahwa dirinya sakit dan
dokter dianggap mampu intuk menyembuhkan.
3. Pasien pergi keokter guna mendapatkan pemeriksaan yang intensif dan
mengobati penyakit yang di temukan.
Di dalam hubungan hukum antara dokter dengan pasien menurut undang-
undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 TentangPraktik
Kedokteran pada pasal 52 dan pasal 53 dalam hal hak dan kewajiban pasien
ditemui hubungan hukum pasien dengan dokter yaitu :
Pasal 52 mengatakan bahwa Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai hak sebagai berikut :
26
a. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
27
b) mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
c) mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
dan
d) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Berkaitan dengan hak pasien untuk mendapatkan penjelasan secara
lengkap tentang tindakan medis sebagaimana yang di maksud di dalam
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran di dalam pasal 45 yang menyatakan bahwa :
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. alternatif tindakan lain dan risikonya
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Selain dari pihak pasien yang di atur di dalam perundang – undangan
maka hak pasien juga di cantumkan di dalam peraturan Kode Etik Profesi
Kedokteran Indonesia yaitu :
1. hak untuk hidup, hak atas tubuhnya, dan hak untuk mati secara wajar.
2. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standart
profesi kedokteran.
3. Hak memperoleh penjelasan secara lengkap tenetang diagnosa dan
terapi medis yang di lakukan oleh dokter di dalam mengobatinya.
4. Hak untuk menolak prosedur diagnosis dan terapi yang akan di
rencanakan, bahkan untuk menarik diri dari kontrak teraupeutik.
5. Hak atas kerahasiaan atau rekam medic yang bersifat pribadi.
28
L. HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBERIKAN
PELAYANAN KESEHATAN
Dari sudut pandang sosiologis seorang dokter yang melakukan hubungan
atau transaksi teraupeutik, masing – masing mempunyai kedudukan dan
peranan. Kedudukan yang dimaksud disini adalah kedudukan yang berupa
wadah, hak dan kewajiban. Sedangkan peranan merupakan pelaksanaan hak –
hak dan kewajiban tersebut. Secara sederhana dapat di katakan bahwa hak itu
merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan kewajiban
adalah tugas atau beban yang harus di laksanakan.
Dahulu kedudukan doter di anggap lebih tinggi dari pasien dan oleh
karena itu perananaya lebih penting pula. Dalam perkembangan kehidupan
masyarakat hubungan dokter dengan pasien secara khusus mengalami
perubahan bentuk, hal itu di sebabkan oleh beberapa faktor, antara lainya ialah
sebagai berikut ini :
1. Kepercayaan tidak lagi tertuju kepada dokter pribadi, akan tetapi
kepada kemampuan iptek kesehatan.
2. Masyarakat menganggap bahwa tugas dokter itu bukan hanya
melakukan penyembuhan, akan tetapi juga di lakukan pada perawatan.
3. Adanya kecenderungan untuk menyatakan bahwa kesehatan bukan lagi
merupakan keadaan tanpa penyakit, akan tetapi lelbih berarti oada
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial.
4. Semakin banyaknya perturan yang memberikan perlindungan hukum
kepada pasien, sehinggga lebih mengetahui dan memahami hak –
haknya dalam hubunganya dengan dokter.
5. Tingkat kecerdasan masyarakat menegenai kesehatan semakin
meningkat.
Menurut Leneen sebagaimana yang di kutip oleh soejono soekanto yang
menyatakan bahwa manusia itu mempunyai 2 ( dua ) macam hak asasi yaitu,
hak asasi sosial, dan hak asasi individual. Diamana batas antara keduanya
agak kabur, sehingga di perlukan suatu landasan pemikiran yang berbeda, hal
itu dikarenakan hak asasi individual mempunyai aspek sosial, hal ini berarti
29
kedua kategori hak asasi tersebut dalam kenyataanya mengungkapkan dimensi
individual dan dan sosial dari keberadaan atau existensi sesuatu hak atas
pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak asasi sosial manusia, dengan
demikian untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, pemerintah
telah menetapkanUndang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
Tentang Kesehatan, sebagai pengganti undang – undang nomor 23 tahun 1992
tentang kesehatan, khususnya di pasal 48 yang menyatakan bahwa :
1. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dilaksanakan melalui kegiatan :
a. pelayanan kesehatan
b. pelayanan kesehatan tradisional
c. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
e. kesehatan reproduksi
f. keluarga berencana
g. kesehatan sekolah
h. kesehatan olahraga
i. pelayanan kesehatan pada bencana
j. pelayanan darah
k. kesehatan gigi dan mulut
l. penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
m. kesehatan mata
n. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi danalat kesehatan
o. pengamanan makanan dan minuman
p. pengamanan zat adiktif; dan/atau
q. bedah mayat.
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didukung oleh sumber daya kesehatan.
Menurut Leneen kewajiban dokter dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
dibagi menjadi 3 ( tiga ) kelompok yaitu :
30
1. Kewajiban yang timbul dari sifat peralatan medis dimana dokter harus
bertindak, harus sesuai dengan standart profesi medis.
2. Kewajiban untuk menghormati hak – hak pasien yang bersumber dari
hak asasi di bidang kesehatan.
3. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan
kesehatan.
Kewajiban dokter terhadap pasien di dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan di atur lebih kongkrit di dalam pasal 51 Undang – Undang
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang berbunyi bahwa
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban :
a) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
b) merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
c) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia
d) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
dan
e) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
Selain itu, kewajiban dokter di dalam memberikan pelayanan
kesehatan dapat juga dilihat di dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 34 Tahun 1983 Tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang
menytakan bahwa dokter memiliki serangkaian kewajiban yaitu :
a) kewajiban umum.
b) Kewajiban terhadap penderita.
c) Kewajiban terhadap rekan sejawat.
d) Kewajiban terhadap diri sendiri.
31
Selain dari pada kewajiban dokter di dalam memberikan pelayanan
kesehatan, dokter juga memiliki hak, sebagaimana yang di atur di dalam
pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, yang menyatakan bahwa Dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a) memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.
b) memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional.
c) memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d) menerima imbalan jasa.
32
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bahwa untuk menunjang masuknya arus globalisasi ini maka pemerintah
mencoba untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat,
hal ini untuk menjamin masyarakat dengan adanya perkembangan teknologi
yang sangat cepat sehingga permasalahan kesehatan dapat teratasi demi
kepuasan masyarakat. Kepentingan-kepentingan masyarakat akan dapat
menginginkan adanya perubahan dalam bidang pelayanan kesehatan,
meskipun dalam beberapa kasus yang terjadi saat ini membuat masyarakat
merasa lebih berhati-hati dalam memilih tempat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Dengan hadirnya Undang-Undang nomor 36 tahun 2014
tentang Dasar Hukum Kesehatan ini akan membawa perubahan dalam bidang
pelayanan kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat, Serta
memberikan perlindungan yang maksimal bagi masyarakat.
B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.
33
DAFTAR PUSTAKA
34