Anda di halaman 1dari 27

BAB l

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
meyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Permenkes, 2016).
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian atau fasilitas di rumah sakit,
tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditunjukkan
untuk keperluan rumah sakit itu sendiri yang mencakup perencanaan, pengadaan,
produksi, penyimpanan dan pendistribusian serta pengendalian distribusi dan
penggunaan seluruh perbekalan kesehatan / sediaan farmasi di rumah sakit (Siregar,
2004).
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes, 2016).
Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan penunjang di rumah
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal itu diperjelas dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian rumah
sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah
sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyedian obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.

1
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh
rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi
kegiatan Pelayanan Kefarmasian (Permenkes, 2016).
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang
efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15
ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan
bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai
di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu.
Berdasarkan paparan diatas laporan ini akan membahas pelayanan farmasi
dirumah sakit dalam pengelolaan sediaan farmasi yaitu pada aspek pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, dan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medih habis pakai di RSUD M.Natsir Solok.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pemilihan, perencanaan, pengadaan, dan penerimaan obat dan
perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi RSUD M. NATSIR?
2. Apakah pemilihan, perencanaan, pengadaan, dan penerimaan obat dan
perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi RSUD M. NATSIR sudah sesuai
dengan Permenkes no.72 tahun 2016?

1.3 Tujuan

2
1. Untuk mengetahui pemilihan, perencanaan, pengadaan, dan penerimaan
obat dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi RSUD M. NATSIR.
2. Untuk mengetahui pemilihan, perencanaan, pengadaan, dan penerimaan
obat dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi RSUD M. NATSIR
sesuai dengan Permenkes no.72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit

1.4 Manfaat
Memberikan informasi bagaimana pelaksanaan pemilihan, perencanaan,
pengadaan, da penerimaan obat dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi RSUD
M. NATSIR dengan permenkes no.72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit


2.1.1 Pengertian
Instalasi Farmasi RumahSakit (IFRS) adalah bagian yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan perbekalan farmasi. Instalasi farmasi merupakan unit pelaksana
fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah
sakit. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker yang memiliki SIPA yang masih aktif
sebagai penanggungjawab (Permenkes No 72 Tahun 2016).

2.1.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit


1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi
dan keamanan serta meminimalkan risiko.
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
5. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit (Permenkes No 72 Tahun 2016).

2.1.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi :
a. Pemilihan perbekalan farmasi
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif, efisien dan
optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi.

4
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit.

2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Proses pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang menyangkut aspek perencanaan atau seleksi, pengadaan, pendistribusian dan
penggunaan perbekalan farmasi dengan memanfaatkan sumber sumber yang tersedia
seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan organisasi. Siklus pengelolaan perbekalan farmasi meliputi:pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan, pengendalian, danadministasi (Permenkes, 2016)

2.2.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b) Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan
c) Pola penyakit
d) Efektifitas dan keamanan
e) Pengobatan berbasis bukti
f) Mutu
g) Harga, dan
h) Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah
Sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi
Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah

5
Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah
Sakit (Permenkes No 56 Tahun 2014).
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan
pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan
Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a) membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional
(SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik
b) mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi
c) membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika
diperlukan dapat meminta masukan dari pakar
d) mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik
e) membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
f) menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit
g) menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi, dan
h) melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring

Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit (Permenkes No 72


Tahun 2016) :
a. mengutamakan penggunaan Obat generik
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak lansung, dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit,
maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau
pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan

6
indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya. Formularium Rumah Sakit ini
dibuat oleh Tim Komite Medik yang ditunjuk melalui Surat Keputusan Direktur
Rumah Sakit yang diketuai oleh seorang dokter, sekretaris seorang Apoteker, dan
anggota dari tenaga kesehatan lainnya yang menyusun dan merevisi sesuai dengan
diagnosa, clinical pathway serta kebutuhan pengobatan di Rumah Sakit (Kemkes RI,
2010).

2.2.2 Perencanaan Kebutuhan


Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk
menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Permenkes No. 72 Tahun 2016).

A. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:


 Anggaran yang tersedia;
 Penetapan prioritas;
 Sisa persediaan;
 Data pemakaian periode yang lalu;
 Waktu tunggu pemesanan; dan
 Rencana pengembangan.
B. Kompilasi penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi, memberikan informasi bahwa :
 Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit
pelayanan
 Presentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan setahun seluruh unit pelayanan
 Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi

7
 Perhitungan kebutuhan

Untuk mengetahui terjadinya kekosongan atau kelebihan pada perbekalan


farmasi maka dibutuhkan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan
perbekalan farmasi secara terpadu maka diharapkan perbekalan farmasi yang
direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat
dibutuhkan (Kemkes RI, 2010).

C. Penghitungan kebutuhan
Penghitungan kebutuhan dapat dilakukan dengan beberapa metoda meliputi:
1. Metoda konsumsi
Metoda yang didasarkan pada data riil konsumsi perbekalan periode yang lalu
dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung jumlah perbekalan farmasi
yang dibutuhkan adalah :
 Pengumpulan dan pengolahan data
 Analisa data untuk informasi dan evaluasi
 Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
 Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dan alokasi dana.
Data yang diperlukan untuk menyusun perencanaan dengan metoda konsumsi
adalah:
 Pemakaian tahun lalu
 Stok on hand
 Waktu tunggu
 Harga obat dan alat kesehatan
 Dana yang tersedia

Ada 9 langkah untuk menghitung perencanaan obat dengan metoda konsumsi


yaitu :

a) Menghitung pemakaian nyata pertahun


Pemakaian nyata pertahun adalah jumlah obat yang dikeluarkan untuk jangka
waktu 1 tahun (datanya bisa didapat dari laporan bulanan atau tahunan)
Rumus :

8
Pemakaian = (Stock awal tahun + penerimaan) – (sisa stock akhir tahun - jumlah
obat yang hilang/rusak/exp.date)

b) Menghitung Pemakaian Rata-rata perbulan

Rumus :Pemakaian rata-rata 1 bulan =

c) Menghitung kekurangan obat merupakan jumlah obat yang diperlukan selama


bulan yang kosong
Rumus :
Kekurangan obat = pemakaian rata-rata/bulan x jumlah bulan yang kosong

d) Menghitung Pemakaian Obat Sesungguhnya


Rumus :
Pemakaian obat sesungguhnya = Pemakaian nyata + kekurangan obat
e) Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang merupakan ramalan
kebutuhan obat yang sudah mempertimbangkan peningkatan jumlah pelanggan
yang akan dilayani. Jumlah pelanggan dihitung dengan persamaan regresi dari
data peningkatan minimal dari 5 tahun sebelumnya.
Rumus :Misalkan tren peningkatan kunjungan adalah A%, maka :
Kebutuhan obat yang akan datang = kebutuhan sesungguhnya + (kebutuhan
sesungguhnya x A%)

f) Menghitung kebutuhan Lead Time (Waktu tunggu). Lead time adalah jangka
waktu mulai dari perencanaan diajukan sampai barang diterima.
Rumus :
Kebutuhan lead time = Pemakaian rata-rata/bulan x waktu tunggu (bulan)

g) Menentukan buffer stock


Buffer stock ditentukan dengan 2 cara :
 Berdasarkan waktu tunggu

Waktu tunggu Stock Pengaman


1 bulan 2 minggu

9
2 bulan 4 minggu
3 bulan 5 minggu
4 bulan 6 minggu
6 bulan 8 minggu
8 bulan 9 minggu
12 bulan 12 minggu

h) Menghitung jumlah obat yang diprogramkan tahun yang akan datang


Rumus :
Jumlah obat yang diprogramkan = Kebutuhan obat tahun yang akan datang + lead
time + buffer stock

i) Menghitung jumlah obat yang akan diadakan


Rumus :
Jumlah obat yang diadakan = Jumlah obat yang diprogramkan – stock akhir tahun

Contoh perhitungan :
Total pengadaan Amoksisilin Tablet Januari-Desember 2018 = 1.000.000 tablet
(ternyata habis dipakai selama 10 bulan, sehingga ada kekosongan obat 2 bulan)
Sisa stok per 31 Desember 2018 = 0 tablet
a) Pemakaian rata-rata perbulan 500.000 tablet / 10 = 50.000 tablet
b) Kebutuhan pemakaian 12 bulan = 50.000 x 12 = 600.000 tablet
c) Stok pengaman (10-20%) = 20% x 600.000 tablet = 120.000 tablet
d) Lead time (waktu tunggu) 3 bulan = 3 x 120.000 = 360.000 tablet
e) Kebutuhan Amoksisilin tablet tahun 2019 adalah b + c + d = 600.000 +
120.000 + 360.000 tablet = 1.080.000 tablet
f) Jadi pengadaan tahun 2019 adalah hasil perhitungan e sisa stok yaitu =
1.080.000 tablet atau sama dengan 10.800 box @ 100 tablet

2. Metoda Epidemiologi
Untuk menyusun perencanaan dengan metoda epidemiologi selain
membutuhkan data dengan perhitungan metoda konsumsi juga dibutuhkan data-data
berikut :
 Pola penyakit
 Standard terapi
 Jumlah kunjungan

Contoh perhitungan :

10
Menghitung masing-masing obat yang diperlukan perpenyakit berdasarkan pedoman
penyakit diare akut, maka :
Untuk anak-anak :
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 10 bungkus oralit @200ml
Jumlah kasus = 5000 kasus, jumlah oralit yang diperlukan :
5000 kasus x 10 bungkus = 50.000 bungkus @200 ml
Untuk dewasa :
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 5 bungkus oralit @1 liter
Jumlah kasus = 5000 kasus, jumlah oralit yang diperlukan :
5000 kasus x 5 bungkus = 25.000 bungkus @1 liter
Kebutuhan obat yang akan datang harus mempertimbangkan peningkatan kunjungan,
lead time dan stok pengaman.
Perbandingan metoda konsumsi dan epidemiologi:
Konsumsi Epidemiologi
 Pilihan pertama dalam perencanaan  Lebih akurat dan mendekati
dan pengadaan kebutuhan sebenarnya
 Lebih mudah dan cepat dalam  Pengobatan lebih rasional
 Perhitungan lebih rumit
perhitungan
 Tidak dapat digunakan untuk semua
 Kurang tepat dalam penentuan jenis
penyakit
dan jumlah
 Data yang diperlukan lebih banyak
 Mendukungketidakrasionalan dalam
(kunjungan pasien, sepuluh besar
penggunaan
pola penyakit, persentase dewasa
dan anak)

D. Evaluasi perencanaan, berdasarkan system VEN


V : Vital / very essential => 20% stock kerja
(kelompok obat untuk memperpanjang hidup, untuk mengatasi
penyebab kematian ataupun pelayanan pokok kesehatan => stock
tidak boleh kosong)
E : Esensial => 10% stock kerja
(obat yang bekerja pada sumber penyakit, obat yang digunakan
paling banyak dalam pengobatan penyakit terbanyak => kekosongan
dapat ditolerir < 48 jam)
N : Non-Esensial => 0-5% stock kerja

11
(obat penunjang agar jadi lebih baik => kekosongan dapat ditolerir >
48 jam).
Jumlah kebutuhan yang telah diperoleh pada perhitungan idealnya diikuti
dengan evaluasi.
Cara evaluasi yang dapat dilakukan antara lain :
 Analisa nilai ABC untuk evaluasi aspek ekonomi
 Pertimbangan kriteria VEN untuk menganalisa aspek medik/terapi
 Kombinasi ABC dan VEN
 Revisi daftar perbekalan farmasi

Klasifikasi A total dana yang dibutuhkan 70%, B = 71-90%, C = 90-100%

2.2.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses
pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan
tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,

12
reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok
Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat
Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
A. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan
jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
a.Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
b.Persyaratan pemasok.
c.Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
d.Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

B. Produksi Sediaan Farmasi


Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
a) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
b) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
c) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
d) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
e) Sediaan Farmasi untuk penelitian;
f) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
(Kemkes RI, 2010).

C. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.

13
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan,
maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak
sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.

D. Sistem Pengadaan dapat dilakukan Menurut Permenkes RI No 63 tahun 2014 ;


1. Katalog Elektronik (E-Catalogue)
Adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi
teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa
Pemerintah.E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem
katalog elektronik. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat
FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan,
pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan yang selanjutnya disingkat FKRTL adalah fasilitas kesehatan
yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau
sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat
lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan khusus. Pengadaan secara elektronik
atau E-Procurement merupakan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan
menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemajuan teknologi informasi lebih
mempermudah dan mempercepat proses pengadaan barang/jasa, karena penyedia
barang/jasa tidak perlu lagi datang ke Kantor Kelompok Kerja Unit Layanan
Pengadaan (Pokja ULP) untuk melihat, mendaftar dan mengikuti proses
pelelangan, tetapi cukup melakukannya secara online pada website pelelangan
elektronik.
Penerapan e-Procurement bertujuan untuk:

14
1) Meningkatkan transparansi/keterbukaan dalam proses pengadaan barang/jasa
2) Meningkatkan persaingan yang sehat dalam rangka penyediaan pelayanan
public dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
3) Meningkatkan efektifitas dan efesiensi dalam pengelolaan proses pengadaan
barang/jasa.
Pengadaan obat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan
(Pokja ULP) atau Pejabat Pengadaan Satuan Kerja berdasarkan perintah dari Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja di bidang kesehatan baik Pusat maupun
Daerah dan FKTP atau FKRTL dengan tahapan sebagai berikut:
1) Satuan Kerja di bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah dan FKTP atau
FKRTL menyampaikan rencana kebutuhan obat kepada PPK.
2) PPK melihat Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat dalam Portal Pengadaan
Nasional yang memuat nama provinsi, nama obat, nama penyedia, kemasan,
harga satuan terkecil, distributor dan kontrak payung penyediaan obat.
3) PPK menetapkan Daftar Pengadaan Obat sesuai kebutuhan dan ketersediaan
anggaran yang terdiri atas:
a) Daftar Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik (ECatalogue) obat
sebagaimana contoh Formulir 2, yaitu daftar kebutuhan obat yang
tercantum dalam sistem Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat yang
ditayangkan di Portal Pengadaan Nasional.
b) Daftar Pengadaan Obat di luar Katalog Elektronik (ECatalogue) obat
sebagaimana contoh Formulir 3, yaitu daftar kebutuhan obat yang tidak
terdapat dalam Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat. Kedua Daftar
Pengadaan Obat tersebut harus ditandatangani oleh PPK.
4) Daftar Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik (ECatalogue) obat
Yang sudah ditandatangani selanjutnya diteruskan oleh PPK kepada Pokja
ULP/Pejabat Pengadaan untuk diadakan menggunakan aplikasi E-Purchasing
5) Daftar pengadaan obat diluar E-Katalog Elektronik (Ecatalogue) selanjutnya
diteruskan oleh PPK kepada Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan untuk diadakan
dengan menggunakan metode lain.

Tahapan yang dilakukan dalam pengadaan obat melalui E-Purchasing adalah


sebagai berikut:

15
1) Pokja ULP/Pejabat Pengadaan membuat paket pembelian obat dalam aplikasi
E-Purchasing berdasarkan Daftar Pengadaan Obat yang diberikan oleh PPK.
Paket pembelian obat dikelompokkan berdasarkan penyedia.
2) Pokja ULP/Pejabat Pengadaan selanjutnya mengirimkan permintaan
pembelian obat kepada penyedia obat/Industri Farmasi yang termasuk dalam
kelompok paket pengadaan.
3) Penyedia obat/Industri Farmasi yang telah menerima permintaan pembelian
obat melalui E-Purchasing dari Pokja ULP/Pejabat Pengadaan memberikan
persetujuan atas permintaan pembelian obat dan menunjuk distributor/PBF.
Apabila menyetujui, penyedia obat/Industri Farmasi menyampaikan
permintaan pembelian kepada distributor/PBF untuk ditindaklanjuti. Apabila
menolak, penyedia obat/Industri Farmasi harus menyampaikan alasan
penolakan.
4) Persetujuan penyedia obat/Industri Farmasi kemudian diteruskan oleh Pokja
ULP/Pejabat Pengadaan kepada PPK untuk ditindaklanjuti. Dalam hal
permintaan pembelian obat mengalami penolakan dari penyedia obat/Industri
Farmasi, maka ULP melakukan metode pengadaan lainnya sesuai Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70
Tahun 2012.
5) PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap obat yang
telah disetujui dengan distributor/PBF yang ditunjuk oleh penyedia
obat/Industri Farmasi.
6) Distributor/PBF kemudian melaksanakan penyediaan obat sesuai dengan isi
perjanjian/kontrak jual beli. 7. PPK selanjutnya mengirim perjanjian
pembelian obat serta melengkapi riwayat pembayaran dengan cara
mengunggah (upload) pada aplikasi E-Purchasing.
7) PPK melaporkan item dan jumlah obat yang ditolak atau tidak dipenuhi oleh
penyedia obat/Industri Farmasi kepada Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) c.q Direktur Pengembangan
Sistem Katalog, tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan

16
Alat Kesehatan c.q Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
paling lambat 5 (lima) hari kerja.

2. Proses Pengadaan Obat Secara Manual (Offline)


Dalam hal aplikasi E-Purchasing mengalami kendala operasional/offline
(gangguan daya listrik, gangguan jaringan, atau gangguan aplikasi), maka
pembelian dapat dilaksanakan secara manual. Tahapan yang dilakukan dalam
pengadaan obat secara manual adalah sebagai berikut:
1) Pokja ULP/Pejabat Pengadaan membuat paket pembelian obat
berdasarkan Daftar Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-
Catalogue) yang diberikan oleh PPK. Paket pembelian obat
dikelompokkan berdasarkan penyedia yang tercantum pada Katalog
Elektronik (E-Catalogue).
2) Pokja ULP/Pejabat Pengadaan selanjutnya mengirimkan permintaan
pembelian obat kepada penyedia obat/Industri Farmasi yang terdaftar pada
Katalog Elektronik (E-Catalogue).
3) Penyedia obat/Industri Farmasi yang telah menerima permintaan
pembelian obat dari Pokja ULP/Pejabat Pengadaan memberikan
persetujuan atas permintaan pembelian obat dan menunjuk
distributor/PBF. Apabila menolak, penyedia obat/Industri Farmasi harus
menyampaikan alasan penolakan.
4) Persetujuan penyedia obat/Industri Farmasi kemudian diteruskan oleh
Pokja ULP/Pejabat Pengadaan kepada PPK untuk ditindaklanjuti. Dalam
hal permintaan pembelian obat mengalami penolakan dari penyedia
obat/Industri Farmasi, maka ULP melakukan metode pengadaan lainnya
sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.
5) PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual-beli terhadap obat
yang telah disetujui dengan distributor yang ditunjuk oleh penyedia
obat/Industri Farmasi.

17
6) Distributor melaksanakan penyediaan obat sesuai dengan isi
perjanjian/kontrak jual-beli.
2.2.4 Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,


jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang harus tersimpan dengan baik.

18
BAB III

PEMBAHASAN

RSUD M. Natsir merupakan Rumah Sakit milik pemerintah Provinsi


Sumatera Barat berlokasi di Kota Solok, yang mempunyai status BLUD dari tahun
2014, Rumah Sakit yang memiliki status BLUD dana operasional Rumah Sakit bisa
dikelola oleh Rumah Sakit itu sendiri, sedangkan sarana dan prasarana (aset) berasal
dari APBD Provinsi Sumatera Barat dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, & bahan medis habis pakai di
RSUD M. Natsir dilakukan oleh instalasi farmasi dengan sistem satu pintu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 72 Tahun 2016, sistem satu pintu
adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan
pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
memiliki tujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui instalasi farmasi.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi
pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi.
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan baik (Permenkes
RI no.72 tahun 2016).
Pemilihan obat RSUD M. Natsir berdasarkan pada Formularium Nasional
Rumah Sakit dan usulan para dokter melalui Staf Medis Fungsional (SMF). Daftar
obat tersebut kemudian diteruskan ke Tim Farmasi dan Terapi (TFT) untuk
selanjutnya disetujui oleh direktur. Formularium Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) M. Natsir dibuat oleh TFT (Tim Farmasi dan Terapi) yang diketuai oleh
seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan sekretaris seorang Apoteker (Kepala
Instalasi Farmasi) dengan anggota Dokter serta Apoteker dan anggota staf yang
lainnya. Hal tersebut telah sesuai dengan Permenkes No. 72 tahun 2016, yang
menyatakan bahwa “Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang

19
disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh
pimpinan Rumah Sakit”. Alur kegiatan pembuatan Formularium Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) M. Natsir adalah :

1. Penyusunan daftar obat pada Formularium Rumah Sakit berpedoman pada daftar
obat yang terdapat di Formularium Nasional berdasarkan tipe rumah sakit.
2. Komite/Tim Farmasi dan Terapi (KFT) mengedarkan formularium nasional ke
Dokter dan meminta usulan Dokter apakah ada obat yang diperlukan atau obat
yang tidak terdaftar didalam formularium nasional.
3. Komite/Tim Farmasi dan Terapi (KFT) menyalin data hasil masukan mengenai
obat yang diusulkan oleh dokter dan dirapatkan.
4. Apabila masukan daftar obat yang diberikan Dokter dianggap layak serta dapat
digunakan dengan berbagai pertimbangan maka obat tersebut dapat masuk
kedaftar obat Formularium Rumah sakit.
5. Jika usulan obat dianggap tidak perlu digunakan maka akan dikirim surat
penolakan ke Dokter disertai dengan alasan penolakan.

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan


periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien baik (Permenkes RI no.72 tahun 2016).
Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi di RSUD M. Natsir berdasarkan
metode konsumsi dan daftar kebutuhan obat yang telah habis yang dilakukan setiap
minggu. Hal ini belum sesuai dengan Permenkes no.72 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan dijelaskan dalam Binfar 2010 tentang
Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit.
Adapun teknis pemilihan item obat dan perencanaan kebutuhan obat dan
BMHP yang dilakukan di Rumah Sakit M. Natsir adalah sebagai berikut:

1. Petugas gudang mengisi daftar inventaris obat/BMHP di buku beserta jumlah


obat/BMHP yang dibutuhkan.
2. Kemudian dibuat daftar kebutuhan obat/BMHP yang dibutuhkan (yang disetujui
oleh Apoteker penanggung jawab gudang obat) setiap minggu.
3. Kemudian daftar diserahkan kepada Kepala Instalasi

20
4. Jika daftar obat yang akan dipesan telah disetujui oleh kepala instalasi(diketahui
Kabid/Direktur Rumah Sakit), maka obat/BMHP tersebut akan diadakan oleh
Pejabat pengadaan yang akan memesan obat/BMHP.

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan


perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu
baik (Permenkes RI no.72 tahun 2016).
Pengadaan obat dan perbekalan farmasi di RSUD M. Natsir dilakukan secara
e-purchasing dengan menggunakan e-catalog untuk perbekalan farmasi yang tersedia
pada e-catalog dan untuk perbekalan farmasi yang tidak tersedia pada e-catalog maka
pembelian langsung (manual) dilakukan pada distributor, namun pembelian pada
distributor untuk obat yang ada di e-catalog ini bisa juga dilakukan untuk perbekalan
farmasi yang jika telah dilakukan e-purchasing namun obat / BMHP tersebut
terlambat datang atau mengalami kekosongan stok. Bagian pengadaan di RSUD M.
Natsir akan langsung mengadakan pembelian pada distributor tersebut untuk
mencegah terjadinya kekosongan stok, pengadaan obat dilakukan setiap minggu.
Pada e-purchasing, jika paket telah disetujui, penyedia akan menunjuk
distributornya untuk melakukan pengiriman barang dan untuk masalah
pembayarannya dilakukan kepada distributor tersebut. Untuk pembelian langsung
melalui distributor, pengiriman dan pembayaran langsung diurus juga oleh distributor.
Pelaksanaan pembayaran oleh RSUD M. Natsir biasanya dilakukan secara kredit
sesuai dengan masa jatuh tempo obat. Biasanya pihak distributor memberikan
tenggang waktu ±30 hari untuk pembayaran.
Untuk sediaan narkotika dan psikotropika membutuhkan perlakuan khusus
dalam hal pengadaannya. Sediaan narkotika dipesan melalui e-purchasing dan setelah
disetujui oleh penyedia, maka pihak distributor akan meminta blangko pemesanan
narkotika yang terdiri dari 4 rangkap beserta bukti pemesanan e-purchasing sekaligus
dengan pembayarannya. SP asli, kertas berwarna merah, pink, putih, kuning. Lembar
pertama dan kedua disimpan pihak PBF, SP ketiga untuk BPOM dan lembar keempat
untuk arsip RSUD.

21
Sama halnya dengan narkotika, psikotropika juga seperti itu tetapi blangko
psikotropika 2 rangkap dan dengan blangko khusus sediaan psikotropika. Semua
surat pesanan ini harus ditanda tangani oleh kepala instalasi farmasi selaku
penanggung jawab farmasi pada RSUD M. Natsir.
Surat pesanan obat dan BMHP biasa terdiri dari 2 rangkap, SP asli disimpan
pihak PBF dan salinan disimpan sebagai arsip, SP Psikotropik dan Prekursor dibuat 2
rangkap, sama seperti SP obat biasa, 1 SP dapat memesan lebih dari 1 item obat.
Pembelian obat-obatan dengan melihat daftar di LKPP dan memesan di LPSE
pejabat pengadaan punya akun tersendiri. Untuk pembelian secara online dengan
membuka portal yang menyediakan e-catalog kemudian membeli obat apa yang akan
dibeli dengan program e-purchasing dan pembayaran dengan menggunakan transfer.
Sistem pembelian setiap minggu lebih menguntungkan, karena lebih fleksibel
terhadap perubahan perbekalan yang akan digunakan sehingga dapat meminimalkan
penumpukkan perbekalan dan obat di gudang RSUD hingga masa kadaluarsanya.
Sistem pembelian setiap minggu memungkinkan instalasi farmasi menggunakan
sistem penunjukkan langsung terhadap distributor, sehingga diharapkan harga
menjadi lebih murah. Metode ini digunakan untuk pengadaan obat paket (seperti
paket perbekalan farmasi untuk operasi), alkes dan alat kedokteran. Namun terdapat
kelemahan dari pemilihan, perencanaan dan pengadaan yang dilakukan seminggu
sekali ini, tidak dapat menggambarkan kebutuhan total serta prediksi jumlah anggaran
obat yang akan dibeli. Jika merujuk pada permenkes no 72 tahun 2016 tentang
standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, pemilihan, perencanaan dan
pengadaan yang dikelola secara berkala (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun)
diharapkan item, jumlah dan nilai belanja obat dapat diprediksi untuk menghindari
kekosongan obat, sehingga tersedianya jenis dan jumlah obat yang tepat dan bermutu
tinggi, jumlah yang sesuai, harga yang wajar serta diperoleh pada waktu yang tepat.
RSUD M. Natsir telah menggunakan aplikasi SIM RS yang terintegrasi secara online
dari gudang, apotek dan manajemen untuk memfasilitasi pelayanan di apotek serta
memantau jumlah kunjungan, diagnosa, item obat dan jumlah resep yang ada dan
yang dikeluarkan, namun perlu dilakukan modifikasi sistem diberbagai aspek.

22
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus disimpan dengan baik baik (Permenkes RI no.72 tahun
2016).
Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di
RSUD M. Natsir dilakukan oleh panitia penerima barang, dimana anggota panitia
penerima barang adalah pegawai instalasi farmasi RSUD M. Natsir yang ditunjuk
berdasarkan SK (Surat Keputusan) Direktur rumah sakit. Dimana untuk
menandatangangi faktur penerimaan barang, diperlukan SIPA apoteker penanggung
jawab instalasi farmasi. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang datang dari distributor dilakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum disimpan
di gudang farmasi RSUD M. Natsir. pengecekan dilakukan untuk mencocokkan
kondisi fisik barang dengan yang tertera didalam faktur penerimaan dari distributor.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengecekan yaitu kondisi fisik barang
(baik/cacat), kesesuaian nama barang yang dipesan dengan barang yang datang,
jumlah barang, nomor batch barang, dan waktu kadaluwarsa barang. Apabila barang
tidak sesuai dengan surat pesanan atau barang dalam kondisi cacat maka barang
dikembalikan ke distributor untuk diganti dengan kondisi yang baik atau sesuai
kesepakatan (kontrak) antara rumah sakit dan distributor. Kegiatan pengecekan
tersebut telah sesuai dengan Permenkes RI no. 72 tahun 2016 dimana pengecekan
dilakukan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu
penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi
fisik yang diterima.
Setelah barang dicek dan sesuai dengan permintaan barang, selanjutnya
dilakukan pengisian kartu stok. Pada kartu stok diisi jumlah barang yang masuk,
nomor batch, tanggal kadaluwarsa dan harga barang. Selain pencatatan pada kartu
stok, barang masuk dan barang keluar juga diinput ke SIMRS (Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit).

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan serangkaian kegiatan yang telah dilakukan dan hasil wawancara
dengan tenaga teknis kefarmasian, Apoteker, dan tenaga terkait mengenai Pemilihan,
Perencanaan, Pengadaan, dn Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSUD M. Natsir, maka dapat disimpulkan:
1. Pemilihan obat RSUD M. Natsir berdasarkan daftar obat pada Formularium Rumah
Sakit yang dibentuk Tim Farmasi dan Terapi (TFT)yang berpedoman pada
Formularium Nasional. Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi di RSUD M.
Natsir berdasarkan metode konsumsi dan daftar kebutuhan obat yang telah habis
yang dilakukan setiap minggu. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi di RSUD
M. Natsir dilakukan secara e-purchasing dengan menggunakan e-catalog untuk

24
perbekalan farmasi yang tersedia pada e-catalog dan untuk perbekalan farmasi
yang tidak tersedia pada e-catalog maka dilakukan pembelian langsung (manual).
Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di RSUD
M. Natsir dilakukan oleh panitia penerima barang dan dilakukan pengecekan
terlebih dahulu sebelum disimpan di gudang farmasi RSUD M. Natsir.
2. Pemilihan, Perencanaan, Pengadaan, dan Penerimaan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSUD M. Natsir hampir
sepenuhnya memenuhi standar Permenkes No. 72 tahun 2016.

DAFTAR PUSTAKA

Charles, JP Siregar, J, P., Prof. Dr, MSc., 2004 . Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
Penerapan, Cetakan I, EGC.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes Depkes RI Bekerjasama dengan Japan


International Cooperation Agency. (2010). Pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes Depkes
RI.

Kemenkes RI, 2010. Pedoman Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit.


Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Permenkes RI, 2014. Permenkes no 63 tahun 2014 tentang Pengadaan Obat


Berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalog). Departemen Kesehatan RI :
Jakarta

25
PermenkesRI. (2016). Permenkes no.72 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
diRumah Sakit. Jakarta: Direktur Jendral Peraturan Perundang-Undangan
Kementrian Hukum dan HAM RI.

Republik Indonesia,. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun


2009 tentang Rumah Sakit, Bab I, pasal 1,hal 2.

Lampiran 1. Faktur Pembelian Barang

Lampiran 2. Surat Pesanan

26
27

Anda mungkin juga menyukai