Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

SIMULASI MODEL IN VITRO FARMAKOKINETIK OBAT SETELAH


PEMBERIAN SECARA ORAL

Disusun oleh:

Kelompok 1 A

Daris Ardiansyah 11151020000003

Rani Stamrotul Fuadah 11151020000007

Syifa Mufidah 11151020000012

Dimas Aditya Pratama 11151020000023

Ronanda Rumaisha 11151020000027

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan praktikum dari mata kuliah praktikum biofarmasetika dan
farmakokinetika berjudul “Simulasi Model In Vitro Farmakokinetik Obat Setelah
Pemberian Secara Oral”. Laporan praktikum ini disusun sebagai laporan dari hasil
praktikum biofarmasetika dan farmakokinetika (BFFK), serta salah satu syarat
untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum biofarmasetika dan
farmakokinetika (BFFK) Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Laporan praktikum ini berisi tentang hal-hal dan informasi seputar


Simulasi Model In Vitro Farmakokinetik Obat Setelah Pemberian Secara Oral dan
hasil praktikum yang diperoleh di laboratorium. Kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan
ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penyusunan laporan ini,
kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karenanya kami memerlukan kritik dan saran yang membangun dan semoga
laporan praktikum ini dapat bermanfaat.

Tangerang selatan, 11 November 2018

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR ............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4

1.1. Latar Belakang Masalah................................................................................4

1.2. Tujuan Praktikum..........................................................................................4

BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................................6

2.1. Rute Pemberian Obat ...................................................................................6

2.2. Farmakokinetika ...........................................................................................6

2.3. Model Kompartemen ....................................................................................8

BAB III METODE KERJA ................................................................................11

3.1. Alat dan Bahan ...........................................................................................11

3.2. Cara Kerja ...................................................................................................11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................12

4.1. Hasil Pengamatan ........................................................................................12

4.2. Pembahasan .................................................................................................17

BAB V PENUTUP................................................................................................21

5.1. Kesimpulan .................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................22

LAMPIRAN ..........................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat yang diberikan secara oral akan masuk kedalam peredaran darah
setelah mengalami absorbsi dalam saluran cerna. Dari proses tersebut dapat
diperoleh efek sistemik. Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan
ekstravaskular. Pada pemberian secara intravaskular obat akan langsung berada di
sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara
ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi (Zunilda, dkk., 1995).

Konsep dasar dari farmakokinetika adalah salah satunya memahami


parameter-parameter farmakokinetika, yaitu parameter farmakokinetika primer
meliputi volume distribusi (vd), klirens (Cl), dan kecepatan absorbsi (Ka sekunder
meliputi kecepatan eliminasi (K dan T1/2) dan turunan meliputi AUC dan Css.
Dengan konsep-konsep tersebut dilakukan simulasi in vitro dengan menggunakan
suatu model farmakokinetika untuk mengukur parameter- parameter
farmakokinetika dan lebih memahami setiap parameternya.

Dibutuhkan data untuk dapat menggambarkan profil farmakokinetik obat


yang diberikan melalui ekstravaskular. Data tersebut yaitu perbandingan
konsentrasi dengan waktu. Dari kurva tersebut dapat diketahui parameter-
parameter farmakokinetik seperti t1/2, kecepatan absorpsi, nilai AUC dan lainnya.

1.2. Tujuan

Dapat menjelaskan proses farmakokinetika obat di dalam tubuh setelah


pemberian secara bolus intravena dengan simualasi model in vitro
farmakokinetik obat peroral.
Mampu membedakan prinsip model dua kompartemen pada pemberian IV
bolus dengan peroral.

4
Mampu menentukan berbagai parameter farmakokinetik pada model
peroral.
Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala
semilogaritmik.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Rute Pemberian Obat


Rute pemberian obat adalah cara atau jalur masuknya obat ke dalam
tubuh dengan efek tertentu yang dikehendaki. Secara garis besar, rute
pemberian obat terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Intravaskular
Obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik, seperti pemberian
intravena, intraarterial, dan intrakardial. Pemberian intravascular berarti
obat tidak perlu mengalami fase absorbsi.
2. Ekstravaskular
Obat harus diabsorbsi terlebih dahulu sebelum masuk ke peredaran
sistemik. Syarat untuk absorbsi ialah obat harus terbebaskan dahulu dari
bentuk sediannya, dimana pelepasan obat bergantung pada sifat fisiko-
kimia obat dan keadaan lingkungan dari bagian tubuh dimana obat diserap.
Rute pemberian obat secara ekstravaskuler, antara lain oral,
transdermal, subkutan, intramuscular, intrakardial, intratekal, intratikulis,
intraperitoneal.

2.2.Farmakokinetika
Farmakokinetik secara definitif adalah ilmu yang mempelajari kinetika
absorbsi obat, distribusi, dan eliminasi (metabolisme dan ekskresi) (Shargel
dan Yu, 2005). Setelah obat masuk ke dalam tubuh, molekul obat akan
diabsorbsi dari gastrointestinal. Kecepatan absorbsi dan eliminasi menentukan
kadar obat dalam darah yang dicapai oleh sirkulasi sistemik, organ, jaringan
dan sel. Setelah diabsorbsi, obat akan mengalami metabolisme di dalam hati,
dikeluarkan dari hati ke empedu atau mencapai sirkulasi sistemik (Mutschler,
1991).

6
Parameter farmakokinetik ditentukan dengan perhitungan matematika
dari data kinetika obat di dalam plasma atau di dalam urin yang diperoleh
setelah pemberian obat melalui berbagai rute pemberian, baik secara
intravaskular atau ekstravaskular. Adapun parameter-parameter
farmakokinetika :

1. T maksimum (tmaks) yaitu waktu konsentrasi plasma mencapai puncak


dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat. Pada tmaks absorpsi
obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi
obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmaks tercapai, tetapi pada laju
yang lebih lambat.
2. Konsentrasi plasma puncak (Cmaks) menunjukkan konsentrasi obat
maksimum dalam plasma setelah pemberian secara oral. Untuk beberapa
obat diperoleh suatu hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan
konsentrasi obat dalam plasma (Shargel, 2005).
3. Volume Distribusi (Vd) adalah volume yang didapatkan pada saat obat
didistribusikan. Menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan
konsentrasi obat ( C ) dalam darah atau plasma (Holford ,1998).
Vd = Jumlah obat di dalam tubuh / C
4. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva (grafik)
yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari
waktu. AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran
untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk
membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan
kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara
kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung
(Waldon, 2008).
5. Tetapan Laju Eliminasi dan Waktu Paruh dalam Plasma
Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam
darah (plasma) menurun hingga separuh dari nilai seharusnya.
Pengukuran t½ memungkinkan perhitungan konstanta laju eliminasi
dengan rumus : Kel = 0,693 / t½

7
6. Klirens
Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh
atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume
terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel,
2005).

Laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan
terjadinya suatu reaksi kimia. laju reaksi ditentukan melalui percobaan dengan
cara mengukur obat A dalam jarak waktu yang ditetapkan. Orde reaksi
menunjukkan cara bagaimana konsentrasi obat pereaksi mempengaruhi laju
suatu reaksi kimia (Shargel dan Yu, 2005). Tetapan laju reaksi terdiri atas:
Orde Nol Orde Satu Orde Dua
Kecepatan reaksi (k) Kecepatan reaksi (k) Kecepatan reaksi (k)
tidak tergantung pada tergantung pada tergantung konsetrasi
konsentrasi reaktan konsentrasi reaktan reaktan
Kecepatan reaksi:
K [A]0 = k
Cp = Cp0 - kt ln Cp = ln Cp0 - kt 1 1
= + 𝑘𝑡
𝐶𝑝 𝐶𝑝0
[𝐴] 0,693 1
t1/2 = 0,1 × t1/2 = t1/2 = 𝑘[𝐴]0
𝑘 𝑘

Jika diplotkan akan Jika diplotkan ln Cp vs t, Jika diplotkan pada


membentuk garis lurus akan menghasilkan garis grafik 1 vs t adalah
𝐶𝑝
dengan slope negatif lurus dan slopnya adalah
garis lurus, slope nya
–k
adalah +k
(Hill, 2002)

2.3.Model Kompartemen
Penelitian farmakokinetik suatu zat aktif merupakan penelitian
identifikasi dan penetapan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu
sehingga dapat menggambarkan model matematik. Model tersebut dapat
berupa model satu kompartemen atau multi kompartemen yang sangat

8
tergantung pada proses yang dialami zat aktif selama dalam tubuh (Shargel
dan Yu, 2005).
1. Model satu kompartemen terbuka
Pada model satu kompartemen terbuka, obat hanya dapat
memasuki darah dan mempunyai volume distribusi kecil, atau juga dapat
memasuki cairan ekstra sel atau bahkan menembus sehingga menghasilkan
volume distribusi yang besar (Gibson, 1991). Pada model satu
kompartemen terbuka terlihat seolah olah tidak ada f.ase distribusi, hal ini
disebabkan distribusinya berlangsung cepat.

Persamaan yang terkait dengan model ini adalah:


Cp = Cp0 . e-ke.t (untuk rute intravena)
Cp = B. eka.t – A . e-α.t (untuk rute oral)
Keterangan :
Cp = Konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t
Cpo = Konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t = 0
Ke = Konstanta kecepatan eliminasi dari kompartemen pusat
Ka = Konstanta kecepatan absorbsi
α = Konstanta kecepatan eliminasi
A = Nilai perpotongan garis regresi di sumbu y dari residual fase
B = Nilai perpotongan garis regresi di sumbu y dari fase absorbsi.

2. Model dua kompartemen terbuka


Model dua kompartemen terbuka terdiri dari kompartemen pusat
dan perifer, biasanya kompartemen pusat adalah darah dan perifernya
jaringan lain. Pengelompokan kompartemen pusat maupun perifer
tergantung pada obat yang bersangkutan (Gibson, 1991). Distribusi obat
dalam darah ke jaringan lunak dan ke dalam jaringan dalam lain terjadi

9
pada laju yang berbeda - beda. Keadan tunak yang tercapai akan
mengakhiri fase distribusi.

Keterangan:

K12 = Tetapan kecepatan transfer obat dari kompartemen 1 ke


kompartemen 2
K21 = Tetapan kecepatan transfer obat dari kompartemen 2 ke
kompartemen 1
K10 = Tetapan kecepatan eliminasi
Ka = Tetapan kecepatan absorbsi
Persamaan farmakokinetik dua kompartemen setelah pemberian oral
adalah:
Cp = Ae – αt + Be-ßt + Ce-kat
𝐴 𝐵 𝐶
AUC = 𝛼 + +
𝛽 𝐾𝑎

Keterangan :
Cp = Konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t
α = Konstanta laju reaksi untuk fase distribusi
ß = Konstanta laju reaksi untuk fase eliminasi
A = Perpanjangan y-axis ekstrapolasi fase distribusi
B = Perpanjangan y-axis ekstrapolasi fase eliminasi
Ka = Konstanta kecepatan absorbsi
C = A+B

10
BAB III
METODE KERJA

3.1. Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Beker glass 1. Larutan
Paracetamol
2. Pipet Tetes 2. Aquadest
3. Hot Plate
4. Stirer
5. Kantung Dialisis
6. Tali
7. Statif
8. Termometer

3.2. Cara Kerja


1. Larutan Paracetamol dibuat dalam 2000 ppm dalam labu ukur 250 mL
2. Kemudian 5 mL larutan Paracetamol 2000 ppm dimasukan kedalam
kantung Dialisis
3. Kantung Dialisis digantung dengan tali pada statif, dengan bagian yang
mengandung larutan paracetamol terendam dalam Bekerglass yang
mengandung Aquadest
4. Cuplikan diambil sebanyak 10 mL pada waktu 5, 10, 15, 20, 30, 40,
60, 70 menit untuk dianalisis. Setiap kali pengambilan cuplikan diganti
dengan Aquadest sebanyak volume cuplikan yang diambil (10 mL)
5. Ditentukan kadar obat dalam cuplikan 10 mL mL pada waktu 5, 10,
15, 20, 30, 40, 60, 70 menit menggunakan Spektrofotometri
6. Plot data kadar obat setiap waktu. Selanjutnya hitung harga Co dan K.
Kemudian hitung harga Vd, Cl, dan T ½

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
1. Pembuatan kurva kalibrasi parasetamol
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
5 0.310
10 0.531
15 0.763
20 0.996
25 1.196

Kalibrasi PCT y = 0.2x - 4


R² = 1
2.5

2
Absorbansi

1.5

0.5

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Konsentrasi (ppm)

12
2. Hasil Spektrofotometri UV-Vis Dari Sampel Parasetamol Setelah
Pemberian Oral (Alat)
Waktu Absorbansi Pengenceran Konsentrasi Sebenarnya Istilah
(menit)
5 menit 0.186 - y = 0.0447𝑋 + 0.0881 Cp1
0.186 = 0.0447𝑋 + 0.0881
−0.0447𝑋 = 0.0881
− 0.186
𝑋 = 2.19 𝑝𝑝𝑚
10 0.365 - y = 0.0447𝑋 + 0.0881 Cp2
menit 0.365 = 0.0447𝑋 + 0.0881
−0.0447𝑋 = 0.0881
− 0.365
𝑋 = 6.19 𝑝𝑝𝑚
15 0.445 - y = 0.0447𝑋 + 0.0881 Cp3
menit 0.445 = 0.0447𝑋 + 0.0881
−0.0447𝑋 = 0.0881
− 0.445
𝑋 = 7.98 𝑝𝑝𝑚
20 0.519 - y = 0.0447𝑋 + 0.0881 Cp4
menit 0.519 = 0.0447𝑋 + 0.0881
−0.0447𝑋 = 0.0881
− 0.519
𝑋 = 9.64 𝑝𝑝𝑚
30 0.580 - y = 0.0447𝑋 + 0.0881 Cp5
menit 0.580 = 0.0447𝑋 + 0.0881
−0.0447𝑋 = 0.0881
− 0.580
𝑋 = 11 𝑝𝑝𝑚
50 0.555 - y = 0.0447𝑋 + 0.0881 Cp6
menit 0.555 = 0.0447𝑋 + 0.0881

13
−0.0447𝑋 = 0.0881
− 0.555
𝑋 = 10.45 𝑝𝑝𝑚
70 0.455 - y = 0.0447𝑋 + 0.0881 Cp7
menit 0.455 = 0.0447𝑋 + 0.0881
−0.0447𝑋 = 0.0881
− 0.455
𝑋 = 8.21 𝑝𝑝𝑚

Kurva Kelompok Alat y = 0,0666x + 6,0477


R² = 0,2705
12

10

8
Cp (ppm)

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (menit)

3. Data Yang Memiliki Kurva Linear


Waktu (menit) Cp Ln Cp
50 10.45 2.35
70 8.21 2.12

14
Kurva Eliminasi y = -0.0115x + 2.925
R² = 1
2.4

2.35

2.3

Ln Cp (ppm) 2.25

2.2

2.15

2.1
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (menit)

Mencari nilai A :
𝑦 = −0.0115𝑋 + 2.925
𝑦 = −0.0115(0) + 2.925
𝑦 = 2.925
𝐿𝑛 𝐶𝑝 = 2.925
𝐶𝑝 = 18.63
𝐴 = 18.63

4. Menentukan Nilai Cp’


Keterangan Nilai
Cp1’ 17.8
Cp2’ 16.5
Cp3’ 15.5
Cp4’ 14.5
Cp5’ 13

5. Menentukan Nilai Cpdiff


Keterangan Cpdiff
Cp1diff 𝐶𝑝1′ − 𝐶𝑝1 = 17.8 − 2.19 = 15.61
Cp2diff 𝐶𝑝2′ − 𝐶𝑝2 = 16.5 − 7.98 = 10.31
Cp3diff 𝐶𝑝3′ − 𝐶𝑝3 = 15.5 − 7.98 = 7.52
Cp4diff 𝐶𝑝4′ − 𝐶𝑝4 = 14.5 − 9.64 = 4.86
Cp5diff 𝐶𝑝5′ − 𝐶𝑝5 = 13 − 11 = 2

15
6. Menentukan Kurva Absorbsi

Waktu
Cpdiff Ln Cpdiff
(menit)
5 15.61 2.748
10 10.31 2.333
15 7.52 2.018
20 4.86 1.581
30 2 0.693

y = -107,89x + 3462,3
Kurva Absorbsi R² = 0,9576
3,500

3,000

2,500
Ln Cpdiff (ppm)

2,000

1,500

1,000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)

7. Nilai Parameter
Nilai Teoritis Praktikum
Parameter
Co 𝑀1 × 𝑉1 = 𝑀2 × 𝑉2 𝐶𝑡 = 𝐴 (𝑒 −𝐾𝑡 − 𝑒 −𝐾𝑎𝑡 )
2000 𝑝𝑝𝑚 × 5 𝑚𝑙 = 𝑀2 × 400 𝑚𝑙 𝐶𝑡 = 18.63(𝑒 −(0.0117)(0) − 𝑒 −(0.0744)(0) )
𝑀2 = 25 𝑝𝑝𝑚 𝐶𝑜 = 18.63 µ𝑔/𝑚𝑙
𝐶𝑜 = 25 𝑝𝑝𝑚 = 0.025 𝑚𝑔/𝑚𝑙 𝐶𝑜 = 0.01863 𝑚𝑔/𝑚𝑙
Do Konsentrasi sampel × Volume Konsentrasi sampel × Volume
2000 ppm × 5 ml 2000 ppm × 5 ml
= 10 mg = 10 mg
Cl 12 ml/menit 𝐾 × 𝑉𝑑
= 0.0117/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 × 536.768 𝑚𝑙
= 6.28 𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
K 𝐶𝑙 𝐿𝑛 8.21 − 𝐿𝑛 18.63
𝐾= 𝐾=
𝑉𝑑 70 − 0
12 𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 2.105 − 2.925
𝐾= 𝐾=
400 𝑚𝑙 70
𝐾 = 0.03/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 −0.82
𝐾=
70
𝐾 = 0.0117/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

16
Ka 𝐿𝑛 2 − 𝐿𝑛 18.63 𝐿𝑛 2 − 𝐿𝑛 18.63
𝐾𝑎 = 𝐾𝑎 =
30 − 0 30 − 0
0.693 − 2.925 0.693 − 2.925
𝐾𝑎 = 𝐾𝑎 =
30 30
−2.232 −2.232
𝐾𝑎 = 𝐾𝑎 =
30 30
𝐾𝑎 = 0.0744/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝐾𝑎 = 0.0744/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Vd 400 ml 𝐷𝑜
𝐶𝑜
10 𝑚𝑔
= 536.768 𝑚𝑙
0.01863 𝑚𝑔/𝑚𝑙
T1/2 0.693 0.693
𝐾 𝐾
0.693 0.693
= =
0.03/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0.0117/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 23.1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 59.23 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
AUC 𝐶𝑜 𝐶𝑜
𝐾 𝐾
20 𝑝𝑝𝑚 18.63 𝑝𝑝𝑚
= =
0.03/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0.0117/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 666.67 µ𝑔. 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡/𝑚𝑙 = 1592.3 µ𝑔. 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡/𝑚𝑙

4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini simulasi model in vitro farmakokinetik obat
setelah pemberian secara peroral dengan kompartemen satu terbuka
digunakan sampel obat paracetamol, tujuan praktikum ini adalah
memahami konsep farmakokinetika suatu obat dan dapat menjelaskan
proses farmakokinetika obat dalam tubuh setelah pemberian melalui rute
peroral dengan cara mengamati perubahan konsentrasi obat terhadap
waktu. Profil farmakokinetika dari suatu obat yang diberikan secara
intravascular akan berbeda dengan profil farmakokinatik pada pemberian
ekstravaskular (peroral), karena pada pemberian ekstravaskular obat harus
melalui tahap absorpsi melalui membran. Laju absorbsi ini lah yang kan
mempengaruhi profil farmakokinetik dari pemberian secara oral.
Paracetamol atau acetaminophen (nama IUPAC : 4-
Hydroxyacetanilide) adalah serbuk kristal putih (Verschueren, 1996),
memiliki berat molekul 151,17 dan memiliki kelarutan buruk didalam air,
dan sangat larut dalam etanol. Stabilitasnya pada peningkatan suhu dapat
mempercepat degradasi obat (Depkes, 1979). Acetaminophen adalah
turunan p-aminofenol dengan aktivitas analgesik dan antipiretik.

17
Paracetamol yang telah dimasukkan ke dalam kantung dialisis dan
digantungkan di statif kemudian direndam dalam media yang terdiri dari
aquadest bersuhu 37⁰C yang dijaga menggunakan hot plate. Keadaan ini
dibuat agar menyerupai sistem saluran pencernaan manusia. Magnetic
stirer digunakan dengan kecepatan rendah sebagai simulator gerakan
peristaltik usus. Selain itu juga berfungsi sebagai homogenizer larutan
paracetamol yang telah keluar dari membran dialisis (terabsorbsi usus).
Alat simulator kompartemen 1 yang digunakan berupa bejana kaca
yang memiliki keran sebagai tempat ekskresi obat. Kedalam bejana
dituangkan air sebanyak 400 ml, dimana volume tersebut menggambar Vd
(volume distribusi) obat dalam darah. Banyaknya volume air yang
dialirkan melalui keran diatur sebanyak 12 ml/menit, dimana jumlah
tersebut menggambar klirens (Cl). Untuk menjaga volume distribusi agar
tetap konstan, kedalam bejana dialirkan infus aquadest dengan kecepatan
alir yang sama dengan nilai klirens (12 ml/menit).
Setelah alat simulator selesai disetting, membrane dialysis yang
berikan larutan parasetamol dicelupkan ke dalam bejana. Kemudian
sampling dilakukan pada waktu menit ke- 5, 10, 15, 20, 30, 40, dan 60,
dengan volume sampling yaitu 10 ml. Setiap setelah pengambilan sampel
maka dilakukan penggantian cairan yang sama (aquadest) sejumlah cairan
yang diambil untuk sampling yaitu 10 mL. hal ini dilakukan agar volume
distribusi tetap konstan (tidak berkurang).
Simulasi model in vitro pemberian paracetamol peroral ini
merupakan simulasi dari model kompartemen satu terbuka menggunakan
alat dikarenakan media yang digunakan hanya satu yang menyerupai
tubuh manusia yang diasumsikan sebagai satu kesatuan yang sama. Cara
ini merupakan cara paling sederhana untuk menggambarkan proses
distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh (Shargel, 2012).

Pada praktikum yang telah dilakukan nilai absorbansi yang baik


berdasarkan uji spektrofotometer yaitu masuk kedalam rentang 0,2-0,8
sesuai aturan Hukum Lambert Beer. Pada menit ke 5, didapatkan
absorbansi sebesar 0.186, pada menit ke 10 didapatkan absorbansi sebesar

18
0.365, pada menit ke 15 sebesar 0.445, menit ke 20 sebesar 0.519, menit
ke 30 sebesar 0.580, menit ke 50 sebesar 0.555, menit ke 70 sebesar 0.455.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai yang didapatkan pada
menit 5 ke 30 sampel mengalami kenaikkan dimana peningkatan tersebut
menunjukkan bahwa obat mengalami proses absorbansi dalam tubuh.
Hasil konsentrasi sesungguhnya yang diperoleh pada menit ke 5
sampai 70 metode alat yaitu 2.19 ppm, 6.19 ppm, 7.98 ppm, 9.64 ppm, 11
ppm, 10.45 ppm, dan 8.21 ppm. Konsentrasi sesungguhnya (Cp) tersebut
mengalami kenaikan pada menit ke 5 sampai menit ke 30 yang
menunjukan kenaikkan kadar obat mengikuti pola kinetika absorbsi yang
dimiliki obat tersebut.
Parameter farmakokinetik yang pertama adalah Volume distribusi
(Vd), yaitu merupakan volume hipotesis cairan tubuh yang akan
diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi yang sama
seperti yang ditemukan dalam darah (Ansel, 2006). Proses distribusi
diilustrasikan oleh larutan dalam gelas beker model kompartemen satu
terbuka. Model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat
dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar
obat dalam jaringan (Shargel, 1988).

Berdasarkan teoritis, volume distribusi bernilai 400 ml dan dari


hasil percobaan diperoleh hasil 536.768 ml. Hasil ini sejalan dengan teori
semakin banyak obat yang terdistribusi ke dalam jaringan semakin rendah
kadar obat di dalam darah dalam artian nilai F-nya akan lebih kecil.

Parameter selanjutnya adalah klirens. Pada metode alat secara


teoritis klirens diatur 12 ml/menit dan kemudian dari hasil praktikum
diperoleh hasil perhitungan 6.28 ml/menit. Nilai-nilai tersebut
menggambarkan eliminasi obat tanpa modifikasi dimana merupakan
jumlah volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan dari
kompartemen tubuh setiap waktu tertentu.

Parameter selanjutnya adalah tetapan kecepatan elimiasi (Kel).


Parameter ini menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses-

19
proses kinetik mencapai kesetimbangan. Pada metode alat secara teoritis
diperoleh nilai Kel = 0,03/menit, sementara pada praktikum didapatkan
0,0117/menit. Nilai ini menggambarkan proses eliminasi, namun perlu
diingat bahwa pada waktu itu kemungkinan proses absorpsi dan distribusi
masih saja berlansung.
Parameter selanjutnya adalah waktu paruh (t1/2 eliminasi)
merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat
sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan t1/2 pendek akan berada di
dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai t1/2 panjang.
Pada metode chamber berkran pada teoritis didapat 23.1 menit, sedangkan
pada hasil percobaan juga nilai t1/2 = 59.23 menit.
Kemudian dari hasil perhitungan AUC teoritis didapatkan nilai
sebesar 0,666 mg/menit, dan 1,592 mg/menit pada metode alat pada ketika
praktikum. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva
(grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi
dari waktu. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-
masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak
mengalami perubahan (Waldon, 2008).
Terakhir, diperoleh perbandingan hasil antara perhitungan teoritis
dan perhitungan hasil percobaan. Perbedaan-perbedaan nilai yang
diperoleh berdasarkan hasil percobaan dan hasil teoritis ini disebabkan
karena faktor human error, seperti pada proses sampling, perlakuan
terhadap sampel uji; cairan masuk maupun yang keluar.

20
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pada praktikum yang telah dilakukan nilai absorbansi yang baik


berdasarkan uji spektrofotometer yaitu masuk kedalam rentang 0,2-0,8
sesuai aturan Hukum Lambert Beer. Pada menit ke 5, didapatkan
absorbansi sebesar 0.186, pada menit ke 10 didapatkan absorbansi sebesar
0.365, pada menit ke 15 sebesar 0.445, menit ke 20 sebesar 0.519, menit
ke 30 sebesar 0.580, menit ke 50 sebesar 0.555, menit ke 70 sebesar 0.455.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai yang didapatkan pada
menit 5 ke 30 sampel mengalami kenaikkan dimana peningkatan tersebut
menunjukkan bahwa obat mengalami proses absorbansi dalam tubuh.
Hasil konsentrasi sesungguhnya yang diperoleh pada menit ke 5
sampai 70 metode alat yaitu 2.19 ppm, 6.19 ppm, 7.98 ppm, 9.64 ppm, 11
ppm, 10.45 ppm, dan 8.21 ppm. Konsentrasi sesungguhnya (Cp) tersebut
mengalami kenaikan pada menit ke 5 sampai menit ke 30 yang
menunjukan kenaikkan kadar obat mengikuti pola kinetika absorbsi yang
dimiliki obat tersebut. Jadi, hasil yang didapat pada saat praktikum sesuai
dengan teori.

21
DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta: UI Press


Harmita. 2006. Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Jakarta:
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia

Holford, N.H. (1998). Farmakokinetik dan Farmakodinamik: Pemilihan Dosis


yang Rasional dan Waktu Kerja Obat. Dalam Farmakologi Dasar dan
Klinik. Edisi IV. Penerjemah: Bagian Farmakologi FKUA. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika. Hal. 24.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat Edisi V, 88, Bandung: Penerbit ITB

Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, 88, Penerbit ITB, Bandung
Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga

S. M. Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas


Indonesia Press

Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya.
Shargel, Leon., Yu, Andrew B. C., 2005. Applied Biopharmaceutical and
Pharmacokinetics fifth edition. New York: the McGraw-Hill companies.
Sinko. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Diterjemahkan oleh
Djajadisastra. EGC. Jakarta.
Syukri. 2002. Biofarmasetika. UII Press. Yogyakarta.
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 540-541.

22
Triyati, Etty. 1985. Spektrofotometer Ultra-violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya dalam Oseanologi. Diakses dari www.oseanografi.lipi.go.id
pada 10 November 2018 pukul 12.03 WIB

Waldon, D.J. (2008). Pharmacokinetic and Drug Metabolism. Cambridge:


Amgen, Inc., One Kendall Square, Building 1000, USA.

23
LAMPIRAN

Membran dialysis yang telah di isi 5


ml larutan induk parasetamol
2000ppm. Kemudian diikat kedua
sisinya ditekuk menjadi 2 dan
diikatkan tali.

Kemudian alat diisi dengan aquades


500 ml (sebagai Vd). Diatur
klirensnya melalui keran dan diatur
spuit untuk pengambilan sampel. Di
letakkan di atas hot plate dan
dimasukkan magnetic stirrer.

24
Setiap menit ke 5, 10. 15, 20, 30, 40
dan 60 diambil sampelnya sebanyak 10
ml

Sampel siap untuk di cek menggunakan


spektofotometri UV-Vis

25

Anda mungkin juga menyukai