Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DMC (Drug Management Cycle) adalah suatu siklus yang didalamnya terdapat masing-masing unsur
pokok yaitu (selection, procurement, distribution dan use), dimana unsure-unsur tersebut
mempunyai fungsi pokok / sebagai pengarah dalam menentukan kebijakan kedepan.
Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu siklus yang
saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan,
distribusi serta penggunaan. Pada dasarnya, manajemen obat di apotek adalah bagaimana cara
mengelola tahap-tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi
sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan
oleh dokter dan pasien selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu
terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
Seleksi
Proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan, identifikasi pemilihan terapi, bentuk
sediaan, kriteria pemilihan, standarisasi/penyusunan formularium.
Procurement
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang direncanakan dan disetujui, dapat
melalui pembelian, produksi/pengemasan kembali, sumbangan. Diharapkan memperoleh
pembekalan yg efisien (tak terjadi stock out).
Distribution
Proses penyaluran obat dari IFRS/apotek ke pasien untuk menjamin ketersediaan obat bagi
pasien dan mutu obat yang terjaga. Proses penyaluran obat dari IFRS/ apotek ke pasien untuk
menjamin ketersediaan obat bagi pasien dan mutu obat yang terjaga.
Use
Yang didalam nya terdapat diagnose, peresepan , dispensing dan pengguanaan yang tepat untuk
pasien.
Siklus manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen (management support)
yang meliputi organisasi, keuangan atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem
informasi manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manajemen obat yang baik harus didukung oleh
keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Siklus pengelolaan obat dinaungi/dibatasi oleh bingkai kebijakan dan peraturan perundang-
undangan. Siklus pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Metode perencanaan
Tahap Perencanaan Kebutuhan Obat
Pengadaan obat diawali dengan perencanaan kebutuhan dimana kegiatan yang dilakukan adalah:
a.Tahap Pemilihan Obat
Pemilihan obat berdasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat
Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku
denganpatokan harga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Daftar Harga Obat
untuk Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program Kesehatan.
Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai
dengan pola penyakit yang ada. Pada perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi,
perlu dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada(dengan menggunakan metode
perhitungan ABC) dan untuk seleksi obat perlu
dilakukan analisa VEN.
Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, seleksi kebutuhan obat harus
mempertimbangkan beberapa hal berikut :
1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh
lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan
2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan kesamaan
jenis.
3) Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang lebih baik
dibandingkan obat tunggal
4) Memiliki rasio manfaat/biaya yang paling menguntungkan
b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian setiap bulan dari masing-masing
jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/ Puskesmas selama setahun, serta untuk menentukan stok
optimum (stok kerja ditambah stok pengaman = stok optimum). Data pemakaian obat di puskesmas
diperoleh dari LPLPO dan Pola Penyakit (LB 1).
Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah:
1) Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing Unit Pelayanan Kesehatan/ Puskesmas.
2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh Unit Pelayanan
Kesehatan/ Puskesmas.
3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/ Kota.
4) Pola penyakit yang ada.
c. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Menentukan kebutuhan obat merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian yang harus dilakukan
oleh Apoteker di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Dengan koordinasi dan proses perencanaan
untuk pengadaan obat secara terpadu (termasuk obat program), maka diharapkan obat yang
direncanakan dapat tepat jenis, jumlah dan waktu serta mutu yang terjamin. Untuk menentukan
kebutuhan obat dilakukan pendekatan perhitungan melalui metoda konsumsi dan atau morbiditas.
1) Metoda Konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang
dibutuhkan berdasarkan metoda konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Pengumpulan dan pengolahan data
b) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
c) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
d) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
2) Metoda Morbiditas
Metoda morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Adapun faktor
yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit dan lead time. Langkah-langkah dalam
metoda ini adalah:
a) Memanfaatkan pedoman pengobatan.
b) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
c) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit.
d) Menghitung jumlah kebutuhan obat.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode morbiditas:
a) Perkiraan jumlah populasi
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur
antara:
• 0 – 4 tahun
• 5 – 14 tahun
• 15 – 44 tahun
• > 45 tahun (disesuaikan dengan LB-1)
• Atau ditetapkan berdasarkan kelompok dewasa (> 12 tahun) dan anak ( 1 – 12 tahun )
b) Menetapkan pola morbiditas penyakit
c) Masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
d) Menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pedoman pengobatan dasar di
puskesmas.
e) Frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok
umur yang ada.
f) Menghitung kebutuhan jumlah obat, dengan cara jumlah kasus dikali jumlah obat sesuai pedoman
pengobatan dasar di puskesmas.
g) Untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekwensi dan lama pemberian obat dapat menggunakan
pedoman pengobatan yang ada.
h) Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan mempertimbangkan faktor antara
lain:
• Pola penyakit
• Lead time
• Buffer stock
i) Menghitung kebutuhan obat tahun anggaran yang akan datang.
3. Metode penyimpanan
Ada beberapa sistem atau tata cara penyimpanan obat yang diterapkan di Apotek, Instalasi Farmasi
dan Gudang Farmasi diantaranya adalah :
1. FIFO dan FEFO
FIFO adalah kependekan dari First in first out yang artinya barang yang datang terlebih dahulu,
dikeluarkan pertama. Biasanya penyimpanan obat dengan menggunakan sistem FIFO ini digunakan
untuk menyimpan obat tanpa memperhatikan tanggal kadaluarsa.
Tetapi pada sistem FIFO ini memiliki kekurangan jika diterapkan dalam penyimpanan obat yaitu :
Jika obat yang datang belakangan EDnya (tanggal kadaluarsa) tinggal sebentar lagi atau lebih dekat
waktu EDnya daripada obat yang datang lebih dahulu maka obat yang ED tidak ketahuan sebelum
sempat digunakan.
FEFO adalah kependekan dari first expiry first out yang artinya barang yang lebih dahulu
kadaluarsa (ED), yang akan dikeluarkan terlebih dahulu. Tempatkan obat dengan tanggal
kadaluarsa yang lebih pendek di depan obat yang berkadaluarsa lebih lama. Bila obat mempunyai
tanggal kadaluarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima di belakang obat yang sudah berada
di atas rak.
Penggabungan 2 sistem tersebut yaitu FIFO dan FEFO adalah hal yang paling ideal dilakukan.
Keuntungannya dengan menggabungkan ke dua sistem tersebut yaitu Obat-obat yang ada di
penyimpanan tidak akan terbuang karena kadaluarsa.
2. Berdasarkan abjad
Penyimpanan obat berdasarkan abjad bertujuan untuk mempermudah pengambilan obat dan untuk
penyimpanan berdasarkan abjad ini juga harus berdasarkan bentuk sediaan.
Misal sediaan tablet kita urutkan dari huruf A (Amoxilin), B (Betametason), C (Ciproheptadin) dan
seterusnya
3.Berdasarkan generik dan non generik
Obat generik dan non generik dipisahkan dan disusun berdasarkan abjad dan berdasarkan bentuk
sediaan, hal tersebut untuk memudahkan pengambilan obat baik yang generik maupun non generik
terutama diera BPJS sekarang ini.
4. Berdasarkan kelas terapi obat
Obat ini dikelompokkan berdasarkan khasiat atau indikasi obat tersebut, misal golongan antibiotika
dikelompokkan jadi satu dengan golongan antibiotika, golongan analgetik-antipiretik dan lain
sebagainya.
5. Berdasarkan bentuk sediaan
Dikarenakan ada macam-macam bentuk sediaan obat seperti yang sudah saya jelaskan diartikel
sebelumnya maka sebaiknya obat yang mempunyai kesamaan bentuk sedian di simpan secara
bersamaan di atas rak.
Misal untuk obat oral di simpan dirak yang sama namun agar mudah penyimpanannya obat oral
dengan sediaan tablet atau kapsul bisa kita pisahkan dengan bentuk sediaan obat suspensi dll
6.Berdasarkan Stabilitas Obat
Dikarenakan obat-obat yang kita simpan bisa mengalami kerusakan karena stabilitas obatnya
terganggu maka dalam penyimpanan kita juga harus memperhatikan unsur-unsur kestabilan obat
diantaranya :
Suhu
Obat yang membutuhkan penyimpanan dengan suhu tertentu harus disimpan sesuai dengan
instruksi yang sesuai dengan yang tertulis pada label atau box obat.
Mis : untuk vaksin disimpan pada suhu 2-8 derajat C, jg untuk obat-obat supositoria dan
pervaginam harus disimpan dalam suhu yang sejuk (5-15° celsius, krn pada suhu tinggi, dapat
membuat obat ini meleleh).
Obat-obatan tersebut jika tidak disimpan sesuai dengan persyaratan akan membentuk kristal dan
kehilangan aktivitas obatnya
Cahaya
Hampir semua obat kestabilannya akan terpengaruh oleh sinar cahaya, sehingga untuk obat-obat
tersebut biasanya dikemas dalam kemasan tahan cahaya disimpan dalam wadah gelap
Contoh : epinefrin inj, vit c inj, vit k inj, impugan inj
Kelembaban
Karena Obat bersifat menghisap uap air udara sehingga menjadi lembab maka banyak obat dalam
kemasan disertai pengering (silica gel) agar tidak lembek . Contohnya obat dalam bentuk kapsul
yang dalam kemasan seperti botol biasanya disertai dengan silica gel agar tidak lembek dan lengket.
Untuk itulah tidak disarankan untuk mengeluarkan obat terutama dalam bentuk kapsul di telapak
tangan dalam jangka waktu yang lumayan lama karena ditakutkan obat tersebut bisa mengalami
kerusakan
7. Berdasarkan Undang-Undang
Point terpenting pada penyimpanan obat ini adalah penyimpanan berdasarkan undang-undang yang
berhubungan dengan narkotika dan psikotropika.
Obat-obat yang termasuk dalam psikotropika dan narkotika harus disusun dan disimpan secara
terpisah dengan obat-obat yang lain dikarenakan ada pelaporan khusus yang harus kita serahkan ke
dinas kesehatan setiap bulannya.
Obat narkotika disimpan pada almari narkotika yang terbuat dari kayu dengan ukuran 40x80x120
Obat Bebas Terbatas Logo pada kemasan obat bebas terbatas Sama halnya dengan obat bebas,
obat bebas terbatas dapat pula disebut obat OTC (Over The Counter), yakni merupakan obat
yang sebenarnya termasuk obat keras namun dalam jumlah tertentu masih dapat dijual di
apotek dan dapat Anda beli tanpa resep dari dokter. Sebelumnya, golongan obat ini disebut
dengan daftar W. “W” dalam bahasa Belanda adalah singkatan dari kata “Waarschuwing” yang
artinya peringatan. Jika Anda melihat kemasan obat dengan tanda lingkaran biru bergaris tepi
hitam, ini menandakan bahwa obat tersebut tergolong obat bebas terbatas. Selain itu, disertai
pula tanda peringatan pada kemasannya, seperti berikut Peringatan pada obat bebas terbatas
Golongan obat bebas terbatas dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang kategorinya
ringan hingga cukup serius. Namun, ada baiknya jika Anda tidak lekas sembuh setelah
mengkonsumsi obat ini, berhentilah dan segera periksa ke dokter. Contoh Obat Bebas Terbatar
yaitu, Antimo, Noza, dan CTM.
Obat Keras Logo pada kemasan obat keras & psikotropika Obat keras dahulu disebut golongan
obat G. “G” adalah singkatan dari “Gevarlijk” yang artinya berbahaya. Berbahaya disini
dimaksudkan jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter karena dikhawatirkan dapat
memperparah penyakit, meracuni tubuh, bahkan menyebabkan kematian. Obat keras tidak
dapat Anda beli dengan bebas di apotek melainkan harus menggunakan resep dokter. Contoh
Obat Keras misalnya, seperti asam mefenamat. Kemasan pada golongan obat keras ditandai
dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam yang terdapat huruf K didalamnnya. Umumnya yang
termasuk golongan obat ini, yakni: Obat generik Obat Wajib Apotek (OWA) Antibiotik, seperti
penisilin, tetrasiklin, sefalosporin, ampisilin, dan sebagainya Obat – obatan yang mengandung
hormon, seperti obat penenang, obat diabetes, dan lainnya.
Obat Psikotropika dan Narkotika. Obat Psikotropika Logo pada kemasan obat keras &
psikotropika Psikotropika merupakan zat atau obat yang secara alamiah maupun sintentesis
bukanlah golongan narkotika. Efek yang dimiliki psikotropika dapat mempengaruhi susunan
sistem saraf pusat (SPP) sehingga dapat menimbulkan perubahan yang khas terhadap mental
dan perilaku bagi orang yang mengonsumsinya. Bukan hanya itu, psikotopika juga dapat
menyebabkan halusinasi, gangguan pada cara berpikir, mengurangi rasa nyeri dan sakit, serta
dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya. Contoh Obat atau zat yang tergolong
psikotropika antara lain seperti, phenobital, diazepam, sabu – sabu, serta ekstasi. Obat-obatan
atau zat-zat yang termasuk psikotropika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Mengingat
efek yang ditimbulkan cukup berbahaya, janganlah mengonsumsinya tanpa pengawasan dari
dokter karena jika penggunaannya tidak sesuai dapat berpotensi merusak organ-organ pada
tubuh kita. Dikarenakan psikotropika merupakan golongan obat keras maka penandaan pada
kemasannya pun sama dengan Obat Keras yaitu lingkaran merah bergaris tepi hitam ditambah
huruf K didalamnnya
Golongan macam-macam jenis Psikotropika Berdasarkan UU RI No. 5 Tahun 1997, psikotropika
dibagi kedalam empat macam golangan, antara lain :
Golongan I Psikotropika yang termasuk golongan I terdiri dari 26 macam, mulai dari psilobina,
etisiklidina, tenosiklidina, brolamfetamin, dll. Psikotropika golongan I merupakan psikotropika
yang hanya dapat dipakai untuk keperluan ilmu pengetahuan namun tidak dapat digunakan
dalam terapi. Karena Psikotropika yang ada pada golongan ini memiliki potensi yang sangat kuat
untuk mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Golongan II terdiri dari psikotropika yang berkhasiat dalam pengobatan, dapat digunakan untuk
terapi maupun ilmu pengetahuan. Namun, tetap saja berpotensi cukup kuat untuk
menimbulkan sindrom ketergantungan. Contoh Psikotropika golongan II ini terdiri dari 14
macam, mulai dari deksanfetamin, amfetamin, metamfetamin, levamfetamin, dll.
Psikotropika Golongan III Psikotropika golongan ini banyak digunakan untuk terapi dan
keperluan ilmu pengetahuan serta berkhasiat dalam pengobatan. Potensi yang dimiliki untuk
mengakibatkan sindrom ketergantungan adalah sedang. Psikotropika yang termasuk golongan III
terdiri dari 9 macam, mulai dari siklobarbital, amobarbital, pentobarbital, butalbital, dan
sebagainya. Psikotropika Golongan IV terdiri dari psikotropika yang sangat banyak digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan terapi. Selain itu juga berkhasiat dalam pengobatan. Potensi
yang dimiliki untuk menimbulkan sindrom ketergantungannya pun ringan. Psikotropika pada
golongan ini terdiri dari 60 macam, mulai dari diazepam, bromazepam, allobarbital, nitrazepam,
dan sebagainya.
Narkotika adalah obat-obatan yang dapat berasal dari tanaman maupun tidak, baik berupa
sintesis ataupun semi sintetis. Narkotika dapat menyebabkan beberapa pengaruh bagi orang
yang mengonsumsinya, seperti mampu mengurangi rasa sakit dan nyeri, menurunkan atau
merubah tingkat kesadaran, hilangnya rasa, serta menimbulkan efek ketergantungan.
Sementara itu, untuk jenis obat – obatan narkotika ditandai dengan lambang “Palang Mendali
Merah”. Penggolongan Narkotika Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, Golongan narkotika dibagi
menjadi tiga , yaitu:
Narkotika Golongan I Golongan I terdiri atas narkotika yang hanya digunakan dalam
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, tidak dapat dipakai dalam terapi, dan memiliki
potensi yang sangat tinggi guna menimbulkan ketergantungan. Contoh Narkotika Golongan I
misalnya, opium mentah, tanaman ganja, tanaman Papaver Somniferum L, maupun heroina.
Narkotika Golongan II Narkotika yang termasuk golongan II ialah narkotika yang dapat dipakai
dalam terapi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Ditambah dapat digunakan sebagai pilihan
terakhir dalam pengobatan namun memiliki berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan.
Contohnya yakni opium, tebakon, morfina, tebaina, ataupun peptidina.
Narkotika Golongan III Narkotika yang termasuk dari golongan III, antara lain nikokodina,
kodeina, maupun nikodikodina. Narkotika Golongan III ini terdiri dari narkotika yang dapat
berguna dalam tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, dipakai untuk terapi, serta berkhasiat
dalam pengobatan dan memiliki potensi yang ringan untuk menimbulkan efek ketergantungan.
5. Perbedaan logo hijau dan biru
Obat Bebas (hijau)
Obat Bebas merupakan obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter. Obat jenis ini dapat dibeli
bebas di warung, toko obat, maupun apotek. Contoh obat dari golongan ini misalnya, vitamin, oralit,
dan lain sebagainya.
Meskipun obat ini masuk ke dalam kategori aman, namun tetap saja tidak boleh digunakan secara
sembarangan. Obat bebas juga memiliki kandungan racun yang dapat berbahaya bagi tubuh jika
tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Pada kemasan obat ini terdapat logo lingkaran hijau yang bergaris tepi hitam. Obat bebas ini biasa
digunakan untuk mengatasi gejala penyakit ringan, biasanya berupa vitamin atau multivitamin.
Obat jenis yang kedua ini masih dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter. Walaupun dapat
dibeli tanpa resep dokter, namun aturan pakai serta efek sampingnya harus diperhatikan juga.
Penggunaannya pun mesri sesuai dengan indikasi yang tertera pada kemasan.
Pada kemasan obat jenis ini terdapat lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam. Selain itu,
terdapat pula peringatan dalam kotak kecil berdasar warna hitam. Contohnya adalah sebagai
berikut:
8. Golonganantibiotik
Turunan Penisilin
Turunan penisilin merupakan asam organik, terdiri dari satu siklik dengan satu rantai samping. Inti
siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan betalaktam. Rantai samping merupakan gugus amino bebas
yang dapat mengikat berbagai jenis radikal. Dengan mengikat berbagai radikal pada gugus amino
bebas tersebut akan diperoleh berbagai jenis penisilin, misalnya pada penisilin G radikalnya adalah
gugus benzil. Penisilin G untuk suntikan biasanya tersedia sebagai garam Na atau K. Bila atom H
pada gugus karboksil diganti dengan prokain, diperoleh Penisiln G prokain yang sukar larut dalam
air, sehingga dengan suntikan IM akan didapatkan absorpsi yang lambat, dan masa kerjanya lambat.
Beberapa penisilin akan berkurang aktifitas antimikrobanya dalam suasana asam sehingga penisilin
kelompok ini harus diberikan secara parenteral. Penisilin lain hilang aktifitasnya bila dipengaruhi
oleh enzim betalaktamase yang memecah cincin betalaktamase. Radikal tertentu pada gugus amino
inti 6-APA dapat mengubah sifat kerentanan terhadap asam, penisilinase, spektrum antimikroba.
Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel
mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan menghasilkan efek bakterisid pada mikroba
yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah), yang
disebut juga persisters, praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin; kalaupun ada pengaruhnya hanya
bakteriostatik. Diantara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktifitas terbaik terhadap kuman
gram-positif yang sensitif. Penisilin merupakan senyawa pilihan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram-positif dan cocci gram-negatif, Streptococcus, Pneumococcus,
Meningococcus, aktinomises yang bukan penghasil penisilinase. Penisilin G menghambat
enterococcus (S. faecalis) tetapi untuk pengaruh daya (misalnya pada endokarditis enterococcus)
perlu ditambahkan aminoglikosid.
Turunan Sefalosporin
Sefalosporin dibagi menjadi tiga generasi berdasarkan aktivitas mikrobanya yang secara tidak
langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya. Dewasa ini sefalosporin yang lazim
digunakan dalam pengobatan, telah mencapai generasi ketiga.
Seperi halnya antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antibiotik sefalosporin menghambat
sintesis dinding sel mikroba. Sefalosporin digunakan untuk pengobatan infeksi oleh bakteri yang
telah tahan terhadap penisilin, terutama stafilokoki yang menghasilkan penisilinase dan basil gram-
negatif.
Sefalosporin generasi pertama memperlihatkan spektrum antimikroba yang terutama aktif terhadap
kuman gram-positif. Keunggulannya dari penisilin ialah aktivitasnya terhadap bakteri penghasil
penisilinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylococcus aureus dan Streptococcus
termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans dan Streptococcus pneumoniae. Bakteri
gram-positif yang juga sensitif adalah Streptococcus anaerob, Clostridium, perfringens, Listeria
monocytogenes dan Corynebacterium diphteriae. Aktivitas antimikroba berbagai sefalosporin
generasi pertama sama satu dengan lainnya, hanya sefalotin sedikit lebih aktif terhadap
Staphylococcus aureus. Mikroba yang resisten antara lain ialah strain Staphylococcus aureus,
resisten metisilin, Staphylococcus epidermis dan Streptococcus faecalis.
Dari segi daya kerjanya antibiotik dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu :
Antibiotik bakteriostatik
Antibiotik bakteriostatik menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri dan menghambat
sintesis protein bakteri. Contoh obat kelompok tetrasiklin, kloramfenkol, eritromisin dan linkomisin.
Antibiotik bakterisidik;
Antibiotik bakterisidik mematikan bakteri dan menghambat biosintesis dinding sel bakteri. Contoh
obat : Penisilin dan derivatnya, basitrasin, kelompok aminoglikosida, polimiksin dan rimfapisin
Pengelompokkan berdasarkan daya membunuh bakteri
Menurut daya membunuh bakteri antibiotik dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
Antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum)
Obat kemoterapeutika yang bekerja hanya pada mikroorganisme tunggal atau grup mikroorganisme
tertentu dikatakan memiliki spektrum sempit. Misalnya, izoniazid hanya aktif terhadap
mikrobakteria.
Antibiotik spektrum sedang
Spektrum sedang adalah suatu terminologi yang dihasilkan pada antibiotik yang secara efektif
melawan mikroorganisme gram positif dan sejumlah bakteri gram negatif. Misalnya, ampicillin
dipertimbangkan sebagian spektrum sedang karena obat ini bekerja melawan bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif.
Antibiotik spektrum luas (broad spectrum)
Obat-obat seperti kloramfenikol dan tetrasiklin mempengaruhi spesies mikroba secara luas dan
dirujuk sebagai antibiotik spektrum luas. Pemberian antibiotik spektrum luas secara drastis dapat
merubah flora bakteral normal secara alamiah dan dapat mencetuskan superinfeksi suatu
mikroorganisme seperti kandida yang perkembangannya secara normal dipengaruhi dengan adanya
miroorganisme lain.