Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI

SEROTINUS ATAU POST MATUR

NAMA KELOMPOK II :

ANGGA PRATAMA PUTRA


ANJAR PRAYOGO
DEDI KURNIAWAN
DOTA ARDA SAS
DIKI SETIAWAN
HANGGA ZIKO KURNIAWAN
RAHMAD SUBARKAH
KRISTANTO

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


MUHAMMADIYA PRINGSEWU-LAMPUNG(MPL)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANTAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
SEROTINUS ATAU POST MATUR” tepat pada waktunya .Makalah ini disusun untuk
melengkapi serta memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sistem Integumen, yang telah
diberian oleh dosen pembimbing dan penanggung jawab mata kuliah.
Penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya.Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Pringsewu , 7 maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam
jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui
jalan lahir (Prawiharjo, 2002). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 - 42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu
maupun janin (Prawiharjo, 2002).
Dari survei demografi dan kesehatan indonesia (sdki) dan data biro pusat statistik (bps),
angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di seluruh dunia mencapai 515
ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal hampir setiap menit karena komplikasi
kehamilan dan persalinannya (dr. Nugraha, 2007).
Kematian dan kesakitan ibu sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai
usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan obstetri. Pelayanan kesehatan tersebut
dinyatakan sebagai bagian integeral dari pelayanan dasar yang akan terjangkau seluruh
masyarakat. Kegagalan dalam penangan kasus kedaruratan obstetri pada umumnya
disebabkan oleh kegagalan dalam mengenal resiko kehamilan, keterlambatan rujukan,
kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan resiko tinggi maupun
pengetahuan tenaga medis, paramedis, dan penderita dalam mengenal kehamilan resiko
tinggi (krt) secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri, maupun kondisi ekonomi
(Syamsul, 2003).
Post matur merupakan kasus yang sering kali terjadi pada saat kehamilan yaitu yang
melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan
perhitungn usia kehamilan dengan rumus Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus
uteri ( Kapita Selekta Kedokteranjilid 1). Menurut (Achadiat 2004:32) Kehamilan
postmatur lebih mengacu pada janinnya, dimana dijumpai tanda -tanda seperti kuku
panjang, kulit keriput,plantara creases yang sangat jelas, tali pusat layu dan terwarnai
olehmekonium.(Varney Helen, 2007).
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu
karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu.
Namun kurang lebih 18% kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan
menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan. Seringnya
kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk
menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika tapi telah ditentukan pada
trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan. D ata yang terkumpul
sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih
dari 40 minggu.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Serotinus ?
2. Apa etiologi Serotinus ?
3. Bagaimana pathway Serotinus ?
4. Apa manifestasi klinis Serotinus ?
5. Apa saja pemeriksaan penujunjang dari Serotinus ?
6. Apa saja penatalaksanaan dari Serotinus ?
7. Apa saja komplikasi Serotinus ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penkreatitis?

C.TUJUAN
1.Tujuan Umum
Mengerti dan memahami mengenai konsep dan asuhan keperawatan pada resiko
tinggi persalinan post matur.

2.Tujuan Khusus
a.Mengerti dan memahami tentang konsep persalinan normal
b.Mengerti dan memahami adaptasi Fisik dan Psikologis pada ibu selama proses
persalinan
c.Mengerti dan memahami penatalaksanaan nyeri non farmakologi
d.Mengerti dan memahami tindakan pembedahan pada persalinan
e.Mengerti dan memahami resiko tinggi pada persalinan post matur
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI MEDIS KEHAMILAN SEROTINUS


1. Teori Sebab Persalinan
Sebab terjadinya suatu persalinan jingga saat ini masih berupa suatu teori yang
kompleks, banyak faktor yang mengakibatkan persalinan itu terjadi antara lain :
faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh
saraf dan nutrisi. Semua factor tersebut belum dapat dipastikan oleh karena itu masih
diperlukan penilitian terlebih lanjut. Teori yang mendukng terjadinya suatu persalinan
yaitu:
a. Teori oksitosin
Peranan oksitosin pada persalinan yaitu dikeluarkanya oksitosin oleh
neurohipofise wanita hamil pada saat wanita tersebut mulai masuk perasalinan.
Menurut Chard (1973) peranannya pada persalinan hanya kecil, perannan
utamanya pada fase ekspulsi dan postpartum, pada postpartum setelah fetus dan
plasenta lahir menimbulkan kontraksi dan retraksi uterus sehingga jumlah
peradrahan yang terjadi berkurang (pada saat ini pembuatan prostaglandin oleh
amnion sudah tidak ada lagi) bahwa oksitosin adalah obat yang dapat
menimbulkan kontraksi uterus pada kehamilan lanjut sudah diketahui secara luas
kadar reseptor untuk oksitosin pada beberapa kehamilan cukup bulan dan selama
persalinan, juga didapat kenaikan kadar oksitosin dalam cairan amnion selama
persalinan. Dapat disimpulkan bahwa oksitosin berperan penting pada akhir
persalinan termasuk lahirnya plasenta, mempertahankan kontraksi uterus setelah
persalinan (mengurangi jumlah darah yang hilang, dan pada saat ibu menyusui
bayinya karena pada waktu bayi menghisap puting susu ibu terjadi hipersekresi
dari oksitosin dan air susu mengalir keluar).
b. Teori panarikan (withdrawal progesteron)
Penarikan progesteron merupakan keadaan endokrin penting yang mendasari
proses biomolekuler untuk bermulanya persalinan. Dari semua penalitian pada
manusia kadar progesteron sekurang-kurangnya pada darah ibu tidak
menurunpada waktu sebelum persalinan mulai berlangsung.
c. Hipotesa sistem komunikasi organ
Suatu hal yang mungkin sulit untuk dipercayai bahwa janin dapat mengirimkan
sarat kepada ibu untuk memmulai proses persalinan bila dari jaringan dan organ-
organ janin telah sempurna. Apabila keadaan ini benar terjadi sebagai syarat fetus
kepada ibu melalui sistem komunikasi organ. Apabila memang demikian
keadaanya adalah sangat penting untuk menentukan komponen dari sistem
komunikasi organ mekanisme timbulnya dan bagaimana isyarat janin dikirimkan
ke ibu juga penting untuk menentukan komponen jawaban yang terjadi akibat
isyarat tersebut. Menurut Manuaba (1998) dikemukakan teori yang menyatakan
kemungkinan terjadinya persalinan yaitu
1) Teori keregangan
 Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas-batas
tertentu
 Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat mulai.
 Contohnya pada hamil ganda sering terjadi setelah keregangan tertentu
sehingga menimbulkan persalinan.
2) Teori penurunan progesteron
 Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu
dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah menaglami
penyempitan dan buntu.
 Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih
sensitif terhadap oksitosin.
 Akibat otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesteron tertentu.
3) Teori oksitosin internal
 Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.
 Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah
sensitifitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hiks.
 Menurunya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat
dimulai.
4) Teori prostaglandin
 Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu yang dikeluarkan oleh desisua.
 Pemberian prostaglandin dapat menimbulkan kontaksi otot rahim
sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
 Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya
persalinan.
5) Teori hipotalamus pituitari dan galndula suprarenalis
 Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensepalus sering
terjadi perlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.
 Pemberian kortokosteroid yang menyebabkan prematuritas janin,
induksi (mulai persalinan).
 Galndula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.

2. Definisi Serotinus atau Post Matur


Kehamilan Serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang telah berlangsung
selama 42 minggu (294 hari) atau lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari
pertama haid terakhir diketahui dengan pasti. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan dari perhitungan rumus neagele atau dengan tinggi fundus uteri serial (Nugroho,
2012).
Kehamilan Serotinus merupakan suatu kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294
hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus naegele dengan
siklus rata-rata 28 hari (Fadlun, 2011).
3. Etiologi
Menurut Fadlun (2011) Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini
sebab terjadinya kehamilan postterm atau serotinus belum jelas. namun beberapa teori
menyatakan kehamilan serotinus dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :
1) Pengaruh Progesteron
Pengaruh hormon progesteron dalam kehamilan di percaya merupakan kejadian perubahan
endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya
KLB (Kehamilan Lebih Bulan) atau kehamilan serotinus adalah karena masih berlangsungya
pengaruh progesteron.

2) Teori Oksitosin
Pemakaian untuk induksi persalinan pada KLB (Kehamilan Lebih Bulan) atau Kehamilan Serotinus
member kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis. Wanita hamil yang
kurang pelepasan oksitosin dari neurohipofisis pada kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu
faktor penyebab KLB atau kehamilan serotinus.

3) Teori kortisol atau ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) janin.


Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “ pemberi tanda ” untuk dimulainya persalinan adalah
janin.hal ini diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
esterogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. pada janin
yang mengalami cacat bawaan seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

4) Syaraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi
uterus. pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak,
tali pusat pendek dan bagian bawah masing tinggi, semua hal tersebut diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan Serotinus.

5) Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan serotinus atau
KLB (Kehamilan Lebih Bulan), mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada
kehamilan berikutnya.
Pendapat lain mengatakan bahwa kehamilan serotinnus atau KLB (Kehamilan Lebih Bulan) juga
bisa di pengaruhi oleh beberapa hal antara lain :
a) Cacat bawaan (ex : Anencephalus).
b) Difisiensi sulfatase plasenta.
c) Pemakaian obat obatan yang berpengaruh pula sebagai tokolitik anti prostaglandin (ex :
albutamol, progestin, asam mefenamat, dan sebagainya).
d) Tidak di ketahui penyebabnya.
e) Pada kasus insufisensi plasenta atau adrenal janin, hormon prokusor yaitu isoandrosteron
sulfat diskresikan dalam cukup tinggi konversi menjadi estradiol dan secara langsung estriol
didalam plasenta, contoh klinik mengenai defisiensi prekusor esterogen adalah anencephalus.
(Nugroho, 20112)

4. Pathway

5. Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak
menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan
lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran
CO2/O2sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim
(Manuaba, 1998).

Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas, tubuh
panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang,
tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 34 - 36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan
postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat
janin. 15 Bila keadaan plasenta tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat
tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat
menyebabkan distosia bahu.

Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak


menyebabkan
adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu
adalah
plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin
mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim (Manuaba, 1998).

Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tanganterkelupas, tubuh


panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang,
talipusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 34 - 36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan
postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat
janin. Bilakeadaan plasenta tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat
tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat
menyebabkan distosia bahu.

6. Tanda Dan Gejala


a.Gerakan janin jarang ( secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau secara objektif
kurang dari 10x / menit.

b.Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu yang terdiri dari:


 Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit
menjadi kering, rapuh dan mudah terkelupas.
 Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan mekoneum (
kehijuan di kulit.

 Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada kuku, kulit
dan tali pusat.
c. Berat badan bayi lebih berat dari bayi matur.
d.Tulang dan sutura lebih keras dari bayi matur
e. Rambut kepala lebih tebal.
7. Pemeriksaan Penunjang
 USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta.
 Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
 Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
 Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban.
 Uji Oksitisin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
 Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
 Pemeriksaan sitologi vagina.

8. Penatalaksanaan medis
Penalaksanaan pada ibu
a. Pengelolaan persalinan
1) Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung
dari derajat kematangan serviks.
2) Bila serviks matang (skor bishop > 5)
 Dilakukan induksi persalinan asal tidak ada janin besar, jika janin
lebih 4000 gram, dilakukan SC.
 Pemantauan intrapartum dengan mempergunakan KTG dan kehadiran
dokter spesialis anak apalagi bila ditemukan mekonium mutlak
diperlukan.
3) Pada serviks belum matang (skor bishop < 5) kita perlu menilai keadaan janin
lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri.
 NST dan penilaian kantung amnion. Bila keduanya normal kehamilan
dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali.
 Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantung yang vertikal
atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada
NST, maka dilakukan induksi persalinan.
 Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, test dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. Hasil CST positif janin perlu
dilahirkan, bila CST negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan
penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
 Keadaan serviks (skor bishop harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien, dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
4) Pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti DM,
preeklamsi, PJT, kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan
serviks. Tentu saja kehamilan dengan resiko ini tidak boleh dibiarkan
melewati kehamilan lewat waktu.
b. Pengelolaan intrapartum
1) Pasien tidur miring sebelah kiri
2) Pergunakan pemantauan elektrolit jantung janin berikan oksigen bila
ditemukan keadaan jantung yang abnormal.
3) Perhatikan jalannya persalinan.

Penatalaksanaan pada bayi


a. Menangani sindrom aspirasi mekonium
1) lakukan penghisapan mulutdan luban hidung bayi sementara kepala berada di
perineum dan sebelum nafas yang pertama dilakukan untuk mencegah aspirasi
mekonium yang berada dalam jalan nafas.
2) Segera setelah bayi kering dan berada dalam penghangat lakukan intubasi
dengan penghisapan trachea langsung
3) Lakukan fisioterapi dada dengan penghisapan untuk mengeluarkan
mekonium dan secret yang berlebihan.
4) Berikan tambahan oksigen dan dukungan pernafasan sesuai dengan
kebutuhan.
b. Melakukan pengukuran glukosa darah serial
c. Memberi makan lebih awal untuk mencegah hipoglikemia jika bukan merupakan
kontraindikasi pada status pernafasan.
d. Mempertahankan integritas kulit.
1) Pertahankan kulit bersih dan kering
2) Hindari penggunaan bedak,cream, lotion
3) Hidari penggunaan plester
9. Komplikasi yang diakibatkan oleh kehamilan serotinus
a. Terhadap ibu persalinan serotinus dapat menyebabkan distosia dikarenakan oleh:
1) Aksi uterus yang tidak terkoordinir dikarenakan kadar progesteron yang tidak
turun pada kehamilan serotinus maka kepekaan terhadap oksitosin berkurang
sehingga estrogen tidak cukup untuk menyediakan prostaglandin yang
berperan terhadap penipisan serviks dan kontraksi uterus sehingga sering
didapatkan aksi uterus yang tidak terkoordinir.
2) Janin besar oleh karena pertumbuhan janin yang terus berlangsung dan dapat
menimbulkan CPD dengan derajat yang mengakhawatirkan akibatnya
persalinan tidak dapat berlangsung secara normal, maka sering dijumpai
persalinan lama, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan post partum.

b. Terhadap janin fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 28 minggu


kemudian mulai menurun terurtama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan
dengan penurunan kadarestriol kadar plasenta dan estrogen. Rendahnya fungsi
plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko tiga
kali. Akibat dari proses penuaan plasenta maka pasokan makanan dan oksigen
akan menurun disamping dengan adanya spasme arteri spiralis. Janin akan
mengalami pertumbuhan terhambat dan penurunan berat dalam hal ini dapat
disebut dismatur. Sirkulasi utero plasenter akan berkuarang 50% menjadi 250
mm/menit. Kematian janin akibat kehamilan serotinus terjadi pada 30 % sebelum
persalinan, 50% dalam persalinan dan 15% dalam postnatal. Penyebab utama
kematian perinatal adalah hipoksia dan aspirasi mekonium. Tanda-tanda partus
postterm dibagi menjadi tiga stadium:
1) Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi
berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2) Stadium II : gejala pada stadium satu ditambah dengan pewarnaan mekonium
(kehijauan pada kulit).
3) Stadium III : pewarnaan kekeuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
Pada kasus yang lain biasanya terjadi insufisiensi plasenta. Dimana plasenta, baik
secara anatomis maupun fisiologis tidak mampu memberikan makanan dan
oksigen kepada fetus untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
secara norma. Hal ini dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.
Volume cairan amnion akan meningkat sesuai dengan bertambahnya kehamilan.
Pada kehamilan cukup bulan cairan amnion 1000-1500 ml, warna putih, agak
keruh, serta mempunyai bau yang khas, amis, dan agak manis, cairan ini
mengandung sekitar 98% air. Sisanya terdiri dari garam organik dan anorganik
yaitu rambut lanugo (rambut halus yang berasal dari bayi), sel-sel epitel dan
forniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi.
Produksi cairan amnion sangat dipengaruhi fungsi plasenta. Pada kehamilan
serotinus fungsi plasenta akan menurun sehingga akibatnya produksi cairan
amnion juga akan berkurang. Dengan jumlah cairan amnion dibawah 400 ml pada
umur kehamilan 40 minggu atau lebih mempunyai hubungan dengan komplikasi
janin. Ini dikaitkan dengan fungsi cairan amnion yaitu melindungi janin terhadap
trauma dari luar, memungkinkan janin bergerak bebas, melindungi suhu janin,
meratakan tekanan di dalam uterus pada partus sehingga serviks membuka,
membersihkan jalan lahir pada permulaan partus kala II. Dengan adanya
oligohidramnion maka tekanan pada uterus tidak sempurna, sehingga terkadang
disertai kompresi tali pusat dan menimbulkan gawat janin. Janin menjadi stress
kemudian mengeluarkan mekonium yang akan mencemari cairan ketuban,
sehingga tak jarang terjadi aspirasi mekonium yang kental.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
1. Data subyektif
Pada tahap ini semua data dasar dan informasi tentang pasien dikumpulkan dan
dianalisa untuk mengevaluasi keadaan pasien dan menurut keterangan dari
pasien.
 Nama pasien
Dimaksud agar dapat mengenali klien sehingga mengurangi kekeliruan
dengan pasien lain.
 Umur
Mengetahui umur pasien sehingga dapat mengklarifikasi adanya faktor
resiko kehamilan karena faktor umur sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam penatalaksanaan kehamilan serotinus selanjutnya.
 Agama dan suku bangsa
Mengetahui kepercayaan dan adat istiadat pasien sehingga dapat
mempermudah dalam melaksanakan tindakan kebidanan.
 Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu dalam memberi
informasi tentang kehamilan serotinus.
 Pekerjaan
Mengetahui tingkat ekonomi pasien. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui
pola aktifitas pasien berhubungan dengan pekerjaan.
 Alamat
Untuk mengetahui pasien tinggal dimana dan untuk menghindari kekeliruan
bila ada dua orang pasien dengan nama yang sama serta untuk keperluan
kunjungan rumah bila perlu.
 Identitas suami
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab bila sewaktu – waktu
dibutuhkan dan dalam pengambilan keputusan didalam keluarga. Selain itu
juga selama proses perawatan.
 Alasan datang ke rumah sakit
Untuk mengetahui pasien tersebut datang untuk berobat, periksa, konsultasi
atau rujukan.
 Keluhan utama
Keluhan pasien terutama dikaji mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
lamanya usia kehamilan yang tidak sesuai dengan perkiraan persalinan.
Dilihat dari gejala klinik pasien apakah gerakan janin berkurang dari
biasanya.
 Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui keadaan atau kondisi pasien serta ditanyakan apakah
saat ini sedang menderita penyakit, sejak kapan, upaya apa yang telah
dilakukan, apakah sudah periksa, hal ini untuk mendeteksi penyakit dalam
kehamilan yang dapat mempengaruhi proses persalinan.
- Riwayat kesehatan lalu
Dikaji mengenai pernah atau tidaknya ibu mengalami kehamilan serotinus
sebelumnya karena serotinus cenderung terjadi lagi pada wanita yang
mempunyai riwayat kehamilan serotinus sebelumnya.
- Riwayat kesehatan keluaga
Untuk mengetahui kemungkinan ada yang menderita penyakit menular,
menurun, kejiwaan yang dapat mempengaruhiproses kehamilan dan
persalinan pasien, infeksi dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan janin sewaktu ibu mengandung.

 Riwayat obstetrik
- Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui lamanya perkawinan dan adanya infertilitas yang
membantu dalam pertimbangan pelaksanaan tindakan.
- Riwayat menstruasi
Teratur / tidaknya haid untuk mengetahui HPHT hal ini perlu dikaji untuk
menentukan umur kehamilan yang sebenarnya apabila tidak jelas bisa
ditanyakan mulai kapan terasa gerakan janin.
Jumlah haid untuk mengetahui apakah jumlah haidnya banyak atau sedikit
sehingga pasien bisa memastikan apakah darah tersebut darah haid
atauatau fleks – fleks siklus.
- Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui riwayat antenatal ibu apakah teratur atau tidak, apakah
sudah mendapat imunisasi TT, obat-obat apa saja yang dikonsumsi ibu
selama hamil dan apakah terdapat keluhan ataupun penyakit penyerta
kehamilan.
 Riwayat kontrasepsi
Ditanyakan metode yang dipakai dan keluhannya karena salah satu efek
samping kontrasepsi adalah haid yang tidak teratur atau tidak haid sehingga
dapat menimbulkan ketidaktepatan dalam menentukan HPHT.
 Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
- Pola nutrisi
Bagaimana pola makan dan kebutuhan cairan, tersedianya nutrisi
berkaitan dengan kebutuhan metabolisme tubuh, karena masalah yang
berkaitan dengan pemenuhan nutrisi dan penyebabnya biasanya saling
berkaitan.
- Eliminasi
Menjelaskan pola dari ekskresi, hal ini penting diketahui pola eliminasi
dalam keadaan sebelum dan selama hamil karena merupakan proses
penting dalam tubuh.
- Personal hygiene
Untuk mengetahui pola hidup bersih dalam kehidupan sehari- hari ibu
apakah kurang atau tidak karena pada masa selama hamil sampai
melahirkan rentan terhadap penyakit.
- Pola aktivitas dan istirahat
Untuk mengetahui aktivitas ibu selama hamil , pola istirahat ibu selama
hamil apakah cukup atau tidak karena kecapaian dan kurang istirahat dapat
menurunkan daya tahan tubuh ibu selanjutnya.
- Pola kebutuhan seksual
Untuk mengetahui apakah ada masalah dalam pemenuhan kebutuhan
seksual dan frekuensinya terutama dalam akhir kehamilan karena sperma
mengandung prostaglandin yang dapat membantu kontraksi uterus karena
hal ini baik jika dilakukan pada kehamilan serotinus.
- Data psikososial, spiritual dan emosional
Bertujuan untuk mengetahui hubungan ibu dengan suami dan keluarga,
hubungan kasih sayang, dukungan dari pihak keluarga. Dan juga perlu
dikaji apakah ibu dan keluarga berdoa sesuai dengan kepercayaannya
demi kelangsungan dan kelancaran persalinan dan bagaimana emosi ibu
selama hamil stabil atau tidak karena kemua hal tersebut dapat membantu
proses penyelarasan masalh ibu.
- Keadaan sosial ekonomi
Untuk mengetahui kemampuan pasien berkaitan dengan biaya perawatan
dan pengobatan yang akan diberikan di RS.

2) Data obyektif
 Keadaan umum
Baik atau lemah, tampak kesakitan atau tidak, kesadarnnya bagaimana,
badannya kurus atau gemuk, berapa tekanan darahnya, respirasinya,
suhunya, tinggi badan, berat badannya apakah normal atau tidak, hal ini
untuk mengetahui adanya ketidaknormalan keadaan umum yang dapat
mempengaruhi kehamilan dan persalinan ibu.
 Pemeriksaan fisik
- Kepala : kulit kepala bersih atau tidak.
- Muka : pucat atau tidak, skelera ikterik atau tidak, terdapat gerakan
otot wajah atau tidak.
- Mata : apakah pucat atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, sclera
ikterik tidak, penglihatan baik atau tidak.
- Hidung : bersih atau tidak, penciuman terganggu atau tidak,
terdapat lendir atau tidak, ada polip atau tidak.
- Telinga : bersih atau tidak, pendengaran baik atau tidak, terdapat cairan
atau tidak.
- Mulut : bibir kering atau tidak, mulut bersih atau tidak, terdapat
stomatitis atau tidak.
- Gigi : bersih atau tidak, terdapat caries atau tidak, gusi mudah berdarah
atau tidak.
- Leher : terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau tidak.
- Ketiak : terdapat pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
- Dada : bentuknya bagaimana, terdapat retraksi dinding dada tidak,
pernafasan teratur atau tidak, bunyi jantung bagaimana.
- Payudar : terdapat benjolan atau tidak.
- Perut : terdapat luka bekas operasi atau tidak, terdapat pembesaran atau n
yeri tekan atau tidak.
- Vulva :dari faktor predisposisi ketuban pecah dini adalah infeksi pada
genetalia.
- Anus : terdapat hemoroid atau tidak.
- Ekstremitas atas dan bawah : bentuk simetris atau tidak, terdapat
kelainan anatomi fisiologi tidak, kaki oedem tidak, varices atau tidak.

 Pemeriksaan obstetrik
- Muka : terdapat kloasma gravidarum atau tidak, oedem atau tidak.
- Payudara : bentuknya bagaimana, aerola menghitam atau tidak,
papilla menonjol atau tidak, kolostrum sudah menonjol atau
belum.
- Perut :
a) Inspeksi : bentuknya bagaimana, terdapat strie gravidarum atau
tidak, ada linea atau tidak, ada bekas operasi atau tidak.
b) Palpasi :
Leopod I : tinggi fundus uteri berapa sesuai dengan umur kehamilan
tidak, pada bagian atas teraba bagian apa dan bagaimana.
Leopod II : bagian kanan perut ibu teraba apa dan bagaimana, kiri
perut ibu teraba apa, ini untuk menentukan posisi punggung janin.
Leopod III : bagian bawah perut ibu teraba apa, masih bisa digoyang
atau tidak,ini untuk menentukan presentasi bagain bawah janin dalam
panggul ibu dan sudah masuk pintu atas panggul belum.
Leopod IV : untuk mengetahui apakah bagian bawah janin sudah
masuk pintu atas panggul ( PAP ) belum dan seberapa masuknya.
c) Auskultasi:
DIJ : DIJ perlu dikaji untuk mengetahui denyut jantung janin
dalam keadaan normal atau distrees. Dengan adanya insufisiensi
plasenta maka janin mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen dan
tekanan vena umbilicus. Hal ini disebut gawat janin. Pentingnya DIJ
adalah ada kaitanya dengan tindakan segera yaitu pengakhiran
kehamilan.
d) TBJ (taksiran berat janin)
Pada kehamilan serotinus pada umumnya ditemukan TBJ tidak sesuai
dengan umur kehamilan, ini dimungkinkan bayi menjadi besar atau
makin kecil.
e) TFU (tinggi fundus uteri)
TFU pada kehamilan serotinus perlu dijkaji untuk mengetahui apakah
bertambah tinggi atau malah mengalami penurunan. Jika mengalami
penurunan dimungkinkan terjadi pertumbuhan janin yang terlambat
karena adannya insufisiensi plasenta.
f) Gerakan janin
Ditanyakan apakah gerakan janin berkurang atau tidak, pada
kehamilan serotinus biasanya disertai dengan oligohidramnion
sehingga gerakan janin terbatas.
g) Pemeriksaan dalam
Untuk mengetahui bagaimana keadaan vagina, penipisan serviks,
konsistensi serviks, kulit ketuban, penurunan kepala, denominator dan
apakah ada bagian yang menumbung. Pemeriksaan dalam pada
kehamilan serotinus penting dilakukan untuk mengetahui nilai Bishop
score sebagai syarat dilakukannya induksi persalinan dan tindakan
selanjutnya.
h) Pemeriksaan penunjang
Data penunjang merupakan data yang memperjelas atau menguatkan
data subyektif yang telah ada untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah USG, KTG, dan
pemeriksaan penunjang yang lainnya seperti amniosintesis,
pemeriksaan serologi air ketuban.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada bayi
`1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan asfiksia.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan pasokan
oksigen.
3) Gangguan termoregulasi : hipotermi berhubungan dengan suhu tubuh
tidak stabil karena hilangnya lemak subkutan.
4) Resiko tinggi cedera pada janin berhubungan dengan distress janin.
5) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pengelupasan kulit.
Diagnosa keperawatan pada ibu
1) Ansietas berhubungan dengan pertus macet
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terbukanya intrauterin dengan
ekstrauterin

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


 Rencana Bagi Bayi nya
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1. Kerusakan Diharapkan klien mampu  Tinjau ulang informasi yang  Persalinan lama
pertukaran gas menunjukkan perbaikan berhubungan dengan kondisi meningkatkan
berhubungan pertukaran gas/pertukaran gas bayi, seperti lamanya resiko hipoksia, dan
dengan asfiksia normal dengan kriteria hasil persalinan, Apgar scor, obat- depresi pernapasan
akibat aspirasi sebagai berikut: obatan yang digunankan ibu dapat terjadi setelah
mekonium  Mempertahankan kadar selama kehamilan, termasuk pemberian atau
Po/Pco, dalam batas betametason. penggunaan obat
normal 40-70 cm H2O  Perhatikan usia gestasi, berat oleh ibu.
 Suara napas normal badan, dan jenis kelamin.  Neonatus lahir lebih
(vesikuler)  Kaji status pernapasan, dari 42 minggu

 RR normal 40-50x/menit. perhatikan tanda-tanda beresiko terjadinya

 Tidak terjadi sianosis pada distress pernapasan (mis., aspirasi mekonium.

pasien. takipnea, pernapasan cuping  Takipnea


hidung, ronki, atau krakels). menandakan
 Tidak terjadi aspirasi
 Gunakan pemantau oksigen distress pernapasan,
mekonium
transkutan atau oksimeter khususnya bila
 Status pernapasan eupnea
nadi. pernapasan lebih
(normal).
 Hisap hidung dan orofaring besar dari
dengan hati-hati, sesuai 60x/menit setelah 5
kebutuhan. jam kehidupan
 Pantau masukan dan haluaran pertama.
cairan.  Memberikan
 Observasi terhadap tanda dan pemantauan
lokasi sianosis. noninvasif konstan
 Pantau pemeriksaan terhadap kadar
laboratorium, dengan tepat oksigen.
grafik seri GDA.  Mungkin perlu untuk
 Pantau jumlah pemberian mempertahankan
oksigen dan durasi kepatenan jalan
pemberian. napas.
 Catat fraksi oksigen dalam  Dehidrasi merusak
udara inspirasi (FIO2) setiap kemampuan untuk
jam. membersihkan jalan
 Mulai drinase postural, napas saat mucus
fisioterapi dada, vibrasi menjadi kental.
lobus setiap 2 jam, sesuai  Sianosis adalah
indikasi, perhatikan toleransi tanda lanjut dari
bayi terhadap prosedur. PaO2 rendah.
 Berikan makanan dengan  Hipoksemia,
selang nasogastrik atau hiperkapnia, dan
orogastrik sebagai pengganti asidosis
pemberian makanan dengan menurunkan
ASI, bila tepat. produksi surfaktan.
 Berikan obat-obatansesuai  Kadar oksigen serum
indikasi: tinggi yang lama
Natrium bikarbonat disertai dengan
tekanan tinggi yang
lama diakibatkan
dari IPPB dapat
mempredisposisika
n bayi pada
displasia
bronkopulmonal.
 Jumlah oksigen yang
diberikan,
diekspresikan
sebagai FIO2
ditentukan secara
individu,
berdasarkan sampel
darah kapiler.
 Memudahkan
penghilangan
sekresi. Lama
waktu yang
digunakan setiap
lobus dihubungkan
dengan toleransi
bayi.
 Menurunkan
kebutuhan oksigen,
meningkatkan
istirahat,
menghemat energi,
menurunkan resiko
aspirasi.

 Penggunaan natrium
bikarbonat yang
hati-hati dapat
membantu
mengembalikan pH
kedalam rentang
normal.
2. angguan perfusi Diharapkan pasien  Catat perubahan dalam  Perubahan dapat
jaringan menunjukkan peningkatan tingkat kesadaran keluhan menunjukkan
berhubungan perfusi jaringan dengan sakit kepala, pusing, penurunan perfusi
dengan penurunan kriteria hasil sebagai berikut: terjadinya defisit pada SSP akibat
pasokan oksigen.  Tanda-tanda vital dalam sensori/motor iskemia atau infark.
batas normal  Pantau tanda vital. Catat  Perubahan
TD : 80/46 mmHg kehangatan, pengisian menunjukkan
RR : 40-50 x/menit kapiler. penurunan
Suhu : 370  Pertahankan pemasukkan sirkulasi/hipoksia
Nadi : 120-140 x/menit cairan adekuat. Awasi yang meningkatkan
 Kapileri refill kurang dari 3 haluaran urin. oklusi kapiler.
detik.  Kaji ekstremitas bawah untuk  Dehidrasi tidak

 Akral hangat. tekstur kulit, edema, luka. menyebabkan

 Tidak terdapat sianosis  Pertahankan suhu lingkungan hipovolemia tetapi


dan kehangatan tubuh. menyebabkan
 Berikan cairan (IV/peroral) oklusi kapiler.
sesuai indikasi  Penurunan sirkulasi
 Berikan oksigen tambahan perifer sering
yang sesuai dengan indikasi menimbulkan
hasil GDA dan toleransi perubahan dermal
pasien. dan pelambatan
penyembuhan.
 Mencegah
vasokonstriksi,
membantu dalam
mempertahankan
sirkulasi dan
perfusi.
 Mendukung volume
sirkulasi/perfusi ke
jaringan.
 Dapat memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.
3. Gangguan Diharapkan klien mampu  Kaji suhu tubuh dengan  Hipotermia membuat
termoregulasi : menunjukkan peningkatan sering. bayi cenderung
hipotermi suhu tubuh/suhu tubuh  Tempatkan bayi pada pada stress dingin.
berhubungan normal (36,5-370C) dengan penghangat, isolate,  Mempertahankan
dengan suhu tubuh kriteria hasil sebagai berikut: incubator, tempat tidur lingkungan
tidak stabil karena  Peningkatan suhu 36,5- terbuka dengan penyebaran termonetral,
hilangnya lemak 370C. hangat. membantu
subkutan.  Pasien tidak mengalami  Gunakan lampu pemanas mencegah stress
stress dingin. selama prosedur. dingin.

 Bayi tenang dan tidak  Kurangi pemajanan pada  Menurunkan

rewel. aliran udara, hindari kehilangan panas


pembukaan pagar isolate pada lingkungan
yang tidak semestinya. yang lebih dingin
 Ganti pakaian atau linen dari ruangan.
tempat tidur bila basah.  Menurunkan
Pertahankan kepala bayi kehilangan panas
tetap tertutup. karena
 Berikan penghangatan konveksi/konduksi.
bertahap untuk bayi dengan Membatasi
stress dingin. kehilangan panas.
 Menurunkan
kehilangan melalui
evaporasi
 Peningkatan suhu
tubuh yang cepat
dapat menyebabkan
konsumsi oksigen
berlebihan dan
apnea.
4. Resiko tinggi Diharapkan klien mampu  Auskultasi dan laporkan  Menandakan
cedera janin mempertahankan kehamilan irama jantung janin, kesejahteraan janin.
berhubungan sampai janin benar-benar perhatikan kekuatan , PTK membantu
dengan distress viable untuk hidup dengan regularitas, dan frekuensi. memberikan
janin. kriteria hasil sebagai berikut: Perhatikan adanya perkiraan kasar
 Tidak ada cedera yang perubahan pada gerakan tentang usia janin
terjadi pada pasien. janin. Catat perkiraan untuk membantu
tanggal kelahiran ( PTK ) merencanakan
dan tinggi fundus. kesempatan
 Kaji kondisi ibu dan adanya viabilitas.
kontraksi uterus atau tanda-  Bila dilatasi servik
tanda lain dari ancaman berlanjut ( 4 cm
kelahiran atau lebih ) atau
 Siapkan ibu untuk prosedur terjadi kontraksi
pembedahan, sesuai indikasi uterus teratur,
( rujuk pada DK: cedera, kemungkinan
resiko terhadap ibu ) mempertahankan
 Bantu dengan ultrasonografi, kehamilan adalah
bila diindikasikan. kecil.
 Pemasangan jahitan
servik dapat
mempertahankan
kehamilan sampai
janin mencapai
tahap viabilitas
 Memberikan
gambaran lebih
akurat dari
maturitas dan usia
gestasi janin.

5. Resiko tinggi Diharapkan klien dapat  Kaji /catat ukuran, warna,  Mengidentifikasi
kerusakan mempertahankan keutuhan keadaan luka/kondisi sekitar terjadinya
integritas kulit kulit dengan kriteria hasil luka. komplikasi.
berhubungan sebagai berikut:  Lakukan kompres basah dan  Merupakan tindakan
dengan  klien tidak tampak adanya sejuk. protektif yang dapat
pengelupasan kulit. pengelupasan dan meserasi  Lakukan perawatan luka dan mengurangi nyeri.
pada kulit. hygiene (seperti mandi),  Memungkinkan
 Tidak ada kulit kering pada sesudah itu keringkan kulit pasien lebih bebas
bayi. dengan hati-hati dan taburi bergerak dan

 Terjaga kelembabannya bedak yang tidak iritatif. meningkatan

kulitnya.  Berikan prioritas untuk kenyamanan pasien


meningkatkan kenyamanan  Mempercepat proses
dan kehangatan pasien. rehabilitasi pasien

 Rencana bagi Ibu nya


No DX Tujuan Intervensi Rasional
1. Ansietas Diharapkan klien mampu  Jelaskan prosedur intervensi  Pengetahuan tentang
berhubungan
dengan partus menunjukkan berkurangnya keperawatan dan tindakan. alasan untuk
macet. rasa cemas dan mampu Pertahankan komunikasi aktifitas ini dapat
mempertahankan koping terbuka, diskusikan dengan menurunkan rasa
yang positif dengan criteria klien kemungkinan efek takut dari
hasil sebagai berikut: samping dan hasil, ketidaktahuan.
 Klien merasa tenang dan pertahankan sikap optimis.  Membantu klien dan
optimis dengan  Orientasikan klien dengan orang terdekat
persalinannya. pasangan pada lingkungan merasa mudah dan
 Klien dapat menggunakan persalinan. lebih nyaman pada
teknik relaksasi distraksi  Anjurkan tehnik relaksasi sekitar kita.
atau napas dalam dengan seperti teknik distraksi atau  Memungkinkan
efektif. napas dalam klien untuk
 Menggungkapkan  Anjurkan penggungkapan merileksasikan
pemahaman situasi rasa takut atau masalah. otot-otot supaya
individu dan kemungkinan tidak tegang.
hasil akhir.  Dapat membantu
 Klien tampak rileks, tanda- menurunkan
tanda vital dalam batas ansietas dan
normal merangsang
D : 120/80 mmHg identifikasi perilaku
RR : 18-24 x/menit koping.
Nadi: 80-100 x/menit

2. Resiko tinggi infeksi Diharapkan klien mampu  Pantau tanda-tanda vital.  TTVdapat berubah
berhubungan
dengan jalan lahir
menunjukkan bebas dari karena ansietas.
kontak terlalu lama tanda-tanda infeksi dengan  Tekankan pentingnya cuci  Menurunkan
dengan ekstrauteri.
kriteria hasil sebagai berikut: tangan yang baik dan tepat. resiko yang
 Suhu tubuh normal 36,5- menyebabkan
370C.  Gunakan teknik aseptik penyebaran agen
 Kontaminasi dapat selama melakukan infeksius.
diminimalkan. pemeriksaan vagina (VT).  Membantu
 Cairan amniotic jernih, mencegah

hampir tidak berwarna dan  Pantau tanda-tanda vital dan pertumbuhan

berbau. nilai leukosit. bakteri,

Pada pemeriksaan membatasi

laboratorium jumlah  Pantau dan gambarkan kontaminasi dari


leukosit dalam batas karakteristik dari cairan pencapaian ke
normal yaitu 5000-10000 amniotic. vagina.
mm3.  Dalam 4 jam
setelah
membrane
rupture, insiden
korioamnionitis
meningkat secara
progresif,
ditunjukkan
dengan
perubahan TTV
dan jumlah sel
darah pulih.
 Pada infeksi cairan
amnionitik
menjadi lebih
kental dan
kuning pekat
dengan bau yang
tidak sedap.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37 - 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin
(Prawiharjo, 2002).

Postmatur menunjukan atau menggambarkan keadaan janin yang lahir telah melampaui
batas waktu persalinannya, sehingga dapat menyebabkan beberapa komplikasi. (Buku
Pengantar Kuliah Obsetri: hal 450). Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi
antepartum,harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi
neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Etiologi pada kelahiran lewat bulan ini masih belum pasti. Namun ada faktor yang diduga
bayi lahir lewat bulan atau postmatur, yang dikemukakan adalah faktor hormonal yaitu
kadar progesteron, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta. Bayi postmatur
menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulitkeriput,mengelupas lebar- lebar,
sianosis, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena
bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan
telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak mengalami
hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk
usia gestasinya. Banyak bayi postmatur Clifford meninggal dan sakit berat akibat asfiksia
lahir dan aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan
otak.

B. Saran
Memperhatikan kondisi saat fase kehamilan sangatlah penting dengan gizi yang cukup
dan seimbang, oleh karena itu bagi ibu - ibu yang hamil hendaklah mempersiapkan
persalinan dengan sebaik - baiknya, serta dengan melakukan pemeriksaan rutin baik
untuk mengetahui kesehatan janin dan sang ibu, selain itu juga penting dalam mendeteksi
sedini mungkin umur kehamilan ibu untuk menghindari kesalahan dalam menentukan
usia kehamilan sehingga kehamilan post matur dapat diakhiri sehingga tidak
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan ibu dan janin.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Mac Donald, Gant. 1995. Obstetri Williams. Jakarta: EGC

Depkes RI. 2001. Standart Pelayanan kebidanan.

Doenges, E. Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC.

Koniak, M Reeder. 1992. Maternity Nursing Family, Newborn, and Woman’s Health
Care. Philadelpia: J. B. Lippincott Company.

Lowdermilk & Shannon, E Perry. 2000. Maternity & Woman’s Health Care. Philadelpia:
Mosby.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Simposium Obstetri. Jilid I. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka FKUI.

Prawirohardjo, S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka FKUI.

Wiknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

http//www.pdpersi.com.ketubanpecahdin

Anda mungkin juga menyukai